Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ANATOMI RADIOLOGI

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX CAVITY PADA CHF COPD


DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Di susun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Anatomi Radiologi

Disusun oleh :

Rizma Putri Ramadhani


Kelas 2A / P1337430117004

Dosen Pengajar : Luthfi Rusyadi SKM., MH.Kes., M.Sc.

PRODI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2018/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
nikmat dan karunia-Nya, sehingga tugas makalah Anatomi Radiologi dengan judul
“Pemeriksaan Radiografi Thorax Cavity Pada Kasus CHF COPD Di Instalasi Radiologi
RSUD Sunan Kalijaga Demak” penulis dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan dan kesalahan dan tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari orang lain. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Luthfi
Rusyadi SKM., MH.Kes., M.Sc. selaku Dosen Pengajar mata kuliah Anatomi Radiologi.

Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar susunan laporan studi kasus ini menjadi baik. Terimakasih.

Semarang, 27 November 2018

Penulis

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................ 2
E. Sistematika penulisan ................................................... 2

BAB II DASAR TEORI


A. Anatomi dan Fisiologi Thorax Cavity .......................... 3
B. Patologi Thorax Cavity .................................................. 12
C. Indikasi Patologi Thorax Cavity ................................... 17
D. Teknik Pemeriksaan Thorax Cavity ............................ 19
E. Profil Kasus dan Pemebahasan ................................... 21

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 24
B. Saran................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 25
LAMPIRAN .......................................................................................... 26

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang dengan
ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa
terhadap suatu penyakit yaitu salah satunya dengan pemeriksaan secara radiologis.
Di suatu rumah sakit, instalasi radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang
medis yang memanfaatkan radiasi untuk menegakkan diagnosa suatu peyakit
melalui pembuatan citra radiografi.
Penegakkan diagnosa yang dilakukan oleh radiolog tidak lepas dari tenaga
radiografer yang professional. Salah satu pemeriksaan yang sering ditemui di
lapangan adalah pemeriksaan thorax.
Pemeriksaan thorax sendiri dilakukan apabila ada indikasi patologi seperti
efusi pleura, bronchitis, bronkiektasis, emfisema, tumor, edema pulmonum,
pneumonia dan beberapa patologi lain. Sedangkan proyeksi yang dilaksanakan di
lapangan lebih banyak menggunakan proyeksi PA erect dan proyeksi lateral. Masing
– masing proyeksi memiliki kelebihan masing – masing.
Pada pasien dengan klinis CHF COPD di Instalasi Radiologi RSUD Sunan
Kalijaga Demak hanya dilakukan dengan satu proyeksi yaitu Proyeksi thorax PA.
Hasil radiograf menunjukan adanya gambaran bronkiektasis terinfeksi disertai
pneumonia, edema pulmonum dan efusi pleura dupleks. dalam makalah ini akan
lebih focus membahas mengenai anatomi thorax cavity pada pasien dengan klini
CHF COPD dibandingkan dengan hasil radiograf pada orang normal.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang penulis temui, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi pada rongga thorax ?
1.2.2 Apa saja patologi yang dapat terjadi pada rongga thorax ?
1.2.3 Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi rongga thorax dengan klinis CHF
COPD ?
1.2.4 Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi thorax di Instalasi Radiologi
RSUD Sunan Kalijaga Demak pada pasien dengan klinis CHF COPD ?

6
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk anatomi dan fisiologi pada thorax.
1.3.2 Untuk mengetahui patologi pada thorax.
1.3.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi thorax.
1.3.4 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi thorax di Instalasi
Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak pada pasien dengan klinis
bronchitis.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Menambah pengalaman dan pengetahuan tentang teknik pemeriksaan
radiografi thorax.
1.4.2 Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan radiografi thorax.
1.4.3 Memberi informasi, gambaran, dan masukan mengenai prosedur pemeriksaan
thorax pada klinis CHF COPD

1.5. Sistematika Penulisan


BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah
tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka, berisi tentang anatomi dan fisiologi thorax,
patofisiologi pada thorax, pemeriksaan radiografi thorax, teknik
radiografi thorax.
BAB III Hasil dan Pembahasan, berisi tentang paparan kasus, profil kasus
pasien, persiapan alat dan bahan, prosedur pelaksanaan, hasil, dan
pembahasan.
BAB IV Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Thorax


Bentuk tubuh manusia secara umum atau yang disebut body habitus,
ditentukan oleh ukuran, bentuk, posisi dan perpindahan atau pergerakan dari organ
internal. Rongga thorax atau rongga dada dibatasi oleh dinding rongga dada dan
memanjang dari rongga thoracic superior, kemudian masuk ke rongga thorax sampai
rongga thoracic inferior. Diafragma memisahkan antara rongga dada dengan rongga
perut. Rongga dada terdiri dari paru – paru dan jantung, organ pernafasan,
cardiovascular, dan sistem limfatik; bagian inferior oesophagus; dan kelenjar
thymus. Dalam rongga ada three separates chambers: rongga pericardial tunggal
dan rongga pleura kanan dan kiri. Ruang antara kedua pleura disebut mediastinum.
Dalam rongga thorax terdapat organ pernafasan yaitu paru – paru. Saluran
pernafasan terdiri dari pharyng, trakea, bronkus, dan dua paru – paru. Perjalanan
udara organ – organ tersebut terhubung dengan luar melalui pharyng, mulut, dan
hidung.

