Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK RADIOGRAFI 2

FARING, LARING DAN TRAKEA

Oleh Kelompok 4:

Kelas: 1A

Evita Dian Tri Silawati P1337430118006

Rindayana P1337430118011

Bagas Surya N P1337430118021

Rahma Binti Ifadah P1337430118022

Damang Aditya P1337430118029

Aditya Rafi Arkana P1337430118034

Natasya Anugraheni P1337430118037

Rha Tanca Dewana P1337430118041

RR larasati P1337430118044

Alifta Devara G P1337430214039

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII TEKNIK RADIODIAKNOSTIK DAN RADIOTERAPI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta
anugerah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum
dengan baik dan dalam bentuk yang sederhana. Semoga Laporan Praktikum ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca mengenai pengetahuan dasar mengenai kesehatan.
Harapan kami semoga Laporan Praktikum ini menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, walaupun kami akui masih banyak kekurangan
dalam penyajian Laporan Raktikum ini karena ilmu yang kami miliki masih sangat
kurang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Laporan Praktikum ini, dari awal sampai akhir
hingga menjadi sebuah Laporan Praktikum, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun untuk pembuatan makalah berikutnya, terimakasih.

Semarang, 02 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan ..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi .................................................................................................3
2.2 Patologi ................................................................................................ 7
2.3 Teknik Radiografi................................................................................... 10
2.4 Anatomi Radiografi................................................................................ 18
2.5 Proteksi Radiasi..................................................................................... 21
2.6 Kualitas Radiografi................................................................................ 21
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM........................................................ 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 32
LAMPIRAN.................................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemeriksaan radiografi merupakan alat bantu utama untuk mendiagnosis di


bidang kedokteran karena dapat menentukan keadaan suatu penyakit dan dapat
mengetahaui perawatan medis yang harus dilakukan. Hasil radiograf pada suatu
pemeriksaan.

Kualitas radiograf ditentukan oleh beberapa komponen antara lain : densitas,


kontras, ketajaman dan detail ( Bushong, 2001).

Dalam pemeriksaan radiografi pada bagian pernapasan atas / upper airway


dengan proyeksi Lateral dan Anterior Posterior dapat membatu menegakkan
diagnosis. Karena dapat memperlihatkan bagian bagian secara detail. Dengan
kriteria radiograf diharapkan suatu hasil radiograf dapat mendukung diagnosis
dengan tepat

Bagain pernapasan atas meliputi faring, laring dan trakea. Pada bagian ini
dapat terlihat jelas dalam hasil radiograf jika operator, posisi pasien, faktor
eksposi, dan pengolahan film dilakukan dengan tepat sehingga dapat mengurangi
terjadinya suatu kesalah yang dapat membuat rancu dalam diagnosis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa proyeksi yang dapat mendukung pemeriksaan pernapasan atas?

2. Kriteria apa saja yang membuat suatu hasil radiograf dikatakan baik?

1.3 TUJUAN

1. Dapat mengetahaui proyeksi pada teknik p emeriksaan radiografi


pernapasan atas dengan benar

2. Dapat mengetahaui kriteria radiograf pada pemeriksaan bagian organ


pernapasan atas dengan benar agar mendukung diagnosa penyakit

1
1.4 MANFAAT

Manfaat dari praktikum ini adalah Menambah ilmu pengetahuan tentang


teknik radiograf pada pemeriksaan bagain organ pernapasan atas dan membantu
operator untuk meminimalisir kesalahan pada pengambilan radiograf agar
meminimalkan kegagalan hasil radiograf sehingga dapat membantu diagnosis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Saluranrespirasi


Sumber : Sherwood, 2013
2.1.1 Faring
Faring adalahtabungfibromuskular yang terdapatpersisdidepantulangleher
yang berhubungandenganronggahidung, ronggatelingatengah, dan laring.
Faring berfungsisebagaisaluranudara dan makananumumuntuk system
pernapasan dan pencernaan. Faring mempunyai Panjang sekitar 13 cm yang
memanjangdaripermukaanbawahtulang sphenoid dan bagianbawahdaritulang
occipital yang berada di inferior antara C6 & C7. Pada bagian faring
terdapatamandel (tonsil) di bagiannasofaring.(Merril’s vol.2, 2016)

