Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

SISTEM INDRA KHUSUS


Modul I Skenario 1 “TULI”

TUTOR :
Dr. dr. Nova A.L. Pieter, Sp. THT-KL(KL). FICS
RESKI JAYANTI (4516111043)
FARDIAN (4516111044)
JAYANTI RETNO AYUNINGSIH (4516111005)
MUH. NASRY NOER NAJIB (4516111006)
RACHMAT ARIEDARMAWAN (4516111007)
NURUL SACHRANI PUTRI (4516111019)
AULIA NUGRAHA (4516111020)
ARIANTI HERAWATI TULAK (4516111021)
MUH. GAMAL IHSAN (4516111022)
AISYAH AMINI (4516111027)
CINDY ANASTACIA NALANG (4516111028)
ANDI RINI APRILIANI RIFAI (4516111029)
ANDI USWAH AMALIA (4516111036)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO

Seorang laki-laki,35 tahun pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli
sejak6 bulan yang lalu yang semakin berat disertai mendengung.

Kata Kunci

1. Laki-laki
2. 35 tahun
3. Pekerja pabrik
4. Tuli sejak 6 bulan yang lalu : Semakin memberat
5. Mendengung

Rumusan Masalah

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang berkaitan ?


2. Jelaskan patomekanisme gejala yang dialami ?
3. Sebutkan dan jelaskan differential diagnosis yang meliputi:
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patomekanisme
d. Tanda dan Gejala
e. Pemeriksaan
f. Penatalaksanaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Anatomi dan Fisiologi telinga

II. Anatomi Telinga


III.

Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran yang
berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga
dalam dan saraf kokhlearis sedangkan organ pendengaran sentral adalah struktur
yang berada di dalam batang otak dan otak yaitu nukleus koklearis, nukleus
olivatorius superior, lemnikus lateralis, kolikulus inferior dan kortek serebri lobus
temporalis area wernicke2.

3
IV.
V.

VI. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari


membrantimpani, terdiri dari aurikulum, meatus akustikus eksternus (MAE) dan
membran timpani (MT)3
Aurikulum merupakan tulang rawan fibro elastis yang dilapisi kulit, berbentuk
pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang temporal melalui otot-
otot danligamen. Bagiannya terdiri heliks, antiheliks, tragus, antitragus dan konka.
Daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan ialah lobulus4
Aurikulum dialiri arteri aurikularis posterior dan arteri temporalis superfisialis.
Aliran vena menuju ke gabungan vena temporalis superfisialis, vena aurikularis
posterior dan vena emissary mastoid. Inervasi oleh cabang nervus cranial V, VII,
IX dan X6.MAE merupakan tabung berbentuk S, dimulai dari dasar konka
aurikula sampai pada membran timpani dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan
diameter lebih kurang 0,5 cm. MAE dibagi menjadi dua bagian yaitu pars
cartilage yang berada di sepertigalateral dan pars osseus yang berada di dua
pertiganya. Pars cartilage berjalan ke arah posterior superior , merupakan

4
perluasan dari tulang rawan daun telinga, tulang rawan ini melekat erat di tulang
temporal, dilapisi oleh kulit yang merupakan perluasan kulit dari daun telinga ,
kulit tersebut mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea.
Kelenjar serumen memproduksi bahan seperli lilin berwarna coklat merupakan
pengelupasan lapisan epidermis, bahan sebaseus dan pigmen disebut serumen atau
kotoran telinga. Pars osseus berjalan kearah antero inferior dan menyempit di
bagian tengah membentuk ismus. Kulit pada bagian ini sangat tipis dan melekat
erat bersama dengan lapisan subkutan pada tulang.Didapatkan glandula sebasea
dan glandula seruminosa, tidak didapatkan folikel rambut1,5.
MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis posterior serta
arteri aurikularis profundus. Darah vena mengalir ke vena maksilaris, jugularis
eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Aliran limfe menuju ke lnn. aurikularis
anterior, posterior dan inferior. Inervasi oleh cabang aurikularis dari n. vagus dan
cabang aurikulotemporalis dari n. Mandibularis6.MT berbentuk kerucut dengan
puncaknya disebut umbo , dasar MT tampak sebagai bentukan oval. MT dibagi
dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan
mukosa dan lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial
yang membentuk dan mempengaruhi konsistensi MT. Pars flasida hanya memiliki
dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan lapisan mukosa. Sifat arsitektur MT ini
dapat menyebarkan energi vibrasi yang ideal6,7. MT bagian medial disuplai
cabang arteri aurikularis posterior, lateral oleh ramus timpanikus cabang arteri
aurikularis profundus. Aliran vena menuju ke vena maksilaris, jugularis eksterna
dan pleksus venosus pterygoid. Inervasi oleh nervus aurikularis cabang nervus
vagus, cabang timpanikus nervus glosofaringeus of Jacobson dan nervus
aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis6.

5
VII. Anatomi Telinga Tengah

Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic cavity.
Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi oleh
promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius, posterior
oleh aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa kranii,
inferior oleh bulbus vena jugularis. Batas superior dan inferior MT membagi KT
menjadi epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan hipotimpanum8.Telinga
tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam yaitu maleus,
incus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi..
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak tingkap lonjong atau foramen
ovale yang berhubungan dengan koklea4.
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan m.
stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor timpani dan
berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf trigeminus.
Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah dalam sehingga menjadi
lebih tegang.dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara dan

6
melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M. stapedius berorigo di dalam
eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna stapes, hal ini
menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan meningkatkan
resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini berfungsi mempertahankan ,
memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat
mencegah kerusakan organ koklea4.
Telinga tengah berhubungan dengan nasopharing melalui tuba
Eustahcius1.Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri
stylomastoid, arteri petrosal superficial, arteri timpani inferior. Aliran darah vena
bersama dengan aliran arteri dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan
pleksus pterygoideus6.
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa,
didalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur TD yaitu labirin,
merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara tuba dan rongga TD yang
dilapisi epitel4.Labirin terdiri dari labirin membran berisi endolim yang
merupakan satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan
rendah natrium. Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin tulang ,di antara
labirin tulang dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit
tinggi natrium rendah kalium9. Labirin terdiri dari tiga bagianyaitu pars superior,
pars inferior dan pars intermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran
semisirkularis, pars inferior terdiri dari sakulus dan kokleasedangkan pars
intermedia terdiri dari duktus dan sakus endolimpaticus1.
Fungsi TD ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau
indera pendengaran dan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua
organ tersebut saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut
mengalami gangguan maka yang lain akan terganggu9.TD disuplai oleh arteri
auditorius interna cabang dari arteri cerebelaris inferior. Aliran darah vena
bersama dengan aliran arteri4.

7
1. Koklea
VIII. Koklea adalah organ pendengaran berbentuk menyerupai rumah
siput dengan dua dan satu setengah putaran pada aksis memiliki panjang
lebih kurang 3,5 centimeter. Sentral aksis disebut sebagai modiolus
dengan tinggi lebih kurang 5 milimeter, berisi berkas saraf dan suplai
arteri dari arteri vertebralis9.Struktur duktus koklea dan ruang periotik
sangat kompleks membentuk suatu sistem dengan tiga ruangan yaitu skala
vestibuli,skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala tympani
berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi endolimf. Skala
vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran reissner, skala media
dan skala timpani dipisahkan oleh membran basilar8.
2. Organon Corti
IX. Organon corti (OC) terletak di atas membran basilaris dari basis ke
apeks, yang mengandung organel penting untuk mekanisme saraf
pendengaran perifer1,4 terdiri bagi tiga bagian sel utama yaitu sel
penunjang, selaput gelatin penghubung dan sel-sel rambut yang dapat
membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara 4
X. OC terdiri satu baris sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3
000 dan tiga baris sel rambut luar yang berjumlah sekitar 12 000.12
Rambut halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel rambut menyentuh
atau tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial. Ujung
atas sel-sel rambut terfiksasi secara erat dalam struktur sangat kaku pada
lamina retikularis. Serat kaku dan pendek dekat basis koklea mempunyai
kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi tinggi sedangkan serat
panjang dan lentur dekat helikotrema mempunyai kecenderungan untuk
bergetar pada frekuensi rendah10.
3. Saraf Koklearis
XI. Sel-sel rambut di dalam OC diinervasi oleh serabut aferen dan
eferen dari saraf koklearis cabang dari nervus VIII, 88 % Serabut aferen
menuju ke sel rambut bagian dalam dan 12 % sisanya menuju ke selrabut
luar2. Serabut aferen dan eferen ini akan membentuk ganglion spiralis

8
yang selanjutnya menuju ke nuleus koklearis yang merupakan neuron
primer, dari nucleus koklearis neuron sekunder berjalan kontral lateral
menuju lemnikus lateralis dan ke kolikulus posterior dan korpus
genikulatum medialis sebagai neuron tersier, selanjutnya menuju ke pusat
pendengaran di lobus temporalis tepatnya di girus transversus11.

