Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiografi jaringan lunak leher berguna sebagai tambahan dalam
mendiagnosis dan mengelola pasien yang datang dengan gejala saluran napas
bagian atas namun seringkali tidak terlalu jelas. Penderita biasanya datang ke gawat
darurat dengan gejala mulai dari menelan benda asing, disfagia sampai kompresi
jalan nafas. Hasil Anamnesis dan pemeriksaan tetap menjadi landasan untuk
memberikan tatalaksana yang tepat. Radiografi jaringan lunak leher merupakan
pemeriksaan penunjang yang murah dan mudah ditemukan di klinis pasien dengan
gangguan saluran aerodigestif bagian atas.
Rontgen jaringan lunak leher memiliki manfaat dalam situasi akut maupun
kronik. Di gawat darurat, di Indonesia, rontgen ini efektif sebanyak 80 persen
sebagai penunjang pada kasus kasus benda asing di hipopharynx dan esofagus
serviks bagian atas. Sinar-X juga informatif pada kasus sumbatan jalan napas,
trauma dan infeksi seperti croup, epiglotitis atau infeksi leher dalam seperti abses
retropharyngeal. Pada pasien anak-anak, tampilan radiografi ini dapat digunakan
untuk menilai hipertrofi adenoid pada anak yang datang dengan gejala obstruktif
nokturnal. Terlepas dari berbagai perannya, faktor integralnya adalah itu radiografi
jaringan lunak leher harus selalu berkorelasi dengan temuan klinis.
Laring dibentuk oleh tiga pasangan (arytenoid, corniculate, Runcing) dan
tiga tidak berpasangan (tiroid, krikoid, epiglotis) tulang rawan tingkat transisi
penting yang perlu diperhatikan adalah C6, dimana laring dan faring menjadi trakea
dan kerongkongan, masing-masing, dan juga di mana cincin lengkap tulang rawan
krikoid terletak. Tingkat vertebra C3 membatasi tulang hyoid dan epiglotis.
Jaringan lunak prevertebralis memiliki ketebalan bervariasi tergantung pada tingkat
dan usia pasien. Pada anak-anak yang lebih muda, jaringan prevertebral bisa selebar
badan vertebral, sementara pada anak yang lebih tua, turun ke tingkat C3 / 4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Leher
Collum terletak antara cranium dan thorax. Batas atas dibentuk oleh
tepi bawah mandibula,angulus mandibulae, processus mastoideus, linea
nuchae superior dan protuberantia occipitalis externa. Sedangkan batas bawah
adalah incisura jugularis sterni, dataran atas clavicula, articualtio
acromioclavicularis,margo superior scapula dan proccesus spinosus vertebra
cervicallis VII. Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di
antara thoraks dan caput. Batas di sebelah cranial adalah basis mandibula dan
suatu garis yang ditarik dari angulus mandibula menuju ke processus
mastoideus, linea nuchae suprema sampai ke protuberantia occipitalis
eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh incisura jugularis
sterni, klavicula, acromion dan suatu garis lurus yang menghubungkan kedua
acromia.
Jaringan leher dibungkus oleh tiga fascia. Fascia koli superficialis
membungkus musculus Sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah
di leher untuk bertemu dengan fascia sisi lain. Fascia koli media membungkus
otot-otot pratrakeal dan bertemu pula dengan fascia sisi lain di garis tengah
yang juga merupakan pertemuan dengan fascia coli superficial. Ke dorsal
fascia koli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis interna
dan nervus vagus jadi satu. Fascia koli profunda membungkus musculus
prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia koli media. (5)
Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang
menghadap ke arah kaudal. Ditentukan oleh processus spinosus vertebra
cervicalis, otot-otot panniculus adiposus, os. hyoideum, trachea dan glandula
thyroidea. Turut menentukan adalah posisi kepala dan columna vertebralis,
pada posisi antefleksi kepala dan leher maka processus spinosus dari vertebra
prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi
retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat
sedangkan disebelah ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trachea dan
glandula thyroidea ( terutama pada wanita)
2.1.1 Tulang - tulang (Ossa) Leher
Yang perlu dikenal kembali baik bentuk, letak dan bangunan-
bangunannya adalah :
1. Vertebra cervicalis I sampai dengan VII, Sebagian sternum
(manubrium sterni), clavicula, scapula.
2. Tulang-tulang basis crania, mandibula dan os hyodeum
2.1.2 Tulang-tulang Rawan (cartilagiae)
Cartilago yang membentuk laryx, antara lain cartilage thyroidea,
cartilage criodea, cartilage arytenoidea, cartilage corniculata da cartilage
cuniofome serta cartilage yang menbentuk dinding trachea.
2.1.3 Pembagian Regio Leher
Regio colli oleh m.sternocleidomastoideus dibagi menjadi dua
region colli anterior yang terletak di depan (vetral) dan region colli posterior
yangterletak di belakang (dorsal) otot tersebut pada otot dikenal sebagai
region sternocleidomastoideus.
Gambar 1.Regio Colli (atlasofanatomy.com)
keterangan:
1. Sternocleidomastoideus
2. Trigonum Submentale
3. Trigonum Musculare
4. Trigonum Submandibulare
5. Trigonum Caroticum
6. Cervicalis Lateralis
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi
trigonum anterior atau medial dan trigonum posterior atau lateral.
a. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus,
linea mediana leher dan mandibulae, terdiri dari :
1. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus
omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.
2. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter
superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus
venter posterior.
3. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus
digastricus, os. hyoid dan linea mediana.
4. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter
superior musulus digastricus, dan venter anterior musculus
digastricus
b. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :
1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.
2. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, musculus trapezius dan musculus
sternokleidomastoideus.
2.1.4 Pembagian Kelenjar Limfe pada Leher
Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher,
kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius.
Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar
limfe pada rangkaian jugularis interna.
Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan
gugusan profunda. Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama
fascia servical masuk kedalam gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun
kelenjar limfe nodus kelompok superficial lebih sering terlibat dengan
metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini adalah
sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih
signifikan terhadap terapi pembedahan.
Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar
kelompok ini menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring,
laring, glandula saliva dan glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan
leher.
Di leher terdapat lymphonodi cervicalis superficialis dan
lymphonodi cervicalis profundi.
1. Lymphonodi (Inn) cervicalis superficialis, berdasar Ietaknya dibedakan
menjadi dua bagian:
a. pada trigonum colli anterior terdapat disepanjang vena jugularis
anterior
b. pada trigonum colli posterior terdapat disepanjang vena
jugularis externa
2. Inn. cervicalis profundi
Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan
melibatkan kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening di leher, perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak,
bagaimana konsistensinya, apakah lunak kenyal atau keras, apakah melekat
pada dasar atau kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classification, kelenjar getah bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran.

