Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN KELOMPOK 3

SISTEM ONKOLOGI
MODUL 3
BENJOLAN PADA LEHER

Tutor

: Dr.Anwar Wardy Sp.S

Ketua

: M.alif Zainal

Sekertaris

: Balqis Basbeth

Anggota

:AMF.Faidzin A
GustiAyu Putri Pitoyo
Hesti Pusparani
Lia Dafia
M.Thanthawi Jauhari
Mahardika Johansyah
Nindya Adeline
Surayya Ardillah

Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmah HidayahNYA sehingga kami
akhirnya dapat menyelesaikan laporan modul 3 Benjolan pada Leher sebagai tuntutan
perlengkapan administrasi. Laporan ini merupakan hasil observasi dari problem based
learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajaran yang bertujuan
melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.
Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.
Terima kasih kepada para narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan
seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu
sehingga laporan ini dapat tersusun.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta,16 januari 2014

Kelompok 3

PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional umum (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menmperoleh
pembelajaran

tentang anatomi, histology dan fisiologi, KGB dan hubungan dengan

infeksi dan neoplasma.


Skenario 1
Perempuan 27 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan ada benjolan di leher
kiri, berkelompok. Benjolan ini dirasakan agak sakit terutama bila ditekan. Riwayat
sakit TB paru dan batuk-batuk lama disangkal.
kalimat Kunci :
Perempuan 27 tahun
Benjolan kirin berkelompok
Nyeri Tekan
Pertanyanyaan :
1. Jelaskan mekanisme munculnya benjolan pada leher?
2. Jelaskan anatomi Leher,KGB dan Tiroid?
3. Jelaskan Fisiologi pada KGB dan Tiroid?
4. Jelaskan Klasifikasi Neoplasma pada KGB?
5. Jelaskan Penyakit penyakit dengan gejala benjolan pada Leher?
6. Jelaskan Alur Pemeriksaan pada kasus?
7. Jelaskan Upaya Pencegahan pada kasus?
8. Jelaskan DD CA LIMFOMA MALIGNA?
9. Jelaskan DD CA TIROID?
10. Jelaskan DD CA PAROTIS ?

Jelaskan anatomi leher, KGB dan tiroid !


Anatomi leher
Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks
dan caput. Batas disebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik
dari angulus mandibula menuju ke procesus mastoideus, linea nucrae suprema sampai

ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh
incisura jugularis sterni, klavikula, acromion, dan suatu garis lurus yang
menghubungkan kedua acromia.(3)

Gambar 1. Anatomi leher


Jaringan leher dibungkus oleh tiga fascia. Fascia koli superfisialis membungkus
musculus sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu
dengan fascia sisi lain. Fascia colli media membungkus otot-otot pratrakeal dan bertemu pula
dengan fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fascia colli
superficial. Ke dorsal fascia colli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus jadi satu. Fascia colli profunda membungkus musculus
prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia koli media.

Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap kea rah
kaudal.Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus,
os.hyoideum, trakea dan glandula thyroidea.Turut menentukan adalah posisi kepala dan
columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka prosessus spinosus dari

vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi
retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah
ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trakea dan glandula thyroidea (terutama pada
wanita).
Leher dibagi oleh musculus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau
medial dan trigonum posterior atau lateral.
1

Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea


mediana leher dan mandibula, terdiri dari :
a

Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid


venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.

Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior,


musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior.

Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior, musculus digastricus,


os.hyoid dan linea mediana.

Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior,


musculus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus.

Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus,


musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :
a

Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus


omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.

Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid,


musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.

gambar 2. Trigonum anatomicum

Anatomi kelenjar getah bening


Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal
(limfadenopati lokalisata) dan pemb esaran KGB umum (limfadenopati
generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB
hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila
pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Ada
sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB
pada daerah kepala dan le her adalah sebagai berikut:
1,2,6

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,
cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
4,6-12
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubung-kan simpai
dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan
alur untuk pembuluh darah dan syaraf.
4,6-12
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.
4,6-12

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity .
4,6-12,14
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,
parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks
mengandung sel T.
4,6-12
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center . Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel
B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak
inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar
yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan
sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center , dan berkembang didalam
sel plasma.

Anatomi tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan

organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada leher bagian bawah di
sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang
paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea .
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kr iko idea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.
Kelenjar tiroid
mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid
pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid
per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).

Tiroid terdiri dari nodula - nodula yang tersusun dari folikel- folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid. Sel- sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan
tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan.

Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel - folikel adalah tiroksin (T
4 ) dan triiodotironin (T3).
Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi
hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahk an kadar kalsium serum dan
dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T 4 ) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingka n dengan T 3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3
merupakan hormon yang lebih aktif daripada T 4.

2.Fisiologi KGB dan Tiroid


KGB
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Seringkali
timbul benjolan-benjolan di daerah tempat kelenjar getah bening berada. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Pembesaran
kelenjar getah bening 55% berada di daerah kepala dan leher.
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh
dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh
getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB
sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen
yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan
tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening

membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit
dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi
di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
Fungsi sistem limfe antara lain, yaitu:
1. Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi
2. Pertahanan terhadap penyakit
Cairan limfe mengalir melewati kelenjar limfe (limfonodus) yang terletak di
dalam sistem limfe. Lewatnya cairan ini mrlalui limfonodus adalah suatu aspek
penting mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebagai contoh, bakteri
yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh fagosit khusus di dalam
kelenjar limfe.
3. Transpor lemak yang diserap
4. Pemgembalian protein yang tersaring
Di sebagian besar kapiler terjadi kebocoran sebagian protein plasma sewaktu
proses filtrasi. Protein-protein ini tidak mudah di reabsorpsi ke dalam kapiler
tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal. Jika protein tersebut
dibiarkan menumpuk di cairan interstitium dan tidak dikembalikan ke sirkulasi
melalui pembuluh limfe maka tekanan osmotik koloid plasma (tekanan masuk)
akan turun progresif. Akibatnya, gaya-hgaya filtrasi akan meningkat sementara
gaya-gaya reabsorpsi berkurang sehingga terjadi akumulasi progresif cairan di
ruang interstitium disertai penurunan volume plasma.
Tiroid
Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus)
dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di
depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus
tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch

melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.


C. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan
vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama).
2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau
A. anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini
diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid:

Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang


N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (stridor/serak).

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:

Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu


massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner

katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).

Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang


berjauhan.

Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid:

Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid


merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)


menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin)
dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh
enzim tiroperoksidase.

Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat


oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel
folikel.

Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.

MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.

Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan


kompleks golgi.

Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan


Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara
cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari
0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar
biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki
akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:


1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan
65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk
10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3
memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun,
sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan,
melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. T3 mempunyai ikatan
paling besar dengan Albumine sedangkan T4 lebih banyak terikat dengan Globuline.
Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses
pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon
tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
a.

Mengatur laju metabolisme tubuh.


Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena
peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian
untuk otak, lien, paru-paru dan testis. Kedua hormon ini tidak berbeda
dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3
lebih cepat dan lebih kuat reaksinya, tetapi waktunya lebih singkat
dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat

b.

dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.


Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya

c.
d.

pertumbuhan saraf dan tulang.


Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah

e.
f.

kekuatan kontraksi otot dan meningkatkan output jantung.


Merangsang pembentukan sel darah merah.
Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.