3
Faring (pharynx) berada di daerah posterior ronggahidung, ronggamulut,
dan laring yang memanjang dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esophagus pada ketinggiantulangrawankrikoid. Saluran faring
mempunyai panjangsekitar 13 cm yang memanjang dari permukaan bawah
tulang sphenoid dan bagianbawahdaritulang occipital terletaksetinggi C6 & C7.
Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring
adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal
melalui dua naris internal (koana). Dua tuba Eustachius (auditorik)
menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah.
Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga. Sedangkan amandel (adenoid) faring adalah penumpukan
jaringan limfatik yang terletak di dekat narisinternal. Pembesaran adenoid
dapat menghambat aliran udara. Lalu, orofaring dipisahkan dari nasofaring
oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Pada
orofaring terdapat organ – organ, antara lain uvula yaitu prosesus kerucut kecil
yang menjalar kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatumlunak.
Kemudian, amandel palatinum terletak pada kedua sisiorofaring posterior.
Selanjutnya, laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang
merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya.

4
2.1.2 Laring

Gambar 2.2 Bagian sagittal dariwajah


dan leher
Sumber :Merril’s, 2016
Laring (kotak suara) terletak setinggi vertebrae cervical IV – VI yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong. Laring
bermula dari tulang hyoid dan memanjang setinggi C4 kepersimpangannya
dengan trakea setinggi C6. Batas – batas laring berupa sebelah kranial
terdapat Aditus Laringeus yg berhubungan dengan hipofaring, di sebelah
kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan
trakea. Panjang laringsekitar 1,5 inchi (3,8 cm) yang berada di pangkal dari
lidah dan di depan dari laringofaring.
Kemudian, laring merupakan lanjutan bagian bawah orofaring dan bagian
atas trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular
dan ditopang oleh Sembilan kartilago (tiga berpasangan dan tiga tidak
berpasangan). Larynx ini merupakan organ tempat pita suara berada.
Selainitu, laring juga menampilkan udara antara faring hingga trakea. Laring
juga merupakan salah satu divisi dari system respirasi. Selain itu, laring
terdiri dari beberpa bagian, antara lain kartilago tiroid (terbesar) yang

5
membentuk laryngeal prominence (Adam’s Apple) atau biasa disebut jakun,
epiglottis, kartilagokrikoid, dan dua kartilago arytenoid. (Merril’s vol.2, 2016)
Lalu, pada kartilago tidak berpasangan terdapat beberapa organ, antara
lain kartilagotirod (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki – laki akibat hormone
yang disekresi saat pubertas. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang
lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. Epiglotis adalah
katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulutlaring untuk mencegah
masuk nyamakanan dan cairan.
Selainitu, kartilago berpasangan antara lain terdapat kartilago arytenoid
yang terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat
pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa
bertingkat. Kartilago kornikulata yang melekat pada bagian ujung kartilago
arytenoid. Kartilago kuneiform berupa batang – batang kecil yang membantu
menopang jaringan lunak.

Gambar
2.3Lipatan vocal dari epiglottis
Sumber : Sherwood, 2013

Adapun juga dua pasang lipatan lateral membagi rongga hidung. Pada
psangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suarasemu) yang tidak
berfungsi saat produksi suara. Pada pasangan bagian bawah adalah pita
suara sejati yang melekat pada kartilagotiroid dan pada kartilago arytenoid
serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adlaah glottis. Sistem

6
kerja glottis, yaitu saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka)
oleh otot laring, dan glottis berbentuk triangular.
Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glottis
membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontrak si otot rangka mengatur
ukuran pembukaan glottis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan
untuk produk si suara.

