Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan di bidang radiologi sejak ditemukannya sinar – X oleh

seorang ilmuwan Jerman bernama Wilhelm Conrad Roentgent pada tahun 1895

semakin berkembang pesat. Manfaat dari pemeriksaan radiografi adalah untuk

penegakan diagnosa suatu patologi, salah satunya dimanfaatkan pada pemeriksaan

dengan media kontras yaitu Intra Vena Pyelography (IVP). Pemereriksaan Intra

Vena Pyelography adalah pemeriksaan radografi dari saluran perkemihan dengan

memasukan media kontras positif melalui pembuluh darah vena (intravenous) untuk

melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain pada traktur urinarus.

Sistem urinari berkontribusi pada hemeostatis dengan mengubah komposisi,

pH, volume, tekanan darah, memerlihara osmolalitas darah, ekskresi limbah dan

substansi asing, serta memproduksi hormon. Sistem urinari pada manusia terdiri dari

2 (dua) ginjal, 2 (dua) ureter, 1 (satu) kandung kemih dan 1 (satu) uretra. Setelah

ginjal menyaring plasma darah, maka plasma darah kebanyakan kembali dari air dan

zat terlarut ini pada dasarnya adalah urin yang melalui ureter dan tersimpan dalam

kandung kemih hingga di ekskresikan dari tubuh melalui urethra.

Pada sistem urinari sering dijumpai kasus dengan klinis retensi urine maupun

miom uteri. Retensi urin adalah suatu penumpukan urine di kandung kemih dan

tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensi

urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari vesika urinari. (Kapita

Selekta Kedokteran)

Beberapa gejala dan tanda yang akan tampak pada penderita retensi urine

adalah urine yang mengalir lambat, terjadi polyuria yang semakin lama menjadi

1
parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien, distensi abdomen akibat

dilatasi kandung kemih, terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin

BAK.

Sedangkan miom uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot

uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut fibromima atau fibroid.

(Mansjoer, Arif, 2001). Mioma ini biasanya terjadi pada wanita usia 35-45 tahun,

hamil pada usia muda, genetik, zat – zat karsinogenik. Faktor pencetus dari

terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.

Pemeriksaan radiografi media kontras pada indikasi mioma uteri dan retensi

urine umumnya menggunakan teknik pemeriksaan radiografi media kontras Intra

Vena Pyelography dengan menggunakan 5 (lima) proyeksi yaitu : proyeksi Polos

Abdomen Supine, proyeksi AP 5 menit post penyuntikan media kontras, proyeksi

AP 15 menit post penyuntikan media kontras, proyeksi AP 45 menit post

penyuntikan media kontras dan proyeksi Post Mixi.

Di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak, pemeriksaan radiografi

Intra Vena Pyeloraphy pada indikasi mioma uteri dan retensi urin menggunakan 6

proyeksi yaitu proyeksi Polos Abdomen Supine, proyeksi AP 5 menit post

penyuntikan media kontras, proyeksi AP 15 menit post penyuntikan media kontras,

proyeksi AP 45 menit post penyuntikan media kontras, proyeksi Post Mixi dan satu

proyeksi tambahan yaitu proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media kontras.

Berdasarkan perbedaan pemeriksaan radiografi Intra Vena Pyelography pada

indikasi miom uteri dan retensi urin antara teori (Merril’s, 2016) dengan teknik

pemeriksaan radiografi di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak, maka

penulis tertarik untuk mengangkat sebagai laporan observasi dengan judul “Teknik

Pemeriksaan Radiografi Media Kontras Intra Vena Pyelography Dengan Klinis

2
Miom Uteri Dan Retensi Urin Di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga

Demak”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan Intra Vena Pyelography pada kasus miom uteri

dan retensi urin di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak ?

2. Mengapa pada pemeriksaan Intra Vena Pyelography pada kasus miom uteri dan

retensi urin di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak ditambah

proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media kontras ?

C. Manfaat Observasi

1. Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang pemeriksaan Intra Vena

Pyelography dengan klinis miom uteri dan retensi urin di Instalasi Radiologi

RSUD Sunan Kalijaga Demak.

2. Bagi Pembaca

Sebagai bahan wacana dan informasi tentang pemeriksaan Intra Vena

Pyelography dengan klinis miom uteri dan retensi urine.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria

Pemeriksaan radiografi pada sistem urinary merupakan pemeriksaan radiografi

dengan media kontras yang sering dilakukan di instalasi radiologi. Sistem urinari pada

manusia terdiri dari 2 (dua) ginjal, 2 (dua) ureter, 1 (satu) vesika urinaria dan 1 (satu)

uretra. Kedua ginjal dan ureter adalah organ yang terletak di bagian retroperitoneal.

Ginjal terletak di samping masing – masing columna vertebralis dan pada bagian

posterior rongga abdomen. Ginjal kanan umumnya lebih rendah atau lebih inferior

dikarenakan terdapat liver disuperior ginjal kanan. Ginjal terhubung dengan vesika

urinaria melalui ureter yang ada pada masing – masing ginjal. Material yang sudah

tidak digunakan dalam bentuk urine, disalurkan dari ginjal ke vesika urinaria melalui

ureter. Kemudian diekskresikan dari vesika urinaria ke luar tubuh melalui urethra.

(Bontrager,2001)

Gambar 1. Aspek anterior sistem urinaria. A, Struktur abdominal. B, Struktur Tulang.

4
1. Ginjal

Ginjal biasa disebut juga ren, kidney, terletak di belakang rongga

peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen,

dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian

kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri,

hal ini karena adanya tekanan dari hati (liver). Letak ginjal kanan setinggi lumball

1 sedangkan letak ginjal kiri setinggi vertebra thorakal XI dan XII. Bentuk ginjal

seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk konveks sedangkan

margo medialnya berbentuk konkav. Panjang ginjang sekitar 4,5 inchi (11,25

cm), lebarnya 3 inchi (7,5 cm) dan tebalnya 1,25 inchi (3,75 cm). Rata – rata

ginjal orang dewasa relative kecil dengan berat sekitar 150 gram. Bagian luar dari

ginjal disebut dengan substansia kortikal sedang bagian dalamnya disebut

substansia medularis dan dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan fibrosa.

Gambar 2. Aspek Midcoronal Ginjal

5
Kebanyakan radiograf abdomen dimana didalamnya termasuk urogram,

dilakukan ketika pasien ekspirasi dalam posisi supine. Kombinasi ekspirasi dan

posisi pasien supine membuat kedua ginjal terletak lebih tinggi di dalam rongga

abdomen. Selain posisi tersebut, posisi normal ginjal adalah pertengahan antara

prosesus xipoideus dan crista iliaka.

Ginjal yang berupa kapsul berlemak dapat bergerak seperti lebih superior

ataupun lebih inferior apabila ada pergerakan dari diafragma dan perubahan

posisi tubuh. Ketika seseorang menarik nafas dalam atau berdiri tegak, maka

letak ginjal normalnya pada L1 atau 5 cm. Pada pasien yang gemuk atau lebih

tua, bisa saja ginjal terletak setinggi pelvis yang mungkin bisa menyebabkan

masalah ureter yang terlilit.

Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari

glomeroluss, tubulus proksimal, lengkung Henle, tubulus distal, dan tubulus

urinarius (papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron,

selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah

murni dari aorta ke ginjal. Lubang – lubang yang terdapat pada pyramid renal

masing – masing membentuk simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang

disebut glomerulus. Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi

vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.

6
Gambar 3. Nefron Ginjal Dan Sistem Urinaria Pria Aspek lateral

Fungsi ginjal antara lain :

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat – zat toksik atau racun

b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan

c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa cairan tubuh

d. Mempertahankan keseimbangan garam – garam dan zat – zat lain dalam

tubuh

e. Mengeluarkan sisa – sisa metabolism hasil akhir dari protein, ureum,

kreatinin, dan amoniak

2. Ureter

Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 – 12

inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. ureter terdiri atas

dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah

dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menururn dari

ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari

muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan

menuju ke bawah dan belakang serta di depan dari sayap os sacral, kemudian

7
melengkung pada bagian anterior dan medialnya dan selanjutnya masuk ke

kandung kemih melalui bagian posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah

penyempitan anatomis, yaitu :

a. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis

sampai bagian ureter yang mengecil

b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengaan pembuluh darah arteri

iliaka.

c. Uretropelvico junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika

urinaria (kandung kemih)

Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih.

Gerakan peristaltic mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh

ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uteralis masuk

ke dalam kandung kemih. (Syaifuddin, 1997)

3. Vesika Urinaria

Kandung kemih merupakan muskulus membrane yang berbentuk kantong

yang merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ

ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, sekitar

bagian postero superior dari symphisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri dari

fundus (berhubungan dengan retal ampula pada laki – laki, serta uterus bagian

atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks. Dinding kandung

kemih terdiri dari lapisan peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis

(lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari

volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari vesika urinaria

adalah 350-500 ml.

8
Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara

(reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae

(kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kemih dapat membesar dan

menampung jumlah urine yang banyak. (Pearce, 1999)

Gambar 4. Vesika Urinaria Aspek Anterior

Gambar 5. Midsagital Pelvis Wanita

9
Gambar 6. Midsagital Pelvis Pria

4. Urethra

Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan

mukulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih.

Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung kemih dan

terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm)

pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostaika, pars membrane, dan pars

kavernosa. Uretra berfungsi untuk transport urin dari kandung kemih ke meatus

eksterna, uretra merupakan sebuah saliran yang berjalan dari leher kandung

kemih ke lubang air. (Pearce, 1999)

B. Patologi Sistem Urinaria

1. Infeksi Saluran Urogenital

Infeksi saluran urogenitas umumnya disebabkan oleh bakteri Escherichia

coli. Dapat pula disebabkan oleh Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus

terutama bila sedang terpasang kateter. Pada saluran urogenital ini, dapat terjadi

penyakit, seperti :

10
a. Sistitis

Sistitis adalah infeksi saluran kemih, yang lebih banyak menyerang

wanita dari pada pria, karena pada wanita muara uretra dan vagina dekat

dengan daerah anal. Sistitis atau peradangan kandung kencing ,dapat juga

akut dan juga koronik, pada sistisis akut urine keluar sedikit-sedikit tapi

sering dan disertai rasa sakit bila sudah menjalar uretritis.

Faktor resiko sistitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih

neurogenis, pemasangan kateter, keadaan-keadan obstruktif dan diabetes

mellitus. Apabila berlanjut, akan menyebakan kuman-kuman naik dari

kandung kemih ke pelvis ginjal, yang disebut dengan pielonefritis. Penderita

sistitis akan merasakan keluhan seperti disuria (nyeri saat miksi), sering

berkemih, merasa ingin berkemih terus, dan sakit di atas daerah suprapubis.

b. Pielonefritis

Pielonefritis adalah peradang jaringan ginjal dan pelvis ginjal.

Penyebab paling sering penyakit ini adalah kuman yang berasal dari kandung

kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan

ada yang menahun. Bila akut, terasa sangat sakit dengan dengan kenaikan

suhu,menggigil, dan muntah-muntah. Pengobatannya adalah dengan

memberikan makanan cairanyang tawar,dan diadakan pencatatan teliti

diataskartu balans cairan dipergunakan juga kemotrapi.

Pielonefritis menahun ada dua tipe, yaitu Pielonefritis yang disebabkan

oleh Refluks vesikouretral yang dapat menyebabkan infeksi papila senyawa

perifer dan jaringan parut di kutub ginjal. Dan Pielonefritis yang disebabkan

oleh Obstruksi saluran kemih yang menimbulkan tekanan tinggi aliran balik

11
urine, yang menyebabkan infeksi semua papila, jaringan parut ginjal

menyebar dan penipisan lapisan korteks ginjal.

2. Penyakit Glomerular

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi

di nasofaring oleh Streptococcus β-hemolitik. Lebih sering menyerang anak-

anak, dengan gejala yaitu edema akut, oiguria, proteinuria, urine berwarna,

dan biasa disertai dengan hipertensi. Penyakit ini merupaka penyakit

autoimun karena terbentuk antibodi yang merusak membran basal

gromerulus tubuh itu sendiri. Penyakit ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

3. Sindrom Nefrotik (nefrosis)

Nefrosis dapat menyebabkan glomerulonefritis, gejala yang dominan

adalah albuminaria (>3,5 gram/hari). Hilangnya protein akibat meningkatnya

permeabilitas membran basal glomerulus. Akibatnya terjadi hipoalbuminemia

yang menyebabkan edema generalisata.

4. Obstruksi Saluran Kemih

Obstruksi saluran kemih disebabkan oleh hipertrofi prostat, batu ginjal

dan tumor ginjal. Gangguan obstruktif dapat menyebabkan disfungsi ginjal berat

yang meliputi hemoragi dan gagal ginjal, bila tidak diatasi.

5. Hipertrofi Prostat

Penyebabnya diduga ketidakseimbangan hormon kelamin pria dan

wanita, yang terjadinya dengan meningkatnya usia. Biasanya testosteron adalah

androgen utama dalam darah dan membentuk dua metabolit, yaitu:

dihidrotestosteron dan β-estradiol. Estradiol adalah steroid yang memiliki sifat-

sifat estrogenik. Ia biasanya bekerja sama dengan androgen, namun dapat bekerja

12
independen dengan menimbulkan efek berlawanan dengan androgen. Testosteron

serta metabolitnya bekerja sama menghasilkan hiperplasia prostat. Pada pria dia

atas 60 tahun, testosteron plasma menurun, namun hipertrofi prostat sudah dapat

timbul 10-20 tahun sebelum adanya penurunan kadar plasma .

6. Batu Ginjal

Di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti

batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di

dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung

kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,

nefrolitiasis). Batu dalam kandung kemih terbentuk dan berasal dari ginjal,masuk

kedalam kandung kemih,batu tertekan pada trigonum yang peka itu,maka akan

menyebabkan sangat sakit. Biasanya terdapat sedikit hematuri,dan infeksi yang

sering menyertai.

a. Gejala

Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala.Batu di

dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.Batu

yang menyumbat ureter,pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa

menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).

Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di

daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,

daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.Gejala lainnya adalah mual dan

muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air

kemih.

