Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar

Puji Syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa,
sampai pada detik ini masih memberikan nikmat dan karunianya kepada kami, sehingga
penulis masih bisa menyelesaikan Tugas penulisan Makalah tentang “Appendicografi”
dengan tepat waktu.

Makalah ini penulis buat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Teknik
Radiografi Digestivus dan Urinaria. Penulis berharap melalui makalah ini, pennulis dan rekan
– rekan semakin memahami Teknik Pemeriksaan Appendicografi

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini tidaklah sempurna. Oleh
karenanya, penulis sangat antusisas menyambut setiap kritik dan saran yang membangun
agar makalah yang penulis buat semakin sempurna dan bermanfaat bagi banyak orang

Jakarta, 1 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Appendicografi..........................................................................................................5

2.2 Klasifikasi Appendisitis...........................................................................................................5

2.3 Etiologi...................................................................................................................................6

2.4 Anatomi dan Fisiologi.............................................................................................................6

2.5 Teknik Pemeriksaan Appendicografi......................................................................................9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................11

3.2 Saran....................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendiks merupakan bagian dari usus besar yang mempunyai bentuk seperti tabung dan
menyempit ke arah proksimal serta terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc. Burney.
Pada bidang radiologi, pemeriksaan yang dapat memperlihatkan kelainan yang ada pada
appendiks salah satunya adalah appendicografi. Untuk melakukan pemeriksaan appendicografi
harus menggunakan bahan kontras media karena appendiks termasuk organ tubuh yang tidak
dapat dilihat langsung dengan mata.
Bahan kontras yang digunakan pada pemeriksaan appendicografi adalah bahan kontras
media positif yaitu barium sulfat. Teknik pemasukan bahan kontras ini adalah teknik praoral atau
melalui mulut. Menurut Salugu M Tjokronegoro, jika seluruh appendiks telah terisi oleh barium
maka appendiks dinyatakan normal dan sebaliknya, jika hanya sebagian appendiks yang terisi
dengan barium, maka ada kemungkinan appendisitis.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan appendicografi?
b. Apa saja klasifikasi dari apendisitis?
c. Apa saja etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya apendisitis?
d. Bagaimana anatomi fisiologi dari colon dan appendiks?
e. Bagaimana teknik pemeriksaan untuk appendicografi?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk menambah pengetahuan tentang pemeriksaan appendicografi
b. Mengetahu hal-hal apa yang dapat menyebabkan terjadinya appendisitis
c. Untuk memahami bagaiman cara menggunakan kontras yang baik dan benar

3
BAB II
ISI
2.1 Definisi Appendicografi
Appendicografi adalah pemeriksaan radiografi dari appendiks vermiformis dengan
memasukkan bahan kontras positif melalui mulut (per oral). Pemeriksaan ini sering
dilakukan jika terjadi indikasi apendisitis atau peradangan pada appendiks. Appendiks
merupakan bagian dari usus besar yang mempunyai bentuk seperti tabung dan
menyempit ke arah proximal serta terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc.
Burney. Peradangan yang sering menyerang appendiks biasa disebut dengan
appendisitis. Menurut Old et. al (2005) dalam small (2008), apendisitis merupakan
penyebab tersering dari nyeri abdomen akut dan paling sering membutuhkan tindakan
bedah.

Dalam penegakan diagnosis apendisitis akut sering digunakan appendicogram.


Namun, dalam buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat dan De Jong (2004) mengatakan
bahwa foto barium kurang dapat dipercaya karena disebabkan oleh beberapa faktor
seperti letak anatomis dari appendiks dan kelainan patologis tertentu yang mengganggu

jalannya barium dalam usus. Bahan kontras yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah
bahan kontras positif barium sulfat. Teknik pemasukannya dilakukan secara peroral.
Pada pasien yang diduga menderita apendisitis biasanya memiliki gejala mual, muntah-
muntah, demam, nyeri pada daerah perut bagian kanan bawah yang berulang dan kronis.

2.2 Klasifikasi Appendisitis


Secara garis besar, penyakit appendisitis terbagi menjadi 2 jenis menurut keadaannya, yaitu
appendisitis (radang usus buntu) akut dan appendisitis (radang usus buntu) kronis.