2.1.3 Trakea
Selanjutnya, trakea adalah batang tengorok dengan panjang sekitar 9
cm, berjalan dari larynx sampai ketinggian kira-kira vertebra torakalis 5.
Trakea terletak di depan esofagus, berjalan dari Cervical VI dimana
bersambungan dengan laring hingga Torakal IV /V. (Sloane, 2003)
Lalu, trakea adalah batang tenggorokan dengan Panjang sekitar 9 cm,
bermula dari laring sampai ketinggian kira – kira vertebrae T5. Trakea
terletak di depan esofagus, berjalan dari Cervical VI dimana bersambungan
dengan laring hingga Torakal IV /V.
Kemudian, trakea (pipa udara) merupakan sebuah tuba yang merentang
dari laring pada area vertebrae serviks keenam sampai vertebrae toraks
kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap
terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga
memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea di lapisi epitelium respiratorik
(kolumar bertingkat dan bersilia) yang mengandng banyak sel goblet.

7
2.2 PATOLOGI
Adapun indikasi dan kontra indikasi pemeriksaannya antara lain sebagai berikut
2.2.1 Pembesaran kelenjar tiroid
Suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet ioudium yang
dibutuhkan untuk produksi hormone tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormone yang dihasilkan.

2.2.2 Dipteri
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphterial yang dapat menimbulkan penyumbatan pada rongga faring (faringitis)
maupunlaring (laryngitis) oleh lendir yang dihasilkan bakteri tersebut.

2.2.3 Faringitis
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri
pada waktu menelan makanan atau pun kerongkongan terasa kering. Gangguan
ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu
banyak merokok. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini adalah
Streptococcus pharyngitis.

2.2.4 Edema laring (Laryngeal Edema)


Edema laring adalah penyempitan saluran nafas atas seperti laring, epiglotis,
lipatan aryepiglottic submucosa jaringan tenggorokan yang disebabkan karena
sembab.

2.2.5 Infeksi Saluran PernapasanAtas (ISPA)


Upper Respiratory tract Infection (URI) merupakan penyakit yang menyerang
system pernapasan manusia bagian atas, yaitu hidung, laring (tekak), dan
tenggorokan. Penyakit ini sering dijumpai pada masa peralihan cuaca. Penyebab

8
munculnya ISPA hamper samadengan influenza, yaitu karena kekebalan tubuh
yang menurun.
2.2.6 Laringitis
Laringitis adalah radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara.
Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alcohol,
dan terlalu banyak srak.

2.2.7 Epiglotitis
Epiglotitis merupakan peradang tenggorokan yang jarang, merupakan
peradangan pada epiglottis (struktur semi tubular memisahkan laring dari
pangkal lidah). Masalah atau peradangan bagian ini dapat menimbulkan
keadaan darurat karena jalan apasakan cepat menyempit bahkan tersumbat
sama sekali.

2.2.8 Trakeatis
Trakeatis merupakan peradangan yang terjadi pada trakea. Peradangan ini
dapat mengganggu kerja system pernapasan pada manusia.

2.2.9 Papilomalaring
Penyakit pernapasan pada manusia ini merupakan kondisi dimana terjadi
kanker pada bagian laring dan dapat menyebar keseluran pernapasan lainnya
seperti trakea dan bronkus.

9
2.3 TEKNIK RADIOGRAFI
2.3.1 Teknik Pemeriksaan Pharynx dan Larynx

PROYEKSI AP

Gambar 2.4 Posisi pasien pemeriksaan faring & laring AP


Sumber :Merril’s, 2016

a. Posisi pasien (PP)


Tempatkan pasien dalam posisi tegak, baik duduk atau berdiri (erect), bila
memungkinkan.
b. Posisi Objek (PO)
1. Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan garis grid
2. Atur tepi atas kaset setinggi daun telinga
3. Apabila pasien berdiri berat tubuh dibebankan pada kedua kaki
4. Atur kedua bahu simetris
5. Letakkan pertengahan kaset setinggi C4 atau jakun
6. Kepala hiperekstensi (ditengdahkan) dan pandangan lurus kedepan

