Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan di temukannya sinar-x oleh Prof. Dr. Wilhelm Conrad


Rontgen pada tanggal 8 november 1895, maka ilmu kedokteran dalam hal
ini radiologi mengalami kemajuan pesat seiring waktu untuk mendiagnosa
penyakit. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan histerosalpingografi
yang sudah dilakukan sejak tahun 1909 oleh Nowman dengan dengan
media kontras lugol.
Pemeriksaan histerosalpingografi adalah pemeriksaan yang
bertujuan untuk melihat atau mengetahui keadaan anatomi saluran tuba
dan rongga uerus pada saluran reproduksi wanita. Indikasi
histerosalpingografi yang paling sering adalah dalam masalah ginekologi,
baik infertilitas primer ataupun sekunder, untuk melihat patensi tuba. Di
samping berfungsi untuk diagnostik, secara positif histerosalpingografi
mempunyai efek terapeutik untuk menimbulkan kehamilan.
Dalam tugas tehnik radiografi ini hanya ingin menyampaikan hasil
pengalaman berdasarkan pengamatan selama melaksakan praktek kerja
lapangan tentang pemriksaan histerosalpingografi khususnya pada
penderita tuba non paten.

1.1.Latar Belakang
Berdasarkan pengalaman penulis selama ini, pemeriksaan
Histerosalpingografi terutama dengan kasus tuba non paten sering
dijumpai selain itu pada proses pelaksaananya, ternyata ada sedikit
perbedaan pada tehnik pemeriksaan Histerosalpingografi teori yang
ada. Untuk itu penulis sangat tertarik dan ingin mengetahui secara
mendalam.

1.2.Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi laporan mata kuliah Teknik
Radiodiagnostik Lanjut.
2. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan HSG pada
kasus Tuba non Paten.
1.3.Rumusan dan Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul yang di angkat yaitu ( TEKNIK
RADIOGRAFI HISTEROSALPINGOGRAFI PADA KASUS TUBA NON
PATEN), maka pembahasan masalah yang dikedepankan yaitu plain
foto, tenik pemasukan media kontras dan tehnik pengambilan gambar.

1.4.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugan tehnik radiografi ini sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar belakang,
Tujuan penulisan, Rumusan dan Penbatasan Masalah, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II Dasar Teori dalam penulian tugas ini akan menguraikan
tentang anatomi dan fisiologi organ genetalia wanita,
pengertian tuba non paten, kriteria radiografi dan
faktorpenyebabnya serta tehnik radiografinya.
BAB III Pembahasan yang berisi tentang paparan pelaksanaan
pemeriksaan Histerosalpingografi pada penderitatuba non
paten Parakan beserta pembahasannya
BAB IV Penutup yang berisi simpulan dari pembahasan tugas ini.
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Genetalia Wanita


2.1.1. Organ Genetalia Eksterna Wanita

Gambar 1. Organ Genitalia Wanita Eksterna Wanita


a. Mons veneris yang di tumbuhi bulu f. Orifisium vagina
b. Labia mayora g. Himen
c. Labia minora h. Fouschettx
d. Klitoris i. Perineum
e. Orifisium uretra j. Anus