13
Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu

melewati ureter.Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu

menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang

terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika

penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran

di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan

ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.

b. Diagnosa

Yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara tidak

sengaja pada pemeriksaan analisis air kemih rutin (urinalisis). Batu yang

menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis,

disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri

di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas. Analisa air kemih

mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau kristal batu yang

kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri

menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti.

Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis

adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk

menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa

menyebabkan terjadinya batu. Rontgen perut bisa menunjukkan adanya batu

kalsium dan batu struvit.Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan

adalah urografi intravena dan urografi retrograd.

14
7. Batu kalsium

Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria,

dimana kadar kalsium di dalam air kemih sangat tinggi. Obat diuretik thiazid

(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan batu yang baru.

a. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).

b. Diet rendah kalsium dan mengonsumsi natrium selulosa fosfat.

Untuk meningkatkan kadarsitrat (zat penghambat pembentukan batu

kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat. Kadar oksalatyang tinggi

dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat

dari mengonsumsi makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-

kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut

dikurangi. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti

hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis

atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-

penyakit tersebut.

8. Batu asam urat

Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena

makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadarasam urat di dalam air

kemih. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan

allopurinol.Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena

itu untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan

kalium sitrat.Dan sangat dianjurkan untuk banyak minum air putih.

9. Mioma Uteri

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan

15
istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007). Mioma Uteri

adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas. (Price&Wilson, 2006). Mioma

Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal dari

otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,

leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak

yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,terutama wanita usai

produktif.

Walaupun tidak sering, disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan

mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur, dan

malpresentasi (Crum, 2003). Merupakan jenis tumor uterus yang paling sering.

Dapat bersifat tunggal atau ganda, dan dapat mencapai ukuran besar. Perubahan

ke arah malignasi adalah jarang dan presentasi mioma tidak meningkatkan

kecendeungan terjadinya kanker cerviks atau endometrium. Konsistensi keras,

dengan batas kapsul yang jelas, sehingga dapat dilepaskan dari sekitarnya.

Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua

tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri ( 97

% ), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.

Mioma Uteri merupakan suatu tumor jinak lapisan miometrium rahim, dengan

sifat :

a. Konsistensi padat kenyal

b. Berbatas jelas dan memiliki pseudokapsul

c. Bisa soliter atau multipel dengan ukuran mulai dari mikroskopis sampai > 50

kg

16
1) Klasifikasi

Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana

mereka tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut :

a) Mioma intramural atau Interstitial

Merupakan mioma yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar

tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah,

yaitu miometrium.

b) Mioma subserosa atau Subperitonial

Merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang

paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis

mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Apabila

terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam

rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid Ditemukan

kedua terbanyak.

c) Mioma submukosa

Merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus paling dalam

sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau

berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian

dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt

(Chelmow, 2005)

d) Mioma Intraligamenter

e) Mioma Servik

f) Mioma Bertangkai (pedunculated)

g) Mioma Parasitik (wandering)

17
2) Etiologi

Etiologi mioma uteri belum dapat dijelaskan secara lengkap. Diduga

setiap tumor berasal dari ”original single muscle cell”; setiap mioma uteri

adalah monoklonal dan semua berasal dari satu progenitor miosit. Disebutkan

juga tumor tersebut berasal dari ” totipotential primitive cells” atau

”immature muscle cell nest” dalam miometrium, yang berproliferasi akibat

rangsangan terus menerus oleh hormon estrogen, sehingga terbentuk tumor

yang terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat fibrus dan banyak pembuluh

darah.

Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun hasil

penelitian Miller dan Lipschulz yang mengutarakan bahwa terjadinya mioma

uteri tergantung pada sel-sel imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang

selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen. Namun demikian,

beberapa factor yang dapat menjadi factor pendukung terjadinya mioma

adalah : wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda, genetic, zat-zat

karsinogenik, sedangkan yang menjadi factor pencetus dari terjadinya

myoma uteri adalah adanya sel yang imatur dan terjadi pada

grandemultipara.Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:

a) Usia penderita : Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia

reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun

(Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke

(sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma

uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).

18
b) Hormon endogen (Endogenous Hormonal) : Konsentrasi estrogen pada

jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan miometrium normal.

(Djuwantono, 2005)

c) Riwayat Keluarga : Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama

dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk

menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan

penderita mioma uteri. (Parker, 2007)

d) Indeks Massa Tubuh (IMT) : Obesitas juga berperan dalam terjadinya

mioma uteri. (Parker, 2007)

e) Makanan : Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red

meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun

sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri (Parker, 2007).

f) Kehamilan : Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena

tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya

vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri

(Manuaba, 2003).

g) Paritas : Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara

dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi

melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva, 1992).

3) Patofisiologi

Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi

hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma

sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus

(corporeal) tapi dapat juga terjadi pada servik. Tumor subcutan dapat

tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan

19
perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat

menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan

rongga uterus.

Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang menjadi

bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat

menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang

bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang

mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii.

Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan

hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir

sulit.

4) Tanda dan gejala

Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma,

besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang

mungkin timbul diantaranya:

a) Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan

metroragia. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:

i. Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma

endometrium karena pengaruh ovarium

ii. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya

iii. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

iv. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya

mioma di antara serabut miometrium

20
b) Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah

pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.

Nyeri terutama saat menstruasi

c) Pembesaran perut bagian bawah

d) Uterus membesar merata

e) Infertilitas

f) Perdarahan setelah bersenggama

g) Dismenore

h) Abortus berulang

i) Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri

panggul. (Chelmow, 2005)

5) Komplikasi

a) Pertumbuhan leimiosarkoma : Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila

selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong

menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause

b) Torsi (putaran tangkai ) : Ada kalanya tangkai pada mioma uteri

subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak,

tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis

jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.

c) Nekrosis dan Infeksi : Pada myoma subserosum yang menjadi polip,

ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan

dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi

dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

21
10. Retensi urin

Retensi urin adalah suatu keadaan penumpukan urine di dalam kandung

kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara

sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari

vesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran)

Retensi urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat

terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknes 1995) retensio urine

adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan

atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth)

Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih

dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK

UNIBRAW)

a. Etiologi

1) Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis

Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun

seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis,

kelainan medulla spinalis, misalnya miningkel, tabes dorsalis, atau

spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

2) Vesikal berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, atoni

pada pasien DM atau penyakit neurologist, divetikel yang besar

3) Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil

dan tumor

4) Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan

patologi uretra, trauma, disfungsi neurogik kandung kemih

22
5) Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik

(atropine), preparat antidepressant antipsikotik, preparat antihistamik,

preparat penyekat, dan preparat antihipertensi.

b. Patofisiologi

Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli – buli penuh

disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubuik dan hasrat ingin miksi

yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi,

faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra,

trauma dan sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal

berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusakan

simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi

koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau

menurunnya reaksi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot

detrusor karena lama tergang, intrabesikal berupa hipertrofi prostate, tumor

atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi

urethra sehingga urine sisa mengikat dan terjadi dilatasi bladder kemudian

distensi abdomen.

Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan

darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebababkan produksi

urine menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi

uretra,trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot

perut,peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.