10
c. Pengaturansinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) :vertical atau horizontal tegak lurus thd kaset
2. Titikbidik (CP) : pada jakunatau C4
3. FFD : 100 cm
4. Kaset : 18 X 24 cm
5. Faktoreksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : pada saat pasien melakukan ponasi “I”,
soft tissue teknik
d. Kriteriaevaluasi :

Gambar 2.4 Hasil radiografproyeksiAP faring &laring


Sumber :Merril’s, 2016
- Semuabagianlaring dan faring terlihatjelas
- Tidak overlap pada laringdengan mandibula
- Lehertidakrotasi
- Aturdensitasradiografi pada gambarandaristrukturpharyngolaryngeal

11
PROYEKSI LATERAL

Gambar 2.5 Posisi pasien dari pemeriksaan faring &laring Lateral


Sumber : Merril’s,2016

a. PosisiPasien (PP)
Tempatkan pasien erect / duduk menyamping pada salah satusisi. Mengatur
bagian anterior temporo mandibular joint tepat di tengah grid.
b. PosisiObjek (PO)
1. Atur kedua bahu simetri
2. MSP sejajar dengan kaset
3. Atur daerah laring dan faring di pertengahan kaset
4. Tepi atas kaset setinggi dengan auricle (daun telinga)
5. Tekan bahu dan letakkan keduatangan pada posterior tubuh
6. Pandangan luruskedepan
c. Pengaturan sinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) : horizontal tegaklurusterhadapkaset
2. Titik bidik (CP) : setinggijakunatau C4 menujuukepertengahankaset
3. FFD : 120 cm
4. Kaset : 18 X 24 cm

12
5. Faktoreksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : pada saatpasienponasi “I”, soft tissue teknik

d. Kriteria evaluasi :

Gambar 2.6 Hasil pemeriksaan faring &laring lateral


Sumber :Merril’s, 2016
- Terlihat soft tissue pada strukturpharyngelaryngeal
- Tidakadasuperposisitrakeaterhadaap bahu
- Tidakterjadisuperposisi bahu denganlaring
- Superimposisibayangan mandibular

13
2.3.2 Teknik Pemeriksaan Trachea
PROYEKSI AP

Gambar 2.7 Posisi pasien pada pemeriksaan trakea AP


Sumber : Merril’s,2016
a. Posisi Pasien (PP)
Supine atau erect perpendicular dengan kepala posterior dan bahu sejajar
tegak lurus
b. Posisi Objek (PO)
1. MSP perpendicular dengan grid
2. Istirahat kan dagu dengan acanthiomeatal perpendicular dekat dengan
kaset
3. Batas atas kaset 3-4 sm di bawah MAE
c. Pengaturansinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) : Tegak lurus kaset
2. Titik bidik (CP) : C6 atau C7 (diantara pertengahan prominent tiroid
dan jugular notch)
3. FFD : 102 cm
4. Kaset : 24 x 30 cm
5. Faktoreksposi : 50 – 55 kVp, 10 -16 mAs, grid, film speed 300

14
d. Kriteria radiografi

Gambar 2.8 Hasil radiografproyeksiTrakea AP


Sumber : Merril’s,2016
- Tampakudara pada laring dan trakeadari C3 – T4
- Terlihat vertebrae cervicalis sampai vertebrae thoracalis
- Tidakadarotasidari sternum

