KELOMPOK A-1
KETUA
INTAN MARSELA
(1102013136)
SEKRETARIS :
AMIRTHA MUSTIKASARI
(1102013022)
ANGGOTA
ELISA ROSANI
(1102012074)
(1102012136)
(1102013003)
(1102013050)
(1102013015)
BENING IRHAMNA
(1102013057)
LUVIANTI
(1102013158)
(1102013081)
LATHIFA NABILA
(1102013154)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
SKENARIO
TELINGA SAKIT
Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan telinganya
kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna merah
seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan, diperiksa
gendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada dokter,
apakah penyakit anaknya bias sembuh.
KATA SULIT
1
SASARAN BELAJAR
LI I Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga
1.1 Makroskopis Anatomi Telinga
1.2 Mikroskopis Anatomi Telinga
LI II Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran
ditutupi
mempunyai
kulit.Auricular
otot
intrinsic
dan
auricular
yang
dengan
timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya
( none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
a. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa : Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
- Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
- Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
b. Cavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau
seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu: bagian atap, lantai, dinding
lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding posterior.
brevis.Gerakan-gerakan
tersebut
tetap
dipelihara
berkesinambungan
oleh
inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes
melalui sendi inkudostapedius.
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya
2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior
dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan
krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.Kedua berhubungan
dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus
pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm
dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi
tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus
longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon
tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini
keluar melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi
parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior.
Pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. Saraf dari
pleksus ini dan kemudian berlanjut pada : Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg
melapisi kavum timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid. Sebuah cabang
yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor. Pada nervus petrosus superfisial
minor, yang mengandung serabut-serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan
telinga tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian
menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion
genikulatum. Secara sempurna saraf berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus
petrosus superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter. Kemudian
berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal assesori
sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi
melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari ganglion
otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis melalui nervus
aurikulotemporalis.
Saraf fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus
internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang
berbeda, yaitu : Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial
kedua(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik dan m.
stapedius. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis. Saraf kranial VII
mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas vestibula labirin
9
tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen ovale terus ke
dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior mengarah ke
tulang
petrosa
melewati
kanal
fasial
keluar
dari
dasar
tengkorak
melewati
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian
tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang
rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior,
superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian
bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian
yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian
tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang
dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi
dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan
letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah.
Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus
dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder
berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah
faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
e. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular
berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering
disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis
semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis
11
bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur
ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke
prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid
yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan
pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria
atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum
berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya
terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian
dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding
posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan
bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari
sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang
dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar
tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus
sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak
1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas,
sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi
didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara
didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian
dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus
mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila
prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek
dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid
berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron
dengan pertumbuhan antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari
tulang-tulang seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan
5 tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan
pneumatik.
Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 12 tahun. Luasnyapneumatisasi tergantung
faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat
biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila
12
ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang
terhenti (pneumatisationshemung arrested pneumatisation) atau pneumatisasi yang tidak ada
sama sekali (teori dari Wittmack).
Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum selselnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang
pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis)
Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :
1. Terminal
2. Perisinus
3. Sudut petrosal
4. Sub dural
5. Zigomatik
6. Facial
7. Periantral
8. Perilabirinter
13
a. Cochlea
Organ khusus yang berperan untuk menerima dan menghantarkan suara (pendengaran)
ditemukan di telinga dalam di dalam struktur yang disebut cochlea.Adalah saluran spiral
bertulang yang mirip rumah keong, yang mengitari sebuah tulang dibagian tengah yaitu
modiolus. Didalam cochlea dibagi 3 saluran : coclea vestibulum, cochlea media, dan cochlea
timpani. Didalam cochlea media/ ductus cochlearis diatas membrane basilar terdapat organ
pendengaran corti, yang terdiri dari banyak sel reseptor pendengaran atau sel rambut, dan
beberapa sel penunjang lainnya.
b. Vestibulum
Untuk keseimbangan ditemukan di utrikulus dan saculus dan ketiga canalis semisirkularis.