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea,12
Proses mendengar melalui tiga tahapan yaitu tahap pemindahan energi fisik
berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi atau tranduksi yaitu
pengubahan energi fisik stimulasi tersebut ke organ penerima dan tahap
penghantaran impuls saraf ke kortek pendengaran.22

Gambar 1. Skema mekanisme pendengaran.


Mekanisme Pendengaran Telinga Luar dan Tengah
Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan
membedakan tinggi rendah suara. Aurikula bersama MAE dapat menaikkan
tekanan akustik pada MT pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu daerah frekuensi yang
penting untuk presepsi bicara, selanjutnya gelombang bunyi ini diarahkan ke
MAE menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10-15 dB pada MT.22
MAE adalah tabung yang terbuka pada satu sisi tertutup pada sisi yang
lain. MAE meresonansi ¼ gelombang. Frekuensi resonansi ditentukan dari

9
panjang tabung, lengkungan tabung tidak berpengaruh. Tabung 2,5 cm, frekuensi
resonansi kira-kira 3,5 kHz.22
Fo (frekuensi resonansi) = kecepatan suara (4 x panjang tabung)
Dimana : Kecepatan suara = 350 m/detik
Misal panjang tabung = 2,5 cm, maka : Fo = 350 (4x2,5) = 3500 Hz = 3,5 kHz
Gelombang suara kemudian diteruskan ke MT dimana pars tensa MT
merupakan medium yang ideal untuk transmisi gelombang suara ke rantai
osikular. Hubungan MT dan sistem osikuler menghantarkan suara sepanjang
telinga telinga tengah ke koklea. Tangkai maleus terikat erat pada pusat membran
timpani, maleus berikatan dengan inkus, inkus berikatan dengan stapes dan basis
stapes berada pada foramen ovale. Sistem tersebut sebenarnya mengurangi jarak
tetapi meningkatkan tenaga pergerakan 1,3 kali, selain itu luas daerah permukaan
MT 55 milimeter persegi sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2
milimeter persegi. Rasio perbedaan 17 kali lipat ini dibandingkan 1,3 kali dari dari
sistem pengungkit , menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan koklea.
Hal ini diperlukan karena cairan memiliki inersia yang jauh lebih besar
dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan besar untuk menggetarkan
cairan, selain itu didapatkan mekanisme reflek penguatan, yaitu sebuah reflek
yang timbul apabila ada suara yang keras yang ditransmisikan melalui sistem
osikuler ke dalam sistem saraf pusat, reflek ini menyebabkan konstraksi pada otot
stapedius dan otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai maleus ke
arah dalam sedangkan otot stapedius menarik stapes ke arah luar. Kondisi yang
berlawanan ini mengurangi konduksi osikular dari suara berfrekuensi rendah
dibawah 1000 Hz. Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk melindungi koklea
dari getaran merusak disebabkan oleh suara yang sangat keras , menutupi suara
berfrekuensi rendah pada lingkungan suara keras dan menurunkan sensivitas
pendengaran pada suara orang itu sendiri.23
Mekanisme Pendengaran Telinga Dalam
Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi suara ke suatu
bentuk yang sesuai untuk merangsang ujung saraf auditorius yang dapat

10
memberikan kode parameter akustik sehingga otak dapat memproses informasi
dalam stimulus suara.22
Koklea di dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik yaitu
perpindahan energi bunyi dari foramen ovale ke sel-sel bersilia dan proses
transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada OC menjadi potensial aksi
dalam nervus auditorius. Mekanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi
menggetarkan perilim dalam skala vestibuli dan endolim dalam skala media
sehingga menggetarkan membrana basilaris. Membrana basilaris merupakan suatu
kesatuan yang berbentuk lempeng-lempeng getar sehinga bila mendapat stimuli
bunyi akan bergetar seperti gelombang disebut traveling wave. Proses transduksi
terjadi karena perubahan bentuk membran basilaris. Perubahan tersebut karena
bergesernya membrana retikularis dan membrana tektorial akibat stimulis bunyi.
Amplitudo maksimum pergeseran tersebut akan mempengaruhi sel rambut dalam
dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan potensial listrik. Potensial listrik ini
akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang berhubungan dengan sel rambut
sebagai impuls saraf ke otak untuk disadari sebagai sensasi mendengar.22
Koklea di dalamnya terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu : potensial
endokoklea (endocochlear potential) , mikrofoni koklea (cochlear microphonic) ,
potensial sumasi (summating potensial), dan potensial seluruh saraf (whole nerve
potensial). Potensial endokoklea selalu ada pada saat istirahat, sedangkan
potensial lainnya hanya muncul apabila ada suara yang merangsang. Potensial
endokoklea terdapat pada skala media bersifat konstan atau direct current (DC)
dengan potensial positif sebesar 80 – 100 mV. Stria vaskularis merupakan sumber
potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap anoksia dan zat kimia yang
berpengaruh terhadap metabolisme oksidasi. Mikrofoni koklea adalah alternating
current (AC) berada di koklea atau juga di dekat foramen rotundum, dihasilkan
area sel indera bersilia dan membrana tektoria oleh pengaruh listrik akibat vibrasi
suara pada silia atau sel inderanya. Potensial sumasi termasuk DC tidak mengikuti
rangsang suara dengan spontan, tetapi sebanding dengan akar pangkat dua tekanan
suara.

11
Potensial sumasi dihasilkan sel-sel indera bersilia dalam yang efektif pada
intensitas suara tinggi. Sedangkan mikrofoni koklea dihasilkan lebih banyak pada
outer hair cell. Bila terdapat rangsangan diatas nilai ambang, serabut saraf akan
bereaksi menghasilkan potensial aksi. Serabut saraf mempunyai penerimaan
terhadap frekuensi optimum rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak
bereaksi terhadap setiap intensitas. Potensial seluruh saraf adalah potensial listrik
yang dibangkitkan oleh serabut saraf auditori. Terekam dengan elektroda di
daerah foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki frekuensi tinggi
dan onset yang cepat. 22
Rangsangan suara dari koklea diteruskan oleh nervus kranialis VIII ke korteks
melalui nukleus koklearis ventralis dan dorsalis. Jaras tersebut merupakan sistem
pendengaran sentral.22,24,26

II. Patomekanisme gangguan pendengaran

Gangguan telinga Iuar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi
atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani.Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat
pendengaran.Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa
tuli sensoneural dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta
tuli campur (mixed deafness).

