Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN NUKLIR PADA KASUS RENOGRAM”
Dosen pengampu : Yeti Kartikasari, ST, M.Kes

Disusun Oleh :

1. Danang Dwi Prasetyo (1701020)


2. Erin Kartika Mauliana (1701026)
3. Natalino De Jesus Sipa C. (1701054)
4. Nurrohmah Setiyowati (1701060)
Kelas : Petter Lioyd

PRODI DIPLOMA III TEKNIK RONTGEN


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah “Penatalaksanaan
Pemeriksaan Kedokteran Nuklir Pada Kasus Renogram”.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak mendapat


bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu baik dukungan moril maupun materiil dan yang memberikan motivasi
dalam penyusunan makalah ini.

Semoga Allah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak


yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah
ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................4

A. LATAR BELAKANG........................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................5

C. TUJUAN PENULISAN .....................................................................................5

D. MANFAAT PENULISAN .................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL ...........................................................6

B. TEKNIK PEMERIKSAAN SCANNING RENOGRAM ............................... 13

C. PROTEKSI RADIASI ..................................................................................... 30

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 31

A. KESIMPULAN ................................................................................................ 31

B. SARAN............................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan
materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta
penelitian. Secara lengkap definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah
ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi
terbuka (“unsealed’) baik untuk tujuan diagnosa, maupun untuk pengobatan
penyakit (terapi), atau dalam penelitian kedokteran.
Berbeda dengan metode pemeriksaan diagnostic seperti IVP, CT-Scan,
USG yang menggunakan alat sebagai dasar perinsipnya (radiasi tertutup/
sealed), kedokteran nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh
pasien (studi in-vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan
biologis seperti darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal
dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung
percobaan). Pemeriksaan dengan metode ini menghasilkan diagnostic
fungsional suatu organ, hal ini menyebabkan pemeriksaan kedokteran nuklir
adalah salah satu diagnostic yang dipertimbangkan dalam pemeriksaan organ
dalam, salah satunya ialah ginjal.
Prinsip pemeriksaan pemeriksaan ginjal atau scanning ginjal yaitu
menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal, yang dialirkan melalui
nephron dan diekskresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian melalui
ureter sampai dengan kandung kemih. Jumlah zat yang difiltrasi tergantung
dari derajat ikatan protein dari radionuklida di dalam plasma darah. Jumlah
zat radionuklida yang disekresikan tergantung dari afinitas dari tempat
transport di tubulus proksimal. Perubahan pada aktivitas ginjal terhadap
waktu direkam dan kurva aktivitas terhadap waktu dari area ginjal dibuat
(renogram). Berdasarkan kurva renografi, maka akan diperoleh nilai atau
hasil pengukuran yang berhubungan dengan fisiologis ginjal, seperti fungsi
penangkapan, waktu transit, dan efisiensi outflow.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengungkapkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?
2. Bagaimana teknik pemeriksaan scanninng renogram kedokteran nuklir?
3. Bagaimana penerapan proteksi radiasi scanning renogram kedokteran
nuklir?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis mengungkapkan tujuan
penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi pada ginjal.
2. Mengetahui teknik pemeriksaan scanninng renogram pada kedokteran
nuklir.
3. Mengetahui proteksi radiasi scanning renogram.

D. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, penulis mengungkapkan manfaat
penelitian sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya tentang Teknik Pemeriksaan Scanning
Renogram.
2. Sebagai bahan acuan diskusi kelompok pada mata kuliah Kedokteran
Nuklir.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL


Sistem perkemihan atau biasa juga disebut urinary system adalah suatu
sistem yang memiliki tujuan utama untuk menjaga keseimbangan atau
homeostasis. Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit, misalnya garam
(NaCl), ginjal dapat mengeliminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi
kekurangan, ginjal tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang
tersebut, tetapi dapat membatasi kehilangan tersebut melalui urin, sehingga
dapat menyimpan lebih banyak zat yang didapat dari makanan. Dengan
demikian, ginjal dapat lebih efisien melakukan kompensasi untuk kelebihan
daripada kekurangan, seperti pada beberapa keadaan ginjal tidak dapat secara
total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin walaupun
tubuh sedang kekurangan bahan tersebut
a. Pengertian Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebrae thorakalis ke-12 sampai vertebrae
lumbalis ke-3, melekat langsung pada dinding belakang abdomen,
jumlahnya ada dua buah kanan dan kiri. Bentuk ginjal seperti biji kacang.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dexter yang besar kurang lebih 200 gram. Pada umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Dengan meyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang
akan disimpan di daam tubuh atau dikeluarkan melalui urin, ginjal mampu
mempertahakan keseimbangan air dan elektrolit di dalam rentang yang
sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun pemasukan dan
pengeluaran konstituen-konstituen terebut melalui jalan lain sangat
brvariasi.

