Pembimbing dr. M. Arief Purnanta, M.Kes, Sp.THT-KL
disusun oleh: Nindya Ningtyas KU/359345/16591 Annisa Rachmawati KU/359346/16592 Candrika Dini KU/359414/16597 Davega KU/360148/16640 Rafael Nanda Raudranisala (Mahasiswa Adaptasi)
Koas Stase THT RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro KLaten Periode: 12 Mei 2014-24 Mei 2014 BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
1
I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. DKP Umur : 9 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Meger RT 2/3 Meger Ceper Klaten Pekerjaan : Pelajar Suku : Jawa Tanggal Periksa : 22 Mei 2014 No Rekam Medis : 8184XX
II. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri telinga kanan selama 2 hari Riwayat Penyakit Sekarang : 4 HSPRS pasien mengeluhkan batuk, nyeri tenggorok tidak ada, pilek tidak ada , demam tidak ada. 2 HSPRS pasien mengeluhkan rasa nyeri pada telinga kanan yang disertai penuruna pendengaran dan kuping berdenging. Batuk juga masih dirasakan. Pasien juga mngeluhkan sering bersin-bersin. Keluar cairan dari telinga tidak ada, rasa gatal pada telinga tidak ada. Demam disangkal, nyeri tenggorok disangkal. Keluhan hidung dan tenggorok disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu : Riw. Keluhan serupa disangkal Riw. Alergi disangkal Riw. Asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Riw. Keluhan serupa pada keluarga disangkal Riw. Alergi pada keluarga disangkal Resume Anamnesis : Telinga kanan : nyeri (+), ganguan pendengaran (+), telinga berdenging (+) Telinga kiri : tidak ada keluhan 2
Hidung : bersin-bersin (+) Tenggorokan : Tidak ada keluhan
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik, Compos Mentis Tanda Vital : TD (-) N (-) RR (-) T (-) Kepala & Leher : Tidak ada massa, tanda trauma, peradangan, atau pembesaran limfonodi. Telinga AD AS Auricula Nyeri tragus (+) Normal Planum mastoiduim Nyeri tekan mastoid (+) Normal Ala. Lympatic Normal Normal Canalis auditori Edema (-) Hiperemis (-) Discharge (-) Edema (-) Hiperemis(-) Cerumen (+) Membran Timpani Bulging (+) Hiperemis (+) Cone of light bergeser Bulginh (-) Hiperemis (+) Cone of light bergeser
Pemeriksaan pendengaran dengan garputala tidak dilakukan
Hidung D S Discharge (-) (-) Concha Normal Normal 3
Septum Normal Normal Tumor (-) (-) Sinus paranasalis Normal Normal
Oropharynx D S Palatum Normal Normal Uvula Normal Normal Tonsil Palatum T1, Hiperemis T1, Hiperemis Tonsil Lingualis Tidak tampak Tidak tampak Dinding belakang HIperemis Hiperemis
IV. DIAGNOSIS AD: Otitis Media Akut Stadium Supuratif AS: Otitis Media Akut Stadium Hiperemis dengan Cerumen
4
V. MANAGEMEN Antibotik : Amocilin Asam Clavulanat syr 3x1cth Mucolitic : Ambroxol tab 30 mg 3x1/2 tab Decongestan : Pseudoephedrine, tripolidine (Tremenza) 3x1/2 tab Analgesik : Paracetamol tab 500mg 3x1tab bila nyeri
VI. EDUKASI Rutin minum obat, antibiotik dihabiskan Kontrol 1 minggu lagi dan bila keluhan memburuk Jaga agar telinga tetap kering
VII. PERMASALAHAN 1. Faktor predisposisi pada pasien ini 2. Managemen pada pasien ini
VIII. PEMBAHASAN ANATOMI TELINGA TENGAH
Gambar 1. Anatomi Telinga Telinga terbagi menjadi: telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga tengah adalah ruangan yang terisi udara dan dilapisi membran mukus, terletak di tulang temporal yang berada di antara membrana timpani di sebelah lateral dan dinding telinga tengah di sebelah medial. Atap kavum timpani adalah tegmen timpani yang juga berperan sebagai alas dari fossa cranii media, sedangkan dinding inferior kavum timpani yang irregular 5
dibentuk oleh bulbus jugularis. Pada bagian posterior kavum timpani terdapat prosessus styloideus dan aditus ad antrum, sedangkan di sebelah anterior terdapat arteri carotis interna, orifisium tuba Eustachius, dan otot tensor timpani. Membrana timpani membentuk dinding lateral dari kavum timpani dan batas medial kavum timpani dibentuk oleh canalis semisirkularis horizontalis, canalis facialis, tingkap bundar, tingkap lonjong, dan promontorium. Di kavum timpani juga terdapat 3 tulang pendengaran yang saling berhubungan dan bisa bergerak, tulang- tulang pendengaran ini menjembatani ruangan antara membrana timpani dan telinga dalam. Tiga tulang pendengaran tersebut adalah malleus, incus, dan stapes. 9
Gambar 2. Telinga Tengah Membrana Timpani Membrana timpani merupakan batas lateral dari telinga tengah.