Meliputi semua organ-organ diantar os pubis, ramus inferior


dan perineum adalah :
a. Mons Veneris
Mons Veneris mruoakan bagian yang menonjol dan
terdiri dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan simpisis
pubis, dan setelah masa pubertas kulit mons veneris akan di
tumbuhi oleh rambut.
b. Labia Mayora
Labia mayora berbentuk lonjong dan menonjol, beasal
dari mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang. Yaitu
dua lipatan kulit yang tebal membentuk sisi vulvadan terdiri dari
kulit, lemak, pembuluh darah, jaringan otot polos dan syaraf.
Labia mayora sinistra dan dextra bersatu di sebelah
belakangdan merupakan batas depan dari perinium, yang
disebut commisura posterior (frenulum), dan panjangnya
kira – kira 7, 5 cm.
Labia Mayora terdiri daridua permukaan :
1. Bagian luar, menyerupai kulit biasa dan ditumbuhi rambut.
2. Bagian dalam menyerupai selaput lendir dan mengandung
banyak kelenjar sebacea.
c. Labia Minora
Labia minora merupakan lipatan sebelah medial dari
labia mayoraMerupakan lipatan kecil dari kulit diantara bagian
superior labia mayora. Sedangkan labianya mengandung
jaringan erektil. Kedua lipatan tersebut bertemu dan membentuk
superior sebagai preputium klitoridis pada bagian superior dan
inferior sebagai klitoridis pada bagian inferior
d. Klitoris
Klitoris merupakan sebuah jaringan erektil kecil, banyak
mengandung urat-urat syaraf sensoris yang dibentuk oleh suatu
ligamentum yang bersifat menahan ke depan simpisis pubis dan
pembuluh darah. Panjangnya kurang lebih 5 cm. klitoris identik
dengan penis tetepi ukurannya lebih kecil dan tak ada
hubungannya dengan uretra.
e. Hymen (selaput Dara)
Hymen adalah diafragma dari membrane yang tipis dan
menutupi sebagian besar introitus vagina, di tengahnya terdapat
lubang dan melalui lubang tersebut kotoran menstruasi dapat
mengalir keluar. Biasanya hymen berlubang sebesar jari,
letaknya di bagian mulut vagina memisahkan genitalia eksterna
dan interna.
f. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang sebelah lateralnya
dibatasi oleh kedua labia minora, anterior oleh klitoris, dorsal
oleh fourchet. Pada vestibulum terdapat muara-muara dari
vagina uretra dan terdapat juga 4 lubang kecil yaitu: 2 muara
dari kelenjar Bartholini yang terdapat disamping dan agak
kebelakang dari introitut vagina, 2 muara dari kelenjar skene
disamping dan agak dorsal dari uretra.

2.1.2. Organ Genetalia Interna wanita

Gambar 2. Organ Genitalia Interna Wanita


1. Rugae vaginalis 7. Ovarium
2. Kavum uteri 8. Mesovarium
3. Portio 9. Endometrium
4. Tuba pars interstitialis 10. Miometrium
5. Ismus tuba 11. Fimbrae
6. Ampula tuba
Organ genetalia interna meliput :
a. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan uterus
dengan vulva dan merupakan tabung berotot yang dilapisi
membran dari jenis epitelium bergaris khusus dan dialiri banyak
pembuluh darah serta serabut saraf secara melimpah. Panjang
Vagina kurang lebih 10 – 12 cm dari vestibula ke uterus, dan
letaknya di antara kandung kemih dan rektum. Vagina
mempunyai fungsi yaitu : sebagai saluran keluar dari uterus
yang dapat mengalirkan darah menstruasi, sebagai jalan lahir
pada waktu partus.
b. Uterus