6
b. Fungsi Ginjal
Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang
sebagian bertujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan
internal:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk
Na+, Cl-, K+, HCO3 -, Mg+, SO4=, PO4=, dan H+. Fluktuasi minor pada
konsentrasi elektrolit dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar.
Perubahan konsentrasi K+ di CES dapat menimbulkan disfungsi jantung
yang fatal.
c. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini
dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan
garam dan H2O.
d. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
e. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,
terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O.
f. Mengekskresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari
metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika
dibiarkan menumpuk, zat-zat sisa tersebut bersifat toksit, terutama bagi
otak.
g. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalna obat, zat penambah
pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan aksogen non-nutrisi lainnya
yang berhasil masuk ke dalam tubuh.
h. Mengekskresikan eritopoietin, suatu hormon yang dapat merangasang
pembentukan sel darah merah.
i. Mengekskresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
j. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

7
c. Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :

a. Ginjal, terletak di bagian perut. Gambar ginajl diatas adalah ginjal


kiri yang telah dibelah.
b. Calyces, adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urine
terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.
c. Pelvis/panggul ginjal, adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu
tempat penampungan urine sementara yang akan dialihkan
menuju kandung kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari tubuh
melalui uretra.
d. Korteks, didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari
badan malphigi tersusun atas glomelurus yang diselubungi kapsila
bowman dan tubulus atau saluran yang terdiri dari tubulus
kontortus distal dan tubulus kolektivus.
e. Medula, terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida)
disini terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus
kontorkus proksimal dan tubulus kontroktus distal.

8
f. Ureter, adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
g. Vena ginjal, adalah pembuluh baik yang berfungsi untuk
membawa darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior
menuju kemudian kembali ke jantung.
h. Arteri ginjal, adalah pembuluh nadi yang berfungsi untuk
membawa darah ke dalam ginjal untuk disaring di glomelorus.
d. Persyarafan Ginjal
Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap ginjal
terdiri atas kira-kira 1 juta nefron, dengan pembuluh darah yang berkaitan
dengannya, urine terbentuk. Setiap nefron terdiri atas dua bagian besar
yaitu sebuah korpuskulum renalis dan tubulus ginjal. Setiap bagian besar
ini memiliki bagian yang lebih kecil lagi, yang diperlihatkan bersama
pembuluh darahnya.
Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus, daerah
luar yang tampak granuler, korteks ginjal dan daerah bagian dalam beruap
segitiga-segitiga bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif
disebut sebagai medula ginjal.
Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus,
yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.

9
e. Bagian dari komponen vaskuler:

1) Glomerulus
Suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat
terlarut dari darah yang melewatinya.cairan yang sudah tefiltrasi ini,
yang komposisinya nyaris identik degan plasma, kemudian mengalir ke
komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh
berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.
2) Arteriol aferen
Pembuluh halus yang secara sistematis terbagi-bagi dari arteri renalis
pada saat memasuki ginjal. Arteriol aferen meyalurkan darah ke
kapiler glomerulus, yang menyatu unruk membentuk areriol lain.
3) Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen
tubulus meninggalkan glomerulus. Arteriol eferen adalah satu-satunya
arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler.Kapiler
peritubulus
Adalah serangkaian kapiler kedua dari arteril eferen yang terbagi-
bagi, memperdarahi jaringan ginjl dan penting dalam pertukaran antara
sistem tubulus dan darah selama perubahan cairan yang difiltrasi
menjadi urin.

