Oleh Kelompok 4:
Kelas: 1A
Rindayana P1337430118011
RR larasati P1337430118044
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta
anugerah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum
dengan baik dan dalam bentuk yang sederhana. Semoga Laporan Praktikum ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca mengenai pengetahuan dasar mengenai kesehatan.
Harapan kami semoga Laporan Praktikum ini menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, walaupun kami akui masih banyak kekurangan
dalam penyajian Laporan Raktikum ini karena ilmu yang kami miliki masih sangat
kurang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Laporan Praktikum ini, dari awal sampai akhir
hingga menjadi sebuah Laporan Praktikum, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun untuk pembuatan makalah berikutnya, terimakasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan ..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi .................................................................................................3
2.2 Patologi ................................................................................................ 7
2.3 Teknik Radiografi................................................................................... 10
2.4 Anatomi Radiografi................................................................................ 18
2.5 Proteksi Radiasi..................................................................................... 21
2.6 Kualitas Radiografi................................................................................ 21
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM........................................................ 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 32
LAMPIRAN.................................................................................................... 33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bagain pernapasan atas meliputi faring, laring dan trakea. Pada bagian ini
dapat terlihat jelas dalam hasil radiograf jika operator, posisi pasien, faktor
eksposi, dan pengolahan film dilakukan dengan tepat sehingga dapat mengurangi
terjadinya suatu kesalah yang dapat membuat rancu dalam diagnosis.
2. Kriteria apa saja yang membuat suatu hasil radiograf dikatakan baik?
1.3 TUJUAN
1
1.4 MANFAAT
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Faring (pharynx) berada di daerah posterior ronggahidung, ronggamulut,
dan laring yang memanjang dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esophagus pada ketinggiantulangrawankrikoid. Saluran faring
mempunyai panjangsekitar 13 cm yang memanjang dari permukaan bawah
tulang sphenoid dan bagianbawahdaritulang occipital terletaksetinggi C6 & C7.
Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring
adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal
melalui dua naris internal (koana). Dua tuba Eustachius (auditorik)
menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah.
Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga. Sedangkan amandel (adenoid) faring adalah penumpukan
jaringan limfatik yang terletak di dekat narisinternal. Pembesaran adenoid
dapat menghambat aliran udara. Lalu, orofaring dipisahkan dari nasofaring
oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Pada
orofaring terdapat organ – organ, antara lain uvula yaitu prosesus kerucut kecil
yang menjalar kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatumlunak.
Kemudian, amandel palatinum terletak pada kedua sisiorofaring posterior.
Selanjutnya, laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang
merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya.
4
2.1.2 Laring
5
membentuk laryngeal prominence (Adam’s Apple) atau biasa disebut jakun,
epiglottis, kartilagokrikoid, dan dua kartilago arytenoid. (Merril’s vol.2, 2016)
Lalu, pada kartilago tidak berpasangan terdapat beberapa organ, antara
lain kartilagotirod (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki – laki akibat hormone
yang disekresi saat pubertas. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang
lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. Epiglotis adalah
katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulutlaring untuk mencegah
masuk nyamakanan dan cairan.
Selainitu, kartilago berpasangan antara lain terdapat kartilago arytenoid
yang terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat
pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa
bertingkat. Kartilago kornikulata yang melekat pada bagian ujung kartilago
arytenoid. Kartilago kuneiform berupa batang – batang kecil yang membantu
menopang jaringan lunak.
Gambar
2.3Lipatan vocal dari epiglottis
Sumber : Sherwood, 2013
Adapun juga dua pasang lipatan lateral membagi rongga hidung. Pada
psangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suarasemu) yang tidak
berfungsi saat produksi suara. Pada pasangan bagian bawah adalah pita
suara sejati yang melekat pada kartilagotiroid dan pada kartilago arytenoid
serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adlaah glottis. Sistem
6
kerja glottis, yaitu saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka)
oleh otot laring, dan glottis berbentuk triangular.
Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glottis
membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontrak si otot rangka mengatur
ukuran pembukaan glottis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan
untuk produk si suara.
2.1.3 Trakea
Selanjutnya, trakea adalah batang tengorok dengan panjang sekitar 9
cm, berjalan dari larynx sampai ketinggian kira-kira vertebra torakalis 5.