12
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di
pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural.Tuli campur dapat merupakan satu penyakit,
misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau
merupakan dua penyakit yang berlainan.misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

III. Diagnosis banding

1. OTOSKLEROSIS
A. Definisi
Otosklerosis merupakanpenyakit pada kapsul tulang labirinyang mengalami
spongiosis di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnyamengeras menjadi
sklerotik. Sehinggastapes menjadi kaku dan tidak dapatmenghantarkan suara ke
labirin denganbaik kemudian terjadilah gangguanpendengaran.15
Dalam kodisi normal suara dihantarkan dari meatus akustikuseksterna ke
membran timpani berupagelombang- gelombang suara yangmenggetarkan
membran timpani dansecara simultan menggerakkan rantaiosikule (maleus, inkus,
stapes) menujuke telinga dalam. Jika tulang-tulangdalam telinga tengah tidak
bervibrasisecara normal maka telinga dalamtidak bisa menerima
keseluruhangetaran suara dan terjadilah penurunanpendengaran. Hal inilah yang
terjadipada otosklerosis. Walaupun maleusdan inkus bergerak secara normal
tapistapes terfiksasi karena prosesotosklerosis. Sehingga gelombang suara tidak
dapat dihantarkan denganbaik.15
Pada awal penyakit akan timbul tuli konduktif dan dapatberkembang
menjadi tuli campurandan tuli sensorineural bila penyakitsudah menyebar ke
koklea.15
B. Etiologi
Penyebab otosklerosis belum dapat diketahui dengan pasti. Diperkirakan
beberapa faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan predisposisi terjadinya

13
otosklerosis seperti faktor herediter, endokrin, metabolik, infeksi measles,
vaskuler autoimun, tapi semuanya tidak bias dibuktikan proses terjadinya secara
pasti.15
Dari beberapa penelitian genetic dinyatakan otosklerosis diturunkan secara
autosomal dominan dengan penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis bersifat
heterogenetic dengan lebih dari satu gen yang menunjukkan fenotipe otosklerosis.
Dari beberapa kasus dinyatakan gen yang berhubugan dengan otosklerosis adalah
COLIAI gen yang merupakan salah satu dari dua gen yang mengkode type I
kolagen dari tulang.15
Diduga virus measles jugamerupakan predisposisi terjadinyaotosklerosis.
Secara epidemiologidibuktikan dengan menurunnya angkakejadian otosklerosis
sejakditemukannya vaksin measles. Infeksivirus measles diduga
menyebabkanpersistennya virus measles pada kapsulotik. Dengan pemeriksaan
mikroskopelektron pada stapes penderitaotosklerosis post stapedektomididapatkan
struktur filamen padaretikulum endoplasmik dan sitosol dariosteoblas dan
preosteoblas yangmerupakan gambaran morfologi darimeasles nucleocapsid.
Dalampenelitian immunohistochemical juga disebutkan adanya ribonucleic
aciddari virus measles pada lesiotosklerosis. Pada perilimf jugadidapatkan
peningkatan antibodi terhadap virus measles. Dari kenyataantersebut ada teori
yang menyatakanbahwa infeksi virus measlesmenginisiasi terjadinya
otosklerosis.15

C. Patofisiologi
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat multifokal di
area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses otosklerosis
dibagi menjadi 3 fase, fase otospongiosis ( fase awal ), fase transisional, dan
otosklerosis (fase lanjut ). Tapi secara klinis dibagi 2 fase otospongiosis dan
otosklerosis.15
Pada awalnya terjadi proses spongiosis ( fase hipervaskulerisasi). Pada fase ini
terjadi aktivitas dari sel-sel osteosit, osteoblas dan histiosit yang menyebabkan
gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan meresorbsi jaringan tulang di sekitar

14
pembuluh darah yang akan mengakibatkan sekunder vasodilatasi. Pada
pemeriksaan otoskopi akan tampak gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteosit
yang meningkat akan mengurangi jaringan kolagen sehingga tampak gambaran
spongiosis.15
Pada fase selanjutnya terjadiproses sklerosis, yang terjadi jikaosteoklas secara
perlahan diganti olehosteoblas sehingga terjadi perubahandensitas sklerotik pada
tempat-tempatyang mengalami spongiosis. Jikaproses ini terjadi pada foramen
ovaledi dekat kaki stapes, maka kaki stapesakan menjadi kaku dan terjadilah
tulikonduksi. Hal ini terjadi karenafiksasi kaki stapes akan menyebabkangangguan
gerakan stapes sehinggatransmisi gelombang suara ke telingatengah ( kopling
osikule )terganggu.Jika foramen ovale jugamengalami sklerotik maka
tekanangelombang suara menuju telinga dalam (akustik kopling) juga terganggu.15
Pada fase lanjut tuli koduksibisa menjadi tuli sensorineural yangdisebabkan
karena obliterasi padastruktur sensorineural antara kokleadan ligamentum spirale.
Hal tersebutbisa juga disebabkan oleh kerusakanouter hair cell yang disebabkan
olehpelepasan enzim hidrolitik pada lesilesispongiosis ke telinga dalam.Masuknya
bahan metabolit ke telingadalam , menurunnya vaskularisasi danpenyebaran
sklerosis secara langsungke telinga dalam yang menghasilkanperubahan kadar
elektrolit danperubahan biomekanik dari membrane basiler juga menjadi
penyebabterjadinya tuli sensorineural.15
Bagian yang tersering terkenaadalah anterior dari foramen ovaledekat fissula
sebelum fenestrum ovale.Jika bagian anterior stapes danposterior kaki stapes
terkena disebutfiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapessaja disebut biscuit footplate.
Jika kakistapes dan ligamen anulare terkenadisebut obliterasi otosklerosis.15

D. Gejala Klinis

Pendengaran Menurun
Pada penderita otosklerosis didapatkan adanya pendengaran menurun
secara progresif yangbiasanya bilateral dan asimetris. Padaawalnya berupa tuli
konduksi dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi tuli campuran atau tuli
sensorineural jika proses otosklerosis sudah mengenai koklea. Penderita biasanya

15
datang pada awal penyakit dimana ketulian telah mencapai 30-40 db ( tuli
konduksi pada frekuensi rendah ). Penurunan pendengaran pada otosklerosis tanpa
disertai adanya riwayat infeksi telinga atau riwayat trauma.15

Tinitus
Sekitar 70 % penderitaotosklerosis datang dengan mengeluhadanya
tinnitus yang digambarkan olehpenderita sebagai suara berdengingatau
bergemuruh, dapat juga berupasuara bernada tinggi yang dapatmuncul berulang-
ulang, Makin lamatinnitusnya memberat sejalan denganmemberatnya ketulian.15

Paracusis Willisii
Penderita otosklerosis dapatmendengar lebih baik pada lingkunganyang
bising yang disebabkan karenatuli konduksinya menutupi
kebisingandisekitarnya.15

Vertigo
Pada penderita otosklerosis juga didapatkan keluhan vertigo sekitar25%-
30% kasus. Vertigo biasanyatimbul dalam bentuk ringan dan tidakmenetap yaitu
bila penderitamenggerakkan kepala. Penyebab pastidari vertigo ini belum
diketahui secarapasti.15

E. Diagnosis
a) Anamnesis
Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.
Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi bilateral.
Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda. Setelah onset, gangguan
pendengaran akan berkembang dengan lambat. Penderita perempuan lebih banyak
dari laki-laki, umur penderita antara 11-45 tahun, tidak terdapat riwayat penyakit
telinga dan riwayat trauma kepala atau telinga sebelumnya.15,16

b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang tampak
promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan.

16
Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus
otosklerosis yang sangat vaskuler.15,16

c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Otoskopi
Pada penderita otosklerosispemeriksaan otoskopi pada umumnyadidapatkan
gambaran membrane timpani intak dalam batas normal. Pada kondisi tertentu
pada faseotospongiosis bisa didapatkangambaran Schwartze sign. Padamembran
timpani tampak warnakemerahan di dekat promontoriumyang disebabkan
vaskulerisasi yangmeningkat pada fase aktif. Tanda iniditemukan oleh Schwartze
tahun 1873dan didapatkan pada 10 % penderitaotosklerosis.15,16

Pemeriksaan Garpu Tala


Dengan pemeriksaan garpu talaakan didapatkan hasil yangmendukung adanya
tuli konduksi.Rinne test negatif yangmenggambarkan hantaran tulang lebihbaik
dari hantaran udara. Tes weberdidapatkan lateralisasi ke sisi telingayang lebih
berat derajat tulikonduksinya. Pada kasus dengan tulicampuran mungkin sangat
sulit untukdilakukan pemeriksaan garpu tala.15,16

Pemeriksaan Audiometri
Pada tahap awal otosklerosispemeriksaan audiogram nada murnididapatkan air
bone gap yang melebarpada frekuensi rendah dan ada cirikhas dimana pada
frekuensi 2000 Hzdidapatkan hantaran tulang lebih dari20 db yang dikenal dengan
istilahCarhart Notch. 6,11 Gambaran ini akanhilang setelah dilakukan
operasistapedektomi.15,16

Pada pemeriksaan audiometrinada tutur didapatkan hasil dalam batasnormal.