Gambar 2 Daerah penyebaran kelenjar limfe leher


Keterangan :
I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening
jugularis superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.
III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan
persilangan Musculus omohioid dengan musculus
sternokleidomastoideus dan batas posterior musculus
sternokleidomastoideus.
IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan
supraklavikula
V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.
Kelenjar Limfe Utama pada Leher
1. Kelenjar limfe occipitalis terletak diatas os occipitalis pada apeks
trigonum cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit kepala
bagian belakang. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam
kelenjar limfe cervicalis profundi.
2. Kelenjar limfe retroaurikular terletak di atas permukaan lateral
processus mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit kepala
di atas auricula dan dari dinding posterior meatus acusticus externus.
Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe
cervicalis profundi.
3. Kelenjar limfe parotid terletak pada atau di dalam glandula parotis.
Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula parotis,
dari permukaan lateral auricula dan dinding anterior meatus acusticus
externus, dan dari bagian lateral palpebra. Pembuluh limfe eferen
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
4. Kelenjar submandibular : terletak sepanjang bagian bawah dari
mandibula pada kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula
submandibularis dibawah lamina superfisialis. Menerima aliran limfe
dari struktur lantai dari mulut. Pembuluh limfe eferen mencurahkan
isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
5. Kelenjar submental : terletak dibawah dari mandibula dalam trigonum
submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral. Pembuluh
limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe
submandibularis dan cervicalis profundi.
6. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas clavicula,
lateral dari persendian sternum. Menerima aliran dari bagian dari cavum
toraks dan abdomen.