Gambar 1. A, Rongga thorax. B, Rongga thorax dengan tanpa anterior ribs

2.1.1 Trakea
Trake (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf
C yang dibentuk oleh tulang – tulang rawan yang disempurnakan oleh
selaput, terletak diantara vertebrae cervikalis VI sampai ke tepi bawah
kartilago krikoidea vertebrae thorakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan
diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroelastis

8
yang tertanam dalam balok – balok hialin yang mempertahankan trakea tetap
tebuka.

Gambar 2. Saluran pernafasan bawah : larynx,trakea. Trakea dan


bronkus, Bronkus; ventral view

Pada ujung bawah trakea, setinggi angulus sterni tepi bawah trakea
vertebrae thorakalis IV, trakea bercabang dua menjadi bronkus kiri dan
kanan. Trakea dibentuk oleh tulang – tulang rawan yang berbentuk cincin
yang terdiri dari 15-20 cincin. Diameter trakea tidak sama pas seluruh
bagian. Pada daerah servikal agak sempit, bagian pertengahan sedikit
melebar, dan mengecil lagi dekat percabangan bronkus. Bagian dalam trakea
terdapat septum yang disebut karina, terletak agak ke kiri bidang median.
Bagian dalam dari trakea terdapat sel – sel bersilia, berguna untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama udara ke jalan pernafasan.
Hubungan trakea dengan alat di sekitarnya :
1) Sebelah kanan terdapat N. vagus dekstra, A. anonima, dan V. azigos.
2) Sebelah kiri terdapat aorta dan nervus rekuren sinistra.

9
3) Bagian depan menyilang V. anonima sinistra, dan fleksus kardiakus.
4) Bagian belakang terdapat esophagus, pada sisi trakea berjalan cabang –
cabang N. vagus dan trunkus simpatikus kea rah pleksus
5) Bagian belakang terdapat esophagus, pada sisi trakea berjalan cabang –
cabang N. vagus dan trunkuss simpatikus kea rah pleksus kardiakus.
Mukosa trakea terdiri dari epitel keras seperti lamina yang berisi
jaringan serabut – serabut elastis. Jaringan mukosa ini berisi glandula
mukosa yang sampai ke permukaan epitel menyambung ke pembuluh darah
bagian luar. Submukosa trake menjadikan dinding trakea kaku dan
melindungi serta mencegah trake mengempis. Kartilago antara trakea dan
esophagus lapisannya berubah menjadi elastis pada saat proses menelan
sehingga membuka jalan makanan dan makanan masuk ke lambung.
Rangsangan saraf simpatis memperlebar diameter trakea dan mengubah besar
volume saat terjadinya proses pernafasan.

Gambar 3. Aspek anterior sistem pernafasan

2.1.2 Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus
terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai
struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan
trakea dan berjalan ke bawah kea rah tampuk paru. Bagian bawah trakea
mempunyai cabang dua kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas.

10
Setiap perjalanan cabang utama tenggorokan ke sebuah lekuk yang panjang
di tengah permukaan paru. Bronkus prinsipalis terdiri dari dua bagian :
1) Bronkus prinsipalis dekstra: Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus
pulmonalis paru kanan, mempercabangkan bronkus lubaris superior.
Pada waktu masuk ke hilus bercabang tiga menjadi bronkus lobaris
medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus lobaris superior, di atasnya
terdapat V. azigos, dibawahnya A. Pulmonalis dekstra.
2) Bronkus prinsipalis sinistra: Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih
horizontal dibandingkan lobus bronkus dekstra, panjangnya sekitar 5 cm,
berjalan ke bawah aorta dan di depan eosofagus, masuk ke hilus
pulmonalis kiri, bercabang menjadi dua (bronkus lobaris superior dan
bronkus lobaris inferior).

Gambar 3. Proyeksi trakea dan bronkus aspek anterior.


Bronkus lobaris atau bronkioli (cabang bronkus) merupakan cabang
yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru
atau alveoli. Percabangan bronkus lobaris meliputi bronkus lobaris superior
dekstra, bronkus lobaris media dekstra, bronkus lobaris inferior dekstra,
bronkus lobaris superior sinistra, dan bronkus lobaris inferior sinistra.
Bronkus mengadakan pendekatan pada lobus pernapasan. Struktur
dalam bronkus berbeda dengan luar bronkus. Seluruh gabungan otot
menekan bagian yang melalui cabang – cabang tulang rawan yang makin
sempit dan makin kecil yang disebut bronkiolus. Dari tiap – tiap bronkiolus
masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan diameter kira –
kira 0,5 mm. bronkus yang terakhir membangkitkan pernapasan dan

11
melepaskan udara ke permukaan pernapasan di paru. Pernapasan bronkiolus
membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli tempat
terjadinya pertukaran udara antara (oksigen dan karbondioksida). Pangkal
bronkiolus terhubung dengan alveolar ducts. Dinding dari alveolar sacs
berhimpitan dengan alveoli. Masing – masing paru berisi jutaan alveoli.
Difusi menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam dinding
alveoli.