Impedance audiometri jugadidapatkan hasil yang pada umumnyanormal yaitu
gambaran timpanometritipe A atau kadang-kadang disertai dengan penurunan
complianc membran timpani ( tipe As ).Pemeriksaan refleks stapedius bias positif
atau negatif tergantung derajatfiksasi yang dikenal dengan istilah “on-off efek
refleks stapedius “.15

17
Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan CT Scan juga bias digunakan sebagai sarana konfirmasiuntuk
membantu diagnosisotosklerosis. Pada Ct-scan didapatkangambaran kondisi
rantai osikulesampai tulang labirin. Pada fase awalterlihat gambaran radiolusen di
dalamdan sekitar koklea yang disebut “hallosign”. Pada stadium lanjut
didapatkangambaran sklerotik yang difus.15

F. Penatalaksanaan
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk memperbaiki
gangguan pendengaran. Hanya sebagian kecil yang disertai dengan gangguan
vestibuler yang membutuhkan penanganan yang lebih spesifik sesuai kausanya.15

a) Medikamentosa
Walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride masih bias dipakai
untuk terapi suportif. Ion-ionfluoride akan menggantikan hydroxyl radical yang
normal sehingga terbentuk fluroapatite complex yang lebih stabil dibandingkan
hidroxyapatite kristal. Fluoroapatite complex akan menghambat aktivitas
osteoklas dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan histologis . Disamping itu
penggunaan fluoride juga bisa menghambat progresifitas otosklerosis.15
Dosis sodium fluoride antar 20-120 mg/hari. Evaluasi keberhasilanbisa dilihat
dari hilangnya gambaranschwartze sign, kestabilanpendengaran , perbaikan Ct-
scan dikapsul otik.15
Efek samping terapi sangatringan misalnya berupa gejalagastrointestinal
seperti mual-muntahyang bisa dihindari dengan penurunandosis atau dengan
pemberian kapsulselaput . Pada penderita otosklerosis yang mendapatkan terapi
ini 80 %didapatkan perbaikan keluhan dantidak memburuknya
progresifitaskeluhan.15

b) Alat bantu dengar


Biasanya digunakan pada stadium lanjut otosklerosis yang tidak memenuhi
indikasi untuk operasi. Misalnya pada otosklerosis dengan tul sensorineural
dimana sudah didapatkan kerusakan di koklea yang prognos keberhasilan

18
operasinya kecil sekali Pada kasus ini dianjurkan untu penggunaan alat pembantu
mendenga atau penggunaan BAHA (bon anchored hearing aid) bisa unilateral atau
bilateral. Sedangkan pada kasu dengan tuli sensori neural severe atau profound
bilateral dianjurkan untuk pemasangan koklear implant.15

c) Pembedahan
Ada beberapa tehnik operasi yaitu stapedektomi total,partial dan stapedotomi.
Sebelum operasi harus dipastikan bahwa fungsi N VIII masih baik yang berarti
fungsi penerimaan dan transmisi suara menuju otak masih baik. Sehingga
prognosis keberhasilan post operasi lebih baik.15

2. LABIRINTITIS
A. Definisi
Labirintitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini dapat
ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau merupakan suatu proses
tunggal pada labirin saja. Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi
intra temporal dari radang telinga tengah.Penderita otitis media kronik yang
kemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus waspada
terhadap timbulnya labirinitis supuratif.

B. Klasifikasi
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri
(supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah
melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan
foramen ovale tapi dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis
bakteri melalui cairan yang menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang
perilimf di koklea, melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribrosa
pada dasar modiolus koklea.

Schuknecht (1974) membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:

1. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat perubahan
kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau proses

19
supuratif yang menembus membran barier labirin seperti melalui membran
rotundum tanpa invasi bakteri.

2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang
perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan ini
kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.

3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respons
inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini biasanya
merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan penyakit
mastoid.

4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya proses


inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai obliterasi dari
ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini
disebut juga stadium penyembuhan.

Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai


macam virus.Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya berbagai penyakit
yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti infeksi virus
mumps, virus influenza, dll.

Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:

1. Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa) merupakan


komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator toksik dari otitis media
mencapai labirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada telinga dalam.

2. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif) merupakan suatu


keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat dan melibatkan akses langsung
mikroorganisme ke labirin tulang dan membran.

C. Gejala dan tanda

Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan
fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo dan kurang

20
pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba.Pada sebagian besar
kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang
terjadi juga bersifat reversible. Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang
timbul sama seperti gejala pada labirinitis lokalisata tetapi perjalanan penyakit
pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan
vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus.
Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak
dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga.Penderita berbaring dengan
telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan
telinga tampak perforasi membrana timpani.Pada labirinitis viral, penderita
didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps, timbul vertigo,
nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal
kembali. Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral.

D. Patogen penyebab

Pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme penyebab S. pneumoni,


Streptokokus dan Hemofilus influenza.Pada labirinitis kronik mikroorganisme
penyebab biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, Pseudomonas,
Proteus dan E.coli. Virus citomegalo, virus campak, mumps dan rubella (measles,
mumps, rubella = MMR), virus herpes, influenza dan HIV merupakan patogen
penyebab pada labirinitis viral.

E. Diagnosis

Gambaran klinik dengan adanya gangguan vestibular dan kurangnya


pendengaran didapati juga pada abses serebellum, miringitis bulosa dan miringitis
hemoragika. Pemeriksaan telinga yang teliti diperlukan pada kasus ini seperti
pemeriksaan audiogram, kultur dan CT Scan. Pada miringitis didapati rasa sakit
akut di telinga sedangkan abses serebelum dapat dipisahkan dengan CT
scan.Gangguan fungsi pendengaran pada labirinitis adalah suatu sensorineural
hearing loss.

21
F. Terapi

Prinsip terapi pada labirinitis adalah:


1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea
yang lebih lanjut.
2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.
Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu dilakukan tindakan
drainase dari labirin.Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai maka tindakan pungsi lumbal
harus segera dilakukan.

3. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING


A. Definisi

Gangguan pendengaran akibat bising atau Noise-Induced Hearing Loss


(NIHL) merupakan gangguan pendengaran akibat terpapar bising di suatu
lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.NIHL
merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua
telinga.Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan secara audiologik
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.Bising yang
intensitasnya 85 desibel atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada reseptor
pendengaran Corti ditelinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah
organ korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz – 6000Hz dan yang
terberat kerusakan organ corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajang bising,
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, dan lebih lama
terpapar bising.

B. Etiologi

1. Intensitas kebisingan

2. Frekwensi kebisingan

22
3. Lamanya waktu pemaparan bising

4. Kerentanan individu

5. Jenis kelamin

6. Usia

7. Kelainan di telinga tengah

C. Klasifikasi

Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2


kategori yaitu :
a. Noise Induced Temporary Threshold Shift Noise Induced Temporary
Threshold Shift (NITTS) atau biasa dikenal dengan trauma akustik merupakan
istilah yang dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising atau tuli
mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol atau trauma
langsung ke telinga. Trauma ini menyebabkan kerusakan pada saraf di telinga
bagian dalam akibat pajanan akustik yang kuat dan tiba-tiba. Seseorang yang
pertama kali terpapar suara bising akan mengalami berbagai gejala, gejala
awal adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi.
Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada frekuensi
4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Gangguan yang dialami bisa
terjadi pada satu atau kedua telinga. Pada tingkat awal terjadi pergeseran
ambang pendengaran yang bersifat sementara, apabila penderita beristirahat
diluar lingkungan bising maka pendengarannya akan kembali normal. Salah
satu bidang pekerjaan yang berisiko tinggi terhadap terjadinya trauma akustik
ini adalah militer. (2)

b. Noise Induced Permanent Threshold Shift Noise Induced Permanent


Threshold Shift (NIPTS) merupakan ketulian akibat pemaparan bising yang
lebih lama dan atau intensitasnya lebih besar. Jenis tuli ini bersifat permanen.
Faktor-faktor yang merubah NITTS menjadi NIPTS adalah : masa kerja yang

23
lama di lingkungan bising, tingkat kebisingan dan kepekaan seseorang
terhadap kebisingan. NIPTS terjadi pada frekuensi bunyi 4000 Hz. Pekerja
yang mengalami NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz)
keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan
untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah
menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk
mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000–
6000 Hz setelah beberapa lama gambaran audiogram menjadi datar pada
frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz
akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
perkembangannya menjadi lebih lambat.