2.1.5 Nodi Lymphoidei Cervicales Profundi


Nodi Lymphoidei Cervicales Profundi membentuk sebuah rantai
vertikal sepanjang vena jugularis interna di dalam selubung carotis.
Menampung limfe dari semua kelompok regional nodi limfoidei. Nodus
Jugulodigastricus, yang terletak dibawah dan belakang angulus mandibulae,
terutama berhubungan dengan aliran limfe dari tonsil dan lidah. Nodus
juguloomohyoideus, yang terletak dekat musculus omohyoideus, terutama
berhubungan dengan aliran limfe lidah. Pembuluh limfe aferen dari nodi
lymphoidei cervicales profundi bergabung membentuk truncus jugularis,
yang bermuara ke dalam ductus thoracicus atau ductus lympaticus dexter.
(Snell, 2008)
Jalannya Aliran Limfe di leher
a. Dari jaringan superficialis leher aliran tymphe mengalir ke
lnn.occipitalls, lnn.submandibularis, n.submentalis, lnn.cervicalis
superficialis, dan dari Inn ini kemudian dialirkan ke Inn.cervicalis
profundi.
b. Dari jaringan profunda leher dan kepala, aliran lymphe sebagai
berikut: - dari arcus media ke Inn:retropharyingealis dan
lnn.cervicalis profundi bagian atas. - Dari cavitas nasi dan sinus
paranasalis ke lnn.submandibularis, ke.retropharyngealis dan
lnn.cervicalis profundi. - dari palatum dan tonsil ke lnn.cervicalis
profundi - dari lidah ke inn.submentalis, Inn.submandibularis dan
lnn.cervicalis profundi bagian superior. dañ pharynx ke
lnn.cervicalis profundi bagian superior dan media dan ke
Inn.retropharyngeal - dari glandula thyreoidea ke lnn.cervicalis
profundi bagian inferior, Inn prelaryngeus, lnn.pretrachea dan
lnn.paratrachealis.
Pada akhirnya aliran lymphe daerah leher akan ke lymphonodi
cervicalis profundi kemudian ke truncus jugularis kiri bermuara pada ductus
thoracicus.
2.1.6 Otot-otot leher

1. M. Platysma - M. Digasticus venter posterior & anterior


2. M. Stylohyoideus - M. Sternocleidomatoideus
3. M. Mylohyoideus - M. Omohyoideus venter inferior & superior
4. M. Geniohyoideus - M. Scalneus posterior
5. M. Sternohyoideus - M. Sternothyroideus
6. M. Thyrohyoideus - M. Scalneus anterior
7. M. Scalneus medius
2.1.7 Pembuluh dan saraf utama pada leher
1. Arteri carrotis communis
 Carotis externa
 A. Carotis interna
2. Vena jugularis interna
3. Nervus vagus (saraf cranial X)
4. Nervus acessorius (N. Cranialis XI)
5. Nervus hypoglossus (N. Cranialis XII)
6. Pars cervicalis truncus symphaticus (ganglion servicale superius,
medius, inferius)
7. Plexus cervicalis (C1-C4) >> N. Cutanei & rami muskularis otot
leher
2.1.8 Viscera leher
1. Glandula thyroidea
2. Glandula parathyroidea
3. Trachea
2.2 Pemeriksaan Radiologi Jaringan Lunak Leher
Massa kepala dan leher secara umum digolongkan atas jaringan
normal atau malignan, primer, atau metastasis, yang sudah ada sejak lahir atau
baru timbul akibat peradangan. Pengelompokan ini kemudian berlanjut
menurut usia (anak dan dewasa), lokasi, (depan, tengah, dan belakang).
Sehingga pemeriksaan yang penting untuk membedakan mana jaringan
normal dan malignan menjadi sangat penting dalam masalah klinis ini.
Metode radiografi konvensional biasanya tidak begitu berhasil dalam
membedakan masa jaringan pada leher, kecuali dalam mengenali tanda-
tanda yang tidak biasa, seperti pengapuran. Ultrasonografi adalah metode
yang aman, relatif murah, sudah banyak tersedia, yang dikategorikan
sebagai pencitraan beresolusi tinggi yang memungkinkan zat penerima
suara memantulkan kembali suara ke reseptor. Teknik ultrasound yang
dikombinasikan dengan lima jarum penghisap dan pemeriksaan cytologic
mempunyai kemampuan yang signifikan dalam mengetahui susunan
jaringan lunak pada leher. MRI penting untuk mengetahui adanya node
“titik” abnormal; CT scan dengan slicing yang sangat tipis cocok dipakai
pada pelebaran ekstravaskular. Digital substriction angiography dan
conventional superselective angiography merupakan peralatan diagnostik
pada hemangioma, arterivenous malformations, dan paragangliomas. CT
scan adalah peralatan yang paling penting untuk mendiagnosa massa leher
karena alat tersebut secara efektif dapat membedakan/menentukan tumor
utama dan node-node tertentu.
2.3 Intrepretasi radiologi jaringan lunak leher
1. Posisi Lateral
- Adequacy : harus mencakup semua 7 vertebra dan C7-T1 junction.
Hal ini juga harus memiliki densitas yang benar dan menunjukkan
jaringan lunak dan struktur tulang dengan baik.

