Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KAJIAN JURNAL ILMIAH SYSTEMIC SCLEROSIS:

USING HIGH-RESOLUTION CT TO DETECT LUNG DISEASE IN CHILDREN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah semester IV Teknik CT Scan Dasar
Dosen Pengampu : Agustina Dwi Prastanti, S.ST, M.Si.

Disusun oleh:
KELOMPOK 4/2B

1. Hasiana Rahmani. S (P1337430216005)


2. Putri Hardiani (P1337430216012)
3. Megananto Wisnu. W (P1337430216020)
4. Priyo Puji Nugroho (P1337430216022)
5. Rista Nurhalimah (P1337430216024)
6. Anna Nevita Sari (P1337430216035)
7. Eliyas Alvia Imerza. P (P1337430216036)
8. Rafie Lugassekti (P1337430216038)
9. M. Zainudhin Ramdhani (P1337430216040)

PRODI D IV TEKNIK RADIOLOGI SEMARANG


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya tugas makalah ini dapat diselesaikan. Tugas makalah ini HEMOTHORAX
DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT St. ELISABETH SEMARANG”. Makalah
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Teknik CT dasar Program Studi
Sarjana Terapan Teknik Radiologi.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan
serta motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Warijan, SP.d, A.Kep, M.Kes selaku direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang
2. Ibu Rini Indrati, S.Si., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.
3. Ibu Siti Masrochah, S.SI., M.Si. selaku Ketua Program StudiDIV Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang.
4. Ibu Agustina Dwi Prastanti, S.ST, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah CT Scan
dasar Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang.
5. Seluruh keluarga kami,khususnya kedua orangtua yang selalu meberikan semangat dan
dukungan baik moril maupun materil.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalamkarangan ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam


penyusunan karangan ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pada
khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 22 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2
Bab II Isi
2.1 Pengertian MSCT............................................................................................. 3
2.2 PaparanKasus.................................................................................................... 3
2.3 PatofisiologiHemothorax.................................................................................. 4
2.4 Persiapanpasien................................................................................................. 4
2.5 PersiapanAlatdanBahan.................................................................................... 4
2.6 Scanning........................................................................................................... 5
2.7 Proses Scanning................................................................................................ 6
2.8 Rekonstruksigambar......................................................................................... 6
2.9 Filming.............................................................................................................. 6
2.10 Hasil Radiograf.................................................................................................7
2.11 Pembahasan...................................................................................................... 7
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 8
3.2 Saran ................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


CT ditemukan secara independen oleh seorang insinyur Inggris bernama Sir
Godfrey Hounsfield dan Dr Alan Cormack. Hal ini segera menjadi andalan untuk
mendiagnosis penyakit medis. Untuk pekerjaan besar ini mereka ini, Hounsfield dan
Cormack bersama-sama dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1979. CT scanner
pertama mulai diinstal dan dioperasikan secara luas pada tahun 1974. Penggunaanzat-zat
radioaktif merupakan bagian dari teknologi nuklir yang relatif cepat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan zat-zat radioaktif mempunyai sifat-sifat
yang spesifik, yang tidak dimiliki oleh unsur-unsur lain. Dengan memanfaatkan sifat-
sifat radioaktif tersebut, maka banyak persoalan yang rumit yang dapat disederhanakan
sehingga penyelesaiannya menjadi lebih mudah. 
Thorax merupakan suatu rongga yang berbentuk kerucut yang dibatasi oleh tulang
sejati dan tulang rawan. Pada bagian inferior lebih lebar dari pada bagian superior dan
pada bagian posterior lebih panjang dari pada bagian anterior. Di dalam rongga tórax
terdapat beberapa organ yang terdiri dari trakea, paru-paru, jantung, dan diafragma yang
memiliki densitas dan kontras yang berbeda (Pearce, 2001)
Pemeriksaan CT Scan Thorax merupakan pemeriksaan secara radiologi untuk
mendapatkan informasi anatomi irisan atau penampang melintang dari thorax (Rasad,
2000). Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menentukan kelainan, konfigurasi trakea
serta cabang bronkus utama, menentukan lesi pada pleura atau mediastinum dan secara
umum untuk mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada
paru-paru dan jaringan lain dari thorax.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin mereview dengan judul
“KARYA TULIS ILMIAHTEKNIK PEMERIKSAAN MSCT THORAX PADA KASUS
HEMOTHORAX DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT St. ELISABETH
SEMARANG”