3.Mekanisme Timbulnya Benjolan Pada Leher

Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbullnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormone, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua sruktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar triroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mas sel dan sel basophil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang
berupa histamine, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediatormediatorr radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga
timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh
berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrophil dan sel T akan berupaya
memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk
menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bisa mendapat nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk
memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan aen
infeksius yang masuk agar tidak mennyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel yang tidak lagi
sempurna. Displasia menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proloferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan

pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
4. Jelaskan patomekanisme terjadinya benjolan pada leher !
Jawab :
Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh lima kelainan atau penyebab utama
yaitu:

Kelainan kongenital

Infeksi

Neoplasma

Trauma

Kelainan lainnya

Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa
benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping
bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital
yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista branchial , kista
ductus thyroglosus.

Hygroma colli adalah kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe,
biasanya muncul sejak lahir dan makin bertambah besar dengan bertambahnya usia,
bahkan bisa sampai ukuran bola tenis atau lebih, biasanya benjolannya agak lunak .

Kista ductus thyroglosus, benjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah
dagu sampai kelenjar thyroid atau kelnjar gondok Pada jenis kelainan ini bisa muncul
pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa. Benjolannya berisi cairan.

Kista branchial, seperti kista ductus thyroglosus, juga berisi cairan , namun letaknya
paling sering di samping leher.

Infeksi

Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut atau infeksi menahun.Biasanya infeksi
akut disertai adanya gejala badan panas, rasa sakit dan adanya warna kemerahan pada
benjolan tersebut.Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan
akibat penyakit TBC kelenjar. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher
melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri
langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai
efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah
bening.
Pada TBC kelenjar benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai
ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah
dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan , bahkan kadang di samping leher
kiri dan kanan sekaligus.
Neoplasma
Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang
maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada
sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan
sel dan inaktifasi mekanisme apoptosis. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali
yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilagokondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar
leher.
Kanker pada daerah leher bisa dibedakan tiga macam berdasarkan asal pertumbuhannya yaitu
:

Kanker yang asal pertumbuhannya memang berawal dari daerah leher itu sendiri,
misalnya yang paling sering adalah kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak
yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.

Kanker yang terjadi di daerah leher, namun sebenarnya kanker induknya atau asalnya
ada di tempat lain , dengan kata lain merupakan metastasis tumor dari kanker di
tempat lain yang letaknya bukan di leher. Contoh pada kanker jenis ini adalah kanker
nasofaring, kanker di daerah kepala, kanker di rongga mulut, yang umumnya
menyebabkan metastasis berupa adanya benjolan di leher samping atas sedikit
dibawah telinga kiri atau kanan. Juga kanker-kanker dari organ yang jauh seperti
kanker paru, kanker saluran pencernaan, kanker saluran kemih ,kanker payudara,
kanker alat genitalia wanita yang dapat memberikan metastasis berupa adanya
benjolan diatas tulang selangka atau supraclavicula, terutama di sebelah kanan.

Kanker di daerah leher yang sebenarnya merupakan penyakit sistemik yang dapat
terjadi di seluruh tubuh, yaitu kanker kelenjar getah bening.

Trauma
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme
infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.
Trauma di daerah leher bisa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan
darah atau hematom dan membentuk benjolan seperti tumor.
Kelainan lain
Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di
daerah leher. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan
kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok.
Daftar pustaka :
Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

6. JELASKAN PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN GEJALA BENJOLAN DILEHER DAN


JELASKAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KARSINOMA TIROID?
JAWAB:
Karsinoma nasofaring
Definisi
Karsinoma nasofaring disebut juga tumor kanton.Menurut WHO,sekitar 80 % dari
kasus karsinoma nasofaring didunia terjadi di china.

ANATOMI

Nasofaring terletak diantara basis cranial dan pallatum mole,menghubungkan rongga


hidung dan orofaring.Rongga nasofaring menyerupai sebuah kubus yang tidak
beraturan,diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing masing sekitar 3 cm, diameter
depan belakang 2-3 cm,dapat dibagi menjadi dinding anterior,superior,inferior dan 2
dinding lateral yang simetri bilateral.Dinding supero-posterior.Dinding superior dan
posterior bersambung dan miring membentuk lengkungan,diantara kedua dinding
tidak terdapat batas anatomis yang jelas
Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala umur,tapi umumnya menyerang usia 3060 tahun,menduduki 75-90 %.Proporsi pria dan wanita 8:1.
Etiologi
Terjadinya kanker nasofaring mungkin multifactor,proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap.Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah :
1.Kerentanan genetic
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode
enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah,gen kerentanan terhadap
kanker nasofaring.
2.Virus EB
Metode imunologi membuktikan antigen spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA)
antigen membrane (MA),antigen dini(EA),antigen nuklir,dll.
3.Faktor lingkungan
Menurut laporan luar negeri,orang cina generasi pertama (umumnya penduduk
kanton) yang bermigrasi ke Amerika Serikat,Kanada memiliki angka kematian akibat
kanker nasofaring 30 kali tinggi dari kulit putih setempat.Penelitian akhir akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya kanker nasofaring:

1.Golongan nitrosamine : ini dapat menilbulkan kanker pada hewan.Diantaranya


dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin kandungannya agak tinggi pada ikan asin
Guangzhou.Tikus putih yang diberi pakan ikan asin dapat timbul kanker rongga nasal
atau sinus nasal.
2.Hidrokarbon aromatic: pada keluarga di area insiden tinggi kanker
nasofaring,kandungan 3,4-benzpiren
3.Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinogenesis pada proses timbulnya
kanker nasofaring pada tikus akibat dinitrosopiperazin dosis kecil.
Karsinoma laring
ANATOMI LARING
Laring

Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ).


Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada pita
suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring
menghubungkan laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior
dari Leher Pada Vertebrata Cervical 4 Sampai 6.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laringselama
menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c.Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian darikartilago ini
membentuk jakun ( Adams Apple )
d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago thyroid )
e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid

f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara; pita suara melekat pada lumen laring.
Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan
atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk
Etiologi
Etiologi karsinoma larynx belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.
Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko
untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang
dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini
dan pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan
dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang
terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter
laring.
1. Tembakau
2. Alkohol Dan Efek Kombinasinya
3. Ketegangan Vocal
4. Laringitis Kronis
5. Pemajanan Industrial Terhadap Karsinogen
6. Defisiensi Nutrisi (riboflavin)
7. Predisposisi keluarga
FREKUENSI
Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987
proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus ratarata 25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.
Karsinoma Thyroid
Epidemiologi
Penderita wanita lebih banyak dari pria, ratio pria terhadap wanita adalah 1:2-4,
penyakit tersering terjadi pada usia 20-40 tahun.

Etiologi
Etiologi kanker tiroid belum jelas, pada umumnya beranggapan karsinoma tiroid
berkaitan dengan banyak faktor, termasuk radiasi ionisasi, perubahan genetik dan
onkogen, jenis kelamin, faktor diet,dll.
1) Radiasi Ionisasi
Kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya faktor karsinogen terhadap tiroid.
Populasi terpapar sinar X dan radiasi , insiden karsinoma papilar dan folikular
tiroid lebih tinggi.
2) Genetik dan Onkogen
Sebagian Karsinoma medular tiroid bersifat herediter dan familial. Timbulnya
karsinoma medular tiroid familial berkitan dengan mutasi gen RET pada
kromosom nomor 10.
3) Jenis Kelamin dan Hormonal
Pada kelenjar tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat reseptor
estrogen dalam jumlah bervariasi. Pada Jaringan karsinoma papilar tiroid
kandungan reseptor estrogen dan reseptor progesteron tertinggi, disimpulkan
bahwa reseptor estrogen , reseptor progesteron merupakan faktor penting yang
mempengaruhi insiden karsinoma tiroid pada wanita.
4) Faktor Diet
Defisiensi iodium dianggap berakitan dengan timbulnya tumor tiroid termasuk
karsinoma tiroid.
5) Lesi Jinak Tiroid
Transformasi ganas adenomaberhubungan dengan tipe patologik, adenoma
folikuler tipe embrional dan tipe fetal lebih mudah menjadi ganas.