Dari semua faktor di atas menyebabkan urine mngalir lambat kemudian

terjadi polyuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.

23
Selanjutnya terjadi distensi vesika urinaria dan distensi abdomen sehingga

memerlukan tindakan, salah satunya berupa katerisasi urethra.

c. Tanda dan gejala

1) Diawali dengan urine mengalir lambat

2) Terjadi poliurinari yang makin lama menjadi parah karena pengosongan

kandung kemih tidak efisien

3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih

4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK

5) Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.

C. Indikasi Patologi dan Kontra Indikasi

1. Indikasi pemeriksaan menurut Bontrager,2001 yaitu sebagai berikut :

a. Benigna Prostatica Hyperplasia (pembesaran prostat jinak), adalah suatu

tumor prostate yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau obstruksi

urethra.

b. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih

c. Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis yang

disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah)

d. Ren calculi (batu pada gijal), aalah kalkulus yang terdapat pada ginjal atau

pada parenchim ginjal.

e. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan sistem kalises dari ginjal

yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis atau usreter

f. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya tekanan darah

pada ginjal melalui renal arteri.

24
g. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal yang

disebabkan oleh batu, thrombosis atau trauma.

h. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu suatu penyakit

ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista yang tidfak teratur pada satu

atau dua ginjal

i. Cystisis, yaitu peradangan pada vesika uri

2. Kontra indikasi pemeriksaan Intra Vena Pyelography (Bontrager,2001)

a. Hipersensitif terhadap media kontras

b. Gangguan pada hepar

c. Kegagalan jantung

d. Anemia

e. Gagal ginjal akut maupun kronik

f. Diabetes, khususnya diabetes mellitus

g. Anuria

D. Persiapan Pemeriksaan Intra Vena Pyelography

Pemeriksaan Intra Vena Pyelography merupakan salah satu pemeriksaan

radiografi yang menggunakan media kontras positif untuk menampakan suatu organ

supaya lebih jelas dengan gambaran opaque. Beberapa tujuan pemeriksaan Intra Vena

Pyelography adalah sebagai berikut :

1) Pemeriksaan IVP membantu dokter mengetahui adanya kelainan pada sistem

urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.

2) Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah

(hematuri) dan sakit pada daerah punggung.

25
3) Dengan IVP dokter dapat mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary

dari :

a. Batu ginjal

b. Pembesaran prostat

c. Tumor pada ginjal, ureter dan blass.

1. Persiapan media kontras

Dua jenis media kontras iodinate (mengandung iodium) yang

digunakan dalam pemeriksaan BNO-IVP adalah ionik dan non ionik.

a) Bahan kontras ionik organik

Ion-ion penyusun media kontras terdiri dari kation (ion bermuatan

positif) dan anion (ion bermuatan negatif). Kation terikat pada asam radikal

(-COO-) rantai C1 cincin benzena. Kation juga memberikan karakteristik

media kontras, dimana setiap jenis memberikan karakteristik yang berbeda

satu sama lain. Kation bersifat seperti garam, seperti sodium ataupun

meglumin, atau kombinasi keduanya. Sifat garam meningkatkan daya larut

kontras media ionik.

Ada beberapa macam kation yang digunakan dalam media kontras.

Tingkat osmolalitas yang tinggi dan reaksi yang lebih besar pada media

kontras ionik. Pada saat di suntikkan, kation mengalami disosiasi dari

molekus asli ataupun anion, osmolalitas dan reaksi yang tinggi pada media

kontras ionik menimbulkan dua molekul dalam darah yang dapat

menyebabkan vein spasm,sakit di area yang di suntik dan retensi larutan.

b) Bahan kontras non ionik organik

Susunan kimia media kontras non-ionik yang sudah tidak dijumpai

lagi adanya ikatan ion antar atom penyusun molekul. Kalau dalam media

26
kontras ionik terdapat dua partikel penyususn molekul (kation dan anion)

maka dalam bahan kontras non-ionik hanya ada satu partikel penyusun

molekul sehingga memiliki karakteristik tersendiri.

Tingkat osmolalitas rendah dan sedikit reaksi tidak meningkatkan osmolalitas

pada plasma darah. Tubuh bisa mentolerir media kontras non ionik dengan

lebih baik. Reaksi yang ditimbulkan dari penggunaan media kontras nonionic

pada pasien lebih sedikit.

Contoh media kontras non ionik adalah iopamidol, iohexol, iopamiro dan lain

– lain.

Gambar 6. Beberapa Merk Dagang Media Kontras Iodine

c) Penggunaan Media Kontras

Kontras media(+):

- Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana

jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat

badan. (contoh : iopamiro, ultravist,omnipaque)

- Urografin 20cc/lopamiro

Media kontras disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti

dengan pasien dalam posisi supine.

Volume media kontras sebagai berikut:

27
1) Media kontras yang digunakan adalah yang berbaham iodium, dimana

jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 1-2 cc/kg berat

badan.

2) Untuk anak-anak kira-kira 2 ml/kg berat badan.

3) Bila ada dugaan kegagalan ginjal, dosis Bila ada dugaan kegagalan ginjal,

dosis 4 ml/ kg berat badan.

d) Jenis penyuntikan Media Kontras

Penyuntika media kontras pada pemeriksaan BNO-IVP dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Secara Bolus

Yaitu penyuntikan yang dilakukan dengan manual dengan menggunakan

spuit. Kecepatan dari mendorong spuit pada saat penyuntikan dapat

dikontrol melalui :

1) Besarnya jarum suntik

2) Jumlah bahan kontras yang disuntikkan

3) Kekentalan bahan kontras

4) Kestabilan dari vena

5) Kekuatan seseorang untuk mendorong spuit

b. Secara Drip Infuse

Metode drip infuse dilakukan pada penggunaan media kontras

yang jumlahnya banyak dan waktu pemasukannya cukup lama.

Pemasukan media kontras biasanya dilakukan melalui drip infuse yang

telah terpasang dengan kateter yang telah terpasang pada pembuluh

darah vena. Kecepatan dari aliran media kontras melalui jarum yang

28
telah dipasang dan dihubungkan dengan kateter/slang infuse dapat diatur

dengan klem yang terletak di bawah flakon infuse

c. Tempat Penyuntikan Media Kontras

Secara umum penyuntikan pada vena dapat dilakukan pada vena

cubiti, karena venanya besar dan mudah diraba. Selain itu dapat

dilakukan pada vena medial kubiti, vena cepalik, vena basilaris, vena

radialis, dan vena basilik

Gambar 7. Pembuluh Darah Vena Untuk Venipuncture

2. Efek samping penggunaan media kontras

Penyuntikan media kontras dapat menimbulkan reaksi pada tubuh

pasien. Berikut reaksi – reaksi yang dapat timbul akibat penyuntikan media

kontras.

a. Reaksi ringan (Mild)

Jeenis reaksi ringan yang ditimbulkan bahan kontras antara lain

mual, muntah, dan utnuk itu selalu dipersiapkan nierbekken (bengkok) dan

juga handuk yang dibasahi untuk kompres pasien dika pasien merasa mual.