10
Kapiler-kapiler peritubulus menyatu untuk membentuk venula
yang akhirnya mengalir ke vena renalis, tempat darah
meninggalkanginjal.
Bagian dari komponen tubulus :
1) Kapsul Bowman
Suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus
untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler-kapiler
glomerulus
2) Tubulus Proksimal
Saluran yang dialiri oleh cairan hasil filtrasi dari kapsul bowman,
yang seluruhnya terletak dalam korteks dan sangat berliku dan
berbelit di sepanjang perjalanannya.
3) Lengkung Henle
Lengkungan tajam berbentuk U yang terbenam ke dalam medula
ginjal. Berfungsi untuk membentuk gradien osmotik di medula
ginjal yang penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin
dengan berbagai konsentrasi.
4) Tubulus Distal
Sekresi dan reabsopsi tidak terkontrol, zat-zat tertentu berlagsung
disini.
5) Tubulus Pengumpul/duktus
Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan isinya ke dalam pelvis ginjal. Reabsopsi
H2O dalam jumlah bervariasi berlangsung disini, cairan yang
meninggalkan tubulus pengumpul menjadi urin, yang kemudian
ke pelvis ginjal.
Bagian kombinasi komponen vaskuler/tubulus yaitu
Aparatus jukstaglomerulus, yang menskresikan zat-zat yang
berperan dalam mengontrol fungsi ginjal.

11
6) Proses pembentukan urine
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukn urin:
filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
a. Filtrasi (penyaringan)
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtasi plasma
bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman
yang merapkan langkah petama dalam pembentukan urin. Kapsula
bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang
mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan
sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang
tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali)
Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, at-zat yang bermanfaat
bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan
bahan-bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke dalam darah.
Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi
diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vens dn keudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari,
rata-rata 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus
mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin.
c. Ekskresi (pengeluaran)
Tubulus ginjal mampu secara selektif menambahkan zat-zat tertentu
kedalam cairan filtrasi melalui proses sekresi tubulus. Sekresi suatu zat
meningkatkan ekskresinya dalam urin. Sistem sekresi adalah untuk :

12
1) H1, yang penting untuk mengatur keseimbangan asam-basa
2) K+, yang menjaga konsentrasi K+ plasma pada tingkat yang sesuai
untuk mempertahankan eksitabilitas normal membran sel otot dan saraf
3) Anion dan kation organik, yang melaksanakan eliminasi senyawa-
senyawa organik asing dari tubuh

B. TEKNIK PEMERIKSAAN SCANNING RENOGRAM


1. Scanning Renogram Konvensional
Scanning renogram konvensional menggunakan prinsip pemeriksaan
dengan menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal yang dialirkan
melalui nephron dan dieksresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian
melalui ureter sampai dengan kandung kemih. Kurva hasil
pemeriksaannya menunjukkan perubahan aktivitas ginjal terhadap waktu
yang menggambarkan fisiologis ginjal seperti fungsi penangkapan, waktu
transit dan efisiensi outflow.
a. Indikasi pemeriksaan :
1) Mengukur fungsi masing-masing ginjal
2) Ostruktif nefropati atau uropati
3) Mengukur kelainan vaskuler renal karena hipertensi
4) Evaluasi pasca transplantasi ginjal
5) Trauma ginja
6) Gagal ginjal akut dan kronis
7) Alternative untuk pasien alergi media kontras

b. Persiapan Alat dan Bahan :


1) Kamera gamma kolimator Low Energy High Resolution (LEHR)
2) Radiofarmaka

13
a. Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
b. Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi diberikan secara intravena
c. Tc– 99m EC dengan dosis 2,5 mCi
d. I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi

c. Persiapan Pasien
1) Pasien tidak dalam pemgaruh media kontras iodine.
2) Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan, Untuk pasien
dewasa minum 400 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan.dan
pada pasien anak-anak volume cairan sesuai dengan berat badan.
3) Mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
4) Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, pasien diberikan

larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak

menangkap I-131.

d. Posisi Pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki dekat
dengan kamera gamma (feet first supine).
e. Posisi Objek
1) Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera gamma
2) Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
3) Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
4) Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
5) Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

f. Teknik Pemeriksaan
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih
berada dalam lapang pandang pencitraan.

14
Scanning dilakukan 4 tahap :
1) Spuit penuh sebelum diinjeksikan pada pasien
2) Proyeksi postero – anterior
Akuisisi dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi intravena
Dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matriks 128 x 128,
peak energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV dengan
window 20% Waktu pemeriksaan 31 menit, Pembesaran 1 x pada
pasien dewasa.
3) Tempat injeksi pada vena cubiti
4) Spuit kosong setelah diinjeksikan ke pasien

Fase penilaian kurva normal


1) Fase Initial
(a) Terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan
radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran
darah vaskular ke dalam ginjal.
(b) Menunjukkan teknik penyuntikan radiofarmaka.
(c) Terjadi kurang dari 2 menit.