Ilustrasi. Struktur Bagian Dalam Uterus

Uterus merupakan alat yang berongga dan berbentuk


sebagai bola lampu yang gepeng dan terdiri dari 2 bagian :
korpus uteri yang berbentuk segitiga dan servix uteri yang
berbentuk silindris. Bagian dari korpus uteri antara kedua
pangkal tuba disebut fundus uteri (dasar rahim).
Bentuk dan ukuran uterus sangat berbada-bada
tergantung dari usia, dan pernah melahirkan anak atau belum.
Cavum uteri (rongga rahim) berbentuk segitiga, melebar di
daerah fundus dan menyempit kearah cervix. Sebelah atas
rongga rahim brhubungan dengan saluran indung telur (tuba
follopi) dan sebelah bawah dengan saluran leher rahim (kanalis
cervikalis). Hubungan antara kavum uteri dengan kanalis
cervikalis disebut ostium uteri internum, sedangkan muara
kanalis cervikalis kedalam vagina disebut ostium uteri
eksternum. Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan : Perimetrium
(lapisan peritoneum) yang meliputi dinding uteru bagian luar,
Myometrium (lapisan otot) merupakan lapisan yang paling tebal,
Endometrium (selaput lendir) merupakan lapisan bagian dalam
dari korpus uteri yang membatasi kavum uteri.
c. Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdapat pada tepi atas ligamentum latum,
berjalan kearah lateral, mulia dari kornu uteri kanan kiri yang
panjangnya kurang lebih 12 cm dan diameternya 3- 8 mm.
Fungsi tuba yang utama adalah untk membawa ovum yang
dilapaskan ovarium ke kavum uteri.
Pada tuba ini dapat dibedakan menjadi 4 bagian, sebagai
berikut :
1. Pars interstitialis (intramularis), bagian tuba yang berjalan
dalam dinding uterus mulai pada ostium internum tubae.
2. Pars Ampullaris, bagian tuba antara pars isthmixca dan
infundibulum dan merupakan bagian tuba yang paling lebar
dan berbentuk huruf S.
3. Pars Isthmica, bagian tuba sebelahkeluar dari dinding uerus
dan merupakan bagian tuba yang lurus dan sempit.
4. Pars Infundibulum, bagian yang berbentuk corong dan
lubangnya menghadap ke rongga perut, Bagian ini
mempunyai fimbria yang berguna sebagai alat penangkap
ovum.
d. Ovarium
Ovarium terdapat di dalam rongga panggul di sebelah
kanan maupun sebelah kiri dan berbentuk seperti buah kenari.
Ovarium berfungsi memproduksi sel telur, hormon esterogen
dan hormon progesteron.

2.2. Tuba Non Paten


2.2.1. Pengertian Tuba Non Paten
Tuba non paten ialah tuba yang buntu (tertutup) yang
disebabkan karena adanya sumbatan sehingga akan mengganggu
fungsinya sebagai jalan sel telur yang mengakibatkan tidak dapat
terjadinya pembuahan yang merupakan salah satu faktor dari
penyebab infertilitas baik primer maupun sekunder.

gb. LetakTuba
2.2.2. Penyebab Tuba Non Paten
penyebab tuba non paten antara lain :
a. Tersumbatnya lumen tuba akibat timbunan eksudat maupun
jaringan nekkrotik yang merupakan sisa proses radang dan
hasil sekresi atau hidrosalping,
b. Salpingitis atau peradangan tuba fallopi, hal ini
menyebabkan fibrosis pada tuba karena itu terjadilah
sumbatan,
c. Endometrosis menyumbat tuba fallopi baik pada ujung yang
berfimbriae atau sepanjang tuba fallopi,
d. Tertutupnya tuba oleh infeksi, kelainan anatomi dan lain-lain.

2.3. Teknik Pemeriksaan Radiografi


2.3.1. Indkasi Histerosalpingografi
Indikasi pemeriksaan Histerosalpingografi adalah :
a. Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
b. Sterilitas primer maupun sekunder untuk melihat normal tuba
(paten tidaknya tuba),
c. Untuk menentukan translokasi IUD dalan uteri,
d. Fibronyoma pada uter,
e. Hypoplasia endometri,
f. Perlekatan-perlekatan dalam uterus,adenomiosis.
2.3.2. Kontra Indikasi
Kontra Indikasi dari pemeriksaan HSG adalah :
a. Menstruasi,
b. Peradangan dalam rongga pelvis,
c. Persarahan dalam kavum uteri,
d. Alergi terhadap bahan kontras,
e. Setelah dikerjakannya curettage,
f. Kecurigaan adanya kehamilan.
2.3.3. Persiapan Pasien
Persiapan penderita untuk pemeriksaan HSG adalah sebagai
berikut :
a. Penderita sejak hari pertama menstruasi yang terakhir
sampai hari kesepuluh tidak diperkenankan melakukan
persetubuhan (koitus) terlebih dahulu.
b. Pada pemeriksaan sebaiknya rektum dalam keadaan
kosong, hal ini dapat dilakukan dengan memberi penderita tablet
dulcolak suposutoria beberapa jam sebelum pemeriksaan atau
sebelum lavemen.
c. Untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit, atas
perintah dokter penderita dapat diberi obat penenang, dan anti
spasmodik.
d. Sebelum pemeriksaan yang dilakukan penderita untuk
buang air kecil terlebih dahulu untuk menghindari agar penderita
tidak buang air selama jalannya pemeriksaan sehingga
pemeriksaan tidak terganggu dan berjalan lancar.
e. Berikan penjelasan pada pasien maksud dan tujuan
pemeriksaan yang akan dilakukan, serta jalannya pemeriksaan
agar pasien merasa aman dan tenang sehingga dapat diajak
kerjasama demi kelancaran pemeriksaan.