D. Patofisiologi

Paparan bising mengakibatkan perubahan sel-sel rambut silia dari organ Corti.
Stimulasi dengan intensitas bunyi sedang mengakibatkan perubahan ringan pada
sillia dan hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas tinggi pada waktu
pajanan yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut lain
seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robek membran reissner.
Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan
adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama
paparan.Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga
mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan
durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya
stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal.Dengan
hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan
parut.Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel
penunjang juga rusak.Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut,
dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus
pendengaran pada batang otak.Gangguan pendengaran akibat paparan bising

24
terus-menerus harus dibedakan dari trauma akustik.Gangguan pendengaran
trauma akustik terjadi akibat paparan singkat (satu kali) langsung diikuti dengan
gangguan pendengaran permanen. Intensitas rangsangan suara umumnya melebihi
140 dB dan sering bertahan selama < 0,2 detik. Trauma akustik menyebabkan
terjadinya robekan membrane timpani dan gangguan pada dinding sel sehingga
tercampur perilimfe dan endolimfe.Trauma akustik juga dapat menyebabkan
cedera tulang pendengaran.

E. Faktor resiko
a. Intensitas dan lamanya Pemaparan Bising Dalam menentukan nilai
ambang batas tiap negara memiliki standarnya masing masing. Untuk
Indonesia, nilai ambang batas faktor fisika ditempat kerja sudah diatur
dalam keputusan menteri tenaga kerja RI.
b. Frekuensi Bising Frekuensi yang sering menyebabkan kerusakan pada
organ Corti di koklea adalah bunyi dengan frekuensi 3000 Hz sampai
dengan 8000 Hz, gejala timbul pertama kali pada frekuensi 4000 Hz.
Hearing loss biasanya tidak disadari pada percakapan dengan frekuensi
500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 3000 Hz ˃25 dB. Apabila bising dengan
intensitas tinggi terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan
mengakibatkan ketulian.
c. Usia dan Jenis Kelamin Hearing loss sering terjadi pada pria dibandingkan
pada wanita, dengan rasio 9,5 : 1. Usia rata-rata berkisar pada usia
produktif yaitu antara usia 20-50 tahun.

F. Gejala klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech


discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan.
Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon
dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral.Selain itu tinnitus
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu

25
ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada
tuli akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah :

a. Bersifat sensorineural
b. Hampir selalu bilateral
c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss )
Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan.
e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi
4000 Hz.
f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan


juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi
wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat
gangguan pendengaran yang terjadi.

G. Diagnosis

Didalam menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis


yang teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.Dari anamnesis
didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam
jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun.Sedangkan pada
pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.Pada pemeriksaan tes penala
didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik dan Schwabach memendek.Kesan jenis ketuliannya adalah tuli
sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.Ketulian timbul secara
bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 – 10
tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli
sensorineural pada frekwensi tinggi ( umumnya 3000 – 6000 Hz ) dan pada

26
frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik ( notch ) yang patognomonik untuk jenis
ketulian ini. Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short
Increment Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan
Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment )
yang khas untuk tuli saraf koklea. Untuk menegakkan diagnosis klinik dari
ketulian yang disebabkan oleh bising dan hubungannya dengan pekerja, maka
seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :

a. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.


b. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
c. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.
d. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising
yang menyebabkan ketulian.
e. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja.
Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan
melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram
menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran
tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.
f. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial
seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit
sebelumnya.

H. Penatalaksanaan

Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari


pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah
terpajan dengan kebisingan diberikan perlindungan menurut tata cara medis
berupa:

1. Monitoring paparan bising

a. Melakukan identifikasi sumber bising :

27
1. Menilai intensitas bising dan frekuensinya. Tujuannya untuk menilai
keadaan maksimum, ratarata, minimum, fluktuasi jenis intermiten dan
steadiness bising.Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound Level
Meter. Ada yang dilengkapi dengan Octave Band Analyser;

2. Mencatat jangka waktu terkena bising. Makin tinggi intensitas bising,


jangka waktu terpajan yang diizinkan menjadi semakin pendek.Hal ini
sudah ditetapkan dalam keputusan menteri tenaga kerja RI, tentang nilai
ambang batas faktor fisika di tempat kerja.

b. Pengurangan jumlah bising di sumber bising :

1. Pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan


(engineering control program).

2. Pemasangan peredam, penyekat mesin dan bahan-bahan penyerap suara.

c. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan


kerjanya dari lingkungan bising ataupun menggunakan ear protector
seperti :

1. Penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan ke dalam


telinga, alat ini dapat meredam suara bising sebesar 30-40 Db

2. Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras dan
membuka sendiri bila suara kurang keras

3. Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus sebagai


pelindung telinga.

d. Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta


menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan
melakukan pencatatan dan pelaporan data. Pemasangan poster dan tanda
pada daerah bising adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan.

28
2. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada murni, yang
terdiri atas :

a. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di


lingkungan bising (pre employment hearing test). Termasuk masyarakat
yang berada di lingkungan bising diperiksa pendengarannya.

b. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur 6 bulan sekali. Agar


didapatkan gambaran dasar dari kemampuan pendengaran pekerja dan
masyarakat di lingkungan bising.

3. Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan


pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid masih susah
untuk berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar dapat menerima
keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) bertujuan agar penderita
dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar, secara efisien
dapat dibantu dengan membaca gerakan ucapan bibir (lip reading), mimik dan
gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Bila
penderita mendengar suaranya sendiri sangat lemah, maka dapat dilakukan
rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama
percakapan. Pada penderita yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

4. PRESBIAKUSIS
A. Definisi Presbikusis
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.35
B. Etiologi
Schuknecht menerangkan bahwa penyebab kurang pendengaran akibat
degenerasi ini dimulai terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf sel ganglion
spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks yang pada akhirnya terjadi

29
degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi gangguan pemahaman
bicara. Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor.35
C. Patomekanisme
1. Degenerasi Koklea
Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya degenerasi pada
stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks koklea pada awalnya
mengalami degenerasi, tetapi kemudian meluas ke region kokela bagian tengah
dengan bertambahnya usia. Degenerasi hanya terjadi sebagian tidak seluruhnya.
Degenerasi sel marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara
sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ ATPase. Kehilangan enzim penting ini,
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia.37
Degenerasi stria vaskularisasi akibat semua penuaan berefek pada
potensial endolimfe yang berfungsi sebagai amplifikasi koklea. Potensial
endolimfatik yang berkurang secara signifikan akan berpengaruh pada amplifikasi
koklea. Nilai potensial endolimfatik yang menurun menjadi 20mV atau lebih,
maka amplifikasi koklea dianggap kekurangan voltage dengan penurunan
maksimum.37
2. Degenerasi sentral
Degenerasi sekunder terjadi akibat degenerasi sel organ corti dan saraf-
saraf yang dimulai pada bagian basal koklea hingga apeks. Perubahan yang terjadi
akibat hilangnya fungsi nervus auditorius akan meningkatkan nilai ambang CAP
dari nervus. Penurunan fungsi input-output dari CAP pada hewan percobaan
berkurang ketika terjadi penurunan nilai ambang sekitar 5-10 dB. Intensitas sinyal
akan meningkatkan amplitude akibat peningkatan CAP dari fraksi suara yang
terekam. Fungsi input-output dari CAP akan terefleksi juga pada fungsi fungsi
input-output dari potensial saraf pusat. Pengurangan amplitude dari potensial aksi
yang terekam pada proses penuaan memungkinkan terjadinya asinkronisasi
aktifitas nervus auditorius.37