15
2) Fase Sekresi
(a) Menunjukkan kenaikan yang lebih lambat dan meningkat
secara bertahap.
(b) Berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan
di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli ke
dalam lumen tubulus.
(c) Mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.

3) Fase Ekskresi
(a) Tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai
puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara
radioaktivitas yang masuk dan meninggalkan ginjal.
(b) Menggambarkan pola urodinamik dari ginjal dan pola
eliminasi melalui sistem pelvikalises menuju ke ureter dan
vesika urinaria, sehingga fase ini sangat sensitif untuk
kelainan pada saluran kemih.

16
Fase penilaian kurva abnormal
1) Jika ginjal tidak berfungsi maka penangkapan radioaktivitas akan
minimum atau tidak ada sama sekali.
2) Kurva akan berjalan datar/tidak beraturan karena pada kurva
tersebut hanya menggambarkan aktivitas background saja.
3) Pada kasus obstruksi total, vesika urinaria tidak tampak. Fase
kedua akan tampak naik terus dan tidak terlihat adanya fase ketiga.

Parameter tambahan pada penilaian hasil renogram

1) Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit Time /


WKTT) merupakan waktu total yang dibutuhkan radiofarmaka
untuk transit melalui parenkim ginjal dan pelvis atau jumlah antara
waktu transit parenkim rata-rata (Mean Parenchyma Transit Time /
MPTT) dan Waktu transit pelvis (Pelvic Transit Time / PvTT).
Nilai normal MPTT adalah 100 – 200 detik.

17
2) Indeks Waktu Transit Parenkim (Parenchymal Transit Time Index /
PTTI) dan Indeks Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney
TransitTimeIndex/WKTTI)
PTTI = MPTT - Waktu Transit Minimum (MinTT)
(a) Nlai normal PTTI adalah 10 – 156 detik.
(b) WKTTI = WKTT – MinTT
(c) Nilai normal WKTTI adalah 20 – 170 detik.

2. Scanning Renogram Diuresis


Scanning renogram dieresis merupakan salah satu metode
pemeriksaan kedokteran nuklir pada pasien dengan dilatasi saluran kemih
bagian atas dan follow up pasien dengan hidronephrosis.
Scanning renogram dieresis menggunakan furosemide karena efeknya
bersifat diuretik yang menghambat reabsorpsi garam dan air di limb
asenden ansa henle serta sifat diuretik tergantung pada fungsi ginjal.
Furosemide adalah golongan obat loop diuretics. Durasi kerja dari
furosemide 2 – 3 jam. Kontra Indikasi Furosemide adalah alergi
furosemide, sirosis hepatic, gagal ginjal borderline serta gagal jantung
kongesif. Furosemide berfungsi untuk :
a. Menghambat secara selektif reabsorpsi dari NaCl pada tubulus
kontortus asenden ansa henle.
b. Menghambat sistem trasport Na+/K+/2Cl- pada membran lumen di
tubulus kontortus desenden ansa henle.
c. Meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menyebabkan redistribusi
dari aliran darah di dalam korteks ginjal.
d. Meningkatkan jumlah volume urin dan meningkatkan kadar potasium
pada pasien dengan gagal ginjal akut.

18
Menurut Society of Nuclear Medicine & European Nuclear
Medicine Association, dosis furosemide adalah 1 mg/kg berat badan.
Dosis maksimum untuk anak – anak 20 mg dan dewasa 40 mg.
a. Indikasi pemeriksaan :
1) Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah total atau
parsial
2) Hidronephrosis
3) Hidroureteronephrosis

b. Persiapan alat dan bahan


Peralatan SPECT – CT atau kamera gamma : kolimator
LowEnergy High Resolution (LEHR), atau LEGP atau LEHS
Radiofarmaka :
1) Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
2) Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi diberikan secara
intravena.
3) Tc– 99m EC dengan dosis 2,5 mCi
4) I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi
5) Obat dieresis : furosemide 1 ampul diberikan secara intravena.

c. Persiapan pasien
1) Pasien tidak dalam pemgaruh media kontras iodine.
2) Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan, Untuk
pasien dewasa minum 500 ml air 20-30 menit sebelum
pemeriksaan, dan pada pasien anak-anak volume cairan sesuai
dengan berat badan.
3) Mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
4) Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, pasien
diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid
agar tidak menangkap I-131.
5) Pasien diukur tinggi dan berat badan