2.3.4. Persiapan Alat dan Bahan


persiapan alat dan bahan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan alat :
1. spekulum vagina 6. pinset
2. tenekulum 7. lampu
3. hiterosalpingograf set 8. mangkok
4. spuit 20 cc 9. sonde uteri
5. sarung tangan
b. Persipan bahan :
1. kassa steril
2. cairan desinfektan
3. cairan NaCl
4. media kontras
pada awalnya media kontras yang digunakan adalah lipidol
tetapi skarang media kontras lebih banyak menggunakan
media kontras yang terbuat dari bahan yang mudah larut
dalam air misalnya Urografin 60%, hipaque 50%, diagnol
viscous dan lain-lain.

2.3.5. Teknik pemeriksaan


2.3.5.1. Teknik pemasangan Histerosalpingograf set
setelah persiapan dalam kamar pemeriksaan dan alat
pemeriksaan sudah disiapkan, maka penderita di panggil untuk
melekukan pengecekan terhadap identitas pasien. Kemudian
penderita dipersilahkan untuk ganti bajunya dengan baju pasien
di kamar ganti.kemudian pasien disarankan untuk buang air kecil
terebih dahulu dan setelah itu pasien dibaringkan di atas meja
pemeriksaan.
Penderita berbaring dalam posisi litotomi dan dilakukan
toilet vulva atau sterilitas pada daerah genetalia eksterna.
Spekulum dimasukkan perlahan-lahan ke dalam lumen vagina.
Servik dan bagian depan portio kemudian dibersihkan dengan
kain kassa steril ang dibasahi dengan betadin. Setelah itu
dilakukan sonde uterus untuk mengetahui dalamnya kavum
uterus dan posisi uterus. Kemudian konus dipasang di ujung alat
salpingografi set sedangkan tabung injeksi di pasang di
pangkalnya (tabung injesi telah berisi bahan kontras), udara
dalam tabung terlebih dahulu dikeluarkan dan konus dipasang di
orifisium uteri eksterna, kemudian tenakulum dan alat
histerosalpingogra set tersebut di fiksasi dengan cara memutar
skrup ellich wilkinson. Penderita di geser ketengah-tengah meja
pemeriksaan dengan tungkai bawah lurus ke bawah.