15
PROYEKSI LATERAL

Gambar 2.9 Posisi pasien pada


pemeriksaan trakea lateral
Sumber :Merril’s, 2016
a. PosisiPasien (PP)
Erect perpendicular dengan kepala posterior dan bahu sejajar tegak lurus /
duduk bila memungkinkan
b. PosisiObjek (PO)
1. Letakkan anterior laring dan trakea sejajar pada cervical dan vertebrae
thoracal
2. Rotasikan shoulder ke posterior dengan kedua lengan tangan kebawah,
letakkan tangan dibelakang tubuh
c. Pengaturan sinar dan factor eksposi
1. Arah sumbu sinar (CR) : tegak lurus dengan kaset
2. Titik bidik (CP) : C6 atau C7 (diantara pertengahan prominent tiroid di
tiroid dan jugular notch)
3. FFD : 183 cm
4. Kaset : 24 x 30 cm

16
5. Faktor eksposi : 50 – 55 kVp, 10 – 16 mAs, grid, film speed 300
6. Ekspose : inspirasi pelan – pelan
d. Kriteria evaluasi :

Gambar 2.10 Hasil radiografproyeksitrakea lateral


Sumber :Merril’s, 2016
- Terlihat gambar laring dan trakea
- Trakea dan superior mediastinum terbebas dari superposisi dengan
shoulder
- Tidak ada rotasi

17
2.4 ANATOMI RADIOGRAFI
2.4.1 PEMERIKSAAN FARING & LARING PROYEKSI AP

Gambar 2.11 Hasil radiograf


proyeksi faring laring AP
Sumber :Merril’s, 2016

Pada pemeriksaan faring dan laring proyeksi AP radiograf harus dapat


menampakkan organ – organ, antara lain laring bagian anterior, faring,
paringolaringeal, voleculae, trakeabagian superior. Selain itu, juga tampak
vertebrae cervical ketiga hingga thoracal ketiga.

18
2.4.2 PEMERIKSAAN FARING & LARING PROYEKSI LATERAL

Gambar 2.12 Hasil radiograf pemeriksaan


faring & laring proyeksi lateral
Sumber :Merril’s, 2016

Hasil radiograf pada pemeriksaan faring dan laring proyeksi lateral harus
menampakkan bagian dari organ – organ, yaitu tulang hyoid, struktur laryngeal
yang tampak dari lateral, trakea. Selain itu, tampak air fluid level pada bagian
faring. Lalu, tampak pula organ vertebrae cervical I – VII dan mandibulae.

2.4.3 PEMERIKSAAN TRAKEA PROYEKSI AP

19
Gambar 2.13 Hasil radiografdariproyeksitrakea AP ;Sumber : Moeller, 2010

Pada hasil radiograf proyeksi trakea AP terdapat organ – organ yang harus
tampak, antara lain mandibulae, vallecula inferior, interarytenoid notch, piriform
recess, arytenoid cartilages, pita suara, vestibule of the larynx, ventricle of the
larynx, vocal fold, rima glottis, subglottic space, kartilagotiroid, proximal trakea,
distal trakea.

2.4.4 PEMERIKSAAN TRAKEA PROYEKSI LATERAL

Gambar 2.14 Hasil radiografdariproyeksitrakea lateral


Sumber : Moeller, 2016

Hasil pemeriksaan dari proyeksi trakea lateral, radiografnya harus dapat


menampilkan beberapa organ, antara lain oral cavity, base of the skull, posterior
nasopharynx, dens of the axis, mendible, epiglottis, hyoid bone, dasardari
vallecula, retropharyngeal space, vestibule of the larynx, ventricle of the larynx,
inferior posterior margin of the piriform recess, subglottic space, kartilagotiroid,
proksimaltrakea, vertebrae C7, esophagus, distal trakea.