3
1.2  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pemeriksaan CT Thorax Non Konras
2. Apa Tujuan dari pemeriksaan CT Thorax Non Kontras
3. Bagaimana Prosedur pemeriksaan CT Thorax Non Kontras
4. Apa indikasi dan Kontra Indikasi pemeriksaan CT Scan Thorax Non Kontras
5. Bagaimana Kriteria hasil pemeriksaan CT Thorax Non Kontras

1.3  Tujuan  
1. Untuk menjelaskan tentang pengertian CT Thorax Non kontras
2. Untuk menjelaskan Tujuan dari pemeriksaaan CT Thorax Non Kontras
3. Untuk menjelaskan Prosedur pemeriksaanCT Thorax non kontras
4. Untuk mengetahui Indikasi dan Kontra Indikasi pemeriksaan CT Thorax Non Kontras

4
Systemic Sclerosis: Using High-Resolution CT to Detect Lung Disease in Children

Systemic Sclerosis: Menggunakan CT Resolusi Tinggi untuk Mendeteksi Penyakit Paru pada Anak.

Penyakit paru interstisial adalah penyakit yang berkaitan dengan kelainan kondisi paru-paru yang
memilki satu ciri kesamaan: penyakit ini mempengaruhi interstitium, yaitu penghubung jaringan
yang menciptakan pola seperti tali yang membentang di seluruh paru-paru kiri dan kanan.
Interstitium terdiri dari pembuluh darah kecil yang memungkinkan pertukaran gas antara darah dan
udara yang bergerak melalui paru-paru. Hal ini adalah mekanisme pendukung penting bagi alveoli
atau kantung udara mikroskopis pada paru-paru.

Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit). Skleroderma, biasa juga
disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit autoimun kronis yang dapat mempengaruhi
sejumlah sistem tubuh. Pada pasien dengan skleroderma, sel-sel tertentu dalam tubuh menghasilkan
kolagen secara berlebihan. Kolagen merupakan suatu protein yang ditemukan dalam jaringan ikat.

Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka yang merupakan hasil dari respon sistem kekebalan
tubuh. Sistem kekebalan tubuh akan menyerang organisme asing dalam tubuh, mengidentifikasi dan
menghancurkan sel-sel yang abnormal, serta membawa sel-sel yang rusak dan mati keluar dari
tubuh. Pada penyakit autoimun seperti skleroderma, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel-
sel normal pada tubuh, menyebabkan kerusakan dan peradangan.

patofisiologi

Seperti halnya dengan penyakit jaringan ikat difus lainnya, skleroderma memiliki perjalanan penyakit
yang beragam dengan remisi dan eksaserbasi, kendati demikian, prognosisnya tidaklah seoptimis
prognosis lupus. Penyakit ini umumnya di mulai dengan gangguan pada kulit. Sel – sel mononuklear
akan berkumpul pada kulit dan menstimulasi limfokin untuk merangsang pembentukan prokolagen.
Kolagen yang insoluble akan terbentuk dan tertimbun secara berlebihan dalam jaringan. Pada
mulanya respon inflamasi menyebabkan pembentukan edema dengan menimbulkan gambaran kulit
yang tampak kencang, licin dan mengkilap. Kemudian kulit tersebut mengalami perubahan fibrotik
yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit dan gangguan gerak. Akhirnya jaringan itu mengalami
degenerasi dan gangguan fungsional. Rangkaian peristiwa ini yang dimulai dari inflamasi hingga
degenerasi juga terjadi dalam pembuluh darah, organ – organ utama dan berbagai sistem tubuh
yang berpotensi untuk menimbulkan kematian.