Trakea terletak di depan esofagus, berjalan dari Cervical VI dimana
bersambungan dengan laring hingga Torakal IV /V. (Sloane, 2003)
Lalu, trakea adalah batang tenggorokan dengan Panjang sekitar 9 cm,
bermula dari laring sampai ketinggian kira – kira vertebrae T5. Trakea
terletak di depan esofagus, berjalan dari Cervical VI dimana bersambungan
dengan laring hingga Torakal IV /V.
Kemudian, trakea (pipa udara) merupakan sebuah tuba yang merentang
dari laring pada area vertebrae serviks keenam sampai vertebrae toraks
kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap
terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga
memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea di lapisi epitelium respiratorik
(kolumar bertingkat dan bersilia) yang mengandng banyak sel goblet.
7
2.2 PATOLOGI
Adapun indikasi dan kontra indikasi pemeriksaannya antara lain sebagai berikut
2.2.1 Pembesaran kelenjar tiroid
Suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet ioudium yang
dibutuhkan untuk produksi hormone tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormone yang dihasilkan.
2.2.2 Dipteri
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphterial yang dapat menimbulkan penyumbatan pada rongga faring (faringitis)
maupunlaring (laryngitis) oleh lendir yang dihasilkan bakteri tersebut.
2.2.3 Faringitis
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri
pada waktu menelan makanan atau pun kerongkongan terasa kering. Gangguan
ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu
banyak merokok. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini adalah
Streptococcus pharyngitis.
8
munculnya ISPA hamper samadengan influenza, yaitu karena kekebalan tubuh
yang menurun.
2.2.6 Laringitis
Laringitis adalah radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara.
Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alcohol,
dan terlalu banyak srak.
2.2.7 Epiglotitis
Epiglotitis merupakan peradang tenggorokan yang jarang, merupakan
peradangan pada epiglottis (struktur semi tubular memisahkan laring dari
pangkal lidah). Masalah atau peradangan bagian ini dapat menimbulkan
keadaan darurat karena jalan apasakan cepat menyempit bahkan tersumbat
sama sekali.
2.2.8 Trakeatis
Trakeatis merupakan peradangan yang terjadi pada trakea. Peradangan ini
dapat mengganggu kerja system pernapasan pada manusia.
2.2.9 Papilomalaring
Penyakit pernapasan pada manusia ini merupakan kondisi dimana terjadi
kanker pada bagian laring dan dapat menyebar keseluran pernapasan lainnya
seperti trakea dan bronkus.
9
2.3 TEKNIK RADIOGRAFI
2.3.1 Teknik Pemeriksaan Pharynx dan Larynx
PROYEKSI AP
10
c. Pengaturansinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) :vertical atau horizontal tegak lurus thd kaset
2. Titikbidik (CP) : pada jakunatau C4
3. FFD : 100 cm
4. Kaset : 18 X 24 cm
5. Faktoreksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : pada saat pasien melakukan ponasi “I”,
soft tissue teknik
d. Kriteriaevaluasi :
11
PROYEKSI LATERAL
a. PosisiPasien (PP)
Tempatkan pasien erect / duduk menyamping pada salah satusisi. Mengatur
bagian anterior temporo mandibular joint tepat di tengah grid.
b. PosisiObjek (PO)
1. Atur kedua bahu simetri
2. MSP sejajar dengan kaset
3. Atur daerah laring dan faring di pertengahan kaset
4. Tepi atas kaset setinggi dengan auricle (daun telinga)
5. Tekan bahu dan letakkan keduatangan pada posterior tubuh
6. Pandangan luruskedepan
c. Pengaturan sinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) : horizontal tegaklurusterhadapkaset
2. Titik bidik (CP) : setinggijakunatau C4 menujuukepertengahankaset
3. FFD : 120 cm
4. Kaset : 18 X 24 cm
12
5. Faktoreksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : pada saatpasienponasi “I”, soft tissue teknik
d. Kriteria evaluasi :
13
2.3.2 Teknik Pemeriksaan Trachea
PROYEKSI AP
14
d. Kriteria radiografi
15
PROYEKSI LATERAL
16
5. Faktor eksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : inspirasi pelan – pelan
d. Kriteria evaluasi :
17
2.4 ANATOMI RADIOGRAFI
2.4.1 PEMERIKSAAN FARING & LARING PROYEKSI AP
18
2.4.2 PEMERIKSAAN FARING & LARING PROYEKSI LATERAL
Hasil radiograf pada pemeriksaan faring dan laring proyeksi lateral harus
menampakkan bagian dari organ – organ, yaitu tulang hyoid, struktur laryngeal
yang tampak dari lateral, trakea. Selain itu, tampak air fluid level pada bagian
faring. Lalu, tampak pula organ vertebrae cervical I – VII dan mandibulae.