Gambar 3. Aspek posterior jantung, paru – paru, trakea dan cabang bronkus.

2.1.3 Pulmo
Pulmo (paru – paru) adalah salah satu organ sistem pernapasan yang
berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura
viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak.
Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabuan –
abuan dan berbintik – binitk karena partake – partikel debu yang masuk
termakan oleh fagosit. Hal ini terlihat nyata pada pekerja tambang.
Masing – masing paru mempunyai apeks yang tumpul menjorok ke
atas masuk ke leher kira – kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang
konveks berhubungan dengan dinding dada dan fasies mediastinalis yang
konkaf membentuk pericardium. Sekitar pertengahan permukaan kiri terdapat
hilus pulmonalis suatu lekukan tempat bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru membentuk radiks pulmonalis.

12
Gambar 4. batas paru – paru dan pleura, 5.44 anterior, 5.45 posterior

Gambar 5. Perpindahan paru – paru selama inspirasi dan ekspirasi.

Apeks pulmo berbentuk bundar dan menonjol kea rah dasar yang
lebar, melewati aperture lorasis superior 2,5 cm di atas ujung sternal iga I.
Basis pulmo adalah bagian yang berada di atas permukaan cembung
diafragma. Oleh karena kubah diafragma lebih menonjol ke atas, maka
bagian kanan lebih tinggi dari paru kiri. Dengan adanya incisura atau fisura
pada permukaan paru dapat dibagi atas beberapa lobus. Letak insisura dan
lobus diperlukan dalam penentuan diagnosis. Pada paru kiri terdapat suatu
insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini membagi paru kiri atas dua lobus

13
yaitu superior (bagian yang terletak di atas dan di depan insisura) dan lobus
inferior (bagian paru yang terletak di belakang dan bawah insisura). Pada
paru kanan terdapat dua insisura :
1) Insisura oblique (interlobularis primer): Mulai di daerah insisura, ke atas
dan ke belakang sampai hilus setinggi vertebrae torakalis IV, ke bawah
dank e depan serah iga VI sampai line aksilaris media ke ruangan
intercostal VI, memotong margo inferior setinggi artikulasio iga IV
kembali ke hilus.
2) Insisura interlobusaris sekunder: Mulai dari insisura oblique pada
aksilaris media, berjalan horizontal memotong margo anterior pada
artikularis kostokondralis IV terus ke hilus. Insisura oblique
memisahkan lobus inferior dari lobus inferior dari lobus medius dan
lobus posterior. Insisura horizontal memisahkan lobus medius dari lobus
seuperior.
Dari bronkus lobaris bercabang menjadi bronkus segmentorium.
Bronkopulmonari segmen adalah daerah yang diurus oleh cabang – cabang
bronkus segmentorum yang berdekatan, dan darah vena yang terletak
intersegmental.
Paru kanan memiliki 10 segmen.
1) Lobus superior : Segmen apical, superior, dan anterior.
2) Lobus medius : Segmen lateral dan medial
3) Lobus inferior : Segmen superior, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
dan posterobasal.
Paru kiri terdiri dari 8 segmen :
1) Lobus superior : Segmen apiko posterior, anterior, superior, dan inferior.
2) Lobus inferior : Segmen superior, anteriomediobasal, lateral basal, dan
laterobasal.

14
Gambar 6. Tahap perkembangan paru – paru.

Pleura adalah suatu membrane segmen yang halus, membentuk suatu


kantong tempat paru berada. Ada dua buah, kiri dan kanan yang masing –
masing tidak berhubungan.
Pleura mempunyai dua lapisan.
1) Lapisan permukaan disebut permukaan parietalis: Lapisan pleura yang
langsung berhubungan dengan paru dan memasuki fisura paru,
memisahkan lobus – lobus dari paru.
2) Lapisan dalam pleura viseralis: Pleura yang berhubungan dengan fasia
endotorasika, permukaan dalam dari dinding toraks.
Sesuai dengan letaknya, pleura parietalis ada empat bagian :
a) Pleura kostalis : Menghadap ke permukaan lengkung kosta dan otot –
otot yang terdapat di antaranya, sebelah depan mencapai sternum, bagian
belakang melewati iga di samping vertebra. Bagian ini merupakan
bagian yang paling tebal dan yang paling kuat dalam dinding toraks.
b) Pars servikalis : Bagian pleura yang nmelewati aperture torasis superior
memasuki dasar lebar dan berbentuk seperti kubah, diperkuat oleh
membrane suprapleura.
c) Pleura diafragmatika : Bagian pleura yang berada di atas diafragma
d) Pleura mediastinalis : Bagian pleura yang menutup permukaan lateral
mediastinum serta susunan yang terletak di dalamnya.

15
Pada waktu inspirasi bagian paru memasuki sinus dan pada waktu
ekspirasi ditaris kembali dari rongga tersebut. Sinus pleura ada dua bagian :
a) Sinus kostomediastinalis : Terbentuk pada pertemuan pleura
mediastinalis dengan pleura kostalis. Pada waktu inspirasi hamper semua
terisi oleh paru.
b) Sinus frenikokostalis : Terbentuk pada pertemuan pleura diafragmatika
dengan pleura kostalis. Pada inspirasi yang sangat dalam bagian ini
belum dapat diisi oleh pengembangan paru.