30
Keadaan ini mengakibatkan penderita mengalami kurang pendengaran
dengan pemahaman bicara yang buruk. Prevalensi jenis ketulian ini sangat jarang,
tetapi degenerasi sekunder ini penyebab terbanyak terjadinya presbikusis sentral.37
3. Mekanisme molekular
Penelitian tentang penyebab presbikusis sebagian besar menitikberatkan
pada abnormalitas genetic yang mendasarinya, dan salah satu penemuan yang
paling terkenal sebagai penyebab potensial presbikusis adalah mutasi genetic pada
DNA mitokondrial.35
a. Faktor genetik
Dilaporkan bahwa salah satu strainyang berperan terhadap terjadinya
presbikusis, yaitu C57BL/6J sebagai penyandi saraf gangkion spiral dan sel stria
vaskularis pada koklea. Starin ini sudah ada sejak lahir pada tikus yang memiliki
persamaan dengan gen pembawa presbikusis pada manusia. Awal mula terjadinya
kurang pendengaran pada strain ini dimulai dari frekuensi tinggi kemudian
menuju frekuensi rendah. Teori aging pada mitokondria, menyatakan bahwa ROS
(Reactive Oxygen Species) sebagai penyebab rusaknya komponen mitokondria.3
Pembatasan kalori akan memperlambat proses penuaan, menghambat
progesivitas presbikusis, mengurangi jumlah apoptosis di koklea dan mengurangi
proapoptosis mitokondria Bcl-2 family Bak.
Anggota dari family Bcl-2, proapoptosis protein Bak dan Bax berperan
dalam fase promotif apoptosis pada mitokokndria. Protein Bcl2 ini meningkatkan
permeabilitas membrane terluar mitokondria, memicu aktivasi enzim kaspase dan
kematian sel.35
b. Radikal Bebas
Sistem biologik dapat terpapar oleh radikal bebas baik yang terbentuk
endogen oleh proses metabolism tubuh maupun eksogen seperti pengaruh radiasi
ionisasi. Membran sel terutama terdiri dari komponen-komponen lipid. Serangan
radikal bebas yang bersifat reaktif dapat menimbulkan kerusakan terhadap
komponen lipid ini dan menimbulkan reaksi peroksidasi lipid yang menghasilkan
produk bersifat toksik terhadap sel, seperti malondialdehida (MDA), 9-
hidroksineonal, hidrokarbon etana (C2H6) dan pentane (C5H12). Bahkan dapat

31
terjadi ikatan silang (cross lingking) antara dua rantai asam lemak dan rantai
peptide (protein) yang menyebabkan kehidupan sel. Kerusakan sel akibat stress
oksidatif tadi menumpuk selama bertahun-tahun sehingga terjadi penyakit-
penyakitdegeneratif, keganasan, kematian sel-sel vital tertentu yang pada akhirnya
akan menyebabkan proses penuaan.37
Teori mitokondria menerangkan bahwa reactive oxygen species
(ROS)menimbulkan kerusakan mitokondria termasuk mtDNA dan kompleks
protein. Mutasi mtDNA pada jaringan koklea berperan untuk terjadinya
presbikusis.37
c. Gangguan transduksi sinyal
Ujung sel rambut organ korti berperan terhadaptransduksi mekanik,
merubah stimulus mekanik menjadi sinyalelektrokimia Gen famili cadherin 23
(CDH23) dan protocadherin15 (PCDH15) diidentifikasi sebagai penyusun
ujungsel rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksimekanoelektrikal.
Terjadinya mutasi menimbulkan defek dalaminteraksi molekul ini dan
menyebabkan gangguan pendengaran.35
D. Manifestasi Klinik
Penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi merupakan
tanda utama presbikusis. Perubahan dapat terjadi pada dewasa muda, tetapi
terutama terjadi pada usia 60 tahun keatas. Terjadi perluasan ambang suara
dengan bertambahnya waktu terutama pada frekuensi rendah. Kasus yang banyaj
terjadi adalah kehilangan sel rambut luar pada basal koklea. Presbikusis sensori
memiliki kelainan spesifik, seperti akibat trauma bising. Pola konfigurasi
audiometric presbikusis sensori adalah penurunan frekuensi tinggi yang curam,
seringkali terdapat notch (takik) pada frekuensi 4kHz (400 Hz).37
Faktor lain seperti genetik, usia, ototoksis dapat memperberat penurunan
pendengaran. Perubahan usia yang akan mempercepat proses kurang pendengaran
dapat dicegah apabila paparan bising dapat dicegah. Goycoolea dkk, menemukan
kurang pendengaran ringan pada kelompok pnduduk yang tinggal di daerah sepi
(Easter Island) lebih sedikit jika dibandingkan kelompok penduduk yang tinggal
di tempat ramai dalam jangka waktu 3-5 tahun. Kesulitan mengontrol efek bising

32
pada manusia yang memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan mamalia.
Mills dkk menyatakan bahwa terdapat kurang pendengaran lebih banyak akibat
usia pada kelompok hewan yang tingaal di tempat bising. Interaksi efek bising dan
usia belum dapat dimengerti sepenuhnya, oleh karena kedua faktor awalnya
mempengaruhi frekuensi tinggi pada koklea. Bagaimanapun, kerusakan akibat
bising ditandai kenaikan ambang suara pada frekuensi 3-6 kHz, walaupun
awalnya dimulai pada frekuensi tinggi (biasanya 8 kHz).37
E. Faktor Risiko
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktorherediter, metabolisme,
aterosklerosis, bising, gaya hidup,dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor
risiko tersebutdan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagaiberikut.36
Usia dan Jenis Kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun keatas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaranberbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki
lebihbanyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensitinggi dan hanya
sedikit penurunan pada frekuensi rendahbila dibandingkan dengan perempuan.
Perbedaan jeniskelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkanlaki-
laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerjadibandingkan
perempuan.36
Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruhjenis kelamin pada
presbikusis tidak seluruhnya disebabkanperubahan di koklea. Perempuan
memiliki bentuk daun danliang telinga yang lebih kecil sehingga dapat
menimbulkanefek masking noise pada frekuensi rendah. Penelitian di
KoreaSelatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran padaperempuan
sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki.Pearson menyatakan sensitivitas
pendengaran lebihbaik pada perempuan daripada laki-laki.36
Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberatresistensi vaskuler
yang mengakibatkan disfungsi sel endotelpembuluh darah disertai peningkatan
viskositas darah,penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Haltersebut
mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehinggaproses transmisi sinyal

33
mengalami gangguan yang menimbulkangangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluhdarah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme.36
Diabetes melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosayang terikat pada
protein dalam proses glikosilasi akanmembentuk advanced glicosilation end
product (AGEP)yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitasdinding
pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnyaadalah dinding pembuluh
darah semakin menebal danlumen menyempit yang disebut mikroangiopati.
Mikroangiopatipada organ koklea akan menyebabkan atrofi danberkurangnya sel
rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasanervus VIII, ligamentum dan ganglion
spiral pada selSchwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka
akanmenimbulkan neuropati.36
National Health Survey USA melaporkan bahwa 21%penderita diabetik
menderita presbikusis terutama pada usia60-69 tahun. Hasil audiometri penderita
DM menunjukkanbahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran padakelompok
ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpaDM.36
Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadarlemak dalam darah
(dislipidemia) di mana kadar kolesteroldalam darah lebih dari 240
mg/dL.Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukanplak/atherosklerosis
pada tunika intima. Patogenesisatherosklerosis adalah arteroma dan
arteriosklerosis yangterdapat secara bersama. Arteroma merupakan
degenerasailemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadipada
arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning kerasbagian lipoid dalam tunika
intima arteri sedangkanarteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi
yangditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/pengerasan pembuluh
nadi. Keadaan tersebut dapatmenyebabkan gangguan aliran darah dan transpor
oksigen.Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakanterdapat
hubungan antara penderita hiperkolesterolemiadengan penurunan pendengaran.36
Merokok