1. Appendisitis Akut adalah penyakit saluran pencernaan yang paling sering terjadi dan
memerlukan tindakan pembedahan serta paling sering menimbulkan kesukaran untuk
memastikan diagnosa. Gejala awalnya adalah rasa nyeri atau perasaan tidak enak pada
daerah sekitar umbilicus yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah. Gejala

4
tersebut umumnya berlangsung selama lebih dari satu atau dua hari dan dalam beberapa
jam rasa nyerinya akan bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat rasa
nyeri tekan sekitar titik Mc. Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas.
Biasanya ditemukandemam ringan dan lekositas moderat.
Appendisitis akut terbagi atas :
1) Appendisitis akut forcalus atau segmentalis biasanya terdapat bagian distal yang
meradang,tetapi sepertiga dari rongga appendiks berisi nanah
2) Appendisitis akut purulenta (suppurativa) difusa disertai dengan pembentukan
nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan
pembusukan yang disebut appendicitis gangrenosa.
3) Appendisitis akut yang disebabkan oleh trauma, misalnya kecelakaan atau post
operasi
2. Appendisitis Kronis terjadi ketika usus buntu tersumbat oleh feses, benda asing, kanker,
ataupun oleh pembengkakan usus buntu akibat infeksi. Gejalanya lebih samar-samar
dan jarang terjadi. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking dan terhubung dengan
usus besar yang terletak diperut bagian bawah. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronis appendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronis adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan sel inflamasi kronis.

Appendisitis kronis terbagi atas :

1) Appendisitis kronis focalis secara makroskopik, tampak fibrosis setempat yang


melingkar sehingga dapat menyebabkan stenosis dimana gejala klinis menghilang.
2) Appendisitis kronis obliterativa terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada
jaringan submukosa sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama bagian
distal.
2.3 Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat (2004), apendisitis merupakan penyakit radang usus yang
disebabkan oleh obstruksi dan infeksi. Obstruksi dalam luman appendiks disebabkan
oleh Hiperplasia limfoid, stasis fekal, fekalit (yang lebih umum pada orang lanjut usia),
parasit, benda asing, dan neoplasma. Kasus apendisitis yang disebabkan oleh benda
asing dan neoplasma adalah kasus yang sangat jarang terjadi baik pada pasien anak-anak
maupun pada pasien dewasa. Dan untuk apendisitis yang disebabkan oleh infeksi sangat
umum terjadi pada usia anak-anak dan dewasa muda.
2.4 Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi usus besar

Colon panjangnya kurang lebih 1,5 m dengan lebar 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus
besar dari dalam keluar adalah seaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot

5
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, sebagai
tempat tinggal bakteri e.coli serta sebagai tempat penyimpanan feses.
 Usus besar terdiri dari :
a. Sekum
Sekum adalah pangkal dari usus besar yang terletak disebelah kanan bawah
abdomen yang merupakan kelanjutan dari usus halus. Bagian dari usus ini
berbentuk kantong yang terletak caudally setinggi muara ileum. Diameternya
kurang lebih 7,5 cm dengan panjang kira-kira 6 cm. Keseluruhannya ditutupi
oleh periotneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium
dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
b. Appendiks
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan untuk dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis dan masuk kedalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi, terkadang
appendiks beraksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi
dindingnya kedalam rongga abdomen.
c. Colon ascendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas
dari ileum ke bawah hati. Dibawahnya melengkung ke kiri dan lengkungan ini
disebut sebagai fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai colon transversum.
d. Colon transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari colon ascendens sampai ke
kolon descendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
e. Colon descends
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri.
Membujur dari atas kebawah dan fleksura lienalisnya sampai kedepan ileum kiri
bersambung dengan colon sigmoid.
f. Colon sigmoid
Colon sigmoid merupakan lanjutan dari colon descendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
g. Rektum
Rektum terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak didalam rongga pelvis didepan os.sacrum dan os.coccyg.
b. Anatomi Fisiologi Appendiks

6
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4inch),
lebar 0,3-0,7 cm, dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileeosekal.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu Taenia anterior, medial, dan posterior. Secara klinis,
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney, yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah
dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang
berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak
apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam
Departemen Bedah UGM, 2010). Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus
yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan apendiks
berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat,
De Jong, 2004).