Gambar 7. Tiga aspek paru – paru, anterior, medial, posterior.

2.1.4 Mediastinum
Mediastinum adalah rongga di antara paru – paru kanan dan kiri yang
berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea,
kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
Mediastinum dibatasi oleh sternum pada anterior, tulang vertebrae pada
posterior dan kedua paru – paru pada bagian lateral. Mediastinum terbagi atas
4 rongga penting :
1) Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke 5 dan bagian bawah sternum.

16
2) Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di depan jantung.
3) Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di belakang jantung.
4) Mediastinum medial (tengah) dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

2.2 Patologi
2.3.1 Bronkiektasis
Penyakit ini ditandai dengan dilatasi bronki disertai supurasi local.
Permukaan yang terkena menunjukkan hilangnya epitel bersilia, metaplasia
skuamosa, dan infiltrasi sel radang. Pus tampak di dalam lumen selama
eksaserbasi infektif. Paru sekitarnya sering menunjukkan fibrosis dan
perubahan inflamasi lama. Penyakit biasanya terjadi setelah pneumonia
kanak – kanak, dan prevanlensinya sangat menurun sejak dikenalnya
antibiotic kuat. Gambaran utamanya adalah batuk produktif dengan sputum
kuning atau hijau. Sputum ini terjadi hanya setelah selesma atau muncul terus
menerus.
Mungkin terdapat hemoptysis dan halitosis. Krepitasi sering terdengar
dan, dan dari jari tubuh terlihat pada kasus berat. Foto toraks menunjukan
peningkatan corakan. Penyakit ringan tidak mengganggu fungsi. Pada kasus
yang lebih lanjut terjadi penurunan FEV dan FVC karena perubahan
inflamasi kronik, termasuk fibrosis. Pengukuran isotope radioaktif
menunjukan penurunan ventilasi dan aliran darah paru di daerah yang
terkena, namun mungkin suplai arteri bronkial sangat mengikat ke jaringan
yang terkena. Hipoksemia dapat terjadi karena darah mengalir melalui paru
tidak berventilasi
2.3.2 Edema pulmonum
Edema paru merupakan akumulasi cairan di rongga udara dan
parenkim paru yang menyebabkan gangguan perpindahan udara dan dapat
menyebabkan gagal napas. Hal ini baik akibat dari gagalnya jantung
memompa darah keluar dari sirkulasi paru, maupun akibat dari cedera
parenkim atau pembuluh darah paru. Pengobatan edema paru memfokuskan
pada tiga aspek: yang pertama adalah meningkatkan fungsi pernapasan,

17
kedua mengatasi penyebab, dan ketiga menghindari kerusakan yang lebih
jauh.
Edema paru, khususnya pada fase akut, dapat menyebabkan distres
pernapasan, henti jantung akibat hipoksia, dan kematian. Edema paru adalah
suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas akibat terjadinya
penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli). Kondisi ini dapat
terjadi tiba-tiba maupun berkembang dalam jangka waktu lama. Dalam
kondisi normal, udara akan masuk ke dalam paru-paru ketika bernapas.
Namun, pada kondisi edema paru, paru-paru justru terisi oleh cairan.
Sehingga oksigen yang dihirup pun tidak mampu masuk ke paru-paru dan
aliran darah.
1) Gejala Edema Paru
Pada kasus edema paru kronis yang bersifat jangka panjang, pasien
akan merasa lebih cepat lelah yang ditandai dengan lebih sering merasa
sesak dibanding dengan biasanya. Sesak napas akan lebih terasa ketika
penderita sedang melakukan aktivitas fisik dan berbaring. Gejala edema
paru kronis juga dapat disertai dengan dengan suara napas tersumbat
yang khas saat menghembuskan napas (mengi), terbangun pada malam
hari saat tidur, peningkatan berat badan yang cepat, bengkak pada kedua
tungkai.
Jenis edema paru yang kedua adalah edema paru akut yang bersifat
cepat. Pada kondisi ini, gejala sesak napas menyerang secara tiba-tiba
hingga menyebabkan penderitanya seakan-akan merasa tercekik atau
tenggelam. Mereka akan terlihat cemas atau ketakutan dengan mulut
megap-megap karena berusaha keras mendapatkan oksigen. Selain itu,
penderita akan mengalami palpitasi atau peningkatan detak jantung
secara cepat dan tidak teratur disertai batuk berdahak yang berbusa dan
bercampur darah. Apabila edema paru akut ini terjadi akibat penyakit
jantung, maka gejala nyeri dada juga bisa turut dirasakan.
2) Penyebab Edema Paru
Ada beberapa macam penyebab edema paru, biasanya
berhubungan dengan gangguan pada jantung. Namun, edema paru juga
dapat terjadi tanpa gangguan jantung. Jantung berfungsi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh dari bagian rongga jantung yang