19
d. Protokol pemilihan waktu penyuntikan diuretic
1) Radiofarmaka + 20 (F+20)
Volume pelvis ginjal penuh pada 20 menit setelah
radiofarmaka disuntikkan (furosemide diberikan 20 menit
setelah radiofarmaka).
2) Radiofarmaka – 15 (F – 15)
Furosemide diberikan 15 menit sebelum radiofarmaka
disuntikkan. Pada menit 15 – 18 setelah penyuntikkan
furosemide volume urin tinggi, sehingga akan didapat nilai
urine yang maksimal pada saat penyuntikkan radiofarmaka.\
3) Radiofarmaka + 0 (F – 0)
Furosemide disuntikkan secara intravena segera setelah
penyuntikkan radiofarmaka. Hasilnya tidak berbeda jauh
dengan F – 15. Dapat mengurangi frekuensi gangguan pada
saat pencitraan oleh pasien yang disebabkan keinginan pasien
untuk miksi. Metode ini nyaman digunakan pada pasien bayi
dan anak-anak, karena tidak perlu melakukan penyuntikkan
sebanyak 2 kali.

e. Posisi Pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki
dekat dengan kamera gamma (feet first supine)
f. Posisi Objek
1) Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera
gamma.
2) Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
3) Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
4) Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
5) Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

20
g. Teknik Pemeriksaan
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung
kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.
Scanning dilakukan 4 tahap :
1) Spuit penuh sebelum diinjeksikan pada pasien
2) Proyeksi postero – anterior
Akuisisi dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi intravena
Dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matriks 128 x
128, peak energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV
dengan window 20%
Waktu pemeriksaan 31 menit
Pembesaran 1 x pada pasien dewasa
3) Tempat injeksi pada vena cubiti
4) Spuit kosong setelah diinjeksikan ke pasien
5) Obat dieresis (furosemide) satu ampul diinjeksikan pada vena
cubiti pada menit ke 15 setelah injeksi radiofarmaka.

h. Evaluasi kurva renogram diuretic terhadap respon furosemide


1) Pemberian furosemide tidak merubah bentuk kurva obstruksi
(fase III naik terus), gambaran demikian dikenal sebagai gambaran
obstruksi total.

21
2) Pemberian furosemide menyebabkan perubahan kurva
renogram dengan cepat dan eksresinya menjadi sangat efektif.
Gambaran ini ditemukan pada hidronephrosis non obstruksi
atau dilatasi hipotonik
a. Pengaruh furosemide pada kurva obstruksi hanya
bersifat parsial, tidak cepat dan eksresinya lambat.
Gambaran demikian menunjukkan adanya obstruksi
atau subtotal.

3) Kurva normal diuretic menampakkan kurva menurun dengan


cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan
keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan
meninggalkan ginjal. Menggambarkan pola urodinamik dari
ginjal dan pola eliminasi melalui sistem pelvikalises menuju
ke ureter dan vesika urinaria, sehingga fase ini sangat sensitif
untuk kelainan pada saluran kemih

22
i. Parameter kuantitatif
Merupakan parameter-parameter yang digunakan untuk menilai respon
ginjal terhadap pemberian furosemide. Jenis-Jenis parameter
kuantitatif :
a. Time of peak (waktu puncak)
b. Peak of half (waktu untuk mengeksresikan 50% dari radiofarmaka)
c. Output efisiensi
d. Efisiensi ekskresi pelvis ginjal
e. Indeks waktu transit parenkim
f. Aktivitas residu terkoreksi

Catatan
Pemeriksaan tidak dapat menilai respon diuretik secara akurat jika fungsi ginjal
berkurang secara bermakna. Hasil pencitraan juga tidak dapat dinilai bila perunut
banyak terkumpul di pelvis ginjal.

23
3. Scanning Renogram Captopril
Merupakan modifikasi dari renografi konvensional yang dapat
membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosa pada hipertensi
renovaskuler (HTRV). Kaptopril adalah salah satu obat yang termasuk
dalam golongan ACE Inhibitor yang dapat digunakan sebagai suatu
stressor pada ginjal.
a. Indikasi
Hipertensi Renovaskuler (HTRV)
b. Persiapan alat dan bahan
 Peralatan kamera gamma kolimator Low Energy High
Resolution (LEHR)
 Radiofarmaka Tc– 99m DTPA 2 – 10 mCi diberikan secara
intravena
c. Persiapan pasien
1) Penderita dewasa minum 400 ml air 20-30 menit sebelum
pemeriksaan.
2) Penderita anak-anak diberikan volume cairan sesuai dengan
berat badan.