LIMFADENITIS TB
Definisi
Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah salah satu
TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.
Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang
umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya disebabkan
dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat dengan pasien yang
memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif mudah mengalami
limfadenitis TB.
Epidemiologi
limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan
kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari
keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang

tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien
dengan HIV-negatif. Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum
terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari
Mycobacterium TBC. Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk
kasus yang paling sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati
mikobakteri (NTM) yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan
limfadenitis yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering
mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan
untuk
Limfadenitis Tb dapat terjadi pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis
Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan nonHispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya
perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi mikobakteri
limfadenitis pada populasi Asia

Faktor resiko karsinoma tiroid antara lain :


Usia
Kanker tiroid dapat terjadi pada orang dengan usia berapapun, tetapi banyak kasus
dari karsinoma papiliferum dan folikular ditemukan antara usia 20 dan 60 tahun.
Faktor resiko ini terkait dengan jenis histopatologis karsinoma tiroid. Anak-anak usia
dibawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko keganasan dua kali
lebih besar dibanding kelompok dewasa

Jenis kelamin, perempuan : laki-laki adalah 2-3 : 1

Ras
Di Amerika, orang kulit hitam memiliki resiko 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan
orang kulit putih. Tetapi secara umum, di dunia tidak ada perbedaan ras untuk resiko
karsinoma tiroid

Faktor genetik

Riwayat penyakit serupa dalam keluarga

Diet
Daerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih tinggi, terutama untuk
yang tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya orang dewasa memerlukan yodium
hanya 100mcg/hari dan dengan pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan
resiko terkena goiter.

Riwayat pernah menderita kelainan tiroid sebelumnya

Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau

Kecepatan tumbuh tumor

Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

5. JELASKAN KLASIFIKASI LIMFOMA!


1. Konsep Penyakit
a. Pengertian
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem
limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan
umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan
kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar
sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ
lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin
(LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan
mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui:
kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan
terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama
hidup semakin besar resikonya menderita limpoma.
Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam
kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal
sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah
bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus
dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002).
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Mansjoer, A. 2001).
b. Etiologi
1) Abnormalitas genetic
2) Genetik
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah

penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).


Infeksi HTLV 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)

Faktor Predisposisi
1.

Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV
2.
Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
(Mansjoer, A. 2001).
c. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahuntahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan
pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982
muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan
rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan
kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid
Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
1. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak
nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada
LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut.
Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
b.

kelenjar getah bening.


Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh
dada atau perut.

c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok


kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,
atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala
konstitusionalerupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.
A = tanpa gejala konstitusional
B = dengan gejala konstitsional
Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia,
Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga
stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
1. Untuk Low grade NHL
a) regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)
b) Fludarabin
c) Rituximab
2. Untuk High grade NHL
a) Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan
prednison)
b) Regimen CHOP + Rituximab
c) transplantasi sum-sum tulang.
2. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
a) Nodular Sclerosing limfosit
b) mixed cellularity
c) rich lymphocyte
d) limphocyte depletio

Jenis

Gambaran Mikroskopik

Kejadian

Limfosit
Predominan
Sklerosis Noduler

Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada


banyak limfosit
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg &
campuran sel darah putih lainnya;
daerah jaringan ikat fibrosa
Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang
sedang & campuran sel darah putih lainnya
Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

3%
kasus
67%
kasus

Selularitas
Campuran
Deplesi Limfosit

25%
kasus
5%
kasus

Perjalanan
Penyakit
dari Lambat
dari Sedang

dari Agak cepat


dari Cepat

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di


mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis

melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi
jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum
tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL
d. Manifestasi klinik
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran


kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha)
Demam
Sering keringat malam
Penurunan nafsu makan
Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
Kelemahan, keletihan
Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus

e. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar
limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Biasanya berawal sebagai :

pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi
sangat besar.

Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala


penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas,
penekanan

terhadap

esofagus

menyebabkan

sulit

menelan,

pada

syaraf

menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena
mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi

pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.


Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di
nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain

pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi


Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah

polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil.


Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C

( 1010F ).
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )
selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa

minggu.
Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan
menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.

Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik


sebelum pertama kali terdianogsa. Apabila penyakit masih terlokalisasi, radiasi
merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, dipakai kombinasi
kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV positif dianjurkan untuk
mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit
Hogkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering
terjadi.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh
meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah
normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan
lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar
lain:
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
2. Sering keringat malam
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan

f. Pathway
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus

Pembesaran
kelenjar getah
bening

Nyeri

Mendesak jaringan
sekitar

Mendesak pembuluh
darah

Gangguan
termoregulasi

Hipertermi
Resiko
terjadinya
infeksi

Mendesak sel
saraf

Pa O2 menurun
Sistem
PCO2
pernapasan
meningkat

Sistem saraf

Sistem
pencernaan

Sesak napas

Paralisis
faringeal

Efek
hiperventilasi

Peningkatan
produksi sekret

Sistem
muskuluskletal

Respons
psikososial
Sesak napas
Tindakan

Produksi asam
lambung
meningkat

Kesulitan
menelan
Penurunan
nafsu makan

Peristaltik
menurun

Penurunan
suplai oksigen
kejaringan

Peningkatan
metabolisme
anaerob

Koping tidak
efektif

Kecemasan

Pola napas
tidak efektif

Mual, nyeri
lambung
konstipasi

Peningkatan
produksi asam
laktat

Jalan nafas
tidak efektif

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Kelemahan fisik
umum,odem

Intoleransi
aktivitas

g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1.
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2.
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon
terhadap pengobatan.
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul

3.

untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.


h. Penatalaksanaan & Therapy
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati
yang bukan merupakan ancaman.

1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
2. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila
ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal
atau jantung.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan
pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM,
Hipertensi, dan lain-lain.
b. Data dasar pengkajian pasien
1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari,
dan menurunnya BB.
b. Kulit, rambut, kuku
( tidak ada perubahan )
c. Kepala dan leher
Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.
d.
e.

f.

Mata dan mulut


Tidak ada masalah/perubahan.
Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak
maupun abdomen.
Sistem respirasi

g.

h.
i.
j.

Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
benjolan.
Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.
Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.
d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

e. Perencanaan
7.
No
12.
1.

8.
Diagnosa
Keperawatan
13.
Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
intake yang tidak
adekuat
(
mual,
muntah)

9.
Hasil

26.
2.

27.
Resiko
terjadinya
infeksi
berhubungan dengan
proses inflamasi.

Tujuan / Kriteria

14. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
3 x24 jam
Kebutuhan
nutrisi
klien dapat
terpenuhi
dengan
15.
Kriteria
Hasil :
BB meningakat
Nafsu makan pasien
meningkat
Gangguan penelanan
berkurang
Rasa
sakit
pada
waktu
menelan
berkurang
28. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
2x24

10.

Intervensi

11.

Rasional

1. Lakukan pendekatan pada pasien dan


keluarganya.
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebabnya dari rasa sakit dan cara
mengurangi rasa sakit.
3. Jelaskan
pada
pasien
tentang
penyakitnya dan akibatnya jika ia
tidak makan.
4. Anjurkan
pada
kelurga
untuk
memberikan makanan tambahan yang
ringan untuk dicerna
5. Obervasi TTV
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan
ahli gizi
16.

1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.