29
Dalam keadaan pasien yang merasa akan muntah maka jangan

diposisikan dalam keadaan terlentang, tapi diusahakan dalam posisi miring

ataupun duduk. Selain reaksi mual dan muntah, maka jenis reaksi ringan

yang lain adalah terasa gataldisertai bintik merah (hives) dan kadang –

kadang bisa terjadi bersin. Bentuk lain dari reaksi ringan ini bisa

disebabkan adanya rasa takur terhadap suntikan (response to fear)

b. Reaksi Sedang (Moderate)

Jenis reaksi sedang antara lain timbul kemerahan yang telah

melampaui batas ataupun muntah yang jumlahnya melebihi keadaan biasa

walaupun yang dimuntahkan berupa cairan, dan bisa juga timbul bintik –

bintik kemerahan yang besar dan gatal. Bintik kemerahan ini biasanya

terlihat pada lengan atas dekat ketiak, pada daerah pangkal paha, dan juga

di belakang daun telinga.

Pasien yang mengalami reaksi sedang diberika pertolongan

sederhana dengan diberikan suntikan anti histamine untuk menetralisir

bahan kontras tersebut.

c. Reaksi Berat (Severe)

Reaksi berat biasanya ditandai dengan menurunnya tekanan darah,

berhentinya detak jantung dan juga pernafasan (cardiac or respiratory

arrest), kesadaran akan hilang, timbul kebiru – biruan, susah bernafas,

sesak. Keterlambatan menolong pasien dalam reaksi kontra yang berat ini

akan menimbulkan kematian. Pemunculan dari reaksi bahan kontras ini

sifatnya bisa segera dan bisa juga timbul belakangan. Untuk mengetahui

timbulnya reaksi dari bahan kontras maka sejak penyuntikan pasien jangan

30
ditinggalkan sendirian dan selalu tanyakan apakah ada reaksi yang

dirasakan akibat dari penyuntikan bahan kontras tersebut.

Jenis reaksi ini sifatnya segera mendapatkan pertolongan baik

dengan pemberian obat – obatan ataupun alat bantu laiinya. Sebagai

penanggulangan maka pada bagian instalasi radiologi harus tersedia suatu

trolly (emergency respons cart) dan dilengkapi antara lain jarum suntik dan

berbagai jenis obat – obatan emergency, peralatan untuk pemulihan jantung,

oksigen portable, penyedot, alat pengukur tekanan darah, alat monitor, dan

obat anti histamine seperti deladryl, avil, kalmetason dan lain – lain.

Untuk mencegah terjadinya berbagai reaksi yang mungkin

ditimbulkan maka perlu dilakukan test sensitifitas dengan memasukan

media kontras ke tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media

kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut :

1) Skin Test

Memasukan media kontras beberapa cc di bawah kulit secara

intrakutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika timbul benjolan

merah berarti sensitive. Untuk pasien ruangan dilakukan dengan cara

mengoleskan yodium di permukaan kulit, ditutup kassa dan diplaster.

2) Test Langsung

Memasukkan media kontras 2 cc melalui intravena. Pada pasien yang

tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau

minor. Reaksi minor seperti mual, gata, mata merah dan sesak nafas.

Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala – gejala seperti kolaps

pembuluh darah tepi, kejang dan denyut jantung berhenti.

31
3. Persiapan Pasien

a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan

BNO-IVP dilakukan.

b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang

berserat.

c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1

gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus

puasa.

d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara

guna meminimalisir udara dalam usus.

e. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan,

dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk

mengosongkan blass.

f. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur

yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.

4. Persiapan alat dan bahan

a. Pesawat sinar-X siap pakai

b. Kaset 24 x 30 cm dan 30 x 40 cm

c. Marker R/L dan marker waktu

d. Peralatan Steril

 Wings needle No. 21 G (1 buah)

 Spuit 20 cc (2 buah)

 Kapas alcohol atau wipes

e. Peralatan Un-Steril

 Plester

32
 Marker R/L dan marker waktu

 Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)Obat-obatan emergency

(antisipasi alergi media kontras)

 Baju pasien

 Tourniquet

5. Prosedur Venipuncture

a. Langkah 1 : mencuci tangan dan menggunakan handscoen

Gambar 8. Langkah 1 : menggunakan handscoen

b. Langkah 2 :

1) Memilih vena tempat penyuntikan dan memasang tourniquet 3-4 inchi

superior tempat penyuntikan dilakukan

2) Ganjal tangan tempat dilakukan penyuntikan

3) Kencangkan tourniquet untuk dilatasi vena

33
Gambar 9. Memasang tourniquet

c. Langkah 3 : Pastikan kembali tempat penyuntikan dan dibersihkan

Gambar 10. Memberaihkan Tempat Penyuntikan

d. Langkah 4 :

1) Lakukan penyuntikan dengan wingneedle

2) Penyuntikan dilakukan dengan menyuntikkan jarum ke vena dengan

sudut 20-25 derajat

34
Gambar 11. Penyuntikan

e. Langkah 5 : Fiksasi dengan wingneedle dan pastikan penyuntikan benar

Gambar 12. Fiksasi dengan wingneedle

f. Langkah 6 :

1) Persiapan unutk injeksi

2) Lepaskan tourniquet

35
Gambar 13. Melepas Torniquet Dan Persiapan Injeksi

3) Pastikan media kontras dimasukkan dengan tekanan yang stabil dan

tidak terlalu cepat

4) Petugas mencatat waktu mulainya pemasukan media kontras

5) Pastikan tidak ada ekstravasasi saat pemasukan media kontras

g. Langkah 7 :

1) Mencabut wingneedle

2) Tekan daerah tempat penyuntikan dilakukan dengan kapan betadine

hingga pendarahan selesai

Gambar 14. Mencabut Wingneedle

36
E. Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelography

1. Proyeksi AP Abdomen Polos (Scout Film)

a. Tujuan :

1) Untuk melihat persiapan pasien

2) Untuk mengetahui ketepatan posisi

3) Untuk mengetahui faktor eksposi yang digunakan sudah cukup atau

belum

4) Untuk mengetahui organ – organ yang ada dalam abdomen

b. Faktor teknik :

1) Menggunakan kaset 30 x 40 cm

2) Menggunakan grid bergerak atau diam

c. Proteksi radiasi

1) Menggunakan gonad shield baik pada laki – laki ataupun wanita asala

tidak menutupi organ yang akan dilihat

2) Usahakan luas lapangan penyinaran sebesar objek yang akan diproyeksi

d. Posisi pasien :

a) Pasien berbaring/supine diatas meja pemeriksaan

b) Tempatkan kedua tangan di samping tubuh dan agak menjauhi tubuh

c) Ganjal kedua lutut unutk mengurangi ketegangan dan pergerakan

e. Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Usahakan agar sympisis pubis tidak terpotong

c) Tidak ada rotasi pada pelvis dan anggota lainnya

f. Arah sinar : vertical tegak lurus kaset

g. Central Point : Pada MSP setinggi Vertebra L3

37
h. FFD : 100 cm

i. Eksposi : Ekspirasi dan tahan nafasp

j. Kriteria radiograf :