20
2.5 PROTEKSI RADIASI
Luas lapangan penyinaran harus dibatasi secara tepat dengan sistem
kollimasi. Harus selalu berdiri dibelakang tirai timbal disekitar meja kontrol
(control table) atau berada diluar kamar pemeriksaan. Apabila hal ini tidak
memungkinkan pakailah selalu baju proteksi (lead apron) pada saat eksposi.
Perlengkapan proteksi radiasi seperti (lead apron), sarung tangan, timbal,
dan perisai gonad harus secara berkala dicek, apakah ada kebocoran atau
kerusakan. Posisi, kilovolt dan eksposi yang tepat, kombinasi film dam screen
harus selalu digunakan agar dihindari adanya pengulangan foto. Berkas sinar
primer harus dibatasi secara tepat dengan konus, diafragma atau kollimator
sehingga bagian tubuh yang diperiksa saja yang mendapat radiasi.. Pemotretan
pasien hamil hanya dilakukan apabila perlu sekali dan bila dilakukan pemotretan,
janin harus diberikan pelindung radiasi.Harus dihindari teknik pemotretan jarak
pendek, karena dosis radiasi yang diterima kulit sangat tinggi.

2.6 KUALITAS RADIOGRAF


1. Proyeksi AP faring dan laring
Dengan menggunakan faktor eksposi 65 kVp, 40 mAs sudah cukup
untuk memperlihatkan objek faring dan laring. Namun gambaran radiolucent
pada rongga faring laring tidak terlalu terlihat, hal ini disebabkan karena
memakai phantom dan posisi kaset yang kurang keatas menyebabkan
nasofaring terpotong.
2. Proyeksi lateral faring dan laring
Dengan menggunakan faktor eksposi 63 kVp, dan 32 mAs sudah
cukup untuk memperlihatkan ibjek faring laring. Namun gambaran radiolucent
tidak terlihat, karena pasien pada praktik ini adalah phantom..
3. Proyeksi AP trakhea

21
Dengan menggunakan faktor eksposi 65 kVp, dan 20 mAs kurang
cukup untuk memperlihatkan objek trakhea, karena hasil radiograf tidak
menunjukkan densitas dan kontrasyang cukup. Pada kriteria radiograf objek
trakhea harus terlihat sebagai radiolucent.
Namun pada hasil praktikum objek trakhea tidak begitu terlihat. Hal ini dapat
disebabkan karena phantom yang digunakan tidak terdapat rongga udara
pada daerah sekitar tulang cervical.
4. Proyeksi lateral trakhea
Dengan menggunakan faktor eksposi 63 kVp dan 32 mAs sudah
cukup untuk memperlihatkan objek trakhea. Karena hasil radiograf sudah
dapat memperlihatkan densitas dan kontras yang cukup. Namun gambaran
radiolucent trakhea tidak begitu terlihat. Hal ini dikarenakan tidak adanya
rongga udara pada phantom.

22
BAB III
Pelaksanaan Praktikum
A. Alat dan Bahan

1. IR ukuran 24 30 cm

2. Marker
3. Plaster
4. Gunting
5. Grid

B. Prosedur praktikum
a. Persiapan pasien
Pastikan tidak ada benda logam atau benda lain pada area yang akan di
periksa seperti kalung, anting dll.
b. Proyeksi pemeriksaan
1. Proyeksi Antero posterior
 Posisi pasien erect
 Posisi objek
1. Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan IR
2. Atur tepi atas kaset setinggi auricle ( batas atas )
3. Apabila pasien berdiri berat tubuh di bebankan pada kedua
kaki
4. Atur kedua bahu simetris
5. Kepala hiperekstensi dan pandangan lurus ke depan

23
Gambar 3.1 Posisi pasien upper airways
Proyeksi AP ( Bontrager et al, 2014)
 Pengaturan sinar
1. Central ray : horizontal tegak lurus terhadap kaset
2. Central point : 1 inchi ( 2, 5) cm di atas jugular notch
3. FFD : 102 cm
4. Factor eksposi : 50-52 kv dan 10-12 mAs, eksposi dilakukan
pada saat pasien melakukan full inspirasi

24
 Kriteria Radiograf
1. Kolimasi meliputi sebagian os occipital sampai vertebrae
cervical ke- 7
2. Semua bagian larynx dan pharynx terlihat jelas
3. Tidak overlap pada larynx dan pharynx dengan mandibula
4. Lereh tidak rotasi Atur densitas radiografi pada gambaran dari
struktur phryngolaryngeal