Membrana timpani berbentuk elips, tipis, dan semi transparan dengan ukuran lebar dewasa sekitar 9-10 mm, dengan tinggi 8-9 mm, pada anak- anak ukuran lebih kecil.
Membrana timpani dibagi menjadi dua bagian: pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar membrana timpani, menebal di bagian pinggir pada annulus fibrokartilagineus yang melekat pada sulkus timpanikus. Pars tensa dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik dua garis imajiner, yang pertama ditarik garis searah dengan prosesus longus malei, yang kedua 6
ditarik garis yang tegak lurus pada garis tersebut di umbo. Empat kuadran tersebut adalah anterosuperior, anteroinferior, posterosuperior, dan posteroinferior. 8,9
Pars tensa terdiri dari lima lapisan :1) lateral, 2) subepitel, 3) fibrosa, 4) submukosa, 5) medial. Lapisan lateral terdiri dari epitel gepeng berlapis (stratified squamus epithelium), yang merupakan lanjutan dari kanalis auditorius eksternus. Lapisan subepitel terdiri dari jaringan penyambung dimana banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan fibrosa (lamina propia) yang terdiri dari dua lapis serat kolagen dimana bagian lateral berbentuk radier, sedangkan bagian medial berbentuk sirkuler. Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan syaraf. Lapisan medial mukosanya terdiri dari epitel kuboid simpleks, merupakan kelanjutan mukosa telinga tengah. 10
Gambar 3. Membran Timpani Tuba Eustachius Tuba Eustachius menghubungkan antara telinga tengah dan nasofarings. Pintu tuba Eustachius berada di dinding anterior dari kavum timpani, kemudian ke arah depan-medial selanjutnya turun memasuki nasofarings yang berada di sebelah inferior dari meatus nasi inferior. Pada orang dewasa, ukuran tuba eustachius lebih panjang daripada pada bayi atau anak kecil. Penambahan panjang biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun, disebutkan juga pada literatur panjang rata-rata sekitar 31-38 mm. Pada dewasa, tuba Eustachius berada pada sudut 45 dari bidang 7
horizontal sedangkan pada bayi hanya 10. Tuba Eustachius dibagi menjadi 2 bagian: 1) Bagian tulang (sepertiga bagian yang dekat dengan telinga tengah), 2) Bagian kartilago (duapertiga bagian sisanya). 3,7,8
Gambar 4. Tuba Eustacius Vaskularisasi Telinga Tengah Vaskularisasi untuk telinga tengah dan mastoid diperoleh dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, arteri karotis interna, dan arteri basilaris. Arteri timpanik inferior, cabang dari arteri karotis eksterna memberi percabangan ke arteri faringeal ascenden, masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani inferior bersama nervus Jacobson. Pembuluh darah lain yang juga cabang dari arteri karotis eksterna membentuk anastomose untuk memperdarahi telinga tengah, yaitu arteri timpanik anterior, arteri aurikularis profunda, arteri mastoid, arteri stilomastoid, arteri petrosus superfisialis, arteri timpanik superior, dan arteri tubarius. 11
Persarafan Telinga Tengah Saraf yang menginervasi kavum timpani adalah pleksus timpanikus. Pleksus timpanikus terdiri dari cabang timpani n. glosofaringeus dan nervus caroticus. Cabang timpanik (nervus Jacobson) yang berasal dari ganglion inferior nervus glosofaringeus memasuki kavum timpani melalui kanalikulus timpanik inferior bersama arteri timpanik inferior merupakan saraf sensorik yang membawa rasa nyeri ke telinga akibat gangguan pada daerah farings. Serabut saraf tersebut 8
kemudian berjalan pada promontorium dan dinding medial kavum timpani untuk bergabung dengan nervus karotikotimpanik (serabut simpatetik pleksus perikarotis) setinggi foramen rotundum membentuk nervus petrosus superfisialis minor. Nervus tersebut selanjutnya masuk ke bagian superior kanalikulus timpanik inferior menuju prosesus kokleariformis dan diteruskan ke fosa kranii media dekat atau di dalam semikanal muskulus tensor timpani. 11