34
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yangmempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifatototoksik secara langsung, dan merusak sel
saraf organkoklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melaluiproduksi
karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin)sehingga hemoglobin
menjadi tidak efisienmengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara
hemoglobindengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding denganoksigen.
Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organkorti di koklea dan
menimbulkan efek iskemia. Selain itu,efek karmonmonoksida lainnya adalah
spasme pembuluhdarah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik.
Mizoue et al. meneliti pengaruh merokok dan bisingterhadap gangguan
pendengaran melalui data pemeriksaan kesehatan 4.624 pekerja pabrik baja di
Jepang. Hasilnyamemperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunyafungsi
pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokokdengan risiko tiga kali lebih
besar.36
Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadarikarena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Faktorrisiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian
ialahintensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masakerja dengan
paparan bising, kepekaan individu, umur, danfaktor lain yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebutdapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yangditerima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.Hal tersebut
dikarenakan paparan terus menerus dapatmerusak sel-sel rambut koklea.36
F. Klasifikasi Presbikusis
Schuknecht membagi klasifikasi presbikusis menjadi 4 jenis: Sensori
(outer hair-cell), neural (ganglion-cell), metabolic (strial atrophy), dan koklea
konduktif (stiffness of the basilar membrane). Schuknecht menambahkan dua
kategori: mixed dan interminate, terdapat 25% kasus, dimana terjadi akibat
perubahan patologi yang bermacam-macam. Prevalensi terbanyak menurut
penelitian adalah jenis metabolic 34,6%, jenis lainnya neural 30,7%, mekanik
22,8% dan sensorik 11,9%.35

35
1. Sensori
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan
perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan
dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia
pertengahan. Secara histology, atrofi dapat terbatas hanya beberapa
millimeter awal dari basal koklea dan proses berjalan dengan lambat.
Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari
granul pigmen lipofusin. Ciri kahs dari tipe sensory presbyacusis ini
adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi
tinggi (slooping). Berikut ini merupakan gambaran konfigurasi menurut
Schuknecht, jenis sensori adalah tipe noise-induced hearing loss (NIHL).
Banyak terdapat pada laki-laki dengan riwayat bising.37
2. Neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat.
Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilanya sedikit lebih
banyak terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tidak didapati
adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe
ini menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik
berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum
terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai
seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90%
neuron akhirnya hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai
dengan normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang di
bawah yang dibutuhkan untuk transmisi getara, terjadilah neural
presbyacusis. Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih parah terjadi
pada basal koklea. Gambaran klasik: speech discrimination sangat
berkurang dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cooie-bite).37
3. Metabolik (Strial presbyacusis).
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan cirri khas kurang
pendengaran yang mulai timbul pada decade ke-6 dan berlangsung

36
perlahan-lahan. Kondisi ini diakibatkan atrofi stria vaskularis. Histologi:
atrofi pada stria vaskularis, lebih parah pada separuh dari apeks koklea.
Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik,
kimiawi dan metabolic koklea. Proses ini berlangsung pada seseorang
yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin
bersifat familial. Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu pada strial
presbikusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai frekuensi
rendah, speech discrimination bagus sampai batas minimum
pendengarannya melebihi 50dB (flat). Penderita dengan kasus
kardiovaskular (heart attacks, stroke, intermittent claudication) dapat
mengalami presbikusis.37
4. Koklea konduktif
Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan gerakan mekanis
di membrane basalis. Gambaran khas audiogram yang menurun dan
simetris (skisloop). Histologi: tidak ada perubahan morfologi pada struktur
koklea ini. Perubahan atas respon fisik khusus dari membrane basalis lebih
besar di bagian basal karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apical, di
mana di sini lebih besar dan lebih tipis. Kondisi ini disebabkan oleh
penebalan dan kekakuan sekunder membrane basilaris koklea. Terjadi
perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari
ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang
berkembang sangat lambat.37
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia
lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya
terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak
disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitive. Kadang-kadang disertai
dengan tinnitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala.37

37
Faktor risiko presbikusis adalah : 1) Usia dan jenis kelamin, 2) Hipertensi,
3) Diabetes Melitus, 4) Merokok, 5) Riwayat paparan bising, 6) Hiperkolesterol.
Orang dengan riwayat bekerja di tempat bising, tempat rekreasi yang bising, dan
penembak (tentara) akan mengalami kehilangan pendengaran pada frekuensi
tinggi. Penggunaan obat-obatan antibiotic golongan aminoglikosid, cisplatin,
diuretik, atau anti inflamasi dapat berpengaruh terhadap terjadinya presbikusis.35
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada telinga biasanya normal setelah pengambilan
serumen, yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab
kurang pendengaran terbanyak. Pemberian sodium bicarbinat solusi topikal 10%,
sebagai serumenolitik. Pada membrane timpani normal tampak transparan.35
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan
audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan
simetris. Penurunan yang tajam (slooping) pada tahap awal setelah frekuensi 2000
Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis
presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis
metabolic dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga
terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometric tutur
menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination) dan
biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.36
Pemeriksaan audiometrik tutur pada kasus presbikusis sentral didapatkan
pemahaman bicara normal sampai tingkat phonetically balanced words akan
memburuk seiring dengan terjadinya overstimulasi pada koklea ditandai dengan
adanya roll over. Penderita presbikusis sentral pada intensitas tinggi menunjukkan
penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar 20% atau lebih.37
H. Penatalaksanaan
Meskipun prevalensi dan dampak presbikusis tinggi, pengobatan yang
diarahkan untuk mencegah atau membalikkan dampaknya tidak tersedia. Namun,
beberapa pilihan dapat mengkompensasi gangguan pendengaran dan

38
meningkatkan fungsi sehari-hari. Pengakuan sederhana dari masalah bisa menjadi
langkah positif yang besar, seperti gangguan pendengaran pada orang dewasa
yang lebih tua sering keliru untuk gangguan kognitif. Identifikasi gangguan
pendengaran dapat meyakinkan bagi banyak pasien. Jika diagnosis presbikusis
dibuat, seseorang dapat berusaha untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor-
faktor tambahan yang dapat berkontribusi terhadap gangguan pendengaran, seperti
paparan kebisingan yang sedang berlangsung atau penggunaan obat yang
berpotensi ototoksik.35
Alat bantu dengar- Alat bantu dengar dapat meningkatkan fungsi
pendengaran untuk sebagian besar kasus presbikusis. Perkembangan gangguan
pendengaran jarang menjadi begitu parah sehingga alat bantu dengar tidak efektif
dalam memulihkan kemampuan untuk berkomunikasi.Seseorang dinyatakan perlu
untuk menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan pendengaran lebih dari
40 dB. Penggunaan alat bantu dengar yang tepat dan cocok dapat memperbaiki
penarikan, depresi, dan dampak emosional yang umumnya terkait dengan
presbikusis dan dapat menyebabkan peningkatan kualitas hidup.
Implantasi koklea - Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini
diperkenalkan teknik pemasangan implant cochlea. Teknik ini menggunakan
tindakan operatif dengan cara menempatkannya di telinga dalam. Implant cochlea
secara elektrik akan menstimulasi membran tissue dari neural dan saraf kranial
VIII.Implantasi koklea melibatkan penempatan sebuah array elektroda dalam
telinga bagian dalam untuk memotong koklea rusak, dan merangsang neuron
koklea yang tersisa langsung dengan stimulasi listrik. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan aman, bahkan dalam octogenarians.35
Implan koklea diindikasikan untuk orang dengan gangguan pendengaran
bilateral yang parah yang tidak meningkat secara signifikan dengan alat bantu
dengar.35