19
Gambar 2.13 Hasil radiografdariproyeksitrakea AP ;Sumber : Moeller, 2010
Pada hasil radiograf proyeksi trakea AP terdapat organ – organ yang harus
tampak, antara lain mandibulae, vallecula inferior, interarytenoid notch, piriform
recess, arytenoid cartilages, pita suara, vestibule of the larynx, ventricle of the
larynx, vocal fold, rima glottis, subglottic space, kartilagotiroid, proximal trakea,
distal trakea.
20
2.5 PROTEKSI RADIASI
Luas lapangan penyinaran harus dibatasi secara tepat dengan sistem
kollimasi. Harus selalu berdiri dibelakang tirai timbal disekitar meja kontrol
(control table) atau berada diluar kamar pemeriksaan. Apabila hal ini tidak
memungkinkan pakailah selalu baju proteksi (lead apron) pada saat eksposi.
Perlengkapan proteksi radiasi seperti (lead apron), sarung tangan, timbal,
dan perisai gonad harus secara berkala dicek, apakah ada kebocoran atau
kerusakan. Posisi, kilovolt dan eksposi yang tepat, kombinasi film dam screen
harus selalu digunakan agar dihindari adanya pengulangan foto. Berkas sinar
primer harus dibatasi secara tepat dengan konus, diafragma atau kollimator
sehingga bagian tubuh yang diperiksa saja yang mendapat radiasi.. Pemotretan
pasien hamil hanya dilakukan apabila perlu sekali dan bila dilakukan pemotretan,
janin harus diberikan pelindung radiasi.Harus dihindari teknik pemotretan jarak
pendek, karena dosis radiasi yang diterima kulit sangat tinggi.
21
Dengan menggunakan faktor eksposi 65 kVp, dan 20 mAs kurang
cukup untuk memperlihatkan objek trakhea, karena hasil radiograf tidak
menunjukkan densitas dan kontrasyang cukup. Pada kriteria radiograf objek
trakhea harus terlihat sebagai radiolucent.
Namun pada hasil praktikum objek trakhea tidak begitu terlihat. Hal ini dapat
disebabkan karena phantom yang digunakan tidak terdapat rongga udara
pada daerah sekitar tulang cervical.
4. Proyeksi lateral trakhea
Dengan menggunakan faktor eksposi 63 kVp dan 32 mAs sudah
cukup untuk memperlihatkan objek trakhea. Karena hasil radiograf sudah
dapat memperlihatkan densitas dan kontras yang cukup. Namun gambaran
radiolucent trakhea tidak begitu terlihat. Hal ini dikarenakan tidak adanya
rongga udara pada phantom.
22
BAB III
Pelaksanaan Praktikum
A. Alat dan Bahan
1. IR ukuran 24 30 cm
2. Marker
3. Plaster
4. Gunting
5. Grid
B. Prosedur praktikum
a. Persiapan pasien
Pastikan tidak ada benda logam atau benda lain pada area yang akan di
periksa seperti kalung, anting dll.