OTITIS MEDIA AKUT Definisi Otitis media akut adalah proses inflamasi di telinga tengah yang disebabkan oleh mikroorganisme, ditandai dengan adanya efusi dan sering dihubungkan dengan otalgia dan demam. 5 Otitis media akut juga bisa diartikan sebagai proses inflamasi di ruang telinga tengah dengan onset yang cepat dan ditandai dengan 1 atau lebih gejala baik lokal maupun sistemik. 4 Etiologi Disfungsi dari tuba Eustachius diduga sebagai faktor penyebab utama dalam terjadinya kelainan di telinga tengah. Pada dasarnya ada 2 bentuk sumbatan tuba Eustachius yang menyebabkan timbulnya cairan di telinga tengah: mekanik dan fungsional. Sumbatan mekanik bisa terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik. Sumbatan mekanik intrinsik biasanya disebabkan oleh proses inflamasi di tuba Eustachius atau proses alergi yang menyebabkan oedema di mukosa tuba. Sumbatan mekanik ekstrinsik disebabkan oleh adanya obstruksi massa seperti jaringan adenoid atau tumor nasofarings. 4 Bakteri yang sering menyebabkan otitis media akut diantaranya: Streptococcus pneumonia (35%) dan Hemophilus influenza (23%). Bakteri seperti Streptococcus grup A, Branhamella catarrhalis, Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan bakteri enterik gram negatif jarang menyebabkan otitis media. Jarang ada data spesifik yang menyebutkan adanya virus pada pasien dengan otitis media dikarenakan sulitnya melakukan kultur virus, 9
namun respiratory synctytial virus diduga menjadi penyebab terbanyak kasus infeksi telinga tengah yang disebabkan oleh virus. 4,5 Patofisiologi Fungsi tuba Eustachius yang tidak normal merupakan dasar dari patofisiologi otitis media. Tuba Eustachius pada bayi maupun anak-anak ukurannya lebih pendek, lebih horizontal, dan fungsinya kurang matur dibandingkan pada dewasa. Pada kondisi terjadi infeksi di saluran nafas atas, maka akan terjadi kongesti dan oedema mukosa respirasi pada lumen tuba Eustachius. Keadaan tersebut akan meningkatkan tekanan negatif di ruang telinga tengah sehingga menyebabkan influx bakteri dan virus ketika tuba Eustachius terbuka. Bakteri dan virus yang berada di telinga tengah akan mencetuskan respon inflamasi seperti oedema mukosa, pelebaran kapiler, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. 3 Gambaran Klinis Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas: 11 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba Eustachius adalah adanya gambaran retraksi membrana timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Terkadang membrana timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. 2. Stadium Hiperemis Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membrana timpani atau seluruh membrana timpani tampak hiperemis serta oedem. Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium Supurasi Oedema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrana timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. 10
4. Stadium Perforasi Pada stadium ini dapat terjadi rupture membrana timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat istirahat. 5. Stadium Resolusi Bila membrana timpani tetap utuh, maka keadaan membrana timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Diagnosis Pada kebanyakan kasus, dengan anamnesis yang teliti serta pemeriksaan fisik sudah menegakan diagnosis otitis media akut. Pada pasien dengan otitis media akut perlu ditanyakan adakah nyeri telinga, demam, gelisah, bahkan terkadang terdapat muntah dan diare. Pemeriksaan otoskopi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam mendiagnosis otitis media akut. Pemeriksaan diagnostik utama untuk membuktikan adanya otitis media adalah dengan melakukan aspirasi. Miringotomi atau timpanosentesis mungkin bisa dilakukan untuk menegakan diagnosis dan mengetahui agen penyebab dengan melakukan kultur. 