2.3.5.2. Proyeksi Radiograf


Terlebih dahulu dilakukan foto polos
proyeksi AP (antero posteror) untuk melihat persiapan
penderita.
Media kontras disuntkan sebanyak 5 cc dan
dibuat foto dengan posisi AP (antero posterior), kemudian film
segera diproses untuk di baca dengan tujuan untuk melihat
pengisian media kontras pada kavum uteri, bentuk besar
serta posisi dari cavum uteri.
Posisi pasien : Penderita tidur terlentang diatas meja
pemeriksaan (supine), mid sagital plane
penderita tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan.
Posisi objek : Mid sagital plane pelvis tegak lurus
terhadap garis tengah kaset, dan kedua
tungkai lurus, arah sumbu sinar vertkal
tegak lurus menuju ketengah film, titik
bidik 5 cm di atas simpisis pubis.
Setelah radiograf posisi AP menghasilkan
gambaran ang memuaskan maka selanjutnya dapat di buat
proyeksi oblik kanan dan kiri yaitu dengan menambahkan lagi
media kontras sebanyak 2 - 3 cc untuk proyeksi oblik kiri dan
2 – 3 cc untuk proyeksi oblik kanan dengan posisi pasien
sama dengan posisi AP tetapi tubuh pasien di miringkan
kekanan sebesar 20 derajat untuk proyeksi oblik kanan dan
20 derajat ke kiri untuk proyeksi oblik kiri. Tujuan proyeksi
oblik ini adalah untuk melihat pengisian kontras apakah ada
kelainan di tuba uteri seperti sumbatan, buntu, dan
sebagainya.
Setelah pemotretan selesai, salpingograf set
dilepas dan vagina didesinfektan dengan menggunakan
kassa steril yang dibasahi dengan batadin. Dengan catatan
hasil foto proyeksi oblik baik.
Penderita dianjurkan berbaring untuk
selanjutnya difoto kembali dengan posis AP (anteo posterior)
untuk melihat spill, pengambilan foto ini dlakukan kurang ebih
30 menit setelah pemasukan media kontras yang terakhir.

2.3.6. Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi adalah usaha-usaha atau tindakan-tindakan
dalam lingkungan kesehatan yang bertujuan memperkecil
penerimaan dosis radiasi yang diterima baik bagi pasien,
radiografer, dokter radiologi, dan masyarakat umum.
2.3.6.1. Proteksi radiasi bagi pasien
Selama pemeriksaan berlangsung pemberian proteksi
radiasi pada penderita dengan cara mengatur luas lapangan
sesuai lapangan objek yang diperlukan, menggunakan kondisi
factor eksposi yang tepat dan diperlukan tindakan cermat untuk
tidak mengalami pengulangan pemeriksaan (pengulangan foto).
2.3.6.2. Proteksi radiasi bagi petugas
Hal-hal yang merupakan proteksi radiasi bagi petugas
radiasi yaitu :
1. Petugas bardiri di belakang penahan radiasi
selama penyonaran berlangsung.
2. Apabila petugas harus berada di ruangan
pemeriksaan harus menggunakan apron.
3. tidak perlu memegangi pasien atau kaset.
4. menggunakan alat pencatat dosis personil film
badge.

2.3.6.3. Proteksi radiasi bagi masyarakat umum


Yang dimasud masyarakat umum disini adalah orang yang
berada disekitar unit radiologi dan tidak mempunyai kepentingn
dengan pemeriksaan radiodiagnostik dan dikarenakan suatu hal
maka harus didekat unit radiologi, pemberian proteksi masyarakat
umum sebagai berkut ;
1. Tembok ruangan pemeriksaan dibut setebal setara dengan
ketebalan 0,25 mm Pb dan pintu ruangan di unit radiologi di
lapisi Pb.
2. memasang lampu misalnya warna merah di atas pintu
ruangan pemeriksaan yang jika lampu menyala maka tidak
ada yang boleh masuk ke ruangan unit radiologi.
3. Arah sumber sinar-x tidak diarahkan ke luar siperti pintu,
ruangan , tetapi di arahkan ke daerah yang sama.
4. Memberikan peringantan berupa tulisan, maupun tanda-
tanda akan bahaya radiasi sinar_x.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. PAPARAN KASUS
Penyusunan laporan ini penulis mengambil kasus dari penderita
Tuba non paten di instalasi radiologi. Penderita dikirim dari dokter
kandungan dengan keterangan Uterus kecil, tampak portio besar dan
erosi. Diketahui penderita belum mempunyai keturunan selama 4
tahun sejak usia pernikahan dan sangat ingin mempunyai keturunan.
3.2. DATA PASIEN
Nama :
Umur :
Peritas :
Alamat :
3.3. RIWAYAT PATOLOGIS PASIEN
Pasien datang ke dokter kandungan dengan keluhan belum
mempunyai anak selama 4 tahun, setelah pemeriksaan dokter maka
dokter menganjurkan agar di lakukan pemeriksaan HSG.
Pasien datang ke instalasi radiologi, prosedur pemeriksaan di
jelaskan oleh petugas dan siap menjalankan pemeriksaan HSG.
3.4. TEKNIK PEMERIKSAAN
Pada saat pasien datang ke instalasi radiologi maka prosedur
pemeriksaan sudah jelas maka pasien dapat menjalani pemeriksaan
HSG.
3.4.1. Persiapan pasien
1. pasien terlebih dahulu disuruh buang air kecil.
2. pasien di suruh ganti baju pasien dan melepaskan benda-
benda yang opak pada daerah pelvis.