39
KESIMPULAN
Dari hasil diskusi kami, kami menyimpulkan beberapa diagnosis banding
untuk dijadikan sebagai diagnosis sementara kami yaitu Otosklerosis, labirintitis,
Gangguan Akibat Bising, dan Presbiakusis . Sesuai dengan kasus yaitu dengan
keluhan keluhan tuli sejak 6 bulan yang lalu yang semakin berat disertai
mendengung. Maka dari itu saat ini kami belum dapat menyatakan diagnosis
utama Tetapi diagnosis kerja kami mengarah pada Gangguan Akibat Bising
Namun terlebih dahulu kami masih membutuhkan hasil anamnesis lebih,
periksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis kami.
Agar dapat melanjutkan ke langkah penanganan yang lebih baik dan tepat untuk
pasien tersebut.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Meyerhoff WL, Carter JB. Anatomy and physiology of hearing. In:


Meyerhoff WL eds. Diagnosis and management of hearing loss.
Philadelphia: WB Saunders, 1984: 1 - 12.
2. Rappaport JM, Provensan C. Neuro- otology for audiologist. In: Jack Katz
eds. Handbook of audiology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2002: 9-13.
3. Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. Anatomy and physiology of hearing.
In: Bailey JB, Johnson JT. Head and neck surgery otolaryngology. 4 ed,
Vol 2. Philadelphia: Lippincott W, Wilkins, 2006:1883-1902
4. Ballenger JJ. Penyakit telinga,hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih
bahasa: Staf pengajar FKUI- RSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1997:105-9.
5. Ghorayeb BY, Anatomy of the ear. 2006. Citation available from :
www.ghorayeb.com/AnatomyAuricl e.html. acces on September 30th ,
2008.
6. Donalson JA, Duckert LG. Anatomy of the ear. In: Paparella MM,
Shumrick DA eds. Otolaryngology. 3th ed. Philadelphia: WB Saunders co.
1991: 23-58.
7. O’Connor KN, Tam M, Blevins H, Puria S. Tympanic membrane collagen
fibers: a key to high frequency sound conduction. Laryngoscope 2008;
118: 483-90.
8. Soetirto I, Hendramin H, Bashirudin J, Gangguan pendengaran dan
kelainan telinga dalam : Supardi EA , Iskandar N, Bashiruddin J eds. Buku
ajar ilmu penyakit telinga, hidung dan tenggorok .Edisi 1. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 10-22.
9. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam:
Boeis eds. Boeis buku ajar penyakit THT. Alih bahasa: Caroline W. 6th
ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997:30-8

41
10. Guyton AC, Hall JE. Buku ajarfisiologi kedokteran. Alih bahasa: Setiawan
I, Tengadi KA, Santoso A. 1st ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997:
827-34.
11. Duus P. Diagnosis topic neurologi. Alih bahasa: Ronardy DH. 1st ed.
Jakarta: Buku kedokteran EGC,1996:119-121
12. BUKU AJAR TELINGA TENGGOROK KEPALA DAN LEHER EDISI
KETUJUH.Prof.Dr.Efiaty Arsjad Soepardi,Sp.THT(K)dkk.Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2012
13. Andrina Yunita Murni Rambe. Gangguan Pendengaran Akibat Bising.
[homepage on the internet] Diunduh pukul: 15:50. Tanggal 21-january-
2018. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3468/thtandrina1.p
df?sequence=1
14. Liza Salawati. Noise-Induced Hearing Loss. [homepage on the internet]
Diunduh pukul: 15:59. Tanggal 21-january-2018. Available from :
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/viewFile/2744/2592
15. Irawati, Wiyadi HMS, 2016. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otosklerosis.
Fakultas kedokteran Unoversitas Airlangga. Diakses tanggal 21 januari
2019.
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.
unair.ac.id/download-fullpapers-
thtkla439e9b20d2full.pdf&ved=2ahUKEwiCn7z0pv7fAhUHdysKHa2IC
OAQFjAAegQIBRAB&usg=AOvVaw2bCUsZuMNXHooRZyTsqelT
16. Salima J, Imanto M, et al. 2016. Tuli Konduktif e.c Suspek Otosklerosis
Auris Sinistra pada Pasien Laki-laki Berusia 49 Tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Diakses tanggal 21 Januari 2019.
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://juke.ke
dokteran.unila.ac.id/index.php/JPM/article/download/1167/pdf&ved=2ah
UKEwiCn7z0pv7fAhUHdysKHa2ICOAQFjACegQICRAB&usg=AOvVa
w0sjUWHVmdgrpn1kJp8rVBj

42
17. Gulya AJ. Infections of the Labyrinth. In : Bailey BJ, ed. Head and Neck
SurgeryOtolaryngology, Second edition, Lippincott-Raven Publishers,
Hamilton, Ontario, 1998
18. Gacek RR. End organ pathology. In: Kerr AG, ed. Scott-Brown’s
Otolaryngology. Sixth edition. Volume 3. Butterworth – Heinemann.
London, 1997 : 3/5/6-9
19. Buchman CA, Levine JD, Balkany TJ. Infections of the Ear. In : Lee KJ,
ed. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. Eight edition.
McGraw-Hill Companies, Inc., USA, 2003 : 495-7
20. Gross ND, McMenomey SO. Aural Complications of Otitis Media. In :
Glasscock – Gulya, ed. Glasscock – Shambaugh Surgery of the Ear. Fifth
edition. WB Saunders Company, Hamilton, 2003 : 437-8
21. Harker LA. Cranial and Intracranial Complications of Acute and Chronic
Otitis Media. In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery, Sixteenth edition, BC. Decker, Hamilton, Ontario, 2003 : 309.
22. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih
bahasa: Staf pengajar FKUI-RSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1997:105-9.
23. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa:
Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A. 1st ed. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 1997: 827-34.
24. Duus P. Diagnosis topic neurologi. Alih bahasa: Ronardy DH. 1st ed.
Jakarta: Buku kedokteran EGC,1996:119-121
25. Encyclopedia Britanica Article. Human ear the physiology of hearing.
2007. Citation available from : www.britanica.com. acces September 30th
, 2008.
26. Soetirto I, Hendramin H, Bashirudin J, Gangguan pendengaran dan
kelainan telinga dalam : Supardi EA , Iskandar N, Bashiruddin J eds. Buku
ajar ilmu penyakit telinga, hidung dan tenggorok .Edisi 1. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 10-22.
27. Gabriel JF. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC XV, 1996; hal. 66-94.

43
28. Bising PLTSa [homepage on the Internet]. 2008. Available from:
www.gedehace. blogspot.com/2008/04/bising pltsa,html
29. Sastrowinoto. Penanggulangan dampak pencemaran udara dan bising dari
sarana transportasi, 1985
30. .Gejala tuli akibat bising [homepage on the Internet]. Juli 2008. Available
from: www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan /2003/031/kes 3.html
31. Suraso B, Soehesi S. Abstrak penelitian kesehatan seri 24. FK UNAIR,
2006.
32. Adeleke. 2009. Acoustic Traumain Handout by Prof. Ogunsote.
Penerbit:Academic Press. Inggris. H. 1-132.
33. Agung. 2006.Tuli akibat Bisingdalam: Kumpulan Naskah Ilmiah
PERHATI.Penerbit: USU Respiratory. Medan. H. 1-10.
34. Arifiani, N. 2004.Pengaruh Kebisingan terhadap Dunia Kerja.
Penerbit:Subdepartemen Kedokteran Okupasi Departemen Ilmu
Kedokteran KomunitasFKUI. Jakarta. H. 24-28
35. Muyassaroh. 2012 Faktor Resiko Presbikusis. J Indon Med Assoc, Volum:
62, Nomor: 4.Diakses tanggal 21 januari 2019. Diunduh pukul: 15:05.
www.academia.edu/9720626/PREBISKUSIS
36. Suwento R, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada geriatric. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga HIdung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2007. P.10-43
37. Gates GA. Mills JH. Presbycusis. Lancet 2005; 366: 1111 -20. Diakses
tanggal 21 januari 2019.Diunduh pukul: 14:57
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
ved=2ahUKEwjM27DvyIDgAhUUXisKHY9QAEsQFjAAegQIChAC&ur
l=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F31380%2F3%2FBab_2.pdf&u
sg=AOvVaw2newGqAp5Y-pCNgF1rpXTn

44

Anda mungkin juga menyukai