1) Tampak rongga dan organ abdomen secara keseluruhan

2) Tidak ada rotasi tubuh sehingga posisi AP true lateral

3) Simetris kanan dan kiri

4) Gambaran vertebrae berada pada pertengahan radiograf

5) Tampak jaringan fat line

6) Vertebrae Thoracal 12 tampak

7) Simpisis pubis masuk dalam lapangan penyinaran

Gambar 15. Proyeksi AP Abdomen Polos

Gambar 16. Hasil Radiograf Proyeksi AP Abdomen Polos

38
2. Proyeksi AP 5 Menit Post Penyuntikan Media Kontras

1) Tujuan :

a) untuk melihat fungsi ginjal

b) untuk melihat pengisian media kontras pada pelviokalises

2) Faktor eksposi :

a) Menggunakan kaset ukuran 24 x 30 cm melintang

b) Menggunakan grid diam atau bergerak

3) Proteksi radiasi :

a) Menggunakan gonad shield baik pada laki – laki ataupun wanita asala

tidak menutupi organ yang akan dilihat

b) Usahakan luas lapangan penyinaran sebesar objek yang akan diproyeksi

4) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

5) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

6) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

7) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi antara procesus xypoideus

dengan crista iliaka

8) FFD : 100 cm

9) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

10) Kriteria radiograf :

39
a) Tampak parenchim ginjal, kalik, mayor dan renal pelvis

Gambar 17. Hasil Radiograf Proyeksi AP 5 Menit Post Penyuntikan Kontras

3. Proyeksi AP 15 menit Post Penyuntukan Media Kontras

1) Tujuan :

a) untuk melihatpengisian media kontras di ureter

2) Faktor eksposi :

a) Menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm membujur

b) Menggunakan grid diam atau bergerak

3) Proteksi radiasi :

a) Menggunakan gonad shield baik pada laki – laki ataupun wanita asala

tidak menutupi organ yang akan dilihat

b) Usahakan luas lapangan penyinaran sebesar objek yang akan diproyeksi

4) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

40
5) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

6) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

7) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

8) FFD : 100 cm

9) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

10) Kriteria radiograf :

a) Tampak media kontras di dalam ureter, sebagian sudah mencapai di

kandung kemih.

b) Gambaran vertebrae di pertengahan radiograf dan simetris kanan dan kiri

Gambar 18. Proyeksi AP 15 menit Post Penyuntukan Kontras

41
4. Proyeksi AP 30 menit Post Penyuntikan Media Kontras

1) Tujuan :

a) untuk melihat kandung kemih yang terisi oleh media kontras

2) Faktor eksposi :

a) Menggunakan kaset ukuran 30x40 cm melintang

b) Menggunakan grid diam atau bergerak

3) Proteksi radiasi :

a) Usahakan luas lapangan penyinaran sebesar objek yang akan diproyeksi

4) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

5) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

6) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

7) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

8) FFD : 100 cm

9) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

10) Kriteria radiograf :

a) Tampak kandung kemih terisi penuh oleh media kontras

42
Gambar 19. Hasil Radiograf AP 30 Menit Post Penyuntikan Kontras

5. Proyeksi Post Void

1) Tujuan :

a) Untuk melihat residu urine di kandung kemih (keadaan vesika urinaria)

b) Melihat adanya ren mobile (terlihat pada proyeksi AP erect) serta

pembesaran dari prostate

c) Dilakukan setelah pasien buang air kecil

2) Faktor eksposi :

a) Menggunakan kaset ukuran 24 x 30 cm melintang

b) Menggunakan grid diam atau bergerak

3) Proteksi radiasi :

a) Usahakan luas lapangan penyinaran sebesar objek yang akan diproyeksi

4) Posisi pasien :

a) Pasien berdiri di depan buckystand dengan bagian posterior tubuh

menempel pada kaset/grid

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

43
5) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Daerah pelvis tepat di atas kaset

6) Arah sinae (CR) : Tegak lurus terhadap objek dan disudutkan 10-15

caudal

7) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

8) FFD : 100 cm

9) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

10) Kriteria radiograf :

a) Tampak gambaran dari vesika urinaria

Gambar 20. Proyeksi AP Post Void

6. Proyeksi RPO dan LAO

1) Posisi Pasien

Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan rotasi MSP tubuh terhadap

kaset 30 derajat ke arah kanan atau kiri.

44
2) Posiis Objek

a) Rotasikan tubuh 30 derajat posterior oblique untuk miring ke

kanan atau kiri.

b) Fleksikan knee untuk fiksasi bagian tubuh bawah

c) Mengangkat lengan ke arah kanan jika RPO dan kiri jika LPO dan

meletakkan di depan dada.

d) Columna vertebra berada pada tengah meja pemeriksaan

3) Arah Sinar (CR) : vertical tegak lurus kaset

4) Titik Bidik (CP) : pada vertebra columna dan setinggi crista

iliaka

5) FFD : 100 cm

6) Kaset : 30 x 40 cm

7) Eksposi : Ekspirasi dan tahan nafas

8) Faktor Eksposi :

9) Kriteria Radiograf :

a) Ginjal yang dekat dengan kaset tampak dan pararlel dengan kaset

b) Ureter tampak lebih jauh dari vertebra

Gambar 21. Proyeksi RPO/LPO Post Injeksi

45
Gambar 22. Hasil Radiograf RPO Post Injeksi Kontras

7. Proyeksi AP Ureteric Compression

1) Posisi Pasien

Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan diberi alat kompresi

2) Posiis Objek

a) MSP tubuh pada pertengahan kaset

b) Fleksikan knee untuk fiksasi bagian tubuh bawah

c) Meletakkan tanga disamping tubuh.

d) Letakkan pedal alat kompresi pada pertengahan SIAS untuk

kompresi pelvis brim

3) Arah Sinar (CR) : vertical tegak lurus kaset

4) Titik Bidik (CP) : MSP tubuh antara xipoideus dan crista iliaka

5) FFD : 100 cm

6) Kaset : 30 x 40 cm

46
7) Eksposi : Ekspirasi dan tahan nafas

8) Faktor Eksposi : 70-75 kVp

9) Kriteria Radiograf :

c) Tida ada rotasi ditandai dengan sayap crita iliaka dengan vertebra

d) Tampak sistem uriraria

Gambar 23. Proyeksi AP denga Kompresi

Gambar 24. Hasil Radiograf Proyeksi AP denga Kompresi

47
BAB III

PROFIL DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Profil Kasus

1. Identitas Pasien

Untuk referensi penunjang dalam melakukan pemeriksaan, penulis

menyajikan identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini yang diperoleh dari lembar

permintaan proyeksi rontgen yang telah didaftarkan sebelumnya. Adapun identitas

pasien tersebut antara lain :

a. Nama pasien : Ny. I

b. Umur : 44 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Alamat : Pilangrejo 01/01

e. No. RM : 191387

f. Tanggal pemeriksaaan : 11 Agustus 2018

g. Tempat pemeriksaan : Ruang Periksa I

h. Permintaan proyeksi : BNO - IVP

i. Dokter pengirim : dr. Noviyanti, Sp. B

j. Ruangan :Poli Bedah

k. Ureum : 17 mg/dl

l. Kreatinin : 0,8 mg/dl

m. Diagnosa / klinis : miom uteri dan retensio urin

2. Riwayat Pasien

Pada tanggal 11 Agustus 2018 Ny. I datang ke Instalasi Radiologi RSUD

Sunan Kalijaga Demak dengan klinis miom uteri dan retensio urine. Dokter

pengirim meminta pasien untuk melakukan proyeksi Intra Venous Pyelography di

48
Instalasi Radiologi dengan membawa surat permintaan pemeriksaan radiologi dari

dokter pengirim.