17.
2. pasien mendapat informasi yang tepat.
18.
19.
20.
3. pasien mendapat informasi yang tepat.
21.
22.
4. untuk memudahkan pasien menelan.
23.
24.
5. untuk mengetahui perkembangan pasien
25.
6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh
px

1. beri penjelasan tentang terjadinya


infeksi
2. beritahu pasien tentang tanda-tanda
inflamasi
3. beri kompres basah
4. Anjurkan pasien untuk memakai baju

1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi


2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi
dan pencegahannya
3. menurunkan suhu tubuh pasien
4. agar keringat mudah diserap dan suhu
tubuh tidak meningkat

31.
3

32.
Cemas
berhubungan dengan
kurangnya
pengetahuan tentang
penyakitnya.
33.

38.
4

39.
Hipertermi
berhubungan dengan
tak
efektifnya
termoregulasi
sekunder
terhadap
inflamasi
40.

Tidak
yang menyerap keringat.
5. diharapkan dapat mempercepat
terjadi
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
kesembuahn pasien
infeksi,
pemberian obat
30.
dengan
29.
Kriteria
Hasil :
Suhu tubuh dalam
batas normal
Tidak ada tanda
inflamasi
Keringat berkurang

34.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam tidak
terjadi nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dengan
kriteria hasil :
Nafsu
makan
meningkat,
porsi habis,
BB
tidak
turun
drastis
41. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
1x24 jam
diharapkan
suhu tubuh

1. Observasi nafsu makan klien


35.
36.
2. Beri makan klien sedikit tapi sering
3. Beritahu klien pentingnya nutrisi
37.
4. Pemberian diet TKTP

proses

1. Porsi makan yang tidak habis menunjukkan


nafsu makan belum membaik
2. Meningkatkan masukan secara perlahan
3. Klien dapat memahami dan mau
meningkatkan masukan nutrisi
4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh
sebagai pembangun

1. Observasi suhu tubuh pasien


1. Dengan memantau suhu diharapkan
43.
diketahui
keadaan
sehingga
dapat
44.
mengambil tindakan yang tepat.
2. Anjurkan dan berikan banyak minum 2. Dengan banyak minum diharapkan dapat
(sesuai kebutuhan cairan anak
membantu menjaga keseimbangan cairan
menurut umur)
dalam tubuh
3. Berikan kompres hangat pada dahi,
3. Kompres dapat membantu menurunkan
aksila, perut dan lipatan paha.
suhu tubuh pasien secara konduksi
4. Anjurkan untuk memakaikan pasien

klien
pakaian tipis, longgar dan mudah 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
menurun
menyerap keringat.
mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
dengan
menjadi seimbang.
antipiretik.
Kriteria
5. antipiretik akan menghambat pelepasan
45.
Hasil :
panas
oleh
hipotalamus.
46.
TTV dalam batas
47.
normal
48.

42.
49.
5

50.
Intoleransi
aktivitas
yang
berhubungan dengan
tidak seimbangnya
persediaan
dan
kebutuhan oksigen
kelemahan
umum
serta
kelelahan
karena
gangguan
pola tidur

51. Setelah
1. Mengevaluasi
respon
pasien 1. Memberikan
kemampuan
atau
dilakukan
terhadap aktivitas, mencatat dan
kebutuhan pasien dan memfasilitasi
tindakan
melaporkan
adanya
dispnea,
dalam pemilihan intervensi
keperawat
an selama
peningkatan
kelelahan,
serta
53.
2x24 jam
perubahan dalam tanda vital 54.
Aktivitas
dapat
selama dan setelah aktivitas.
2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
terpenuhi
2. Memberikan lingkungan yang
berlebihan,
serta
meningkatkan
selama
nyaman
dan
membatasi
perawatan
istirahat.
dengan
pengunjung selama fese akut atas
55.
kriteria
indikasi. Menganjurkan untuk
56.
hasil :

menggunakan memejen stress dan


Laporan
secara
3. Bedrest akan memelihara tubuh selama
verbal, kekuatan
aktivitas yang beragam.
fase akut untuk menurunkan kebutuhan
otot
meningkat 3. Menjelaskan
pentingnya
dan tidak ada
metabolisme dan memelihara energy
beristirahat pada rencana tindakan
perasaan
untuk penyembuhan
kelelahan.
dan perlunya keseimbangan antara
Tidak ada sesak
4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan
aktivitas dengan istirahat.
Denyut nadi dalam

batas normal
4. Membantu pasien untuk berada
Tidak
muncul
pada posisi yang nyaman untuk
sianosis
beristirahat dan atau tidur.
52.
5.
5. Membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan self-care. Memberikan
aktivitas yang meningkat selama
fase penyembuhan.

58.
6

59.
Nyeri
berhubungan dengan
interupsi sel saraf

60. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
2x24 jam
diharapkan
intensitas
nyeri
berkurang
dengan
kriteria
hasil :
Klien merasa nyaman
Skala nyeri menurun
GCS E4V5M6
Tanda-tanda
vital
normal(nadi : 60-100
kali permenit, suhu:
36-36,7
C,
pernafasan 16-20 kali

1. Tentukan karakteristik dan lokasi


nyeri, perhatikan isyarat verbal dan
non verbal setiap 6 jam
2. Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan tiap 6 jam
3. Terapkan
tehnik
distraksi
(berbincang-bincang)
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas
dalam)
dan
sarankan
untuk
mengulangi bila merasa nyeri
5. Beri dan biarkan pasien memilih
posisi yang nyaman
6. Kolaborasi
dalam
pemberian
analgetika.

kepala dalam keadaan elevasi, tidur di


kursi atau istirahat pada meja dengan
bantuan bantal
Meminimalkan kelelahan dan menolong
menyeimbangkan suplai oksigen dan
kebutuhan.
57.

1. menentukan tindak lanjut intervensi.


62.
2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta
tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan
meningkat
3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot
sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
5. mengurangi keteganagan area nyeri.
6. analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri
dan menimbulkan penghilangan nyeri.

permenit)
61.

63.
64.
65.

7. Alur Diagnosis pada skenario ?


66.
67. Anamnesis
-

Onset benjolan sudah berapa lama ?


Besar benjolannya berapa ? Awalnya berapa lama ?
Asimetris tidak ?
Lokasi benjolannya dimana ?
Sakit atau tidak benjolannya ?
Ada demam atau tidak ?
Sebelumnya terlihat kemerahan atau tidak pada benjolan ?
Kesulitan menelan atau tidak ?
Terjadi penurunan atau kenaikan berat badan atau tidak ?
Apakah pasien mengalami gangguan emosi ?
Nafsu makan ?
Anemia
Apakah ada gangguan menelan pada pasien ?
Apakah pasien tahan panas dan tahan dingin ?
Apakah ada nyeri rahang belakang ?
Riwayat keluarga ?
68.
69. Pemeriksaan Fisik

Palpasi kelenjar KGB


Palpasi Hepar
70.
71. Pemeriksaan Penunjang
72.

Sel Reed Stenberg yang merupakan bentuk histiosit (makrofag

jaringan) ganas adalah temuan khas pada limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen
terdiri atas foto toraks dan CT-scan toraks untuk mencari kalau ada perluasan
mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut ada dua kemungkinan, CT-scan
atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-scan. Jika ini negatif,
diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat kelenjar yang
mempunyai struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga mungkin
tidak terlihat pada CT-scan. Keuntungan limfangiografi di samping itu adalah

bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun, sehingga perjalanan penyakit dapat
diikuti dengan foto polos abdomen biasa.
-

ALK gene rearrangements


Beta-2-microglobulin (B2M)
CD20 (non Hodgkin lymphoma)
Thyroglobulin
73.

