Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RADIOTERAPI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dosen Pengampu : Emi Murniati, SST, M. Kes

Disusun Oleh : Kelompok 3 Kelas 3B

Zahara Dzaki Asnarta (P1337430119047)


Adnan Prakash (P1337430119034)
Nanda Silvia Latifa (P1337430119051)
Nadya Oktoriza CP (P1337430119053)
Nuraziza Tirtasari.K (P1337430119055)
Aurum Hanifah Briliani (P1337430119059)
Muhammad Sabiqurrahman (P1337430119060)
Rizqi Ayu Fadlila (P1337430119062)
Aninda Zelvintarani (P1337430119064)
Novita Kusuma Wardani (P1337430119066)
Lisa Khoerunisa (P1337430119071)

PRODI RADIOLOGI SEMARANG PROGRAM DIPLOMA TIGA

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya waktu dan zaman, teknologi di bidang ilmu


pengetahuan dan bidang medis pun juga mengalami perkembangan. Salah satu
perkembangan yang tampak pada bidang medis adalah berkembangnya alat-alat di
instalasi radiologi. Instalasi radiologi merupakan tempat penyelenggaraan pelayanan
radiologi kepada pasien yang memerlukan penegakkan diagnosis secara cepat dan
akurat melalui pemeriksaan radiodiagnostik. Kemajuan teknologi di bidang kesehatan
yang ada pada saat ini memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk
mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien.
Salah satu kemajuan tersebut adalah penggunaan sumber radiasi pengion dalam
radioterapi. Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif atau dibangkitkan oleh Linear
Accelerator. Karena menggunakan sinar radiasi pengion yang memiliki dampak pada
kesehatan petugas maupun masyarakat maka harus diterapakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) oleh semua orang yang berada di area instalasi radiologi
khusunya radioterapi. Potensi bahaya dan risiko pada radioterapi merupakan akibat dari
sistem kerja ataupun proses kerja, penggunaan mesin, alat serta bahan yang bersumber
dari keterbatasan pekerjaannya sendiri, perilaku hidup yang kurang sehat dan perilaku
kerja yang tidak aman atau safety, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang
kurang memperhatikan aspek ergonomis, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja
yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di Instalasi Radiologi khususnya radioterapi dan
mengangkatnya dalam bentuk makalah dengan judul: “Makalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Radioterapi”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan kerja?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan keselamatan dann kesehatan kerja di radioterapi?
1.2.3. Bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di radioterapi?
1.3 Tujuan
1.3.1. Memahami apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan kerja?
1.3.2. Memahami apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan kerja di
radioterapi?
1.3.3. Mengetahui bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di
radioterapi?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala


kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal di semua tempat kerja, khususnya tempat yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit. Sejalan dengan itu,
maka rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai potensi
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti potensi bahaya radiasi
(Kemenkes, 2010).
Tujuan dari K3 yaitu melindungi kesehatan, keamanan dan keselamatan dari tenaga
kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Jenis jenis K3 dibagi menjadi 3 :
1. Jenis kimia
Terhirupnya atau terjadinya kontak antara manusia dengan bahan kimia
berbahaya contohnya uap bahan kimia
2. Jenis fisika
Keadaan yang sangat bising yang menyebabkan kerusakan pendengaran dan
suatu temperatur udara yang terlalu panas maupun terlalu dingin yang
menyebabkan suatu suhu tidak normal
3. Jenis penyakit akibat kerja
Pencahayaan atau penerangan yang kurang optimal yang menyebabkan kerusakan
penglihatan.
Bahaya yang ditimbulkan oleh peralatan dan pengamanan yang kurang lengkap
mengakibatkan melukai pekerja.