Gambar 2.3.1 Foto Lateral C-Spine yang baik15


- Alignment : Menilai empat garis paralel.
o Anterior vertebral line (batas anterior dari vertebral bodies)
o Posterior vertebral line (batas posterior dari vertebral bodies)
o Spinolaminar line (batas posterior dari canalis spinalis)
o Posterior spinous line (ujung dari posesus spinous)

Gambar 2.3.2 Alignment pada C-spine proyeksi lateral15


- Bone :
Tulang-tulang vertebra cervicalis menikuti garis tak terputus
dari masing-masing vertebrae (termasuk Odontoid pada C2).
Vertebral bodies harus berbaris dengan lengkungan lembut (lordosis
servikal normal) menggunakan garis marjinal anterior dan posterior
pada tampilan lateral. Setiap bodies harus berbentuk persegi panjang
dan kira-kira berukuran sama meskipun beberapa variabilitas
diperbolehkan (tinggi keseluruhan C4 dan C5 mungkin sedikit
kurang dari C3 dan C6). Ketinggian anterior harus kurang lebih sama
tinggi posterior (posterior biasanya mungkin sedikit lebih besar,
hingga 3mm).
Pedikel terletak di posterior untuk mendukung pilar artikular,
membentuk margin superior dan inferior dari foramen
intervertebralis. Pedikel kiri dan kanan harus superimpose pada
pandangan lateral yang benar. Jika dicurigai fraktur, buatlah
proyeksi oblique atau CT.
Facets atau pilar artikular adalah massa osseous yang
terhubung ke aspek posterolateral dari tubuh vertebral melalui
pedikel. Sendi facet terbentuk antara masing-masing massa lateral.
Pada pandangan lateral, massa lateral yang muncul berbentuk
sebagai rhomboid-struktur memproyeksikan ke bawah dan
posterior. "Garis kortikal ganda" merupakan hasil dari arah yang
sedikit oblique dari proyeksi lateral. Jarak dari ruang sendi harus
kurang lebih sama di semua tingkatan.
Lamina: elemen posterior terlihat buruk pada film lateral.
Terlihat lebih baik pada CT-scan.
Proses spinosus: umumnya bisa semakin besar di badan
vertebra yang lebih rendah. Tulang belakang C7 serviks biasanya
yang terbesar.

Gambar 2.3.3 Bone pada C-spine proyeksi lateral15


- Cartilago space : Ruang Predental (jarak dari sarang ke tubuh C1)
tidak lebih dari 3 mm pada orang dewasa dan 5mm pada anak-anak.
Jika ruang meningkat, kemungkinan fraktur pada prosesus Odontoid
atau gangguan dari ligamentum transversal.

Gambar 2.3.4 Cartilago space pada C-spine proyeksi lateral15


- Disc space: Disc space harus kurang lebih sama di margin anterior
dan posterior. Disc space harus simetris. Disc space juga harus kira-
kira sama di semua tingkatan. Pada pasien yang lebih tua, penyakit
degenative dapat menyebabkan dan memacu kehilangan ketinggian
diskus.
Gambar 2.3.5 Disc Space pada C-spine proyeksi lateral15
- Soft Tissue Space
Ketebalan maksimum Soft Tissue Space adalah sebagai berikut:
o Nasofaring space (C1) - 10 mm (dewasa)
o Retropharyngeal space (C2-C4) - 5-7 mm
o Retrotracheal space (C5-C7) - 14 mm (anak), 22 mm (dewasa).
Gambar 2.3.6 Soft Tissue Space pada C-Spine proyeksi lateral15
- Alignment pada tampilan AP harus dievaluasi dengan menggunakan
tepi badan vertebra dan pilar artikular.
- Tinggi vertebral bodies pada serviks harus kira-kira sama pada tampilan
AP.
- Tinggi masing-masing ruang sendi harus kurang lebih sama di semua
tingkatan.
- Proses spinosus terletak di tengah dan dalam alignment yang baik.
Gambar 2.3.7 Alignment pada proyeksi AP