24
3) Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram
bersamaan dengan pemeriksaan IVP1 jam sebelum
pemeriksaan, penderita diberikan 25 – 50 mg kaptopril atau
2,5 mg enalapril per oral.
4) Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum
pemeriksaan.
5) Tekanan darah dipantau sebelum pemberian kaptopril dan
setiap interval waktu 5 menit setelah pemberian kaptopril.
6) Jika tekanan diastol turun sebesar 10 mmHg atau lebih selama
pemantauan, maka ini merupakan tanda bahwa efek kaptopril
telah bekerja dan renografi sudah bisa dimulai.
7) Jika hal ini (point 4) tidak terjadi maka pemeriksaan dapat
dimulai 1 jam setelah pemberian kaptopril.
8) Penderita dianjurkan puasa minimum 4 jam sebelum
pemberian kaptopril, namun selama puasa penderita
diperbolehkan minum air putih agar status hidrasi pada pasien
tetap terjaga.
9) Penderita diperintahkan untuk menghentikan obat-obatan
antara lain ACE Inhibitor selama ± 3 hari dan obat Agiotensin
II dan diuretik selama 2 hari
10) Apabila radiofarmaka yang digunakan 131I – Hippuran maka
15 menit sebelum pemeriksaan penderita diberikan 1 cc
larutan lugol.

d. Posisi Pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki
dekat dengan kamera gamma (feet first supine)

25
e. Posisi Objek
1) Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera
gamma
2) Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
3) Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
4) Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
5) Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

f. Teknik Pemeriksaan
Scanning dilakukan:
1) Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan
vesika urinaria berada dalam lapang pandang pencitraan dari
proyeksi posterior.
2) Radiofarmaka dan kaptopril disuntikkan pada vena mediana
kubiti secara bolus

g. Fase penilaian kurva normal


Penilaian pada umumnya berdasarkan penilaian kuantitatif
terhadap kurva renogram. Penilaian semi kuantitatif berdasarkan
rekomendasi Working Party on Diagnostic Criteria of
Renovascular Hypertension with Captopril Renography adalah
sebagai berikut :
1) Derajat 0 menunjukkan keadaan normal
2) Derajat 1 dapat menunjukkan perlambatan ringan dari fase
sekresi (fase 2) atau penurunan aktivitas maksimal atau
waktu puncak abnormal yaitu sektar 6-11 menit atau fase
sekresi turun dengan lamban.
3) Derajat 2A menunjukkan perlambatan fase sekresi dan
Tmaks, dengan fase ekskresi.

26
4) Derajat 2B menunjukkan perlambatan fase sekresi, Tmaks
tanpa fase ekskresi.
5) Derajat 3 menunjukkan penurunan yang nyata atau
penangkapan radiofarmaka tidak ada sama sekali

4. Scanning Transplantasi Ginjal


Modifikasi dari renografi konvensional yang dapat
membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosa yang
berhubungan dengan transplantasi ginjal.
a. Indikasi pemeriksaan :
1) Follow up pasien pasca operasi transplantasi ginjal
2) Mendeteksi terjadinya resiko komplikasi pada pasien.

27
3) Menilai fungsi ginjal pada calon donor yang sehat
(memastikan bahwa ginjal yang akan didonorkan adalah
ginjal yang baik dan tidak akan membahayakan bagi
pasien penerimanya)

b. Persiapan alat dan bahan


Peralatan SPECT – CT atau kamera gamma : kolimator
LowEnergy High Resolution (LEHR), atau LEGP atau LEHS
Radiofarmaka :
1) Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
2) Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi
3) I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi

c. Persiapan pasien
1) Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan.
Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit sebelum
pemeriksaan.
Sedangkan penderita anak-anak : diberikan volume cairan
sesuai dengan berat badan.
2) Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram
bersamaan dengan pemeriksaan IVP.
3) Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum
pemeriksaan.
4) Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, penderita
sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok
jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.

d. Protokol pemilihan waktu penyuntikan diuretic


1) Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara
bolus.
2) Citra diambil pada interval 1 detik setelah radiofarmaka
disuntikkan selama 60 detik.