18
disebut ventrikel kiri. Ventrikel kiri mendapat darah dari paru-paru, yang
merupakan tempat pengisian oksigen ke dalam darah untuk kemudian
disalurkan ke seluruh tubuh. Darah dari paru-paru, sebelum mencapai
ventrikel kiri, akan melewati bagian rongga jantung lainnya, yaitu atrium
kiri.
Edema paru yang disebabkan oleh gangguan jantung terjadi akibat
ventrikel kiri tidak mampu memompa masuk darah dalam jumlah yang
cukup, sehingga tekanan di dalam atrium kiri, serta pembuluh darah di
paru-paru meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian menyebabkan
terdorongnya cairan melalui dinding pembuluh darah ke dalam alveoli.
Beberapa penyakit jantung yang dapat menyebabkan edema paru, antara
lain :
a. Penyakit jantung koroner.
b. Kardiomiopati.
c. Hipertensi.
d. Penyakit katup jantung.
Selain akibat masalah yang berkaitan dengan jantung, edema paru
juga bisa disebabkan oleh beberapa kondisi atau faktor lainnya, seperti:
a. Acute respiratory distress syndrome.
b. Infeksi virus.
c. Emboli paru.
d. Cedera pada paru-paru.
e. Tenggelam.
f. Berada di ketinggian (di atas 2.400 meter di atas permukaan laut).
g. Cedera kepala, kejang, atau setelah operasi otak.
h. Menghirup asap saat terjadi kebakaran.
i. Terpapar racun amonia dan klorin, yang mungkin terjadi saat
kecelakaan kereta.
j. Kecanduan kokain.
3) Diagnosis Edema Paru
Selain melakukan pemeriksaan fisik sebagai upaya mencocokkan
gejala yang ada, serta mengkaji riwayat kesehatan pasien terhadap
kemungkinan memiliki masalah pada jantung, dokter perlu juga
melakukan sejumlah metode pemeriksaan tertentu, di antaranya adalah :

19
a. Pulse oximetry, untuk mengukur secara cepat kadar oksigen di
dalam darah, dengan menempatkan sensor pada jari tangan atau
kaki.
b. Elektrokardiografi (EKG), untuk melihat adanya tanda-tanda
serangan jantung dan masalah pada irama jantung.
c. Foto Rontgen dada, untuk memastikan bahwa pasien benar-benar
mengalami edema paru, serta melihat kemungkinan lain penyebab
sesak napas.
d. Tes darah, untuk mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida di
dalam darah (analisis gas darah), mengukur kadar hormon B-type
natriuretic peptide (BNP) yang meningkat pada gagal jantung, serta
melihat fungsi tiroid dan ginjal.
e. Ekokardiografi, untuk mengetahui adanya masalah pada otot
jantung. Kateterisasi jantung, dilakukan bila edema paru disertai
nyeri dada, namun tidak ditemukan kelainan di EKG maupun
ekokardiografi.
f. Kateterisasi arteri paru, untuk mengukur tekanan di dalam pembuluh
darah paru-paru. Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan lain
tidak mampu memastikan penyebab edema paru.
4) Pencegahan Edema Paru
Mencegah edema paru dapat dilakukan dengan cara mencegah
penyakit jantung, seperti:
a. Berolahraga sebanyak 30 menit tiap hari.
b. Mengonsumsi makanan sehat berupa sayur-sayuran, buah-buahan,
serta makanan rendah lemak, gula, dan garam. Hal tersebut
bertujuan untuk menjaga berat badan, kadar kolesterol dalam darah,
dan tekanan darah Anda selalu berada di batas normal.
c. Tidak merokok dan hindari stres.
5) Komplikasi Edema Paru
Edema paru yang tidak tertangani atau terus berlanjut dapat
menyebabkan peningkatan tekanan di ruang jantung sebelah kanan, yang
menerima darah dari seluruh tubuh. Kondisi ini mengakibatkan ruang
jantung kanan gagal berfungsi dan terjadi penumpukan cairan di rongga
perut (asites), bengkak pada tungkai, dan pembengkakan organ hati.