4 Penatalaksanaan Pedoman terbaru menyarankan untuk melakukan observasi tanpa pemberian antibiotik untuk anak sehat yang berusia > 2 tahun dengan gejala ringan (otalgia ringan dan demam < 39 C) karena gejala otitis media akut akan membaik dalam 1-3 hari. Observasi tidak direkomendasikan untuk anak dengan otitis media akut yang berusia < 2 tahun. 11 Jika otitis media akut tidak membaik dalam periode observasi, maka perlu diberikan terapi antibiotik. Antibiotik lini pertama yang digunakan dalam terapi otitis media akut adalah amoksisilin 80-90 mg/kg/24 jam yang dibagi dalam 3 dosis, selama 10 hari. Pada kasus dengan resistensi amoksisilin maka pemberian terapi bisa dikombinasikan dengan asam klavulanat. Analgesik dan antipiretik bisa diberikan sebagai terapi adjuvant pada kasus 11
otitis media akut. Hanya sebagian kecil pasien dengan otitis media akut yang tidak respon dengan pengobatan atau terjadi komplikasi. Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika sebaiknya disertai dengan miringotomi atau timpanosintesis, dengan miringotomi atau timpanosintesis gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. 5,11 Tentunya dengan mempertimbangkan komplikasi seperti pendarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotordum, trauma pada n. fasialis, trauma pada bulbus jugulare (jika ada anomali letak). 10
IX. KESIMPULAN 1. Faktor predesposisi pada pasien ini Dari tinjauan pustaka di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pada kasus ini, penyebab disfungsi dari tuba Eustachius karena faktor mekanik yang disebabkan oleh proses inflamasi di tuba Eustachius karena adanya tanda peradangan pada oropharynx. 2. Managemen pada pasien ini Jika merunut pada tinjauan pustaka di atas observasi adalah pilihannya. Namun mengingat kesulitan dalam mengobservasi dan resiko rupture yang sangat tinggi medikamentosa dengan peberian antibiotik, decongestan dan mukolitik adalah pilihan terbaik dengan harapan cairan yang berada di dalam telinga tengah akan terserap ataupun keluar. Karena resiko komplikasi miringotomi atau timpanosintesis tidak di anjurkan pada tahap ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Probst R, Grevers G, Iro H. A Step By Step Guide Learning. Basic Otolaryngology. Stugart, New York ; Thieme. 2006. P: 238. 2. Linsk R et al. Otitis Media. Guidelines for Clinical Care. University Michigan Guideline Time. 2002. 3. Bailey BJ, Johnson JT. Head & Neck Surgery-Otorhinolaryngology. 4 th ed. Philadelphia: Williams & Wilkins, 2006. P: 1265-1274. 4. Healy GB, Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. Dalam Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker.2002. P: 34-42. 5. Sautter N, Hirose K. Otitis Media. Dalam Clinical Otology. 3 rd ed. New York : Thieme Medical Publishers. 2007. P: 223-233. 6. Coker TR et al. Diagnosis,Microbial Epidemiology, and Antibiotic Treatment of Acute Otitis Media in Children. A Systemic Review. JAMA. 2010;304(19):2161- 2169. 7. Brook I, Gober AR. The effects of treatment of acute otitis media with a low dose vs a high dose of amoxicillin on the nasopharyngeal flora. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2009;135(5):458-461. 8. Bhargava KB et al. A Short Textbook of ENT Diseases, 6 th ed. Mumbai ; Usha Publication. 2002. 9. Gulya AJ. Anatomy and Embriology of the Ear. Dalam Clinical Otology. 3 th ed. Thieme. 2006. P: 3-16. 10. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Hal: 62-77. 11. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2 nd Edition. Mc-Graw Hill Companies inc. 2007.