28
e. Posisi Pasien dan Objek
Pasien supine atau tidur terlentang dan kamera gamma berada di
anterior fossa illiaka di daerah abdomen bagian bawah dan pelvis.
f. Teknik Pemeriksaan
Scanning dilakukan:
1) Pasien supine atau tidur terlentang dan kamera gamma berada
di anterior fossa illiaka di daerah abdomen bagian bawah dan
pelvis.
2) Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara
bolus.
3) Citra diambil pada interval 1 detik setelah radiofarmaka
disuntikkan selama 60 detik.
g. Parameter penilaian
1) Bladder Appearance Time
2) Rasio ginjal-vesika urinaria
3) Waktu puncak renografi
4) Indeks akskresi
5) Indeks perfusi
6) Rasio ginjal aorta
Walaupun renografi tidak pernah mencapai nilai normal,
perubahan aktivitas terjadi terhadap waktu dapat memberikan
petunjuk kemajuan dari kondisi pasien transplantasi ginjal. Yang
perlu diperhatikan dari renografi pada transplantasi ginjal ini adalah
gambaran perfusi dan kurva renografinya karena dapat memberikan
informasi yang penting.
h. Metode penilaian fungsi ginjal dan perfusi ginjal
(a) Indeks Perfusi
- Menghitung indeks perfusi ROI dibuat pada ginjal dan
arteri illiaka yang kemudian dibuat kurva aktivitas
terhadap waktu.

29
- Jika tidak ada aliran darah ke ginjal yang ditransplantasi
maka nilai
indeks perfusi akan meningkat.
(b) Rasio Ginjal-Aorta
- Menggunakan kurva aktivitas terhadap waktu dari ginjal
dan aorta.
- Nilai rasio akan menurun bila tidak ada perfusi ke ginjal.

C. PROTEKSI RADIASI
Proteksi radiasi yang dilakukan oleh petugas radiasi adalah:
1. Menggunakan sarung tangan saat penyuntikan radiofarmaka, untuk
menghindari terjadinya kontaminasi radioaktif.
2. Berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat dilakukannya
pemeriksaan.
3. Tidak memegang pasien pada saat dilakukannya pemeriksaan.
4. Menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil.
Proteksi radiasi untuk pasien adalah :
1. Memberikan dosis radionuklida kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan.
2. Tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan masyarakat umum.
3. Menunggu pada ruangan khusus untuk pasien.
4. Buang air hanya pada toilet yang telah disediakan (toilet
dekontaminasi)
5. Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi zat radioaktif
(spuit, jarum suntik, hand scoon dan vial) dibuang pada container
limbah radioaktif.

30
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, penulis mengemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
Hasil diagnostic dalam kedokteran nuklir lebih mengarah kepada
fungsi organ, sedangkan untuk menganalisa anatomi kedokteran nuklir
mempunyai daya pencitraan yang tidak terlalu bagus bila dibanding
dengan ivp, CT-Scan, usg, dan MRI, namun beberapa modalitas ini juga
belum dapat menghasilkan gambaran fungsional dari suatu organ dari hal
inilah maka dapat kita ketahui bahkan pemeriksaan diagnostik yang
dianggap sebagai gold standard pun memliki kekurangan dan masih
mungkin memberikan hasil yang kurang akurat . Semua pemeriksaan
diagnostik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga
tidak ada pemeriksaan diagnostik yang mampu menggantikan pemeriksaan
diagnostik lainnya, yang ada hanyalah saling melengkapi sehingga
menghasilkan hasil diagnostic yang seakurat mungkin.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengungkapkan beberapa saran
sebagai berikut :
Untuk memahami teknik scanning renogram lebih jauh lagi dibutuhkan
wawasan dari buku atau sumber lainnya. Sehingga informasi-informasi
lain yang belum tercantum pada makalah di atas bisa dijadikan tambahan
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. 2010, 2007. Human Physiology. USA: Brooks/Cole,


Cengage Learning.
Wijokongko, Sigit. dkk. 2016. Protokol Radiologi. Magelang: Inti Medika
Pustaka
http://farakadir.blogspot.co.id/2013/11/proteksi-radiasi-dalam-bidang.html
diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.05
http://dadang-saksono.blogspot.co.id/2010/07/teknik-pemeriksaan-
kedokteran-nuklir_1896.html diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.40
http://dadang-saksono.blogspot.co.id/2010/07/teknik-pemeriksaan-
kedokteran-nuklir_2367.html diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.45
http://dadang-saksono.blogspot.co.id/2010/07/teknik-pemeriksaan-
kedokteran-nuklir_151.html diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.47

32

Anda mungkin juga menyukai