2.2 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Radioterapi


Radioterapi merupakan pengobatan terapi kanker yang menggunakan energi
pengion yang bertujuan untuk mematikan sel kanker sebanyak mungkin dengan
kerusakan sel normal sekecil mungkin. Dengan radioterapi ini diharapkan penderita
dapat sembuh ataupun mengurangi rasa sakit pasien yang mengalami kanker. Prinsip
dasar radioterapi ini ialah memberikan dosis radiasi terukur dan tepat pada volume tumor
yang akan diradiasi dan meminimalkan efek radiasi pada jaringanyang sehat di sekitar
tumor. Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah efek samping yang terjadi
setelah dilakukan radioterapi tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan
umum pasien. Radioterapi dibagi menjadi dua jenis, antara lain
1. Radiasi Eksterna (Teleterapi)
Bentuk pengobatan radiasi dengan sumber radiasi mempunyai jarak dengan
target yang dituju atau berada diluar tubuh. Sumber yang dipakai adalah sinar x atau
photon yan merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Contohnya : radiasi
dengan pesawat orthovolt, Cobalt 60, Caesium 137, linear accelerato (linac). Sinar
yang diarahkan ke tumor akan diberikan radiasi, besar energi yang akan diserap oleh
tumor tergantung dari besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi, jarak
antara sumber energi dan tumor, dankepadatan massa tumor.
2. Radiasi Interna (Brakhiterapi)
Bentuk pengobatan radiasi dengan mendekatkan sumber radiasi kearah yang
dituju. Sumber radiasi yang umum digunakan antara lain I-125, Ra-226, yang dikemas
dalam bentuk jarum, dan dapat diletakkan dalam rongga tubuh (intracavitary).
Brakhiterapi digunakan sebagai sarana pengobatan primer untuk tumor yang
mendapat dosis radiasi sepenuhnya dari sumber ataupun sebagai “booster” yaitu untuk
menambahkan dosis setelah radiasi eksterna dengan tujuan untuk mengurangi efek
radiasi pada jaringan sehat. Karena dengan meletakkan sumber radiasi pada jaringan
tumor, jaringan sehat sekitarnya akan menerima dosis yang jauh lebih rendah.

Aspek keselamatan yang menyangkut penggunaan dan pemanfaatan pesawat


radioterapi telah tercantum dalm SK Ka. Bapeten no 21/KAPETEN/XXI-02 tentang
program jaminan kualitas instalasi radioterapi mengatakan bahwa keluaran sumber
radiasi terapi harus dikalibrasi minimal 2 tahun sekali oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat
Nasional (FTKN) dan perlindungan pasien dalam paparan medik harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang telah direkomendasikan oleh International
Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi yaitu prinsip ALARA
(justifikasi, limitasi, dan optimasi).

1. Justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan
pada azas manfaat. Dalam hal radioterapi, praktisi medik harus
mempertimbangkan kesembuhan, manfaat dan risiko dari terapi
alternatif, misalnya dengan operasi pembedahan dan kemoterapi
y a n g dilakukan secara terpisah maupun kombinasi dengan radioterapi.
2. Limitasi
Dosis ekuivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melampaui Nilai Ba t a s   D o s i s ( N B D ) yang telah ditetapkan.  NBD
untuk pekerja 50 mSv (5 rem), sedangkan untuk masyarakat
u m u m a d a l a h 5 m S v ( 5 0 0 m r e m ) .   B a t a s   d o s i s   b a g i  pekerja radiasi
berfungsi untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan
mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.

3. Optimasi
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably
achieveable-ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.
Setiap pembangkit radiasi dan instalasi terapi harus
a. Memiliki kelengkapan untuk pemilihan , penunjukan dan kepastian
parameter operasi berikut ini
 Jenis radiasi.
 Filtrasi.
 luas berkas (FS)
 jarak penyinaran (SSD).
 titik fokus (focal spot)
 tegangan tabung (kV)
 dapat berhenti secara otomatis setelah mencapai waktu atau dosis
yang diinginkan
b. Memiliki sistem  “gagal-aman”, sehingga sumber (radioaktif) secara otomatis
akan terlindung (masuk ke dalam wadahnya) apabila terjadi gangguan
listrik dan akan tetap terlindung sampai mekanisme kendali berkas
diaktifkan kembali dari panel kontrol.

c. Pada peralatan radioterapi energi tinggi harus:


 Mempunyai sekurang-kurangnya dua sistem “gagal-aman” yang
independen untuk menghentikan radiasi.
 Dilengkapi dengan sistem interlock atau alat lain yang didesain untuk
mencegah penggunaan klinis selain yang ditetapkan pada panel
kontrol.
d. Memiliki sistem interlock yang sedemikian rupa selama prosedur perawatan,
bila interlock dimatikan hanya dapat dilaksanakan dengan pengawasan
langsung oleh petugas medis dengan menggunakan peralatan untuk kode/kunci
tertentu.

e. Dilengkapi dengan alat pengendali sumber ke posisi aman secara manual


dalam keadaan darurat.

f. Memenuhi standar keselamatan internasional dan nasional. Misalnya


alat pemantau radiasi yang dipasang dalam  ruangan terapi untuk
memberi peringatan adanya keadaan/kondisi yang tidak seharusnya.