2.4 Kalsifikasi normal dan positif palsu


Saat memeriksa sinar-X ini, penting untuk memikiran kemungkinan
bahwa ada penyebab lain dari massa radio-opak dengan hasil positif palsu.
Densitas yang berpasangan biasanya mewakili struktur kalsifikasi normal.
Ada dua kategori utama kalsifikasi untuk dipertimbangkan, yaitu:
kalsifikasi tulang rawan laring disertai proses styloid dan kalsifikasi ligamen
stylohyoid. Tiga tulang rawan utama laring (tiroid, krikoid, arytenoid)
semuanya terdiri dari tulang rawan hialin dan mungkin mengalami kalsifikasi
atau endokondral ossification (atau keduanya) dan terlihat secara radiologis.
Tulang rawan tiroid pria sebagian besar mengalami osifikasi pada usia diatas
70 tahun, berbeda dengan tulang rawan tiroid perempuan yang tidak pernah
benar-benar mengalami osifikasi. Pengerasan krikoid, jika terjadi akan
mengikuti akan mengikuti tulang rawan tiroid. Tulang arytenoids yang
berpasangan akan mengapur di dekade ketiga kehidupan.
Proses styloid adalah tulang ramping yang diproyeksikan secara
kaudal dari permukaan inferior tulang temporal menuju tulang hyoid.
Ligamen stylohyoid bisa terjadi osifikasi pada sebagian atau seluruhnya.
2.5 Benda asing dan makanan bolus obstruksi
Benda asing di saluran aerodigestif bagian atas biasa terjadi dan jika
mereka tetap tidak terdeteksi, dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan mulai dari mediastinitis, infeksi saluran pernafasan atas yang
berulang, asma onset baru sampai perforasi esofagus dan oesophagoaortic
fistulae namun jarang sekali.
Knight dan Lesser pada papernya telah menjelaskan bahwa meskipun
banyak pasien menggambarkan rasa sakit di tenggorokan mereka, 90%
ditemukan benda asing yang terletak di orofaring (di dasar lidah atau tempat
tonsil bed) dan dibebaskan di bawah lokal anestesi).
2.6 Abses retropharyngeal
Abses retropharyngeal cenderung terjadi pada anak-anak, biasanya
sebelum usia 6 tahun (karena jumlahnya dan ukuran relatif kelenjar getah
bening, yang mulai fibrosa dan atrofi setelah usia empat tahun dan sudah
lengkap mengalami kemunduran pada usia 6 tahun) dan akibat infeksi saluran
pernapasan bagian atas dan tonsilitis. Pada orang dewasa, penyebabnya
biasanya sekunder akibat trauma termasuk perforasi benda asing dan luka
iatrogenik (mis. intubasi).
Dari abses retropharyngeal dengan pelebaran retropharyngeal ruang,
kehilangan lordosis serviks normal, gambaran udara di jaringan lunak leher
dan dalam kasus orang dewasa pada pasien emfisema. Pasien dewasa ini
mengalami Intubasi traumatis dengan infeksi retrofaringeal resultan.
Meskipun sinar-X lateral membantu memastikan diagnosis, diperlukan
pencitraan radiologis lebih lanjut dalam bentuk CT scan. Ini memberikan
delineasi anatomis yang lebih tepat untuk mengkonfirmasikan abses, tingkat
infeksi dan perencanaan operasi.