5
CT Scanning

Citra HRCT thorax diperoleh dengan pemindai HiSpeed Advantage 9900 (General
Electhe Medical Systems, Milwaukee, WI) menggunakan irisan tebal 1mm pada interval 10
mm dari apeks paru hingga di bawah angulus costophrenic. Semua pasien supine saat
dipindai : Citra diperoleh dengan pasien prone jika perlu untuk menghindari opacitasparu-
paru yang tergantung fisiologis paru-paru posterior. Parameter pencitraan adalah bidang
pandang 22 hingga 28 mm, matriks rekonstruksi 512 x 512, 120-140 kV, 100-200 mA, dan
waktu pemindaian 1 detik.

Citra direkonstruksi dengan algoritma spasial frekuensi tinggi untuk analisis paru-
paru dengan pengaturan window yang sesuai untuk penilaian parenkim paru (lebar jendela,
1800 dan 1000 H; tingkat window, -700 dan 500 H). Selain itu, hasil scan direkonstruksi
dengan pengaturan window yang cocok untuk evaluasi mediastinum (lebar window, 400 H;
tingkat jendela, 35 H). Evaluasi paru dilakukan pada volume inspirasi akhir kemudian tahan
nafas. Tak satu pun dari pasien yang membutuhkan sedasi, dan tidak ada kontras Intra Vena
yang digunakan.Sekuen HRCT dilakukan pada delapan pasien (dua scan HRCT pada empat
pasien, tiga scan HRCT pada tiga pasien, dan empat HRCTscan pada satu pasien; rata-rata,
2,6 scan HRCT per pasien), selama periode 2 tahun (rata-rata tindak lanjut, 15 bulan: rentang,
4-33 bulan dari waktu pemeriksaan awal),Demi penyajian data yang konsisten, hanya
pemindaian HRCT awal dan akhir yang dimasukkan dalam makalah ini, dengan selang waktu
rata-rata 15 bulan,

Analisis Radiologis

Dari 11 pasien, tujuh pemeriksaan scanning pada posisi supine saja dan empat pasien
membutuhkan pemindaian pada posisiprone dan supine. Pemindai CT menampakan sesuai
dengan pengamatan Remy-Jardinet al. [10]: pertama, mikronoda parenkim (berdiameter <5
mm), nodul (diameter 5-20 mm), dan massa (> 20 mm); kedua, kekeruhan linier (garis
septum mewakili menebal interlobular septa dan diidentifikasi sebagai opasitas linear yang
baikatau sebagai pola beberapa garis poligonal dan garis nonseptal); ketiga, mikronoda
subpleural(<5 mm diameter) dalam 1 cm dari pleura; keempat, opacities ground-glass, yang
didefinisikan sebagai area hyperattenuated yang bervariasi dari atenuasi minimal yang
ditandai, di manabronkus dan pembuluh darah tetap terlihat; kelima, honeycombing,
didefinisikan sebagai area ruang kistik dengan dinding menebal (perbedaan dibuat antara
kecil [<I cm diameter] dan besar [> 1 cm diameter] ruang udara kistik, dicatat sebagai pola

6
sarang lebah microcystic dan macrocystic); dan keenam, distorsi arsitektur, diakui sebagai
perpindahan celah, bronkus, dan pembuluh darah.

Temuan efusi pleura atau penebalan, efusi perikardial, dilatasi esofagus, kekeruhan
centrilobular, dan limfadenopati mediastinum juga dicatat. Pembesaran kelenjar getah bening
dinilai menggunakan kriteria yang ditentukan oleh Glazer et al. [1 1]. Tingkat penyakit paru
dievaluasi di enam area paru-paru sebagai berikut: zona atas, didefinisikan sebagai area di
atas tingkat carina; zona tengah, antara tingkat carina dan tingkat vena pulmonal inferior; dan
zona bawah, di bawah tingkat vena pulmonal inferior [3, 10]. Dalam kelompok anak-anak,
kami memperoleh empat hingga lima pemindaian per zona, dengan total 12-15 irisan HRCT
per pasien. Tiga zona paru-paru vertikal (atas, tengah, dan bawah) dibagi menjadi zona kanan
dan kiri. Setiap temuan CT secara terpisah dikodekan sebagai penampakan atau tidak ada di
enam area, dua parameter tambahan dinilai secara subyektif: distribusi anteroposterior dan
sentral-perifer untuk setiap temuan CT.