8. LIMFOMA MALIGNUM
74. Adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik
di organ lain. Ia merupakan salah satu keganasan sistem
hematopoietic, terbagi dalam 2 golongan besar , yaitu limfoma
Hodgkin (HL) dan limfoma non-hodgkin (NHL). Belakangan ini
insiden limfoma meningkat relative cepat . Sekitar 90% limfoma
Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timmbul dari
jaringan limfatik diluar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma nonhodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% timbul dari jaringan
limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat angka
kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih.
Prognosis limfoma non-hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat
disembuhkan.
75. Etiologi
76. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus
Ebstein bar. Pada kelompok terinfeksi HIV , insiden limfoma
Hodgkin agak meningkat disbanding masyarakat umum , selain itu
manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat
kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit,
mengenai region yang jarang diteemukan, seperti sumsum tulang,
kulit, meningen , dll.
77. Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan
timmbulnya limfoma non-hodgkin , bahkan kedua mekanisme
tersebut saling berinteraksi. Virus RNA , HTLV-1 berkaitan dengan
leukemia sel T dewasa ; virus imunodefisiensi humanus (HIV)
menyebabkan AIDS , defek imunitas yang diakibatkan berkaitan
dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi ; virus hepatitis
C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel C indolen ;
infeksi kronis helicobacter pylory berkaitan jelas dengan timbulnya

limfoma lambung. Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat


menimbulkan setiap fase penyakit dari penyakit limfoproliferatif
hingga limfoma.
78.
79. Patologi
80. Pemeriksaan histopatologik merupakan dasar utama diagnosis
pastilimfoma, biopsy kelenjar limfe utut sangat penting bagi
diagnosis pasti limfoma. Pada umumnya dasar untuk menegakkan
diagnosis limfoma secara histologic terutama adalah destruksi
struktur normal kelenjar limfe , invasi kapsul kelenjar limmfe, dan
atipia selular.
81. Limfoma hodgkin
82. Karakteristik histologis utamanya adalah sel datia tumor berinti
tunggal, inti banyak atau berinti sepasang simetris (secara terpisah
disebut dengan sel Hodgkin atau sel reed-sternberg) yang tersebar
spooradis , dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif
nonneoplastik , termasuk limfosit, sel plasma, granulosit eosinofilik,
dan unsur selular lain dan matriks fibrosis.
83. Klasifikasi Rye tahun 1969 membagi limfoma Hodgkin menjadi 4
jenis yang hingga kini masih luas digunakan :
-

Predominan limfositik (LP)

Nodular skeloris (NS)

Sel campuran (MC)

Deplesi limfositik (LD)

84. Sistem klasifikasi WHO tahun 2001 yang baru hanya membuat sedikit
perubahan yaitu dengan menambahkan satu jenis yaitu jenis klasik sarat
limfositik. Menurut klasifikasi WHO hodgkn limfoma dapat dibagi menjadi :
85. 1. limfoma Hodgkin : jenis predominan limfosit nodular (NLPHL)
86. Merupakan neoplasia sel B monoclonal yang ditandai proliferasi
pleomorfik nodular atau nodular dan difus , sel ganas yang tersebar sporadic
falam jaringan neoplastic sering kali berbeda dari morfologi sel reedsternbergg klasik, seing kali berupa sel sangat besar berinti tunggal, sedikit

plasma, inti sering tampak terlipat atau lobular , disebut sebagai sel popkon
(popcorn cell) atau sel R-S deformasi limfositik dan atau histiositik (sel L/H).
sel L / H ini terletak dalam jaringan bundar besar yang terbentuk dari tonjolan
yang dipenuhi sel dendritic folikular dari sel limfosit non-neoplastik.
87. 2. limfoma Hodgkin : klasik
88. Karakteristiknya terdapat sel reed-stenberg klasik atau sel Hodgkin berinti
sel tunggal dalam jaringan neoplasia , sel tumor bereksresi imunologik CD30
+, CD15 juga umumnya +. Berdasarkan jumlah sel limfosit kecil, sel
granulosit eosinofilik , netrofilik, histiosit , sel plasma fibroblast dan serat
kolagen dan karakteristik sebukan reaktif lain di latar belakanya, dan
morfologi sel HRS, limfoma Hodgkin klasik dapat dibagi menjadi 4 subtipe
histologic. Ke empat subtype berdasarkan histologic ini memiliki ekspresi
imunologik dan ciri genetic yang sama namun berbeda dalam karakteristik
klinis dan hubungannya denggan ebstein bar virus . berikut 4 subtipe :
89.
a. limfoma Hodgkin klasik : kaya limfosit . Terutama mengenai
kelenjar limffe superfisial , jarang ditemukan mengenai kelenjar limfe
mediastinal maupun membentuk massa limfatik besar.
90.
b. limfoma Hodgkin klasik : nodular sclerosis . ditandai dengan
setidaknya terdapat satu nodul dikelilingi serabut kolagen dan adanya sel HRS
bercelah. Umunya ditemukan pada wanita muda, tersing mengenai
mediastinum.
91.
c. limfoma Hodgkin klasik : sel campuran. Ditandai dengan latar
belakang inflammatorik campuran difus atau nodular samar dan didalamnya
tersebar sporadic sel HRS tipikal. Sering ditemukan pada dewasa . tersering
mengenai kelenjar limfe superfisial , juga sering mengenai limpa, tapi jarang
mengenai mediastinum.
92.
d. limfoma Hodgkin klasik : deplesi limfosit. Tersering mengenai
rongga abdominal , kelenjar limfe retroperitoneal dan sumsum tulang.
Kelenjar superfisial jarang kali terkena, secara klinis sering kali stadium
lanjut.
93. Limfoma non-hodgkin
94. Morfologinya kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960an , bermunculan
berbagai metode klasifikasi. Pada waktu diagnosis , pasien harus jelas
termasuk pada jenis yang mana. Pewarnaan histopatologik merupakan suatu

keharusan dalam diagnosis patologik, pemeriksaan ciri genetika membantu


klasifikasi lebih lanjut.
95.
96.
97.
98.
99.
100. FORMULASI KERJA LIMFOMA NON-HODGKIN
102.
101. KEGANA
SAN
RENDAH

105.

108.

110. KEGANA
SAN
SEDANG

122. KEGANA
SAN
TINGGI

103. limfoma sel kecil


106. limfoma jenis predominan
sel belah kecil folikuular
109. limfoma jenis campuran
sel besar dan sel belah kecil
folikular

111.

112. limfoma jenis sel besar


folikular

114.

115. limfoma jenis predominan


sel belah keccil difus

117.

118. limmfoma jenis campuran


sel besar dan sel belah kecil
difus

120.

121. limfoma jenis sel besar


difus

123.

124. leimfoma
imunoblastik

126.

129.

jenis

127. limfoma
jenis
sel
limfoblastik (inti berkelok
atau tdk berkelok)
130. limfoma jenis sel kecil tdk
belah (burkit atau norn-

burkit)
131.
132.

Manifestasi klinis

133.

Gejala dan tanda fisik

134.
Manifestasi klinis limfoma malignum bervariasi , karena jaringan
limfatik tersebar luas dalamm tubuh, jaringan limfatik fibagia manapun dapat
menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi,
kelainan dibagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda.
Selainitu , limfoma maligna stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar
limfatik , maka gejalanya lebih rumit lagi.
1

limfadenopati
135.
60% lebih pasien mengalami pembesaran kelenjar limfe
superfisial, 60-80% mengenai kelenjar limfe leher, 6-20% mengenai
kelenjar aksila. Pembesaran kelenjar limfe seringkali asimteri ,
konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak
saling melekat , pembesaran kelenjar limfe profunda , dapat
menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat. Bila tonsil dan
jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul pembesaran
tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan napas, dan mudah mengenai
kelenjar limfe gaster dan retroperitoneal.

kelainan limpa
136.
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin , dapat timbul
splenomegaly, hipersplenisme.

kelainan hati
137.
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegaly dan gangguan
fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita icterus obstruktif.

kelainan skeletal
138.
Kelainan tulang rangka 0-15%. Pada limfoma non-hodgkin
lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.

gejala sistemik

demam. Dapat berupa demam irregular, atau demam rekuren


periodic spesifik. Kausa demam mungkin terkait masuknya sel
ganas ke dalamm sirkulasi.

keringat malam. Sangat menonjol

penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurang dari 6


bulan tanpa kausa spesifik.