2.7 Epiglotitis dan croup


Radiograf leher lateral adalah pemeriksaan yang berguna dalam
keadaan akut pengaturan untuk diagnosis benda asing dan retropharyngeal
abses. Di departemen gawat darurat anak, manajemen primer dari
laryngotracheobronchitis akut (Croup) dan epiglotitis berfokus pada
pengamanan jalan nafas. Ini penting agar ketajaman klinis melalui sejarah
mengambil dan lembut. Tidak ada peran radiograf dalam mendiagnosis
pasien ini sebagai stres dari prosedur tersebut dapat memperburuk program
klinis terutama di epiglotitis akut. Keduanya disajikan untuk meningkatkan
pengakuan kami dari tanda-tanda sebagai kejadian menurun.
Sinar-X leher lateral di croup, yang biasanya bersifat virus dan hadir
pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun, akan tampil overdistension dari
hypopharynx dan proximal larynx dan film posteroanterior akan
menunjukkan tanda 'steeple sign' karena pembengkakan subglotis. Epiglotitis,
sebaliknya, muncul dalam kelompok usia yang lebih tua dari 6 Sampai 7
tahun dan paling umum adalah karena infeksi streptokokus mengingat
serapan vaksinasi yang tinggi terhadap H. Influenza B.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herdman RCD, Saeed SR, Hinton EA (1991) The lateral soft tissue neck X-
ray in accident and emergency medicine. Arch Emerg Med 9:149–156
2. Nandi P, Ong GB (1978) Foreign body in the oesophagus: Review of 2394
cases. Br J Surg 65:5–9
3. Anwer AR (2004) Removal of foreign bodies upper end oesoph-
agus. J Postgrad Med Inst 18:677–680
4. Adhikari P, Shrestha BL, Baskota DK, Sinha BK (2007) Acciden- tal Foreign
Body ingestion: analysis of 163 cases. Intl Arch Oto- rhinolaryngol 11:267–
270
5. Shivakumar A, Naik A, Proshanth K, Hongal G, Chaturvedy G (2006) Foreign
bodies in upper digestive tract. Indian J Otolar- yngol Head Neck Surg 58:63–
68
6. Karnwal A, Ho EC, Hall A, Molony N (2008) Lateral soft tissue neck X-rays:
are they useful in management of upper aero- digestive tract foreign bodies?
J Laryngol Otol 122:845–847
7. Zerella JT, Dimler M, McGill LC, Pippus KJ (1998) Foreign body
aspiration in children: value of radiography and complications of
bronchoscopy. J Paediatr Surg 33:1651–1654
8. Silva AB, Muntz HR, Clary R (1998) Utility of conventional radiography in
the diagnosis and management of paediatric airway foreign bodies. Ann Otol
Rhinol Laryngol 107:834–838
9. Walner DL, Ouanounou S, Donnelly LF, Cotton RT (1999) Utility of
radiographs in the evaluation of paediatric upper airway ob- struction. Ann Otol
Rhinol Laryngol 108:378–383
10. Adhikari P, Bhatta R, Pokharel R, Baskota DK, Sinha BK (2009) Role of plain
X-ray soft tissue neck lateral view in the diagnosis of cervical esophageal
foreign bodies. The Internet Journal of Oto- rhinolaryngology; 8:2 [ISSN 1528-
8420]
11. Wu IS, Ho TL, Chang CC, Lee HS, Chen MK (2008) Value of lateral neck
radiography for ingested foreign bodies using the likelihood ratio. J
Otolaryngol Head Neck Surg 37:292–296
12. Evans RM, Ahuja A, Rhys Williams S, Van Hasselt CA (1992) The lateral
neck radiography in suspected impacted fish bones – does it have a role? Clin
Radiol 46:121–123
13. Haglund S, Haverling M, Kuylenstierna R, Lind MG (1978) Ra- diographic
diagnosis of foreign bodies in the oesophagus. J Lar- yngol Otol 92:1117–1125
14. Craig FW, Schunk JE (2003) Retropharyngeal abscess in children:
clinical presentation, utility of imaging, and current management. Paediatrics
111:1394–1398
15. Hartmann RW (1992) Recognition of retropharyngeal abscess in children. Am
Fam Physician 46:193–196
16. Goldenberg D, Golz A, Joachims HZ (1997) Retropharyngeal abscess: a
clinical review. J Laryngol Otol 111:546–550
17. Feres MF, Hermann JS, Cappellette M Jr, Pignatari SS (2011) Lateral X-ray
view of the skull for the diagnosis of adenoid hypertrophy: a systematic
review. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
75:1–11
18. Haug RH, Wible RT, Liberman J (1991) Measurement standards for the
prevertebral region in the lateral soft-tissue radiograph of the neck. J Oral and
Maxillofac Surg 49:1149–1151
19. Chen MY, Bohrer SP (1999) Radiographic measurement of pre- vertebral soft
tissue thickness on lateral radiographs of the neck. Skeletal Radiol 28:444–44

Anda mungkin juga menyukai