20
2.3.3 Efusi Pleura
Kondisi ini lebih merujuk pada cairan daripada udara di dalam rongga
pleura. Dan kondisi ini bukna penyakit yang berdiri sendiri, tetapi sering kali
menyertai penyakit serius dan harus selalu dicari penjelasannya. Pasien
sering mengeluh dyspnea jika efusinya luas dan mungkin terdapat nyeri
pleuritik dari penyakit yang mendasari. Tanda – tanda dada sering kali
informative dan meliputi pengurangan gerakan dada sisi yang terkena,
hilangnya suara napas, dan redup pada perkusi. Radiograf bernilai diagnostic.
Efusi pleura dapat dibagi menjadi eksudat dan transudate menurut
tinggi rendahnya kadar protein. Selain itu, laktat dehydrogenase (LDH)
cenderung lebih tinggi pada transudate. Eksudat khasnya terjadi pada
keganasan dan infeksi, sementara transudate merupakan komplikasi gagal
jantung berat dan edematosa lain. Efusi sering kali perlu diaspirasi, tetapi
terapi sebaiknya ditujukan kepada penyebab yang mendasari. Fungsi paru
terganggu seperti pada pneumothoraks, tetapi pengukurannya tidak
dibutuhkan dalam praktik.
Variasi efusi pleura meliputi empyema (piotoraks), hemotoraks, dan
kilotoraks yang merujuk pada adanya pus, darah, dan limfe, dalam ruang
pleura. Sering kali efusi pleura yang lama menghasilkan pleura fibrotic yang
berkontraksi dan kaku yang membungkus paru dan mecegah ekspansi. Hal
ini dapat menyebabkan gangguan fungsional tipe restriktif berat, khususnya
jika penyakit bilateral. Pengelupasan secara bedah mungkin diperlukan.
2.3.4 Penumonia
Istilah ini merujuk pada inflamasi parenkim paru yang mengakibatkan
pengisian alveolar oleh eksudat. Alveoli dipenuhi oleh sel, terutama leukosit
polimorfonuklear/ resolusi sering terjadi dengan restorasi morfologi normal.
Namun, supurasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang menjadi abses
paru. Bentuk khusus pneumonia termasuk yang terjadi setelah aspirasi caira
gastrik atau minyak hewan atau mineral (pneumonia lipoid). Psitakosis
adalah suatu bentuk yang didapat dari burung kakatua yang terinfeksi oleh
riketsia.
Gambaran klinis ini sangat bervariasi bergantung pada organisme
penyebab, usia pasien, keadaan umum pasien. Temuan yang lazim meliputi
malaisme, demam, dan batuk. Nyeri pleuritik sering ada dan memburuh saat

21
bernafas dalam. Pemeriksaan menunjukkan pernapasan dangkal dan cepat,
takikardi, dan kadang – kadang sianosis. Sering kali terdapat tanda
konsilidasi, dan foto thorak menunjukan opasifikasi. Keadaan ini dapat
mengenai semua lobus (pneumonia lobularis), tetapi sering kali distribusinya
berbentuk bercak (bronkopneumonia). Pemeriksaan dan biakan sputum
sering kali dapat mengidentifikasi organisme penyebabnya. Karena bagian
pneumonik tidak terventilasi, ia menyebabkan pirau dan hipokemia.
Beratnya keadaan ini bergantung pada aliran darah paru local, yang
dapat sangat berkurang baik karena proses penyakit itu sendiri atau karena
vasokonstriksi hipoksik. Walaupun demikian, pasien dengan pneumonia
berat mungkin tampak sianosis. Retensi karbon dioksida umumnya tidak
terjadi. Gerakan dada dapat dibatasi oleh nyeri pleura atau efusi pleura.

2.3 Indikasi Patologi


2.3.1 Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure)
Merupakan kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah yang
dibutuhkan tubuh. Hal ini dikarenakan terjadi kelainan pada otot-oto
jantung sehingga jantung tidak bisa bekerja secara normal.
Selama ini, gagal jantung digambarkan sebagai kondisi jantung seseorang
yang berhenti berdetak. Padahal, gagal jantung berarti ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah atau ketidakmampuan jantung memenuhi
kuota darah normal yang dibutuhkan tubuh.
Jantung memiliki empat ruang yang memiliki tugas masing – masing,
yaitu serambi kanan dan kiri yang berada di bagian atas, serta bilik kanan
dan kiri yang ada di bagian bawah. Berdasarkan letak jantung tersebut,
gagal jantung kongestif bisa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu sebelah kiri,
kanan, dan campuran.
1) Gagal jantung kongestif sebelah kiri
Pada penderita gagal jantung kongestif sebelah kiri, ruang
ventrikel atau bilik kiri dari jantung tidak berfungsi dengan baik.
Bagian ini seharusnya mengalirkan darah yang ke seluruh tubuh
melalui aorta, kemudian diteruskan ke pembuluh darah arteri. Karena
fungsi bilik kiri tidak berjalan secara optimal, maka terjadilah

22
peningkatan tekanan pada serambi kiri dan pembuluh darah di
sekitarnya.
Kondisi ini menciptakan penumpukan cairan di paru-paru (edema
paru). Selanjutnya, penumpukan cairan juga dapat terbentuk di rongga
perut dan kaki. Kurangnya aliran darah ini kemudian mengganggu
fungsi ginjal, sehingga tubuh menimbun air dan garam lebih banyak
dari yang dibutuhkan.
2) Gagal jantung kongestif sebelah kanan
Terjadi ketika bilik kanan jantung kesulitan memompa darah ke
paru-paru. Akibatnya, darah kembali ke pembuluh darah balik (vena),
hingga menyebabkan penumpukan cairan di perut dan bagian tubuh
lain, misalnya kaki.
Gagal jantung kongestif kanan seringkali diawali dari gagal
jantung kongestif kiri, di mana terjadi tekanan berlebih pada paru-paru,
sehingga kemampuan sisi kanan jantung untuk memompa darah ke
paru-paru pun jadi ikut terganggu.
3) Gagal jantung kongestif campuran
Gagal jantung kongestif kiri dan kanan terjadi secara bersamaan.