Nervus facialis didalam tulang temporal
Nervus facialis memasuki telinga dalam bersama dengan nervus vestibulocochlearis (N.8)
melalui meatus acuticus internus. Setelah itu, didalam telinga dalam saraf ini memasuki
canalis nervi facialis yang menuju bagian posterior atas dinding medial auris media. Disini
pada geniculum canalis nervi facialis saraf tersebut membelok dan pada tempat belokan
terdapat ganglion geniculi.
Dari ganglion ini serabut saraf menuju dinding belakang rongga telinga tengah. Serabutnya
kemudian bercabang menjadi rami motoris yang akan keluar melalui foramen
stylomastoideum. Cabang lain adalah nervus chorda tympani, yang selanjutnya akan
berposisi pada perbatasan pars tensa dan pars flaccida membrane tympani menuju bagian
anterior. Saraf ini meninggalkan rongga telinga tengah menuju fossa infratemporalis dan
bergabung dengan nervus mandibularis.Nervus chorda tympani mengandung serabut sensoris
somatic dengan badan sel pada ganglion geniculi, dan serabut parasimpatis untuk sekresi
kelenjar ludah yang synaps nya terdapat pada ganglion submandibularis.
Cabang lain nervus facialis adalah serabut parasimpatis yang menurus glandula lacrimalis
yaitu nervus petrosus major yang meninggalkan rongga telinga tengah menuju foramen
lacerum dan bergabung dengan nervus maxillaris.
Tuba auditiva eustachii terdiri dari pars ossea (1/3 posterior) dengan epitelnya berlapis
gepeng dan pars cartilaginea (2/3 anterior) dengan epitelnya selapis/bertingkat silindris
dengan silia, dan daerah penyempitan (isthmus tuba auditiva) pada tempat peralihannya. pada
bayi dan anak-anak saluran ini pendek hanya sekitar 10 mm, dan lurus. Pada orang dewasa
panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung.Posisi berbaring tuba ini pada bayi dan anak
14
kecil berkedudukan tegak lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (infeksi) dari
nasopharinx ke tuba ini.Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga tengah
pada bayi dan anak kecil (otitis media akut).
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri
dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus
internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan
sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian
inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
endolimfatikus dan masuk ke sinus.
1.2 Mikroskopis Anatomi Telinga
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
15
dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabangcabang sitoplasma halus.
16
g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
h. Koklea
Telinga dalam : koklea (potongan vertical)
Labirin tulang koklea berpilin mengelilingi sumbu sentral tulang spons, yaitu
modiolus.Ganglion spiralis terbenam di dalam modilus yang terdiri atas neuron bipolar
aferen.Akson panjang dari sel bipolar ini menyatu membentuk nervus koklearis; dendrit
lebih pendek menginervasi sel-sel rambut di dalam apparatus pendengaran, yaitu organ
corti.
Labirin bertulang dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis oseosa dan
membran basilaris.Lamina spiralis oseosa terjulur dari modiolus sampai setengah lumen
kanalis koklearis.Kanalis koklearis dibagi menjadi dua kompartemen besar, skala timpani
di bawah dan skala vestibuli di atas.Dan kedua kompartemen tersebut berhubungan
dengan lubang kecil disebut helikotrema.
17
18
Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh area vascular yang disebut stria
vaskularis.Epitel berlapis yang menutupi stria ini unik karena mangandung jalinan kapiler
intraepithelial yang dibentuk oleh pembuluh yang memasok jaringan ikat ligamen
spiralis.Lamina propia daerah ini adalah ligamen spiralis yang terdiri atas serat kolagen,
fibroblas berpigmen dan banyak pembuluh darah.