Gambar 3.2 Hasil radiograf faring dan laring proyeksi Ap


( Bontrager et al, 2014 )

2. Proyeksi lateral
 Posisi pasien : tegak jika memungkinkan, duduk atau berdiri di
posisi lateral
 Posisi obyek :
1. Atur bagian anterior temporomandibular joint tepet ditengah IR
2. Atur kedua bahu simetris
3. MSP di pertengahan kaset
4. Atur daerah larynx di pertengahan kaset
5. Tepi atas kaset setinggi dengan auricle
6. Tekan bahu dan letakkan tangan pada posterior tubuh
7. Pandangan lurus ke depan

25
Gambar 3.3 Posisi pasien faring dan laring proyeksi lateral ( Bontrager et al,2014)

 Pengaturan sinar :
1. Central ray : horizontal tegak lurus terhadap kaset
2. Central point : C6 atau C7 ( diantara pertengahan prominent di
tiroid dan jugular notch )
3. FFD : 183 cm (untuk meminimalkan terjadinya
magnifikasi )
4. Faktor Eksposi : 50 -55 kv dan 10-12 mAs, eksposi dilakukan
saat pasien full inspirasi

 Kriteria Radiograf

26
1. Terlihat soft tissue pada structur phryngelaryngeal
2. Tidak ada superposisi trachea terhadap bahu
3. Tidak terjadi superposisi bahu dengan larynx
4. Superimpose bayangan mandibular
5. Gambaran udara pada phrynx dan larynx

Gambar 3.4 hasil radiograf faring dan laring

Proyeksi lateral ( long et al, 2016 )

BAB IV

27
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Kriteria Radiograf upper airways proyeksi lateral.

Anatomy demonstrasi : laring dan trakea tampak terisi udara dengan posisi
true lateral

Posisi objek :

 objek harus tepat pada pertengahan kaset meliputi daerah leher


(laring dan trakea proximal ), mencakup MAE pada batas atas
gambar dan T2 atau T3 untuk batas bawah. Jika laring bagiaan distal
dan trakea adalah bidang utama yang minati , pemusatan harus
ditujukan untuk menginduksi area T3 ke T4 atauT5.
 Bayangan shoulder harus berada diposterior sehingga tidak
superposisi dengan trakea.
 Kolimasi terbuka dan lebar dimana udara laring diisi dan trakea tidak
overeksposi
 Vertebra serviks tampak lebih rendah

Eksposure :

 Paparan yang optimal mencakup laring yang berisi udara


 Vertebra serviks tampak “underegosed”

1. Kriteria Radiograf upperways proyeksi AP

28
Anatomy demostrasi :
 Laring dan trakea dari C3 ke T4 harus terisi udara dan
divisualisasikan melalui tulang belakang
 Vertebra servikal proximal (batas bawah bayangan mandibular yang
ditumpangkan dan pangkal tenggorokan)

Posisi objek :

 Tidak ada rotasi pada leher dibuktikan dengan sternoklavikular joint


simetris
 Mandibular tidak superposisi dengan area yang difoto
 MSP kepala tegak lurus dengan kaset
 CR dipusatkan pada pertengahan T1 atau T2

Eksposure:

 Paparan harus seoptimal mungkin


 Visualisasi trakea yang berisi udara
B. Pembahasan
1. Proyeksi Lateral
 Marker ada dan terbaca namun superposisi dengan objek
 ID pasien ada dan terbaca
 Densitas cukup
 Kontras cukup baik karena tulang ,soft tissue dan daerah luar
objek dapat dibedakan
 Kolimasi terlalu luas
 Objek sudah true lateral
 Karena menggunakan phantom, antara leher dan badan seperti
ada garis yang membatasi
 Batas atas dan batas bawah objek sudah masuk dalam foto