Ada beberapa gejala yang menunjukkan bahwa seseorang menderita


gagal jantung kongestif. Meski pada tahap awal, gejalanya mungkin tidak
akan berdampak kepada kondisi kesehatan secara umum, namun seiring
memburuknya kondisi yang diderita, maka gejalanya akan kian nyata.
Setidaknya ada tiga tahapan gejala yang bisa dilihat pada seorang penderita
gagal jantung kongestif. Yang pertama adalah gejala tahap awal. Pada tahap
ini, pasien mengalami:
1) Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.
2) Mudah lelah, terutama setelah melakukan aktivitas fisik.
3) Kenaikan berat badan yang signifikan.
4) Makin sering ingin buang air kecil, terutama saat malam hari.

23
2.4 Teknik Pemeriksaan Thorax
2.4.1 Persiapan Paien
Pada pemeriksaan thorax ini tidak membutuhkan persiapan khusus,
hanya saja pasien diminta untuk melepas baju dan ganti baju menggunakan
baju pasien untuk memastikan tidak ada benda lain yang bisa menimbulkan
bayangan pada hasil radiograf. Selain itu, sebelum pemeriksaan dimulai
petugas harus menjelaskan secara singkat dan jelas prosedur pemeriksaan
kepada pasien agar tidak terjadi kesalahpahaman dari pasien tersebut.
Apabila foto dilakukan dengan berdiri, maka petugas harus menanyakan
kepada pasien apakah pasien tersebut bisa berdiri selama pemeriksaan atau
tidak.
2.4.2 Proteksi Radiasi
a. Proteksi pada pasien
1) Menggunakan apron kepada pasien
2) Mempersilahkan orang yang tidak berkepentingan di dalam ruang
pemeriksaan untuk keluar ruangan, apabila terpaksa harus ada orang
yang mendampingi, mka orang tersebut harus dikenakan apron
3) Mengatur kolimasi sesuai objek yang diperiksa
4) Menggunakan faktor eksposi yang tepat
5) Meminimalisir kesalahan agar tidak terjadi pengulangan foto
6) Waktu penyinaran sesingkat mungkin dengan memilih mA yang besar
b. Proteksi pada petugas
Petugas melakukan eksposi dibalik tabir sebagai perlindungan.
c. Proteksi pada masyarakat
Menutup pintu dengan rapat saat melakukan eksposi
2.4.3 Teknik Radiografi
a. Proyeksi Thorax PA
1) Posisi pasien (PP)

Pasien duduk diatas banker menghadap kaset posisi badan tidak boleh
bungkuk, bahu simestris dan meletakkan tangan dengan posisi
memeluk kaset.

24
2) Posisi objek (PO)

a) MSP tubuh tegak lurus terhadap kaset pada pertengahan kaset.

b) Dagu diekstensikan.

c) Tangan memeluk kaset sehingga scapula tidak menutupi ruang


thoraks.

3) Pengaturan sinar dan eksposi :


a) Arah sinar/central ray (CR) : Horizontal tegak lurus kaset
b) Titik bidik/central point (CP) : Pertengahan kedua angulus
scapula atau setinggi Thoracal VII
c) Focus film distance (FFD) : 183 cm
d) Faktor eksposi : 50 kVp, 25 mAs
e) Kaset : 35 x 43 cm
f) Eksposi : Inspirasi tahan napas
4) Hasil Radiograf :

Gambar 8. Hasil radiograf Ny.M

25
2.5 Profil Kasus Dan Pembahasan
2.5.1 Identitas Pasien
Untuk referensi penunjang dalam melakukan pemeriksaan, penulis
menyajikan identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini yang diperoleh dari
lembar permintaan foto rontgen yang telah didaftarkan sebelumnya. Adapun
identitas pasien tersebut antara lain :
a. Nama pasien : Ny. M
b. Umur : 21 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Demak
e. No. RM : KLJG01200196xxx
f. Tanggal pemeriksaaan : 11 Oktober 2018
g. Tempat pemeriksaan : Ruang Periksa II
h. Permintaan foto : Thorax Proyeksi PA
i. Diagnosa / klinis : CHF COPD
2.5.2 Pembahasan
Berikut adalah hasil radiograf pemeriksaan thoraks proyeksi PA pada
Ny. M dengan klinis CHF COPD :

Gambar 9. Hasil Radiograf Ny. M

26
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi pada pasien Ny.M,
didapatkan hasil bacaan dokter sebagai berikut :
a. Trakhea di tengah
b. COR : Tidak dinilai, batas kiri tertutupm perselubungan
homogen.
c. PULMO : Corakan vaskuler meningkat disertai blurring vaskuler
d. Tampak bercak di pulmo kanan kiri (dominan di sentral kanan).
Tampak lusensi multiple di pulmo kiri
e. Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri tertutup perselubungan
homogen
f. Kesan :
 Cor tidak dinilai, batas kiri tertutup efusi pleura
 Gambaran bronkiektasis terinfeksi disertai pneumonia dan edema
pulmonum
 Efusi pleura dupleks

Sedangkan hasil radiograf thorax memiliki kriteria sebagai berikut :

a) Udara mengisi trakea, paru – paru, diapraghmatic domes, jantung, dan


aortic knob.
b) Luas lapangan kolimasi yang tepat.
c) Seluruh lapangan paru dari apex hingga angulus costoprenik tidak
terpotong.
d) Tidak ada rotasi ditandai dengan : ujung sternal dari clavikula sama
sama jauhnya dengan columna vertebra, trakea tampak pada midline,
jarak columna vertebra ke lateral border rib pada masing – masing sisi
berjarak sama.
e) Scapula tidak menutupi lapangan paru.
f) Posterior rib 10 tampak diatas diafragma.
g) Garis batas jantung dan diafragma tegas dan jelas.
h) Sedikit bayangan ribs dan superior vert. torakal tampak melalui
bayangan jantung.