B. Teknik Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 Agustus 2018, dengan hasil

sebagai berikut :

 Kadar Ureum : 17 mg/dl

 Kadar Kretainin : 0.8 mg/dl

Dengan hasil laboratorium di atas, maka kadar Ureum dan Kreatinin

normal dan pasien memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan kontra IVP.

2. Persiapan Pasien

Persiapan yang dilakukan untuk pemeriksaan IVP adalah sebagai berikut :

a. Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan rendah serat

misalnya seperti bubur kecap

b. Makan terakhir pukul 06.00 WIB

c. Pada pukul 08.00 pasien minum Dulcolax tablet sebanyak 6 tablet dengan

rentang waktu 5 menit.

d. Pukul 15.00 pasien memasuka Dulcolax supositoria ke dalam anus.

e. Pukul 17.45 sore, pasien dating ke Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga

Demak untuk dilakukan pemeriksaan IVP

3. Persiapan Alat dan Bahan

a. Pesawat sinar-X siap pakai

b. Kaset 24 x 30 cm dan 30 x 40 cm

c. Marker R/L dan marker waktu

d. Peralatan Steril

49
 Wings needle No. 21 G (1 buah)

 Spuit 20 cc (2 buah)

 Kapas alcohol atau wipes

e. Peralatan Un-Steril

 Plester

 Marker R/L dan marker waktu

 Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)Obat-obatan emergency

(antisipasi alergi media kontras)

 Baju pasien

 Tournique

4. Persiapan pemeriksaan

Pasien ganti baju dengan baju pemeriksaan yang telah disediakan di

kamar ganti. Melepas benda – benda yang dapat mengganggu gambar

radiograf. Pasien diberi penjelasan oleh petugas mengenai procedure

pemeriksaan dan lamanya waktu pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan dimulai,

keluarga pasien diminta untuk menandatangani inform concent terlebih

dahulu.

5. Penyuntikan Media Kontras

Setelah melakukanproyeksi BNO Polos untuk mengevaluasi persiapan

pasien, faktor eksposi dan ketepatan objek, lalu dilakukan skin test dan

pemasukan media kontras.Media kontras yang digunakan untuk pemeriksaan

Intra Venous Pyelography di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga

Demak adalah Iopamiro 50 cc. Pada pemeriksaan BNO-IVP di RSUD Sunan

Kalijaga Demak, pemasukan media kontras dilakukan secara bolus dan

50
disuntikan melalui selang infus dengan sebelumnya mematikan tetesan cairan

infus.

6. Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Proyeksi Polos Abdomen (Scout Film)

1) Posisi pasien :

a) Pasien berbaring/supine diatas meja pemeriksaan

b) Tempatkan kedua tangan di samping tubuh dan agak menjauhi

tubuh

c) Ganjal kedua lutut unutk mengurangi ketegangan dan pergerakan

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja

pemeriksaan

b) Usahakan agar sympisis pubis tidak terpotong

c) Tidak ada rotasi pada pelvis dan anggota lainnya

3) Arah sinar : vertical tegak lurus kaset

4) Central Point : Pada MSP setinggi Vertebra L3

5) FFD : 100 cm

6) Eksposi : Ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,16

51
Gambar 25. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP Abdomen Polos

b. Proyeksi AP 5 menit Post Penyuntikan Media Kontras

1) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja

pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

3) Arah sinar (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

52
4) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi antara procesus

xypoideus dengan crista iliaka

5) FFD : 100 cm

6) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,160

Gambar 26. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 5 Menit Post Injeksi

c. Proyeksi AP 15 menit Post Penyuntuikan Media Kontras

1) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

3) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

4) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

53
5) FFD : 100 cm

6) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,160

Gambar 27. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 15 Post Injeksi

d. Proyeksi PA 15 menit Post Penyuntikan Media Kontras

Untuk melihat pengisian media kontras pada sepertiga distal uereter dan pada

kandung kemih, karena letk anatomis dari sepertiga distal ureter dan kandung kemmih

lebih ke arah aterior

1) Posisi pasien :

a) Pasien tidur dengan posisi prone di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

54
3) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

4) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

5) FFD : 100 cm

6) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,160

Gambar 28. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi PA 15 menit Post Injeksi

e. Proyeksi AP 45 menit Post Penyuntikan Media Kontras

1) Posisi pasien :

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

c) Ganjal kedua lutut untuk mengurangi ketegangan dan pergerakan

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah crista iliaka

3) Arah sinae (CR) : vertical tegak lurus terhadap kaset

4) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

55
5) FFD : 100 cm

6) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,160

Gambar 29. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 45 menit Post Injeksi

f. Proyeksi Post Mixi

1) Posisi pasien :

a) Pasien berdiri di depan buckystand dengan bagian posterior tubuh menempel

pada kaset/grid

b) Tempatkan tangan pada samping tubuh pasien

2) Posisi objek :

a) MSP tubuh ditempatkan pada pertengahan kaset/meja pemeriksaan

b) Pelvis dan anggota gerak lainnya tidak mengalami rotasi

c) Daerah pelvis tepat di atas kaset

3) Arah sinae (CR) : Tegak lurus terhadap objek dan disudutkan 10-15 caudal

4) Titik bidik (CP) : Pada MSP tubuh setinggi Lumbal 3

5) FFD : 100 cm

56
6) Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas

7) Faktor Eksposi : kVp : 60, mA : 200, s : 0,160

Gambar 30. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP Erect Post Mixi

C. Hasil Baca Dokter

Dari hasil pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada paien Ny. I didapat

hasil bacaan dokter sebagai berikut :

1. Proyeksi polos : Pre peritoneal fat line dan kontur ginjal dan psoas baik, tak

tampak batu opak pada abdomen dan pelvis.

2. Ginjal kanan : bentuk, letak dan axis baik, fungsi ekskresi baik, pengisian

pcs tampak pada menit ke-5, pcs melebar, kaliks mayor melebar, kaliks minor

bentuk flattening, tak tampak filling defect

3. Ginjal kiri : bentuk, letak dan axis baik, fungsi ekskresi baik, pengisian

pcs tampak pada menit ke-5, pcs melebar, kaliks mayor melebar, kaliks minor

bentuk blunting, tak tampak filling defect

4. Ureter kanan kiri : melebar sampai setinggi corpus v.l 5, tampak kinking

setinggi corpus v.l 3, tak tampak filling defect, indentasi dan additional

shadow

57
5. Vesica urinaria : dinding regular, tak tampak filling defect, additional

shadow maupun indentasi post miksi tak tampak refluks ke ureter.