3.4.2. Persiapan alat


1. Pesawat roentgen 2. Kaset ukuran
set. 18x24.
3. HSG set. 9. Spuit 20 cc.
4. Duk steril. 10. Pinset.
5. Handscoen. 11. Lampu.
6. Media kontras. 12. Mangkok.
7. Spuit disposable 13. Sonde uterus
8. Alat-Alat
emeregency.

3.4.3. Teknik pemeriksaan


1. Foto pertama plaint foto
Posisi pasien
Tidur terlentang diatas meja pemeriksaan dengan kedua
kaki simetristangan disamping tubuh.
Posisi objek
1 Tempatkan bagian perut berada pada
pertengahan meja pemerikasaan.
2 Ataur posis pasien agar nyaman saat di periksa
Pengaturan arah sinar
Central ray :Tegak lurus rehadap kaset.
Central point : 1 inchi dibawah umbilicus.
Factor exposi
 FFD : 90 cm
 KV : 65 kv
 mAs :30
 kaset: :30 x 40 cm dipasang membujur.
Exposi
Pada saat pasien expirasi dan tahan nafas.

2. Foto kedua Anteroposterior


Teknik pemasukan media kontras
Media kontras dimasukkan kedalam kanalis
servikalis secara langsung kurang lebih 15 cc tanpa
diikuti flouroskofi untuk melihat spill pada daerah uterus
dan tuba falopi setelah dilakukan pengambilan gambar
dengan proyeksi AP, kemudian media kontras
dimasukkan kurang lebih 5 cc dan dilakukan pemotretan
dengan posisi oblik kanan dan oblik kiri.
Posisi pasien
Pasien tidur litotomi

Gb. Posisi Pasien Proyeksi Anterior Posterior (AP)


Posisi objek
1. Bagian pelvis berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
2. kedua kaki posisi litotomi.
Pengaturan arah sinar
Central ray : vertical tegak lurus terhadap kaset.
Central point : pada mid sagital plain pada
pertengahan kedua sisas dan sispisis
pubis.
Factor exposi
 FFD : 90 cm.
 KV : 70

 mAs : 30
 Kaset :18x24 cm dipasang membujur.
Exposi
Pada saat media kontras di masukkan 5 cc.
3. Foto ketiga oblik kanan
Posisi pasien
Pasien tidur litotomi

Gb. Posisi Pasien Proyeksi Obliq


Posisi objek
1. Bagian pelvis berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
2. kedua kaki posisi litotomi.
Pengaturan arah sinar
Central ray : vertical tegak lurus terhadap kaset.
Central point : pada pertengahan antara sias kiri
dengan simpisis pubis
Factor exposi
 FFD : 90 cm.
 KV : 70
 mAs : 30
 Kaset :18x24 cm dipasang membujur.
Exposi
Pada saat media kontras di masukkan 5 cc.
4. Foto keempat oblik kiri
Posisi pasien
Pasien tidur litotomi

Gb. Posisi Pasien Proyeksi Obliq


Posisi objek
1. Bagian pelvis berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
2. kedua kaki posisi litotomi.
Pengaturan arah sinar
Central ray : vertical tegak lurus terhadap kaset.
Central point : pada pertengahan antara sias kanan
dengan simpisis pubis
Factor exposi
 FFD : 90 cm.
 KV : 70
 mAs : 30
 Kaset : 18 x 24 cm dipasang membujur

Exposi
Pada saat media kontras di masukkan 5 cc.