Membran basilar terdiri atas jaringan ikat bervaskular di bawah lempeng yang lebih tipis
serat basilar.Organ corti yang berada di atas serat basilar ini, meluas dari limbus spiralis ke
ligmen spiralis.Sel-sel rambut sensoris yang sangat khusus, beberapa jenis sel penyokong dan
celah dan terowongan pembentuk organ corti. Cabang perifer dari sel-sel bipolar ganglion
spriralis berjalan melalui saluran-saluran di dalam lamina spiralis oseosa dan bersinaps
dengan sel-sel rambut di dalam organ corti
LI
II
Memahami
dan
Menjelaskan Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerahdaerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan
cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
19
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran ,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi
dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000
siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang
suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah
penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo,
semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran
logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar
ambang pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan
peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi
suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini
dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus
(saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang
rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran
telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang
membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih
jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu
20
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat
beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah.
Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke
jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar
sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak
dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana
timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan
menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang
sama dengan frekuensi gelombang suara semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di koklea.
Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan
jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang
pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersamasama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang
suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulangtulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini
menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi
perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan,
bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1.
2.
24
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut ialah peradangan telinga
tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari
3 minggu.
3.2 Epidemiologi
Otitis Media adalah diagnosis yang paling umum pada anak-anak yang sakit di
Amerika.Diperkirakan bahwa 75% dari semua anak-anak mengalami paling sedikit satu
episode sebelum berumur 3 tahun. Otitis media akut paling sering diderita oleh anak usia 3
bulan- 3 tahun. Tetapi tidak jarang juga mengenai orang dewasa. Anak-anak lebih sering
terkena OMA dikarenakan beberapa hal, diantaranya:
1. Sistem kekebalan tubuh anak yang belum sempurna
2. Tuba eusthacius anak lebih pendek, lebar dan terletak horizontal
Adenoid anak relative lebih besar dan terletak berdekatan dengan muara saluran tuba
eusthachii sehingga mengganggu pembukaan tuba eusthachii. Adenoid yang mudah terinfeksi
menjadi jalur penyebaran bakteri dan virus ke telinga tengah
3.3 Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan
tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering.Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%),
Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang
ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar
25
dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat
terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius.
3.4 Klasifikasi
radang saluran nafas atas, misalnya common cold, influenza, sinusitis, morbili, dan
sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga
tengah atau cavum timpani.
b. Otitis Media Supuratif Kronis(OMSK)
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforate (OMP)
atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis
ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau nanah.
2. OTITIS MEDIA NON SUPURATIF
a. Otitis Media Serosa Akut (barotrauma)
b. Otitis Media Serosa Kronis (glue ear)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitif yang telah diidentifikasi,
meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah
sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan glue ear.
3.5 Patofisiologi
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring
ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius.
Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi
yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini
merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba
Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi
akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi
yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien
27
terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal,
perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat
merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).
3.6 Manifestasi Klinik
1. Berdasarkan usia:
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri dalam telinga, keluhan di samping
suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada anak yang
lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas
OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 deratat celcius (pada stadium supurasi), anak
gelisah dan sukar tidur, tiba tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi rupture membrane timpani maka secret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
a. Sakit telinga yang berat dan menetap.
b. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5C
d. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior
Bayi atau Anak
Anak yang lebih besar atau Dewasa
a.Suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 C (pada a Sakit telinga yang berat dan menetap.
stadium supurasi)
28
sementara .
e.Kejang-kejang
f. Otalgia
menonjol.
g. Pireksia
e Demam
i. Otorrhea
h Otorrhea
Suhu (C)
<38,0
1
2
3
38,0- 38,5
38,6- 39,0
>39,0
Gelisah
Tidak
ada
Ringan
Sedang
Berat
Tarik
Kemerahan pada
telinga
membran timpani
timpani (bulging)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Ringan
Sedang
Berat
Ringan
Sedang
Berat, termasuk otore
2. Berdasarkan Stadium
Stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang
ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan
adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga
berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani
kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda
29
dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini .
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami
hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme
piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan
demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi ganggua n ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di
kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu
edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel
epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia
membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat
tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
30
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga
nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi
lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak
utuh lagi.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadangkadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium
ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik
dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak
berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang
dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media
supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media
serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
31
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut,
yaitu:
1 Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2 Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada
gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran
3
aktivitas normal.