2.3 Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Radioterapi

Keselamatan dan Kesehatan kerja di radioterapi terdiri atas tiga prinsip yang harus
dijalankan
1. Radiasi digunakan jika memang benar-benar dibutuhkan dalam pengobatan kanker,
radiasi memang benar-benar dibutuhkan
2. Prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achieveble). Dalam radioterapi pengobatan
kanker, prinsip ALARA adalah dosis yang dibutuhkan harus setepat mungkin karena
jika tidak sel-sel yang sehat juga akan rusak
3. Pembatasan dosis. Radioterapi radiasinya akan diarahkan atau merupakan radiasi
eksternal yang dimana jika dosis berlebihan maka dapat merusak sel

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di radioterapi yang harus diperhatikan :


a. Ruangan
 Pintu ruangan harus dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan 2 mm Pb
yang dilengkapi dengan tanda radiasi, poster peringatan bahaya radiasi dan
lampu indicator.
 Dinding ruangan terbuat dari bata merah ketebalan 25 cm atau beton dengan
kerapatan jenis 2,2g/cm3 dengan ketebalan 20 cm atau setara dengan 2 mm
timah hitam.
 Ketebalan kaca yaitu 2 mm Pb
 Ruang penyinaran dilengkapi dengan perisai radiasi (shielding) sehingga
orang lain yang berada di luar ruangan aka naman
 Memiliki tombol “emergency off” di dalam dan di luar ruang penyinaran
untuk menghentikan penyinaran dalam keadaan darurat
 Ruangan dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran dan alarm kebakaran
b. Pekerja
 Pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa apron
 Petugas nmenggunakan alat monitor radiasi (TLD atau film badge)
 Petugas melaksanakan prosedur kerja yang baik dan aman
c. Pasien
Pasien mengikuti instruksi petugas dengan baik dan benar agar tidak terjadi
kesalahan penyinaran yang berakibat bertambahnya penerimaan dosis radiasi yang
diterima pasien

Risiko yang ada di Radioterapi adalah paparan radiasi pesawat radioterapi


beroperasi. Oleh karena itu Petugas Proteksi Radiasi (PPR) di Radioterapi harus
memantau/mengukur paparan radiasi di sekitar lokasi pesawat radioterapi saat pesawat
radioterapi dioperasikan, menggunakan surveymeter yang sesuai. Di samping itu, pekerja
radiasi harus menggunakan TLD/Film-Badge saat bekerja di radioterapi. Dalam
melaksanakan kegiatan pemanfaatan radiasi pengion di radioterapi, faktor keselamatan
harus menjadi prioritas, baik utntuk pasien, pekerja dan lingkungan kerja. Upaya
keselamatan dan kesehatan radiasi bukan semata-mata tanggungjawab pemegang izin
(PI) tetapi merupakan tanggungjawab bersama (seluruh penyelenggara keselamatan
radiasi), mulai dari dokter spesialis onkologi radiasi, sampai dengan teknisi di
radioterapi.
Untuk memenuhi dan mematuhi Perka BAPETEN No. 3/2013 dan Perka BAPETEN
No. 4/2013 , persyaratan manajemen yang harus dipenuhi oleh fasilitas radioterapi
meliputi: program jaminan mutu yang meliputi pengujian berkala peralatan dan system
keselamatan, jaminan kualitas personil dengan memberikan pelatihan terkait, dan
Standard Operational Procedure (SOP) penggunaan alat.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2007 dan Peraturan Kepala
BAPETEN Nomor 3 dan Nomor 4 Tahun 2013, setiap pekerja radiasi wajib memahami
ketentuan proteksi dan keselamatan radiasi dan di dalam Peraturan Kepala BAPETEN
Nomor 3 dan No. 4 Tahun 2013, Pemegang izin (PI) berkewajiban memenuhi
persyaratan proteksi radiasi yang meliputi limitasi dosis, optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi. Untuk kepentingan keselamatan dan kesehatan,pekerja radiasi harus
bisa memperkirakan dosis yang akan diterima akibat pekerjaan yang
dilakukannyadisamping hasil evaluasi TLD-badge. Perkiraan dosis yang akan diterima
oleh pekerja radiasi dalam 1 tahun, bila dalam 1 tahun bekerja sebanyak : 7jam/hari x 20
hari/bulan x 12 bulan/tahun = 1800 jam/tahun, dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (9) :
Dosis = lama bekerja dalam 1 tahun (jam/tahun) x paparan radiasi
[mSv/jam] .......(9)
Apabila laju dosis ekivalen di radioterapi sebesar 5 µSv/jam, maka dosis yang akan
diterima pekerja radiasi dalam 1 tahun (1800 jam), D = 5 µSv/jam x 1800 jam/tahun
=10800 µSv/tahun ~ 10,8 mSv/tahun.
Menurut PERKA BAPETEN No. 4 Tahun 2013, Nilai Batas Dosis rata-rata dalam
satu tahun adalah 20mSv, maka dosis yang diterima pekerja radiasi dalam satu tahun
masih di bawah NBD. Artinya memenuhi persyaratan BAPETEN untuk pencegahan,
agar tidak melebihi nilai pembatas dosis (NPD) mingguan yang telah ditetapkan oleh PI,
pekerja radiasi dapat melakukan pengaturan penerimaan dosis. Jika terlampaui,pekerja
radiasi dapat meminta kepada PI agar pekerja radiasi lain dapat menggantikan tugas yang
dilakukannya. Melalui penerapan sistem manajemen penerimaan dosis ini, penerimaan
dosis berlebih dapat dihindari.