5. Foto kelima post evakuasi proyeksi anteroposterior.


Posisi pasien
Pasien tidur litotomi
Posisi objek
1. Bagian pelvis berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
2. kedua kaki posisi litotomi.
Pengaturan arah sinar
Central ray : vertical tegak lurus terhadap kaset.
Central point : pada mid sagital plain pada
pertengahan kedua sisas dan sispisis
pubis.
Factor exposi
 FFD : 90 cm.
 KV : 65
 mAs : 30
 Kaset : 18x24 cm dipasang membujur
Exposi
Pada saat pada saat pasien tidak bergerak.
Tujuan dilakukan pengambilan foto post evakuasi adalah
untuk melihat apakah ada kontraksi dari pemasukan
media kontras apabila ada berarti ada kelainan.
3.4.4. Hasil pemeriksaan
Uterus berbentuk laterofleksi sinistra, Kontras
mengikuti cavum uterus dan sebagian ke tuba kiri.
Dinding uterus rata, tuba kanan spiell (-), tuba kiri
tampak sebagian spiell (-)
KESAN : Kedua tuba non paten.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
1. pemeriksaan HSG, selalu di ikuti pembuatan plaint foto untuk
mendapatkan hasil diagnosa yang optimal, juga untuk
mengetahui sejauh mana persiapan pasien dan untuk koreksi
factor expsosi yang kan dilakukan selanjutnya.
2. Media kontras di masukkan kurang lebih 5 cc pada setiap kali
pemotretan tanpa di ikuti oleh fluoroskopi.
3. proyeksi yang di lakukan adalah AP untuk plaint foto, AP untuk
pemotretan pertama, Oblik kanan untuk pemotretan kedua, oblik
kiri untuk pemotretan ketiga dan AP untuk post evakuasi.
4. Dilakukan pembuatan poto post evakuasi bertujuan untuk
melihat gangguan evakuasi media kontras dari tuba falofi, corfus
uterus, serviks kedalam vagina, bila ada gangguan berartai ada
kelainan
4.2. SARAN
1. Pemasukan media kontras sebaiknya di ikuti fluoroskofi
walaupun dosis lebih tinggi tetapi akurasi pemeriksaan lebih
dapat dipertanggung jawabkan karena salalu dalam pengamatan
dokter radiolog.
2. sebaiknya di sediakan petugas perempuan agar
pemeriksaan dapat berjalan dengan baik karena pada saat
pemeriksaan pasien merasa malu.
3. sebaiknya foto polos BNO diganti dengan plaint foto
karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan dosis raiasi yang
di terima pasien lebih tinggi apabila menggunakan foto polos
BNO.
DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, P. W., 2000, Merril’s Atlas of Radiographic Position and
Radiologic Procedures, Eigth Edition, Volume Two, C. V. Mosby
Company, St. Louis.

Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku


Kedokteran, EGC, Jakarta.

Evelyn, C. P.,1989, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT.


Gramedia, Jakarta.

Tumedia, J, Adnan, M, Pictor Lucas, 1979, Beberapa Kelainan


Histerosalpingografi pada Wanita Infertil, Yogyakarta, Indonesia.

Yoder, Isabel C., 198, Hysterosalphingography and Pelvic Ultra Sound


Imaging in Infertility and Gynecology, Little Brown and Company,
Boston Massachucheeseth, USA.

Anda mungkin juga menyukai