7
2.5 Pemeriksaan Appendicografi
a. Persiapan alat dan bahan
- Pesawat Radiografi (fluoroscopy/non fluoroscopy)
- Film dan kaset ukuran 30x40 cm
- Marker
- Alat proteksi radiasi
- Alat processing
b. Teknik Radiografi
1. Hari ke-1 (foto pendahuluan yang dilakukan saat pasien puasa untuk mengetahui
apakah ada kelainan dan untuk menentukan faktor eksposi yang tepat untuk
pemeriksaan selanjutnya)
a. Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan
b. Posisi objek :Mid line tubuh sejajar dengan mid line meja pemeriksaan
c. Film dan kaset : Berukuran 30x40cm
d. FFD : 100 cm
e. Central Ray :Vertikal tegak lurus film
f. Central Point : Setinggi lumbal 3
g. Kriteria gambar :
- Tampak gambaran abdomen dengan batas bawah film mencakup
syimpisis pubis dan batas atas mencakup processus xypoideus.
- Tampak kedua muskulus psoas line kanan dan kiri
- Kedua dinding lateral abdomen tidak terpotong
- Foto simetris dan ada marker
Apabila foto pendahuluan sudah bagus maka pasien diberikan bahan kontras
dengan takaran yang dipakai ±40 gram yang harus dicampur air dengan perbandingan
1:3. Pasien dianjurkan minum bahan kontras di rumah sakit karena dikhawatirkan kalau
diberikan dirumah tidak smua bahan yang diminum. Setelah itu pasien dipersilahkan
untuk pulang dan diminta untuk datang kembali keesokan harinya untuk pemeriksaan
kedua.
c. Hari Ke-2
Pemeriksaan lanjutan Foto 24 jam : Proyeksi AP (Antero posterior)
a. Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan
b. Posisi objek : Mid line tubuh sejajar dengan mid line meja pemeriksaan
c. Film dan kaset : ukuran 30x40 cm
d. FFD : 100 cm
e. Central Ray : vertical tegak lurus film
f. Faktor eksposi : 65kV, 25mAs
g. Kriteria gambar :
- Tampak batas atas prosessus xypoideus dan batas bawah sympisis pubis

8
- Tampak barium sulfat mengisi appendiks

d. Proyeksi LPO
2) Persiapan Pasien : Prone diatas meja pemeriksaan
3) Posisi objek : Pasien dimiringkan ke kiri dengan kemiringan kurang lebih 45 o
kedua tangan diatas kepala. Lutut difleksikan untuk kenyamanan pasien
4) Kaset dan film : Ukuran 24x30 cm
5) Faktor eksposi : 65kV, 25mAs
6) Kriteria gambar : Tampak gambaran appendiks

9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Appendicografi adalah pemeriksaan radiografi appendiks vermiformis dengan
memasukan bahan kontras melalui mulut (peroral) dengan indikasi pemeriksaan
yang umum adalah apendisitis. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
memperlihatkan atau menilai kelainan-kelainan yang terjadi pada appendiks
vermiformis..
b. Saran
Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien harus mentaati ketentuan yang
telah dibuat seperti harus puasa, minum obat pencahar, dan lain sebagainya untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Selain pasien, radiografer juga harus bersungguh-
sungguh dalam melakukan teknik pemeriksaan agar hasilnya optimal dan lebih
mudah untuk di diagnosa.

10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/apendisitis/etiologi

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/479

https://www.alodokter.com/menyikapi-gejala-radang-usus-buntu-kronis

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwiL-
I2Rj6_kAhXbYysKHSLOAhoQFjAAegQIARAC&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbit
stream%2Fhandle%2F123456789%2F31374%2FChapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D4%26i
sAllowed%3Dy&usg=AOvVaw0eLN5avjqZVviwSr8Le5Oi
https://www.slideshare.net/f1smed/appendicografi
Buku Ajar Teknik Radiografi Digestivus dan urinari

11

Anda mungkin juga menyukai