Diagnosis banding
1. Otitis eksterna
2. Otitis media efusi
3. Eksaserbasi akut otitis media kronik
4. Infeksi saluran napas atas
3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA
Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :
a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiolofik untuk anak yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani
sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan
ialah penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal
selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 450-100 mg/kgBB, amoksisilin
440 mg/kgBB/hari, atau eritromisin 440 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
32
Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12
tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun
33
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,
seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1.
Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah
harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada
anak dengan OMA adalah nyeri
berat,
demam,
komplikasi
OMA seperti
paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon
kurang
memuaskan
terhadap
terapi
second-line,
untuk
menidentifikasi
Timpanosintesis
Timpanosintesis
3.
Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan
insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak
kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis
rekuren.
Farmakologi
Chloramphenicol
Indikasi:
-
salmonelosis lainnya.
Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.KontraIndikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan,
merupakan
Kloramfenikol
langkah
efektif
penting
terhadap
dalam
bakteri
pembentukan
aerob
ikatan
gram-positif,
peptida.
termasuk
bayi
berumur
lebih
dari
minggu
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 4. Bayi prematur dan bayi berumur
-
35
Paracetamol
-
Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan
setelah vaksinasi.
KontraIndikasi:
Hipersensitif
terhadap
parasetamol
dan
defisiensi
glokose-6-fosfat
Amoxicillin
-
Indikasi :
Infeksi oleh bakteri penghasil beta laktamase, termasuk infeksi saluran napas,
otitis media, infeksi saluran kemih-genital dan infeksi abdominal, selulitis, gigitan
bintang, infeksi gigi yang berat, osteomielitis oleh Haemophilus influenza dan
profilaksis bedah.
Kontraindikasi :Hipersensitivitas terhadap penisilin, jaundice, atau gangguan hati
berhubungan dengan riwayat penisilin atau amoxicillin asam klavulanat.
Dosis :
Dewasa dan anak > 12 tahun : 250 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, digandakan pada
infeksi berat.
Anak < 1 tahun : 20mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak 1-6 tahun : 125 mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Anak 6-12 tahun : 250mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Cara kerja obat :
Amoxicillina merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti
bakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip dengan
ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gramnegatif yang pathogen.Bakteri pathogen yang positif terhadap amoxicillin adalah
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumonia, N. gonorrhoeae, H.
infuenzae, E. coli, dan P. mirabilis.Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies
36
3.9 Komplikasi
Komplikasi Intra temporal
a. Otitis media supuratif kronik
Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat,
daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2
stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium
nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b. Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan terjadi
nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan terisi sel
peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat melanjut
menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana
didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir
dengan gejala utama otore profus.
Klinis: panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah,
sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c. Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.Walau
demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d. Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi
penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan
kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis: gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi
berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan
sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
e. Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari
petrositis
atau
karena
masuknya
kuman
melaui
foramen
ovale
dan
f. Ketulian
g. Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu.Sekret mukoid yang kental
dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang
pendengaran dengan dinding cavum timpani.
Komplikasi Intrakranial
a. Abses extradural
Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen
timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn celulae
mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada
mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin.Klinis : otalgia,
sakit kepala, tampak lemah.
b. Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.Penyebaran
kuman melalui pembuluh darah. Klinis: sakit kepala, rangsang meningeal, kadangkadang hemiplegi.
c. Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena -vena daerah mastoid
dan vena-vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis: sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.
d. Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada.Pada
anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga tengah dan
fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis.
Klinis: gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
e. Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis: sakit
kepala terus -menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil edem.
38
3.10
Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk
3.11
Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara
lain:
- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan
menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak anak dapat
diberikan imunisasi terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada
-
membran timpani.
Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
39
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC
Correlations 11th edition. Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins.
Eroschenko, Victor P. 2008. Di Fiores Atlas of Histology with Functional
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi
2.Jakarta : EGC
FK UI,2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga hidung tenggorok kepala & leher ,edisi 6.Jakarta :
FK UI
Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta. Badan Penerbit FKUI
Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. EGC
Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Soepardi, Efiaty Arsyad et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Leeson, C. Riland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC
40