27
Gambar 10 . Hasil radiograf thorax normal

Perbedaan yang tampak jika hasil radiograf Ny. M dibandingkan


dengan hasil radiograf thorax proyeksi PA pada orang normal yaitu sebagai
berikut :
1) Hasil radiograf Ny. M diterima karena memenuhi kriteria hasil radiograf
yang baik.
2) Pada hasil radiograf Ny.M posisi MSP tidak ditengah kaset ditandai
dengan tubuh yang mengalami rotasi / tidak simetris antara sisi kanan dan
sisi kiri.
3) Pada radiograf thorax normal kedua sinus costoprenic tajam, sedangkan
pada hasil radiograf Ny.M tertutup oleh perselubungan homogeny.
4) Pada radiograf thorax normal kedua lapangan pulmo berwarna lucent
karena berisi udara, sedangkan pada hasil radiograf Ny.M terdapat
corakan vaskuler yang meningkat disertai blurring vaskuler sehingga
membuat daerah pulmo lebih opaque.
5) COR pada hasil radiograf Ny.M tidak dinilai karena batas kiri tertutup
perselubungan homogen.

28
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan makalah pada Bab III penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1) Rongga thorax merupakan bagian anggota tubuh yang penting karena terdapat
organ – organ vital sistem pernafasan seperti paru – paru dan jantung.
2) Pemeriksaan foto thorax pada pasien dengan klinis CHF COPD dilakukan
menggunakan dengan satu proyeksi yaitu thorax PA.
3) Perbedaan hasil radiograf thorax normal dengan hasil radiograf Ny. M
memilik perbedaan yaitu sebagai berikut :
a) Hasil radiograf Ny. M diterima karena memenuhi kriteria hasil radiograf
yang baik.
b) Pada hasil radiograf Ny.M posisi MSP tidak ditengah kaset ditandai
dengan tubuh yang mengalami rotasi / tidak simetris antara sisi kanan dan
sisi kiri.
c) Pada radiograf thorax normal kedua sinus costoprenic tajam, sedangkan
pada hasil radiograf Ny.M tertutup oleh perselubungan homogeny.
d) Pada radiograf thorax normal kedua lapangan pulmo berwarna lucent
karena berisi udara, sedangkan pada hasil radiograf Ny.M terdapat
corakan vaskuler yang meningkat disertai blurring vaskuler sehingga
membuat daerah pulmo lebih opaque.
e) COR pada hasil radiograf Ny.M tidak dinilai karena batas kiri tertutup
perselubungan homogen.

3.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini yaitu sebaiknya
dalam pemeriksaan thorax menggunakan proyeksi PA dan proyeksi lateral supaya
informasi dari hasil radiograf bisa lebih lengkap. Selain itu, untuk proteksi radiasi
pada pasien bisa dipakaikan gonad shield, mengatur luas lapangan kolimasi sesuai
objek yang diperiksa dan menggunakan faktor eksposi yang tepat supaya radiasi
yang diterima pasien dapat diminimalisir.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W, Eugene D. Frank. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning &
Procedures Volume 2. Thirteenth Edition. Missouri: Elsevier Mosby.

Bontrager, Keneth L. 2010. Textbook of Radiographic Positionning and Related Anatomy.


Seventh Edition. Missouri: Elsevier Mosby.

_______ 2005. Textbook of Radiographic Positionning and Related Anatomy. Sixth Edition.
Missouri: Elsevier Mosby.

Sobotta, Paulsen, Friedrich. Atlas of Human Anatomy. Fifteenth Edition. Missouri: Elsevier
Mosby.

Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC

West, John B. 2010. Patofisiologi Paru Esensial. Edisi:6. Jakarta : EGC.

http://wikipedia.id

30
LAMPIRAN

Gambar 1. A, Rongga thorax. B, Rongga thorax dengan tanpa anterior ribs


Gambar 2. Saluran pernafasan bawah : larynx,trakea. Trakea dan bronkus, Bronkus;
ventral view
Gambar 3. Aspek anterior sistem pernafasan
Gambar 3. Proyeksi trakea dan bronkus aspek anterior.
Gambar 3. Aspek posterior jantung, paru – paru, trakea dan cabang bronkus.
Gambar 4. batas paru – paru dan pleura, 5.44 anterior, 5.45 posterior
Gambar 5. Perpindahan paru – paru selama inspirasi dan ekspirasi.
Gambar 6. Tahap perkembangan paru – paru.
Gambar 7. Tiga aspek paru – paru, anterior, medial, posterior.
Gambar 8. Hasil Radiograf Ny. M
Gambar 9. Hasil Radiograf Ny. M
Gambar 10. Hasil radiograf thorax normal

31

Anda mungkin juga menyukai