2. Proyeksi AP

29
 Marker ada dan terbaca
 ID pasien ada dan terbaca
 Densitas cukup baik,karena …..
 Kontras sudah baik karena sudah terlihat perbedaan antara
softtissue, tulang dan daerah luar objek
 Kolimasi terlalu lebar
 Objek sudah true AP
 Vertebra servikal dan thorakal tampak tidak simetris karena
menggunkan phantom

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

30
5.1 KESIMPULAN

Dalam pemeriksaan faring, laring dan trachea dapat dilakukan dengan dua
pemeriksaan yaitu AP dan Lateral. Pada pemeriksaan faring dan laringproyeksi AP
radiograf harus dapat menampakkan organ – organ, antara lain laring bagian
anterior, faring, paringolaringeal, voleculae, trakea bagian superior. Selain itu, juga
tampak vertebrae cervical ketiga hingga thoracal ketiga. Proyeksi lateral harus
menampakkan bagian dari organ – organ, yaitu tulang hyoid, struktur laryngeal yang
tampak dari lateral, trakea. Selain itu, tampak air fluid level pada bagian faring. Lalu,
tampak pula organ vertebrae cervical I – VII dan mandibulae.Proyeksi trakea AP
terdapat organ – organ yang harustampak, antara lain mandibulae, vallecula inferior,
interarytenoid notch, piriform recess, arytenoid cartilages, pita suara, vestibule of the
larynx, ventricle of the larynx, vocal fold, rima glottis, subglottic space, kartilagotiroid,
proximal trakea, distal trakea. Proyeksi trakea lateral, radiografnya harus dapat
menampilkan beberapa organ, antara lain oral cavity, base of the skull, posterior
nasopharynx, dens of the axis, mendible, epiglottis, hyoid bone, dasardari vallecula,
retropharyngeal space, vestibule of the larynx, ventricle of the larynx, inferior
posterior margin of the piriform recess, subglottic space, kartilagotiroid,
proksimaltrakea, vertebrae C7, esophagus, distal trakea.

5.2 SARAN

Diharapkan mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan faring, laring dan


trakhea dengan proeksi yang diajarkan dan hasil radiograf sesuai dengan kriteria
yang di tentukan.

DAFTAR PUSTAKA

31
Sherwood L. 2013. Fisiologi manusia dari sel ke system. Jakarta: EGC

Merrill’s. 2016. Atlas of Radiographic Positioning and Procedures. Elsevier

Moeller, K. 2016.

Stewart Carlyle Bushong. 201.. Radiologic Science for Technologists. Elsevier.


Houston, Texas

LAMPIRAN

32
Gambar 2.1 Saluranrespirasi (Sherwood, 2013)

Gambar 2.2 Bagian sagittal dariwajah dan leher (Merril’s, 2016)

Gambar 2.3 Lipatan vocal dari epiglottis (Sherwood, 2013)


Gambar 2.4 Posisipasienpemeriksaan faring &laring AP (Merril’s, 2016)

Gambar 2.4 Hasil radiografproyeksiAP faring &laring (Merril’s, 2016)


Gambar 2.5 Posisipasiendaripemeriksaan faring &laring Lateral
(Merril’s,2016)
Gambar 2.6 Hasil pemeriksaan faring &laring lateral (Merril’s, 2016)

Gambar 2.7 Posisipasien pada pemeriksaantrakea AP (Merril’s,2016)

Gambar 2.8 Hasil radiografproyeksiTrakea AP (Merril’s,2016)


Gambar 2.9 Posisipasien pada pemeriksaantrakea lateral (Merril’s, 2016)

Gambar 2.10 Hasil radiografproyeksitrakea lateral(Merril’s, 2016)

Gambar 2.11 Hasil radiografproyeksi faring laring AP (Merril’s, 2016)

Gambar 2.12 Hasil radiografpemeriksaan faring &laringproyeksi lateral


(Merril’s, 2016)

Gambar 2.13 Hasil radiografdariproyeksitrakea AP (Moeller, 2010)

Gambar 2.14 Hasil radiografdariproyeksitrakea lateral (Moeller, 2016)

33

Anda mungkin juga menyukai