6. Post miksi : masih tampak sedikit sisa kontras pada pcs kanan kiri dan

vesika urinaria

7. Kesan :

a. Hidronefrosis kanan grade 2 dan hidroureter kanan sampai setinggi corpus

v.l 5

b. Hidronefrosis kiri grade 1 dan hidroureter kiri sampai setinggi corpus v.l 5

c. Tak tampak batu pada tractus urinarius

d. Fungsi ekskresi kedua ginjal baik

e. Fungsi pengosongan vesika urinaria baik

D. Pembahasan

Pemeriksaan Intra venous Pyelography adalah pemeriksaan secara radiologi

dari saluran perkemihan dengan memasukkan media kontras positif ke dalam

pembuluh darah vena untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan pada traktus

urinarius. Pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada kasus miom uteri dan retensio

urin di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak dilakukan dengan proyeksi

AP Proyeksi Polos Abdomen, proyeksi AP 5 menit Post Penyuntikan Kontras,

proyeksi AP 15 menit Post Penyuntikan Kontras, proyeksi PA 15 menit Post

Penyuntikan Kontras, proyeksi AP 45 menit Post Penyuntikan media kontras dan

proyeksi Post Mixi.

Maksud dan tujuan pemeriksaan proyeksi PA 15 menit Post penyuntikan

media kontras adalah untuk melihat pengisian media kontras pada sepertiga distal

ureter dan kandung kemih, karena secara otomatis letak dari sepertiga distal ureter

58
dan kandung kemih lebih ke arah snterior, sehingga lebih baik digunakan proyeksi PA

15 menit Post penyuntikan media kontras dengan posisi prone.

Adapun kelebihan dan kekurangan dibuat proyeksi PA 15 menit Post penyuntikan

media kontras adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan

Keuntungan dibuat proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media kontras adalah

jika sepertiga distal ureter terlihat, maka dapat dikatakan normal. Tetapi jika

sepertiga distal ureter tetap tidak terlihat (walupun sudah dibuat proyeksi PA

15menit), maka kemungkinan terdapat kelainan pada bagian ureter sepertiga

distal (misalnya adanya oenyempitan di bagian ureter tersebut).

2. Kekurangan

Kerugian dari pembuatan fot PA 15 menit post penyuntikan media kontras ini

adalah pasien mendapatkan paparan radiasi yang lebih banyak. Proteksi radiasi

yang diterapkan pada pemeriksaan Intra Venous Pyelography di Instalasi

Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak adalah dengana cara mengatur luas

lapangan penyinaran seluas obyek. Kekurangan tersebut diatas tidak menjadi

masalah, jika dibandingkan apabila Radiolog dapat menilai kelainan pada

sepertiga distal ureter tersebut.

59
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka penulis dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada Merril’s Thirteen Edition

menggunakan hanya menggunakan proyeksi AP Proyeksi Polos abdomen,

proyeksi AP 5 menit post penyuntikan media kontras, proyeksi AP 15 menit post

penyuntikan media kontras, proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media

kontras, proyeksi AP 45 menit post penyuntikan media kontras, dan proyeksi Post

Mixi.

2. Pemeriksaan Intra Venous Pyelography pada kasus mioma uteri dan retensio urin

di Instalasi Radiologi RSUD Sunan kalijaga Demak dilakukan dengan proyeksi

AP Proyeksi Polos abdomen, proyeksi AP 5 menit post penyuntikan media

kontras, proyeksi AP 15 menit post penyuntikan media kontras, proyeksi PA 15

menit post penyuntikan media kontras, proyeksi AP 45 menit post penyuntikan

media kontras, dan proyeksi Post Mixi.

3. Dibuat proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media kontras adalah untuk

melihat pengisian media kontras pada sepertiga distal ureter dan pada kandung

kemih.

4. Kelebihan dan kekurangan dibuat proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media

kontras :

a. Kelebihan

Keuntungan dibuat proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media

kontras adalah jika sepertiga distal ureter terlihat, maka dapat dikatakan

60
normal. Tetapi jika sepertiga distal ureter tetap tidak terlihat (walupun

sudah dibuat proyeksi PA 15menit), maka kemungkinan terdapat

kelainan pada bagian ureter sepertiga distal (misalnya adanya

oenyempitan di bagian ureter tersebut).

b. Kekurangan

Kerugian dari pembuatan proyeksi PA 15 menit post penyuntikan media

kontras ini adalah pasien mendapatkan paparan radiasi yang lebih

banyak. Proteksi radiasi yang diterapkan pada pemeriksaan Intra Venous

Pyelography di Instalasi Radiologi RSUD Sunan Kalijaga Demak adalah

dengana cara mengatur luas lapangan penyinaran seluas obyek.

Kekurangan tersebut diatas tidak menjadi masalah, jika dibandingkan

apabila Radiolog dapat menilai kelainan pada sepertiga distal ureter

tersebut.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dalam laporan observasi ini yaitu untuk

mahasiswa praktek maupun radiografer, sebaiknya dalam pemeriksaan Intra Venous

Pyelography proteksi radiasi bagi pasien seperti luas lapangan kolimasi bisa lebih

diperhatikan.

61
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W, Eugene D. Frank. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning &
Procedures Volume 2. Thirteenth Edition. Missouri: Elsevier Mosby.
Bontrager, Keneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positionning and Related Anatomy.
Fifth Edition. Mosby : United State of America
_______ 2005. Textbook of Radiographic Positionning and Related Anatomy. Sixth Edition.
Missouri: Elsevier Mosby.
Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC
Pearce, E.C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Cetakan IV. FKUI : Jakarta

62
LAMPIRAN

Gambar 1. Aspek anterior sistem urinaria. A, Struktur abdominal. B, Struktur Tulang.

Gambar 2. Aspek Midcoronal Ginjal

Gambar 3. Nefron Ginjal Dan Sistem Urinaria Pria Aspek lateral

Gambar 4. Vesika Urinaria Aspek Anterior

Gambar 5. Midsagital Pelvis Wanita

Gambar 6. Midsagital Pelvis Pria

Gambar 6. Beberapa Merk Dagang Media Kontras Iodine

Gambar 7. Pembuluh Darah Vena Untuk Venipuncture

Gambar 8. Langkah 1 : menggunakan handscoen

Gambar 9. Memasang tourniquet

Gambar 10. Memberaihkan Tempat Penyuntikan

Gambar 11. Penyuntikan

Gambar 12. Fiksasi dengan wingneedle

Gambar 13. Melepas Torniquet Dan Persiapan Injeksi

Gambar 14. Mencabut Wingneedle

Gambar 15. Proyeksi AP Abdomen Polos

Gambar 16. Hasil Radiograf Proyeksi AP Abdomen Polos

Gambar 17. Hasil Radiograf Proyeksi AP 5 Menit Post Penyuntikan Kontras

Gambar 18. Proyeksi AP 15 menit Post Penyuntukan Kontras

Gambar 19. Hasil Radiograf AP 30 Menit Post Penyuntikan Kontras

Gambar 20. Proyeksi AP Post Void

Gambar 21. Proyeksi RPO/LPO Post Injeksi

Gambar 22. Hasil Radiograf RPO Post Injeksi Kontras

63
Gambar 23. Proyeksi AP denga Kompresi

Gambar 24. Hasil Radiograf Proyeksi AP denga Kompresi

Gambar 25. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP Abdomen Polos

Gambar 26. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 5 Menit Post Injeksi

Gambar 27. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 15 Post Injeksi

Gambar 28. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi PA 15 menit Post Injeksi

Gambar 29. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP 45 menit Post Injeksi

Gambar 30. Hasil Radiograf Ny. I Proyeksi AP Erect Post Mixi

64

Anda mungkin juga menyukai