Nilai Skor untuk tingkat penyakit ditentukan di masing-masing dari enam zona untuk
kedua atenuasi ground-glass dan honeycombing untuk menilai tingkat keparahan keseluruhan
bagian paru-paru pada HRCT. Luas dan tingkat opacitiesground-glassdinilai ketika nilai skor
ditentukan sebagai berikut: Tingkat atenuasi ditentukan untuk masing-masing dari enam zona
paru-paru pada CT scan dengan cara perbandingan dengan parenkim normal (ringan hingga
peningkatanminimal atenuasi;tingkat atenuasi sedang sampai tinggi; dan berat untuk
menandai peningkatan atenuasi tanpa pengaburan tanda vaskular). Metode ini mengarah pada
penentuan nilai skor yang serupa dengan yang didefinisikan oleh International Labour Office
[12].Nilai skorkemudian dikonversi ke sistem penilaian dari 0 hingga 12 yang dimodifikasi
oleh Temif et al. [13] dan dikalikan dengan persentase keterlibatan (0-100%). Persentase
keterlibatan paru ditentukan secara subyektifdengan membagi setiap zona menjadi tiga (0 =
tidak ada keterlibatan, 1 = kurang dari sepertiga dariparu-paru yang terlibat, 2 = satu hingga
dua pertiga paru yang terlibat, 3 = lebih dari dua pertiga paru yang terlibat) dan mengalikan
skor ini sebesar 33%. Skor kurang dari 100 konsisten dengan penyakit ringan, 100-200
dengan penyakit sedang, dan lebih dari 200 dengan penyakit berat [10].

Radiografi Thorax

Radiografi thorax dilakukan pada awal penelitian dan dalam 2 bulan dari awal
pemeriksaanHRCT semua pasien kecuali dua, satu di antaranya menjalani radiografi thorax 1
tahun setelah HRCT dan satu di antaranya menjalani radiografi thorax 7 bulan sebelum

7
HRCT. Semua radiografi thorax ditafsirkan oleh salah satu dari tujuh ahli radiologi pediatrik
yang mengetahui diagnosis klinis. Imaging ditinjau untuk peningkatan tanda-tanda interstitial
paru, cystshoneycombing paru, dan efusi perikardial, efusi pleura, dan
mediastinallymphadenopathy.

Kesimpulan

Studi kami menunjukkan bukti penyakit paru interstitial pada anak-anak dengan
skleroderma sistemik ketika mereka diperiksa menggunakan HRCT. HRD ’jauh lebih sensitif
daripada radiografi dada untuk mendeteksi penyakit paru interstitial pada pasien tersebut dan
harus dipertimbangkan dalam penilaian awal. Prevalensi penyakit paru interstitial adalah 91%
pada anak-anak dengan sklerosis sistemik seperti yang terdeteksi pada HRCT.Penyakit paru
interstisial ditemukan secara prima sebagai atenuasi ground glass dan sebagian besar sedang
dalam tingkat keparahan, meskipun hampir setengah dari anak-anak yang diteliti juga
memiliki bukti penyakit paru ireversibel seperti yang ditunjukkan oleh adanya
honeycombing. HRCT berguna untuk mendeteksi tanda-tanda lain penyakit seperti penyakit
pleura dan dilatasi esofagus; Namun, insiden temuan ini rendah. HRCT dapat mengarahkan
dokter ke pengobatan penyakit yang lebih agresif, seperti memulai siklofosfamid. Data kami
memperkuat konsep bahwa alveolitis mungkin menampakan pada pasien muda pada tahap
awal penyakit dan menyarankan perawatan dinidan tampaknya penyakit mungkin bermanfaat
dalam mencegah penyakit ireversibel.

Ucapan Terima Kasih

Kami berterima kasih kepada Mark Zobel atas bantuannya dalam tahap pembentukan
proyek ini, Nestor Muller dan Randy Cron atas dukungan dan bantuan mereka dengan
naskah, dan Kathy Patterson untuk bantuannya dengan histologi. Kami juga berterima kasih
kepada Stephanie Holtkamp atas persiapan naskahnya yang cukup besar.

Anda mungkin juga menyukai