139.
Limfoma sendiri memiliki gejala relative khas berupa demam ,
keringat dingin, dan penurunan berat badan, salah satu dari ketiga gejala ini
disebut symptom B. Gejala sistemik limfoma Hodgkin lebih banyak
dibandingkan leimfoma non-hodgkin. Pada umumnya perbedaan karakteristik
limfoma Hodgkin dan non-hodgkin :
a

limfoma Hodgkin (HL) memiliki keluhan pertama berupa


limfadenopati superfisial , khususnya limfadenopati leher, sedangkan
NHL sekitar 40% timbul pertama di jaringan limfatik ekstranodi,
termasuk linkgar Waldeyer faring dan antraabdomen , dengan
manifestassi pembesaran tonsil, massa faring , massa abdomen, nyeri
abdomen dan lainlain. Namun pasien HL dengan jenis nodular juga
dapat menampilkan manifestasi utama massa mediastinum.

HL sering tampil pertama berupa pembesaran satu kelompok kelenjar


limfe, dan dapat dalam jangka waktu yang sangat panjang tetap stabil
atau kadang membesar dan kadal mengecil, lalu melalui jalur tertentu
secara gradual ekspansi ke jaringan limfatik didekatnya. Sedangkan
NHL perkembangannya tidak beraturan , tidak jarang pasien sejak
awal tampil dengan limfadenopati generalisata.

Limfadenopati pada HL sering kali lebih lunak, lebih mobil , antara


kulit dan dasar beberapa massa kelenjar limfe tidak saling melekat,
sedangkan NHL khususnya berderajat keganasan tinggi seringkali
mengginvasi jaringan lunak sekitar kelenjar limfe bahkan kulit,
membentuk suatu massa relative keras terfiksasi.

Pada HL sering terjadi demam, keringat dingin, ruam kulit, pruritus,


eosinofiliam dll.

Secara umum, HL berkembang lebih relative lambat, perjalanan


penyakit lebih panjang, reaksi terapi lebih baik. Sedangkan kasus NHL
(selain jenis derajat keganasan yang rendah) seringkali progresi lebih

cepat , perjalanan penyakit lebih pendek , reaksi terapi tidak seragam,


walaupun terjadi remisi tapi mudah kambuh , prognosis lebih buruk.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149. Klasifikasi stadium
150. Kriteria klasifikasi stadium klinis kini masih memakai patokan
yang ditentukan Ann Arbor tahun 1971,
151. Stad
ium

152. Lingkup terkena

153. I

154. Mengenai satu region kelenjar limfe (I) atau satu lokasi
ekstranodi (IE)

155. II

156. Mengenai 2 regio lebih kelenjar limfe, tapi semuanya masih


di satu sisi diafragma (II) , atau selain itu juga terdapat invasi
organ ekstranodi terlokalisasi di sisi yang sama (IIE)

157. III

158. Terdapat invasi region kelenjar llimfe di atas dan di bawah


diafragma (III), dapat disertai invasi organ ekstranodi
terlokalisasi (IIIE) atau disertai invasi limpa (III S) atau
keduanya terkena.

159. IV

160. Invasi jaringan atau organ ekstranodi difus atau diseminata ,


tak peduli ada atau tidak ada invasi kelenjar limfe.

161.
162. A : tanpa symptom B

163. B : terdapat symptom B (demam >38 o C, keringat malam atau


dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa etiologi
lainyang dapat menjelaskan ).
164. E : satu organ ekstranodal di aera dekat kelenjar limfe
165. X : terdapat massa besar (bulky disease), yaitu di atas bidang T 5-6
massa supradiafragma melebihi 1/3 diameter toraks atau diameter
massa melebihi 10 cm
166.
167. Terapi
168. Terapi limfoma hidgkin
169. Kemoterapi dan radioterapi merupakan metode sangat efektif
terhadap limfoma Hodgkin. Namun dalam hal aplikasi radioterapi ,
kemoterapi ataupun kombinasi keduanya , berdasarkan stadium
klinis pasien dan faktor prognosis , masih terdapat pilihan yang
berlainan.
170. Terapi limfoma non-hodgkin
171. Terapi terpenting terhadap limfoma non-hodgkin adalah
kemoterapi, utama terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan
tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu dalam terapi
NHL. Sedangkan operasi juga merupakan pilihan berguna dalam
terapi gabungan terhadap sebagian lesi ekstranodus
172.

173.

9.CA TIROID

174. Definisi
175.

Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4

tipe ; papiler, folikuler, anaplastik atau meduler. Kanker jarang menyebabkan


pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di
dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker
tiroid bisa disembuhkan.

176.

Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium

dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker


menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
177.
178. Epidemiologi
179.

Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh

tubuh di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari


sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh
dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society
memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika
Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di Amerika
Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis
kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa
muda dan usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.
180.

Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin

yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year
survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial
lain jarang ditemukan.
181. Etiologi
182.

Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari

beberapa penelitian,
183. dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma
tiroid yaitu
184. genetik dan lingkungan.
185. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine),
genetik dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan
pada karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma
ini. Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat

ini belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab berkembangnya


karsinoma meduler dan anaplastik. Diperkirakan karsinoma anaplastik tiroid
berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan
folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.
186.
187. Gambaran Klinis
188.

Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran

tiroid atau dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak
diketahui, kebanyakan penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting
oleh karena lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang sangat muda
hingga yang sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting diketahui adalah
telah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah pertumbuhannya lambat,
cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan diagnostik yang
signifikan karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit sekali
yang menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang
berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga
sebagai hemorrhage.
189. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan
nyeri diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista
dengan acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel
Hrtle (jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid
tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.
190. Pemeriksaan
-

Anamnesis
191.

Anamnesis

pada

penderita

dilakukan

secara

mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu
juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang
muncul, apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan
pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai

tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan
kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.
-

Pemeriksaan fisik
192.
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya
keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul
rata atau berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki

batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.


Pemeriksaan laboratorium
193.

Pemeriksaan

laboratorium

yang

membedakan

neoplasma jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali
karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker)
dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun
jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai
tumor marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun
pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian
HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.
-

Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic


194.

Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan

sitologi saat ini digunakan untuk mengevaluasi nodul-nodul pada


tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis neoplasma
malignan apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc pertechnetate atau I
3IJ pada nodul metastasis servikal atau demarcated nodul tiroid cold
kabur dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul
hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa
lesi benign juga
195.
-

mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi

malignan.
Biopsi aspirasi jarum halus
196.
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih
dari 50 tahun dan merupakan metode utama yang digunakan untuk
diagnosis preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi aspirasi jarum

halus memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma


tiroid dan membantu dalam penanganan reseksi pembedahan
selanjutnya serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat
ditangani secara konservatif.
197.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang
sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak
publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum
halus ini. Akan tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan
biaya yang murah dan sering tanpa komplikasi, biopsi aspirasi jarum
halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yaitu :
Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk
memberikan diagnosis banding nodul pada hypercellular
goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan.
Keterbatasan

ini

mendiagnosisnya

menyebabkan
sebagai

ahli

suspect

sitologi
(4-24%)

sering
dan

mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk

diagnosis yang lebih obyektif.


Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu
(1,3-17%) yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan

penanganan neoplasma malignan.


Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu
diagnosis disebabkan karena material inadekuat (2-31%)
sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah
penderita yang menjalani lobectomy meningkat untuk
mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat.
198.
199. Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan

pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul


goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul
tiroid yang dapat diraba dan angka ini meningkat dengan
ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%).
200. Klasifikasi
201. Klasifikasi Histopatologi

1. Adenokarsinoma berdifferensiasi baik, terdiri dari


a. Papiller
b. Follikuler
c. Campuran papiller dan follikuler
2. Adenokarsinoma berdifferensiasi buruk, terdiri dari:
a. Karsinoma sel kecil (Small cell carcinoma)
b. Karsinoma sel besar (giant cell carcinoma)
c. Karsinoma sel spindle (spindle cell carcinoma)
3. Karsinoma meduller
4. Karsinoma sel skuamosa
5. Non epithelial: limfoma, sarkoma, metastatik tumor, teratoma
maligna, dan tumor yang tak dapat diklasifikasikan.
202.
203.

Karsinoma papiller: Karsinoma papiller adalah jenis keganasan

tiroid yang paling sering ditemukan (50- 60%) yang timbul pada akhir masa
kanak- kanak atau awal kehidupan dewasa. Tumor ini tumbuh lambat dan
terutama menyebar ke kelenjar limfe. Karsinoma ini merupakan karsinoma paling
kronik dan juga mempunyai prognosis yang paling baik diantara jenis karsinoma
tiroid lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40
tahun, wanita dan jenis histologik papiller. Sering lesi ini tampil sebagai nodul
tiroid soliter dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus
dan pemeriksaan sitologi.
204.

Karsinoma Follikuler: Karsinoma follikullaris meliputi sekitar

25% keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus, yang
merupakan metastasis jauh dari karsinoma follikuler yang tidak ditemukan karena
kecil dan tidak bergejala. Pembedahan untuk jenis karsinoma ini adalah lobektomi
total pada sisi yang terkena. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium,
maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH
sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk
memantau kekambuhan tumor.

205.

Karsinoma Meduller: Karsinoma meduller meliputi sekitar 5 10

% keganasan tiroid dan berasal dari parafolikuler, atau sel C yang memproduksi
kalsitonin. Ia timbul secara sporadik dalam populasi dan dalam berbagai keadaan
familial, dimana tempat tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom.
Tumor ini berbatas tegas dan keras pada perabaan. Tumor ini terutama didapat
pada usia diatas 40 tahun tetapi ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan
anak, dan biasanya disertai dengan gangguan endokrin lainnya. Bila dicurigai
adanya karsinoma meduller maka diperiksa kadar kalsitonin darah sebelum dan
sesudah perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium.
206.

Karsinoma anaplastik: Karsinoma anaplastik sangat jarang

ditemukan dibandingkan dengan karsinoma berdiferensiasi baik, yaitu sekitar


20%. Tumor ini sangat ganas terutama pada usia tua, dan lebih banyak pada
wanita. Sering pasien ini tampil dengan riwayat pembengkakan yang cepat
membesar didalam leher, sering dengan kesulitan bernafas dan menelan, serta
suara serak karena infiltrasi ke nervus rekurens. Pemeriksaan penunjang berupa
foto rontgen torak dan seluruh tulang tubuh untuk mencari metastasis.
207.
208. Klasifikasi Klinis TMN karsinoma tiroid:
209. T (Tumor primer)
210.

T0

= tidak terbukti ada tumor

211.

Tx

= tumor tidak dapat dinilai

212.

T1

= < 1 cm

213.

T2

= 1-4 cm masih terbatas pada tiroid

214.

T3

= > 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan

ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra triod yang


minimal (misal ke otot sternotiroid atau jaringan lunak
peritiroid)
215.

T4a

= tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan

menginvasi ke tempat berikut ; jaringan lunak subkutan,


laring, trakea, esofagus, n. Laringeus recurren atau
karsinoma anaplastik terbatas pada tiroid (intra tiroid)

216.

T4b

= tumor telah menginvasi fasia prevertebra,

pembuluh mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma


anaplastik berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid)
217.
218.
219. N (Kelenjar getah bening regional)
220.

Nx

= kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

221.

N0

= tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah

222.

N1

= pembesaran (dapat dipalpasi)

223.

N1a

= hanya ipsilateral

224.

N1b

bening

kontralateral,

bilateral,

garis

tengah,

atau

mediastinum
225.
226. M (Metastasis jauh)
227.

Mx

= metastasis jauh tidak dapat dinilai

228.

M0

= tidak terdapat metastasis jauh

229.

M1

= terdapat metastasis jauh

230.
231.
232. Faktor Risiko
-

Pengaruh usia dan jenis kelamin


233.

Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia

dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, resiko keganasan lebih tinggi.


Demikian pula dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki
resiko keganasan lebih tinggi daripada penderita perempuan.
-

Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau

Kecepatan pertumbuhan tumor

Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

Riwayat penyakit serupa dalam keluarga


234.

235. Penatalaksaan
-

Pembedahan
236.

Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan

operabel, operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik


(Kaplan), atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas
kemungkinan ada sel-sel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan
umumnya berupa tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya saja adalah
berbahaya karena bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi
penyebaran (implantasi) sel-sel tumor dan operasi ulang untuk
tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih sukar.
237.

Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup.

Bila ganas, lobus kontra lateral diangkat seluruhnya (tiroidektomi


totalis). Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil
pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis,
dilakukan diseksi radikal kelenjar getah bening pada sisi yang
bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya
nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus
superior, hipoparatirodisme, dan ruptur esophagus.
-

Radiasi
238.
239. Prognosis

240.

Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90%

dan untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan
241. columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh karena
memiliki behavior yang sangat agresif.
242.

Karsinoma folikularl ebih agresif daripada karsinoma papiler.

Prognosis bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan
dengan ukuran tumor (<1,0 cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari

setengah penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi
tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor,
atau jaringan sekitarnya.
243.

Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung

pada usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet
dan metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan
terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.

244.

10.Ca Parotis

245. Definisi
246. Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, Tumor didefinisikan
sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel
yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma.
Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di
depan telinga.8
247. Epidemiologi
248. Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya
kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher.
Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan
radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar
tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini
adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas)
249. Klasifikasi
250. Tumor-Tumor Kelenjar Liur
251. Tumor jinak

252. Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):


merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering
terjadi pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena
terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor
ini lambat, berbentuk bulat, dan konsistensinya lunak. Secara
histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka ragam.
biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti
pulau-pulau dari spindel atau stellata. Penatalaksanaanya yaitu
eksisi bedah dari kelenjar yang terkena
253. Warthin's tumor (cth kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma
kistik papiler)
tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul
apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel.
Histologi Warthin's tumor yaitu memiliki stroma limfoid dan sel
epitelial asini. Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.
Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor.
254. Papiloma intraduktal
255. berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan
submukosa. Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik
duktus parsial dengan epitel kuboid. Sangat jarang terjadi pada
kelenjar minor.
d. Oxyphil adenoma (oncosistoma)
sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria dengan ratio 2:1. Diameternya kecil (< 5 cm),
pertumbuhannya lambat dan berbentuk sferis. dapat terjadi rekurens
jika eksisi tumor tidak komplit.
256. Tumor Jinak Nonepitelial
257. Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis.
Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel.
berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul.
Penanganan dengan pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari. 40-60%
hemengioma tidak berespon terhdap steroid.
258. limfangioma (higroma kistik)
259. Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada
anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak

pada struktur yang vital. Limfangioma jarang menimbulkan gejalagejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan
kosmetik.
260. Lipoma
261. Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. tumor terdiri dari sel-sel
adiposa dengan inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan
adalah 10:1. Pertumbuhan tumor lambat dengan diameter rata-rata 3
cm. Penenganan adalah eksisi.
262. Tumor Ganas Kelenjar Liur
263. Mukoepidermoid karsinoma
264. kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki
gradasi yang rendah
265. Kista Adenoma karsinoma
266. merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar minor.
pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadangkadang beberapa bulan setelah operasi.
267. Adenokarsinoma
268. terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
269. karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis
dan pertumbuhannya lambat
270. adenokarsinoma polimorfik grade rendah:
kebanyakan berasal dari kelenjar minor
271. adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:
bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang
cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki
penampakan untuk dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
272. adenokarsinoma yang jarang:
contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma

273.
274. Mixed tumor maligna
275. Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma
dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik
adenoma merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor
jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur
mayor
276. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang
277. squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area
yang sama.
278. epitelial-mioepitelial karsinoma
279. anaplastik small sel karsinoma
280. karsinoma yang tidak berdiferensiasi
281. limfoma non hodgin
282. Adenoma Pleomorphic 14
283. Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor
parotis dan 8% pasien dengan tumor pada submandibula atau sub
lingual secara klinis menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe pada
penampilannya.15
284. 3.4 Pemeriksaan
285. Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada
daerah kepala-leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar
ludah

dan

penyakit

tertentu

yang

dapat

menimbulkan

pembengkakan kelenjar ini (diabetes,sirosis,hepatitis, alkoholisme).


Juga obat-obat seperti opiate, antihipertensi, derivate fenotiazin,

diazepam, dan klordiazepoksid dapat menyebabkan pembengkakan,


karena obat-obat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.16
286. Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat
ditentukan apakah ada pembengkakan abnormal dan dimana,
bagaimana keadaan kulit dan selaput lendir di atasnya dan
bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Kadang-kadang pada
inspeksi sudah jelas adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan
langsung tampak adanya trismus. Penderita juga harus diperiksa
dari belakang, untuk dapat melihat asimetrisitas yangmungkin lolos
dari perhatian kita.16
287. Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian
lokalisasi tumor dengan tepat, ukuran (dalam cm), bentuknya,
konsistensi, dan hubungan dengan sekelilingnya. Jika mungkin
palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara sistematis dari
leher untuk limfadenopati dan tumor Warthin yang jarang terjadi
juga harus dilakukan. Berikut ini kelainan patologi yang dapat
terjadi :16
288.

1. Penyakit dengan metastase ke kelenjar lymph

289.

2. Reactive lymph nodes

290.

3. HIV infection

291.

4. Sarcoidosis

292.

5. Masseteric hypertrophy

293.

6. Prominent transverse cervical process of C1

294.

7. Chronic parotitis

295.

8. Lymphangioma (paediatric)

296.

9. Haemangioma.

297. 3.5 Pemeriksaan Pelengkap


298. Pemeriksaan sitologik (biopsi jarum kecil) sangat penting dalam
diagnostic pembengkakan yang dicurigai tumor kelenjar ludah.
Dengan metode ini pada umumnya dapat dicapai diagnosis kerja
sementara. Dan pada mayoritas tumor klinis dan sitologik benigna,
tidak diperlukan lagi pemeriksaan tambahan dengan pencitraan. 16
299. Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukkan ada atau tidak
ada gangguan tulang, tau mungkin penting juga untuk diagnostic
diferensial (batu kelenjar ludah; kelenjar limfe yang mengalami
kalsifikasi). Foto toraks diperlukan untuk menemukan kemungkinan
metastasis hematogen. Dengan ekografi atau CT, tetapi lebih baik
lagi dengan MRI dapat diperoleh gambaran mengenai sifat
pembatasan dan hubungan ruang tumornya: ukuran, lokalisasi,
letaknya di dalam atau di luar kelenjar limfe. Adenoma pleomorf
dapat dibedakan dari tumor kelenjar ludah yang lain dengan MRI.
Metode ini tidak dapat membedakan antara tumor benigna dan
maligna. Pemeriksaan dengan rontgen kontras glandula parotidea
dan glandula submandibularis (sialografi) diperlukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut inflamasi (kronik) atau kalsifikasi dan
dapat mempunyai arti untuk diagnosis diferensial.
300. TANDA DAN GEJALA
301. Benjolan pada pipi bagian belakang di depan atau di bawah daun
telinga, tidak nyeri, sulit digerakan, kadang-kadang disertai lesi
otot-otot wajah (muka mencong), bila minum air merembes dan
sulit menutup mata.
302. DETEKSI DINI
1. Gejala klinis seperti di atas
2. Pemeriksaan sitologi (FNAB)
3. Pemeriksaan USG, CT Scan (kalau perlu)

303. PENGOBATAN
1. Operasional parotidektomi superficial atau parotidektomi total. Persiapan
operasi : pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, Rontgen toraks,
konsultasi ke bagian Penyakit Dalam, konsultasi ke bagian Anestesiologi.
2. Radioterapi, khemoterapi sebagai terapi paliatif bila tumor bersifat ganas
sedangkan tindakan operasi tidak memungkinkan.
304. Komplikasi yang dapat terjadi
1. Operasi : lesi nervus fasialis, fistel pada luka operasi yang cukup lama,
sayatkan operasi yang masih berbekas
2. Komplikasi radioterapi/ khemoterapi : depresi sumsum tulang, rasa kering
di tenggorokan.
305.
306.
307. PROGNOSIS
1. Sembuh tanpa cacat.
2. Sembuh dengan cacat.
3. Kanker parotis stadium lanjut bisa berakibat fatal.
4. Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang
dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas,
sering timbul residif lokal. Hal ini terutama dapat terjadi jika hanya
dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi ulang terdapat kemungkinan
yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus fasialis dan dalam
beberapa kasus residif demikian adalah maligna. 16,19,22,23,24
5. Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan
lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika
sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf,
maka prognosisnya lebih buruk. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%,
namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya. 16,24
308.
309.

310.
311.
312.
313.

314.

DAFTAR PUSTAKA

315.
316. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:EGC
317.
318. Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical
Nursing Clinical
319. Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
320.
321.Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and
Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition.
St.Louis : Mosby.
322.
323. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.
Jakarta: Aesculapius
324.
325.

Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi.


Edisi kedua. Jakartaa: Erlangga

326.
327.Melia. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin.
http://terapimelia.blogspot.com diakses 14 desember 2013 pukul
09.00 Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis :
Elsevier Saunders.
328.

329.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U.


Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.

330.
331. Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama,
Edisi Ketiga. Jakrta: EGC
332.
333. Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Jakarta: EGC
334.
335.

Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi


Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.

336.
337.

Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis.


Alih bahasa : Abdul Gofir. 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

338.
339.

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.


340. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, edisi
keenam. 2009. Jakarta: EGC.
341. Guyton, Arthur C. Hormon Thyroid, Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit, edisi ketiga. 1995. Jakarta, EGC.
342. Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi kedua puluh. 2003. Jakarta, McGraw-Hill &
EGC.
343. Shah J.P Patel SG : Salivary glands. In Head & Neck Surgery &
Oncology, 3rd ed, Mosby, Oxford Philadelphia 2005 p. 439-473

344. Oh YS Eisele DW : Salivary gland Neoplasms. In Head & Neck


Surgery-Otolaryngology 4th ed, Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson
Eds. 2006 p. 1515-1533.
345. Helmus C. Subtotal parotidectomy : A 10-year review (1985 to
1994) Laryngoscope 1997 ; 107 : 1024-1027.
346. Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
347.
348.
349.
350.
351.
352.
353.
354.
355.
356.
357.
358.
359.
360.
361.
362.
363.
364.
365.

366.
367.
368.
369.
370.
371.
372.
373.
374.

Anda mungkin juga menyukai