b. Proyeksi pemeriksaan
1. Proyeksi Antero posterior
Posisi pasien erect
Posisi objek
1. Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan IR
2. Atur tepi atas kaset setinggi auricle ( batas atas )
3. Apabila pasien berdiri berat tubuh di bebankan pada kedua
kaki
4. Atur kedua bahu simetris
5. Kepala hiperekstensi dan pandangan lurus ke depan
23
Gambar 3.1 Posisi pasien upper airways
Proyeksi AP ( Bontrager et al, 2014)
Pengaturan sinar
1. Central ray : horizontal tegak lurus terhadap kaset
2. Central point : 1 inchi ( 2, 5) cm di atas jugular notch
3. FFD : 102 cm
4. Factor eksposi : 50-52 kv dan 10-12 mAs, eksposi dilakukan
pada saat pasien melakukan full inspirasi
24
Kriteria Radiograf
1. Kolimasi meliputi sebagian os occipital sampai vertebrae
cervical ke- 7
2. Semua bagian larynx dan pharynx terlihat jelas
3. Tidak overlap pada larynx dan pharynx dengan mandibula
4. Lereh tidak rotasi Atur densitas radiografi pada gambaran dari
struktur phryngolaryngeal
2. Proyeksi lateral
Posisi pasien : tegak jika memungkinkan, duduk atau berdiri di
posisi lateral
Posisi obyek :
1. Atur bagian anterior temporomandibular joint tepet ditengah IR
2. Atur kedua bahu simetris
3. MSP di pertengahan kaset
4. Atur daerah larynx di pertengahan kaset
5. Tepi atas kaset setinggi dengan auricle
6. Tekan bahu dan letakkan tangan pada posterior tubuh
7. Pandangan lurus ke depan
25
Gambar 3.3 Posisi pasien faring dan laring proyeksi lateral ( Bontrager et al,2014)
Pengaturan sinar :
1. Central ray : horizontal tegak lurus terhadap kaset
2. Central point : C6 atau C7 ( diantara pertengahan prominent di
tiroid dan jugular notch )
3. FFD : 183 cm (untuk meminimalkan terjadinya
magnifikasi )
4. Faktor Eksposi : 50 -55 kv dan 10-12 mAs, eksposi dilakukan
saat pasien full inspirasi
Kriteria Radiograf
26
1. Terlihat soft tissue pada structur phryngelaryngeal
2. Tidak ada superposisi trachea terhadap bahu
3. Tidak terjadi superposisi bahu dengan larynx
4. Superimpose bayangan mandibular
5. Gambaran udara pada phrynx dan larynx
BAB IV
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Kriteria Radiograf upper airways proyeksi lateral.
Anatomy demonstrasi : laring dan trakea tampak terisi udara dengan posisi
true lateral
Posisi objek :
Eksposure :
28
Anatomy demostrasi :
Laring dan trakea dari C3 ke T4 harus terisi udara dan
divisualisasikan melalui tulang belakang
Vertebra servikal proximal (batas bawah bayangan mandibular yang
ditumpangkan dan pangkal tenggorokan)
Posisi objek :
Eksposure:
2. Proyeksi AP
29
Marker ada dan terbaca
ID pasien ada dan terbaca
Densitas cukup baik,karena …..
Kontras sudah baik karena sudah terlihat perbedaan antara
softtissue, tulang dan daerah luar objek
Kolimasi terlalu lebar
Objek sudah true AP
Vertebra servikal dan thorakal tampak tidak simetris karena
menggunkan phantom
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
30
5.1 KESIMPULAN
Dalam pemeriksaan faring, laring dan trachea dapat dilakukan dengan dua
pemeriksaan yaitu AP dan Lateral. Pada pemeriksaan faring dan laringproyeksi AP
radiograf harus dapat menampakkan organ – organ, antara lain laring bagian
anterior, faring, paringolaringeal, voleculae, trakea bagian superior. Selain itu, juga
tampak vertebrae cervical ketiga hingga thoracal ketiga. Proyeksi lateral harus
menampakkan bagian dari organ – organ, yaitu tulang hyoid, struktur laryngeal yang
tampak dari lateral, trakea. Selain itu, tampak air fluid level pada bagian faring. Lalu,
tampak pula organ vertebrae cervical I – VII dan mandibulae.Proyeksi trakea AP
terdapat organ – organ yang harustampak, antara lain mandibulae, vallecula inferior,
interarytenoid notch, piriform recess, arytenoid cartilages, pita suara, vestibule of the
larynx, ventricle of the larynx, vocal fold, rima glottis, subglottic space, kartilagotiroid,
proximal trakea, distal trakea. Proyeksi trakea lateral, radiografnya harus dapat
menampilkan beberapa organ, antara lain oral cavity, base of the skull, posterior
nasopharynx, dens of the axis, mendible, epiglottis, hyoid bone, dasardari vallecula,
retropharyngeal space, vestibule of the larynx, ventricle of the larynx, inferior
posterior margin of the piriform recess, subglottic space, kartilagotiroid,
proksimaltrakea, vertebrae C7, esophagus, distal trakea.
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
31
Sherwood L. 2013. Fisiologi manusia dari sel ke system. Jakarta: EGC
Moeller, K. 2016.
LAMPIRAN
32
Gambar 2.1 Saluranrespirasi (Sherwood, 2013)
33