Tindakan untuk dosis berlebih.


Jika menerima dosis berlebih, pekerja radiasi harus melakukan tindakan berupa:
kajian terhadap faktor penyebab terjadinya dosis berlebih, tindakan preventif maupun
tindakan korektif yang diperlukan.Kajian terhadap dosis berlebih meliputi kajian
terhadap beban dan frekuensi pekerjaan, riwayat pekerjaan, kondisi sarana dan fasilitas,
paparan radiasi di daerah kerja dan disiplin pekerja radiasi dalam menerapkan prinsip-
prinsip proteksi radiasi. Tindakan korektif yang diperlukan adalah perbaikan sarana dan
fasilitas, penyempurnaan sistem proteksi radiasi, tindakan konseling serta pemeriksaan
kesehatan dan tindaklanjut. Tindakan preventif agar tidak terjadi penerimaan dosis
berlebih adalah peningkatan budaya keselamatan, pemeriksaan dan perawatan fasilitas,
penerapan sistem manajemen penerimaan dosis dan pembatasan penerimaan dosis pada
sisa periode.

Upaya Pencegahan Kecelakaan Radiasi


Salah satu kecelakaan yang dapat terjadi pada instalasi radioterapi adalah sumber
tidak bisa kembali ketika penyinaran sudah selesai. Langkah awal yang dapat dilakukan
adalah :
1. Menyelamatkan korban
2. Mengisolasi daerah kecelakaan
3. Melaporkan kepada instansi yang berwewenang(BAPETEN)
4. Memperkirakan dosis yang diterima
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari makalah diatas penulis dapat menggambil kesimpulan keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dibelakukan oleh pekerja yang berada di area instalasi radiologi
khusunya radioterapi. Dikarenakan potensi bahaya dan risiko pada radioterapi
merupakan akibat dari sistem kerja atau pun proses kerja, penggunaan mesin, alat serta
bahan yang bersumber dari keterbatasan pekerjaannya sendiri, perilaku hidup yang
kurang sehat dan perilaku kerja yang tidak aman atau safety, buruknya lingkungan kerja,
kondisi pekerjaan yang kurang memperhatikan aspek ergonomis, pengorganisasian
pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja.

3.2 SARAN
3.2.1 Sebaiknya lebih di tingkatkan kedisiplinan petugas dalam mencatat keluar
masuknya sumber dari lokasi pemakaian atau penyinaran serta mengendalikan
keluar masuknya personel dari dalam lokasi pemakaian atau lokasi penyinaran.
3.2.2 Sebaiknya dalam melakukan pemeriksaan para petugas tidak mengabaikan aspek-
aspek keselamatan dan kesehatan kerja yang telah ditetapkan oleh BAPETEN.
Sehingga tidak membahayakan pekerja dan pasien yang diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN. ”Ketenaganukliran”. Undang-undang No. 10/1997, Jakarta (1997).

BAPETEN.”Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi”. Keputusan Ka. BAPETEN


No. 01/KaBAPETEN/V-99, Jakarta (1999).

JUMPENO, B. Y. E. “Keselamatan dan Keamanan Pemanfaatan Material Radioaktif”. Bahan


Ajar Petugas Pengamanan Instalasi Radiasi, Jakarta (2006).

BAPETEN. 2007. Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radio Aktif.
Jakarta: BAPETEN

Heinrich, HW. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen Implementasi K3 di


Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/MENKES/SK/VIII tahun 2010 tentang


Standar Kesehatan dan Keselamatan di Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai