SISTEM ONKOLOGI
MODUL 3
BENJOLAN PADA LEHER
Tutor
Ketua
: M.alif Zainal
Sekertaris
: Balqis Basbeth
Anggota
:AMF.Faidzin A
GustiAyu Putri Pitoyo
Hesti Pusparani
Lia Dafia
M.Thanthawi Jauhari
Mahardika Johansyah
Nindya Adeline
Surayya Ardillah
Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmah HidayahNYA sehingga kami
akhirnya dapat menyelesaikan laporan modul 3 Benjolan pada Leher sebagai tuntutan
perlengkapan administrasi. Laporan ini merupakan hasil observasi dari problem based
learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajaran yang bertujuan
melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.
Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.
Terima kasih kepada para narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan
seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu
sehingga laporan ini dapat tersusun.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Kelompok 3
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran
Tujuan Instruksional umum (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menmperoleh
pembelajaran
ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh
incisura jugularis sterni, klavikula, acromion, dan suatu garis lurus yang
menghubungkan kedua acromia.(3)
Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap kea rah
kaudal.Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus,
os.hyoideum, trakea dan glandula thyroidea.Turut menentukan adalah posisi kepala dan
columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka prosessus spinosus dari
vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi
retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah
ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trakea dan glandula thyroidea (terutama pada
wanita).
Leher dibagi oleh musculus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau
medial dan trigonum posterior atau lateral.
1
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,
cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
4,6-12
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubung-kan simpai
dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan
alur untuk pembuluh darah dan syaraf.
4,6-12
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.
4,6-12
Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity .
4,6-12,14
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,
parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks
mengandung sel T.
4,6-12
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center . Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel
B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak
inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar
yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan
sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center , dan berkembang didalam
sel plasma.
Anatomi tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan
organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada leher bagian bawah di
sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang
paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea .
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kr iko idea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.
Kelenjar tiroid
mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid
pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid
per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula - nodula yang tersusun dari folikel- folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid. Sel- sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan
tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan.
Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel - folikel adalah tiroksin (T
4 ) dan triiodotironin (T3).
Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi
hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahk an kadar kalsium serum dan
dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T 4 ) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingka n dengan T 3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3
merupakan hormon yang lebih aktif daripada T 4.
membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit
dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi
di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
Fungsi sistem limfe antara lain, yaitu:
1. Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi
2. Pertahanan terhadap penyakit
Cairan limfe mengalir melewati kelenjar limfe (limfonodus) yang terletak di
dalam sistem limfe. Lewatnya cairan ini mrlalui limfonodus adalah suatu aspek
penting mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebagai contoh, bakteri
yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh fagosit khusus di dalam
kelenjar limfe.
3. Transpor lemak yang diserap
4. Pemgembalian protein yang tersaring
Di sebagian besar kapiler terjadi kebocoran sebagian protein plasma sewaktu
proses filtrasi. Protein-protein ini tidak mudah di reabsorpsi ke dalam kapiler
tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal. Jika protein tersebut
dibiarkan menumpuk di cairan interstitium dan tidak dikembalikan ke sirkulasi
melalui pembuluh limfe maka tekanan osmotik koloid plasma (tekanan masuk)
akan turun progresif. Akibatnya, gaya-hgaya filtrasi akan meningkat sementara
gaya-gaya reabsorpsi berkurang sehingga terjadi akumulasi progresif cairan di
ruang interstitium disertai penurunan volume plasma.
Tiroid
Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus)
dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di
depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus
tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (stridor/serak).
katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.
b.
c.
d.
e.
f.
Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbullnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormone, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua sruktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar triroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mas sel dan sel basophil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang
berupa histamine, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediatormediatorr radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga
timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh
berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrophil dan sel T akan berupaya
memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk
menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bisa mendapat nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk
memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan aen
infeksius yang masuk agar tidak mennyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel yang tidak lagi
sempurna. Displasia menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proloferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
4. Jelaskan patomekanisme terjadinya benjolan pada leher !
Jawab :
Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh lima kelainan atau penyebab utama
yaitu:
Kelainan kongenital
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Kelainan lainnya
Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa
benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping
bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital
yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista branchial , kista
ductus thyroglosus.
Hygroma colli adalah kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe,
biasanya muncul sejak lahir dan makin bertambah besar dengan bertambahnya usia,
bahkan bisa sampai ukuran bola tenis atau lebih, biasanya benjolannya agak lunak .
Kista ductus thyroglosus, benjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah
dagu sampai kelenjar thyroid atau kelnjar gondok Pada jenis kelainan ini bisa muncul
pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa. Benjolannya berisi cairan.
Kista branchial, seperti kista ductus thyroglosus, juga berisi cairan , namun letaknya
paling sering di samping leher.
Infeksi
Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut atau infeksi menahun.Biasanya infeksi
akut disertai adanya gejala badan panas, rasa sakit dan adanya warna kemerahan pada
benjolan tersebut.Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan
akibat penyakit TBC kelenjar. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher
melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri
langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai
efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah
bening.
Pada TBC kelenjar benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai
ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah
dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan , bahkan kadang di samping leher
kiri dan kanan sekaligus.
Neoplasma
Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang
maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada
sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan
sel dan inaktifasi mekanisme apoptosis. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali
yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilagokondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar
leher.
Kanker pada daerah leher bisa dibedakan tiga macam berdasarkan asal pertumbuhannya yaitu
:
Kanker yang asal pertumbuhannya memang berawal dari daerah leher itu sendiri,
misalnya yang paling sering adalah kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak
yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.
Kanker yang terjadi di daerah leher, namun sebenarnya kanker induknya atau asalnya
ada di tempat lain , dengan kata lain merupakan metastasis tumor dari kanker di
tempat lain yang letaknya bukan di leher. Contoh pada kanker jenis ini adalah kanker
nasofaring, kanker di daerah kepala, kanker di rongga mulut, yang umumnya
menyebabkan metastasis berupa adanya benjolan di leher samping atas sedikit
dibawah telinga kiri atau kanan. Juga kanker-kanker dari organ yang jauh seperti
kanker paru, kanker saluran pencernaan, kanker saluran kemih ,kanker payudara,
kanker alat genitalia wanita yang dapat memberikan metastasis berupa adanya
benjolan diatas tulang selangka atau supraclavicula, terutama di sebelah kanan.
Kanker di daerah leher yang sebenarnya merupakan penyakit sistemik yang dapat
terjadi di seluruh tubuh, yaitu kanker kelenjar getah bening.
Trauma
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme
infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.
Trauma di daerah leher bisa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan
darah atau hematom dan membentuk benjolan seperti tumor.
Kelainan lain
Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di
daerah leher. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan
kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok.
Daftar pustaka :
Japaries, Willie. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
ANATOMI
f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara; pita suara melekat pada lumen laring.
Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan
atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk
Etiologi
Etiologi karsinoma larynx belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.
Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko
untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang
dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini
dan pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan
dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang
terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter
laring.
1. Tembakau
2. Alkohol Dan Efek Kombinasinya
3. Ketegangan Vocal
4. Laringitis Kronis
5. Pemajanan Industrial Terhadap Karsinogen
6. Defisiensi Nutrisi (riboflavin)
7. Predisposisi keluarga
FREKUENSI
Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987
proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus ratarata 25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia
56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.
Karsinoma Thyroid
Epidemiologi
Penderita wanita lebih banyak dari pria, ratio pria terhadap wanita adalah 1:2-4,
penyakit tersering terjadi pada usia 20-40 tahun.
Etiologi
Etiologi kanker tiroid belum jelas, pada umumnya beranggapan karsinoma tiroid
berkaitan dengan banyak faktor, termasuk radiasi ionisasi, perubahan genetik dan
onkogen, jenis kelamin, faktor diet,dll.
1) Radiasi Ionisasi
Kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya faktor karsinogen terhadap tiroid.
Populasi terpapar sinar X dan radiasi , insiden karsinoma papilar dan folikular
tiroid lebih tinggi.
2) Genetik dan Onkogen
Sebagian Karsinoma medular tiroid bersifat herediter dan familial. Timbulnya
karsinoma medular tiroid familial berkitan dengan mutasi gen RET pada
kromosom nomor 10.
3) Jenis Kelamin dan Hormonal
Pada kelenjar tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat reseptor
estrogen dalam jumlah bervariasi. Pada Jaringan karsinoma papilar tiroid
kandungan reseptor estrogen dan reseptor progesteron tertinggi, disimpulkan
bahwa reseptor estrogen , reseptor progesteron merupakan faktor penting yang
mempengaruhi insiden karsinoma tiroid pada wanita.
4) Faktor Diet
Defisiensi iodium dianggap berakitan dengan timbulnya tumor tiroid termasuk
karsinoma tiroid.
5) Lesi Jinak Tiroid
Transformasi ganas adenomaberhubungan dengan tipe patologik, adenoma
folikuler tipe embrional dan tipe fetal lebih mudah menjadi ganas.
LIMFADENITIS TB
Definisi
Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi
akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada
kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah salah satu
TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.
Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang
penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang
umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya disebabkan
dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat dengan pasien yang
memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif mudah mengalami
limfadenitis TB.
Epidemiologi
limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan
kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis TB dari
keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang
tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien
dengan HIV-negatif. Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum
terlibat dan dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan
limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada endemisitas dari
Mycobacterium TBC. Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk
kasus yang paling sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati
mikobakteri (NTM) yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan
limfadenitis yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering
mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan
untuk
Limfadenitis Tb dapat terjadi pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis
Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.
Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan nonHispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk terjadinya
perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi mikobakteri
limfadenitis pada populasi Asia
Ras
Di Amerika, orang kulit hitam memiliki resiko 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan
orang kulit putih. Tetapi secara umum, di dunia tidak ada perbedaan ras untuk resiko
karsinoma tiroid
Faktor genetik
Diet
Daerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih tinggi, terutama untuk
yang tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya orang dewasa memerlukan yodium
hanya 100mcg/hari dan dengan pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan
resiko terkena goiter.
Faktor Predisposisi
1.
Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV
2.
Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
(Mansjoer, A. 2001).
c. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahuntahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan
pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982
muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan
rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan
kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid
Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
1. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak
nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada
LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut.
Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
b.
Jenis
Gambaran Mikroskopik
Kejadian
Limfosit
Predominan
Sklerosis Noduler
3%
kasus
67%
kasus
Selularitas
Campuran
Deplesi Limfosit
25%
kasus
5%
kasus
Perjalanan
Penyakit
dari Lambat
dari Sedang
melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi
jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum
tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL
d. Manifestasi klinik
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
e. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar
limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Biasanya berawal sebagai :
pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi
sangat besar.
terhadap
esofagus
menyebabkan
sulit
menelan,
pada
syaraf
menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena
mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi
( 1010F ).
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )
selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa
minggu.
Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan
menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.
f. Pathway
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus
Pembesaran
kelenjar getah
bening
Nyeri
Mendesak jaringan
sekitar
Mendesak pembuluh
darah
Gangguan
termoregulasi
Hipertermi
Resiko
terjadinya
infeksi
Mendesak sel
saraf
Pa O2 menurun
Sistem
PCO2
pernapasan
meningkat
Sistem saraf
Sistem
pencernaan
Sesak napas
Paralisis
faringeal
Efek
hiperventilasi
Peningkatan
produksi sekret
Sistem
muskuluskletal
Respons
psikososial
Sesak napas
Tindakan
Produksi asam
lambung
meningkat
Kesulitan
menelan
Penurunan
nafsu makan
Peristaltik
menurun
Penurunan
suplai oksigen
kejaringan
Peningkatan
metabolisme
anaerob
Koping tidak
efektif
Kecemasan
Pola napas
tidak efektif
Mual, nyeri
lambung
konstipasi
Peningkatan
produksi asam
laktat
Jalan nafas
tidak efektif
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Kelemahan fisik
umum,odem
Intoleransi
aktivitas
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1.
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2.
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon
terhadap pengobatan.
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
3.
1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
2. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila
ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.
f.
g.
h.
i.
j.
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
benjolan.
Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.
Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.
d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
e. Perencanaan
7.
No
12.
1.
8.
Diagnosa
Keperawatan
13.
Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
intake yang tidak
adekuat
(
mual,
muntah)
9.
Hasil
26.
2.
27.
Resiko
terjadinya
infeksi
berhubungan dengan
proses inflamasi.
Tujuan / Kriteria
14. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
3 x24 jam
Kebutuhan
nutrisi
klien dapat
terpenuhi
dengan
15.
Kriteria
Hasil :
BB meningakat
Nafsu makan pasien
meningkat
Gangguan penelanan
berkurang
Rasa
sakit
pada
waktu
menelan
berkurang
28. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
2x24
10.
Intervensi
11.
Rasional
31.
3
32.
Cemas
berhubungan dengan
kurangnya
pengetahuan tentang
penyakitnya.
33.
38.
4
39.
Hipertermi
berhubungan dengan
tak
efektifnya
termoregulasi
sekunder
terhadap
inflamasi
40.
Tidak
yang menyerap keringat.
5. diharapkan dapat mempercepat
terjadi
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
kesembuahn pasien
infeksi,
pemberian obat
30.
dengan
29.
Kriteria
Hasil :
Suhu tubuh dalam
batas normal
Tidak ada tanda
inflamasi
Keringat berkurang
34.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam tidak
terjadi nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dengan
kriteria hasil :
Nafsu
makan
meningkat,
porsi habis,
BB
tidak
turun
drastis
41. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
1x24 jam
diharapkan
suhu tubuh
proses
klien
pakaian tipis, longgar dan mudah 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
menurun
menyerap keringat.
mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
dengan
menjadi seimbang.
antipiretik.
Kriteria
5. antipiretik akan menghambat pelepasan
45.
Hasil :
panas
oleh
hipotalamus.
46.
TTV dalam batas
47.
normal
48.
42.
49.
5
50.
Intoleransi
aktivitas
yang
berhubungan dengan
tidak seimbangnya
persediaan
dan
kebutuhan oksigen
kelemahan
umum
serta
kelelahan
karena
gangguan
pola tidur
51. Setelah
1. Mengevaluasi
respon
pasien 1. Memberikan
kemampuan
atau
dilakukan
terhadap aktivitas, mencatat dan
kebutuhan pasien dan memfasilitasi
tindakan
melaporkan
adanya
dispnea,
dalam pemilihan intervensi
keperawat
an selama
peningkatan
kelelahan,
serta
53.
2x24 jam
perubahan dalam tanda vital 54.
Aktivitas
dapat
selama dan setelah aktivitas.
2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
terpenuhi
2. Memberikan lingkungan yang
berlebihan,
serta
meningkatkan
selama
nyaman
dan
membatasi
perawatan
istirahat.
dengan
pengunjung selama fese akut atas
55.
kriteria
indikasi. Menganjurkan untuk
56.
hasil :
batas normal
4. Membantu pasien untuk berada
Tidak
muncul
pada posisi yang nyaman untuk
sianosis
beristirahat dan atau tidur.
52.
5.
5. Membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan self-care. Memberikan
aktivitas yang meningkat selama
fase penyembuhan.
58.
6
59.
Nyeri
berhubungan dengan
interupsi sel saraf
60. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
2x24 jam
diharapkan
intensitas
nyeri
berkurang
dengan
kriteria
hasil :
Klien merasa nyaman
Skala nyeri menurun
GCS E4V5M6
Tanda-tanda
vital
normal(nadi : 60-100
kali permenit, suhu:
36-36,7
C,
pernafasan 16-20 kali
permenit)
61.
63.
64.
65.
jaringan) ganas adalah temuan khas pada limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen
terdiri atas foto toraks dan CT-scan toraks untuk mencari kalau ada perluasan
mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut ada dua kemungkinan, CT-scan
atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-scan. Jika ini negatif,
diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat kelenjar yang
mempunyai struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga mungkin
tidak terlihat pada CT-scan. Keuntungan limfangiografi di samping itu adalah
bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun, sehingga perjalanan penyakit dapat
diikuti dengan foto polos abdomen biasa.
-
8. LIMFOMA MALIGNUM
74. Adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik
di organ lain. Ia merupakan salah satu keganasan sistem
hematopoietic, terbagi dalam 2 golongan besar , yaitu limfoma
Hodgkin (HL) dan limfoma non-hodgkin (NHL). Belakangan ini
insiden limfoma meningkat relative cepat . Sekitar 90% limfoma
Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timmbul dari
jaringan limfatik diluar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma nonhodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% timbul dari jaringan
limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat angka
kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih.
Prognosis limfoma non-hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat
disembuhkan.
75. Etiologi
76. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus
Ebstein bar. Pada kelompok terinfeksi HIV , insiden limfoma
Hodgkin agak meningkat disbanding masyarakat umum , selain itu
manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat
kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit,
mengenai region yang jarang diteemukan, seperti sumsum tulang,
kulit, meningen , dll.
77. Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan
timmbulnya limfoma non-hodgkin , bahkan kedua mekanisme
tersebut saling berinteraksi. Virus RNA , HTLV-1 berkaitan dengan
leukemia sel T dewasa ; virus imunodefisiensi humanus (HIV)
menyebabkan AIDS , defek imunitas yang diakibatkan berkaitan
dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi ; virus hepatitis
C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel C indolen ;
infeksi kronis helicobacter pylory berkaitan jelas dengan timbulnya
84. Sistem klasifikasi WHO tahun 2001 yang baru hanya membuat sedikit
perubahan yaitu dengan menambahkan satu jenis yaitu jenis klasik sarat
limfositik. Menurut klasifikasi WHO hodgkn limfoma dapat dibagi menjadi :
85. 1. limfoma Hodgkin : jenis predominan limfosit nodular (NLPHL)
86. Merupakan neoplasia sel B monoclonal yang ditandai proliferasi
pleomorfik nodular atau nodular dan difus , sel ganas yang tersebar sporadic
falam jaringan neoplastic sering kali berbeda dari morfologi sel reedsternbergg klasik, seing kali berupa sel sangat besar berinti tunggal, sedikit
plasma, inti sering tampak terlipat atau lobular , disebut sebagai sel popkon
(popcorn cell) atau sel R-S deformasi limfositik dan atau histiositik (sel L/H).
sel L / H ini terletak dalam jaringan bundar besar yang terbentuk dari tonjolan
yang dipenuhi sel dendritic folikular dari sel limfosit non-neoplastik.
87. 2. limfoma Hodgkin : klasik
88. Karakteristiknya terdapat sel reed-stenberg klasik atau sel Hodgkin berinti
sel tunggal dalam jaringan neoplasia , sel tumor bereksresi imunologik CD30
+, CD15 juga umumnya +. Berdasarkan jumlah sel limfosit kecil, sel
granulosit eosinofilik , netrofilik, histiosit , sel plasma fibroblast dan serat
kolagen dan karakteristik sebukan reaktif lain di latar belakanya, dan
morfologi sel HRS, limfoma Hodgkin klasik dapat dibagi menjadi 4 subtipe
histologic. Ke empat subtype berdasarkan histologic ini memiliki ekspresi
imunologik dan ciri genetic yang sama namun berbeda dalam karakteristik
klinis dan hubungannya denggan ebstein bar virus . berikut 4 subtipe :
89.
a. limfoma Hodgkin klasik : kaya limfosit . Terutama mengenai
kelenjar limffe superfisial , jarang ditemukan mengenai kelenjar limfe
mediastinal maupun membentuk massa limfatik besar.
90.
b. limfoma Hodgkin klasik : nodular sclerosis . ditandai dengan
setidaknya terdapat satu nodul dikelilingi serabut kolagen dan adanya sel HRS
bercelah. Umunya ditemukan pada wanita muda, tersing mengenai
mediastinum.
91.
c. limfoma Hodgkin klasik : sel campuran. Ditandai dengan latar
belakang inflammatorik campuran difus atau nodular samar dan didalamnya
tersebar sporadic sel HRS tipikal. Sering ditemukan pada dewasa . tersering
mengenai kelenjar limfe superfisial , juga sering mengenai limpa, tapi jarang
mengenai mediastinum.
92.
d. limfoma Hodgkin klasik : deplesi limfosit. Tersering mengenai
rongga abdominal , kelenjar limfe retroperitoneal dan sumsum tulang.
Kelenjar superfisial jarang kali terkena, secara klinis sering kali stadium
lanjut.
93. Limfoma non-hodgkin
94. Morfologinya kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960an , bermunculan
berbagai metode klasifikasi. Pada waktu diagnosis , pasien harus jelas
termasuk pada jenis yang mana. Pewarnaan histopatologik merupakan suatu
105.
108.
110. KEGANA
SAN
SEDANG
122. KEGANA
SAN
TINGGI
111.
114.
117.
120.
123.
124. leimfoma
imunoblastik
126.
129.
jenis
127. limfoma
jenis
sel
limfoblastik (inti berkelok
atau tdk berkelok)
130. limfoma jenis sel kecil tdk
belah (burkit atau norn-
burkit)
131.
132.
Manifestasi klinis
133.
134.
Manifestasi klinis limfoma malignum bervariasi , karena jaringan
limfatik tersebar luas dalamm tubuh, jaringan limfatik fibagia manapun dapat
menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi,
kelainan dibagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda.
Selainitu , limfoma maligna stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar
limfatik , maka gejalanya lebih rumit lagi.
1
limfadenopati
135.
60% lebih pasien mengalami pembesaran kelenjar limfe
superfisial, 60-80% mengenai kelenjar limfe leher, 6-20% mengenai
kelenjar aksila. Pembesaran kelenjar limfe seringkali asimteri ,
konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak
saling melekat , pembesaran kelenjar limfe profunda , dapat
menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat. Bila tonsil dan
jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul pembesaran
tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan napas, dan mudah mengenai
kelenjar limfe gaster dan retroperitoneal.
kelainan limpa
136.
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin , dapat timbul
splenomegaly, hipersplenisme.
kelainan hati
137.
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegaly dan gangguan
fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita icterus obstruktif.
kelainan skeletal
138.
Kelainan tulang rangka 0-15%. Pada limfoma non-hodgkin
lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.
gejala sistemik
139.
Limfoma sendiri memiliki gejala relative khas berupa demam ,
keringat dingin, dan penurunan berat badan, salah satu dari ketiga gejala ini
disebut symptom B. Gejala sistemik limfoma Hodgkin lebih banyak
dibandingkan leimfoma non-hodgkin. Pada umumnya perbedaan karakteristik
limfoma Hodgkin dan non-hodgkin :
a
153. I
154. Mengenai satu region kelenjar limfe (I) atau satu lokasi
ekstranodi (IE)
155. II
157. III
159. IV
161.
162. A : tanpa symptom B
173.
9.CA TIROID
174. Definisi
175.
176.
yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Diantara tumor-tumor
epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak
ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel
folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year
survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial
lain jarang ditemukan.
181. Etiologi
182.
beberapa penelitian,
183. dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma
tiroid yaitu
184. genetik dan lingkungan.
185. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine),
genetik dan hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan
pada karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma
ini. Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat
tiroid atau dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak
diketahui, kebanyakan penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting
oleh karena lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang sangat muda
hingga yang sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting diketahui adalah
telah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah pertumbuhannya lambat,
cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan diagnostik yang
signifikan karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit sekali
yang menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang
berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga
sebagai hemorrhage.
189. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan
nyeri diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista
dengan acute hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel
Hrtle (jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid
tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang
besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada oesofagus dan
trakea.
190. Pemeriksaan
-
Anamnesis
191.
Anamnesis
pada
penderita
dilakukan
secara
mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu
juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang
muncul, apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan
pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai
tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan
kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.
-
Pemeriksaan fisik
192.
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya
keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul
rata atau berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki
Pemeriksaan
laboratorium
yang
membedakan
neoplasma jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali
karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker)
dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun
jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai
tumor marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun
pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian
HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.
-
malignan.
Biopsi aspirasi jarum halus
196.
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih
dari 50 tahun dan merupakan metode utama yang digunakan untuk
diagnosis preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi aspirasi jarum
ini
mendiagnosisnya
menyebabkan
sebagai
ahli
suspect
sitologi
(4-24%)
sering
dan
tiroid yang paling sering ditemukan (50- 60%) yang timbul pada akhir masa
kanak- kanak atau awal kehidupan dewasa. Tumor ini tumbuh lambat dan
terutama menyebar ke kelenjar limfe. Karsinoma ini merupakan karsinoma paling
kronik dan juga mempunyai prognosis yang paling baik diantara jenis karsinoma
tiroid lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40
tahun, wanita dan jenis histologik papiller. Sering lesi ini tampil sebagai nodul
tiroid soliter dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus
dan pemeriksaan sitologi.
204.
25% keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus, yang
merupakan metastasis jauh dari karsinoma follikuler yang tidak ditemukan karena
kecil dan tidak bergejala. Pembedahan untuk jenis karsinoma ini adalah lobektomi
total pada sisi yang terkena. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium,
maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH
sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk
memantau kekambuhan tumor.
205.
% keganasan tiroid dan berasal dari parafolikuler, atau sel C yang memproduksi
kalsitonin. Ia timbul secara sporadik dalam populasi dan dalam berbagai keadaan
familial, dimana tempat tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom.
Tumor ini berbatas tegas dan keras pada perabaan. Tumor ini terutama didapat
pada usia diatas 40 tahun tetapi ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan
anak, dan biasanya disertai dengan gangguan endokrin lainnya. Bila dicurigai
adanya karsinoma meduller maka diperiksa kadar kalsitonin darah sebelum dan
sesudah perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium.
206.
T0
211.
Tx
212.
T1
= < 1 cm
213.
T2
214.
T3
T4a
216.
T4b
Nx
221.
N0
222.
N1
223.
N1a
= hanya ipsilateral
224.
N1b
bening
kontralateral,
bilateral,
garis
tengah,
atau
mediastinum
225.
226. M (Metastasis jauh)
227.
Mx
228.
M0
229.
M1
230.
231.
232. Faktor Risiko
-
235. Penatalaksaan
-
Pembedahan
236.
Radiasi
238.
239. Prognosis
240.
dan untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear
atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan
pada tall-cell variant dan
241. columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh karena
memiliki behavior yang sangat agresif.
242.
Prognosis bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan
dengan ukuran tumor (<1,0 cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari
setengah penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi
tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor,
atau jaringan sekitarnya.
243.
pada usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet
dan metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan
terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.
244.
10.Ca Parotis
245. Definisi
246. Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, Tumor didefinisikan
sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel
yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma.
Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di
depan telinga.8
247. Epidemiologi
248. Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya
kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher.
Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan
radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar
tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini
adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas)
249. Klasifikasi
250. Tumor-Tumor Kelenjar Liur
251. Tumor jinak
pada struktur yang vital. Limfangioma jarang menimbulkan gejalagejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan
kosmetik.
260. Lipoma
261. Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. tumor terdiri dari sel-sel
adiposa dengan inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan
adalah 10:1. Pertumbuhan tumor lambat dengan diameter rata-rata 3
cm. Penenganan adalah eksisi.
262. Tumor Ganas Kelenjar Liur
263. Mukoepidermoid karsinoma
264. kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki
gradasi yang rendah
265. Kista Adenoma karsinoma
266. merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar minor.
pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadangkadang beberapa bulan setelah operasi.
267. Adenokarsinoma
268. terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
269. karsinoma sel asinik: paling banyak berasal dari kelenjar parotis
dan pertumbuhannya lambat
270. adenokarsinoma polimorfik grade rendah:
kebanyakan berasal dari kelenjar minor
271. adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:
bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang
cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki
penampakan untuk dispesifikasikan. sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
272. adenokarsinoma yang jarang:
contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma
273.
274. Mixed tumor maligna
275. Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma
dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik
adenoma merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor
jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur
mayor
276. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang
277. squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area
yang sama.
278. epitelial-mioepitelial karsinoma
279. anaplastik small sel karsinoma
280. karsinoma yang tidak berdiferensiasi
281. limfoma non hodgin
282. Adenoma Pleomorphic 14
283. Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor
parotis dan 8% pasien dengan tumor pada submandibula atau sub
lingual secara klinis menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe pada
penampilannya.15
284. 3.4 Pemeriksaan
285. Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada
daerah kepala-leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar
ludah
dan
penyakit
tertentu
yang
dapat
menimbulkan
289.
290.
3. HIV infection
291.
4. Sarcoidosis
292.
5. Masseteric hypertrophy
293.
294.
7. Chronic parotitis
295.
8. Lymphangioma (paediatric)
296.
9. Haemangioma.
303. PENGOBATAN
1. Operasional parotidektomi superficial atau parotidektomi total. Persiapan
operasi : pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, Rontgen toraks,
konsultasi ke bagian Penyakit Dalam, konsultasi ke bagian Anestesiologi.
2. Radioterapi, khemoterapi sebagai terapi paliatif bila tumor bersifat ganas
sedangkan tindakan operasi tidak memungkinkan.
304. Komplikasi yang dapat terjadi
1. Operasi : lesi nervus fasialis, fistel pada luka operasi yang cukup lama,
sayatkan operasi yang masih berbekas
2. Komplikasi radioterapi/ khemoterapi : depresi sumsum tulang, rasa kering
di tenggorokan.
305.
306.
307. PROGNOSIS
1. Sembuh tanpa cacat.
2. Sembuh dengan cacat.
3. Kanker parotis stadium lanjut bisa berakibat fatal.
4. Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang
dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas,
sering timbul residif lokal. Hal ini terutama dapat terjadi jika hanya
dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi ulang terdapat kemungkinan
yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus fasialis dan dalam
beberapa kasus residif demikian adalah maligna. 16,19,22,23,24
5. Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan
lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika
sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf,
maka prognosisnya lebih buruk. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%,
namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya. 16,24
308.
309.
310.
311.
312.
313.
314.
DAFTAR PUSTAKA
315.
316. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:EGC
317.
318. Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical
Nursing Clinical
319. Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
320.
321.Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and
Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition.
St.Louis : Mosby.
322.
323. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.
Jakarta: Aesculapius
324.
325.
326.
327.Melia. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin.
http://terapimelia.blogspot.com diakses 14 desember 2013 pukul
09.00 Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis :
Elsevier Saunders.
328.
329.
330.
331. Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama,
Edisi Ketiga. Jakrta: EGC
332.
333. Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Jakarta: EGC
334.
335.
336.
337.
338.
339.
366.
367.
368.
369.
370.
371.
372.
373.
374.