Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN


OTITIS MEDIA AKUT

Disusun oleh:
Arianti Arifin
Nurhidayati

(107103000019)
(107103000224)

Pembimbing :
Dr. Sita Asri Rasad, SpTHT

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK (THT)


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah presentasi kasus dipersiapkan yang berjudul:


OTITIS MEDIA AKUT
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Sita Asri Rasad, SpTHT

Jakarta, 17 Januari 2011

dr. Sita Asri Rasad, SpTHT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini:
1. dr. Sita Asri Rasad, SpTHT, selaku pembimbing dalam penyusunan makalah.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 15 Januari 2011

Penyusun

Arianti Arifin,
Nurhidayati

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN . 2
KATA PENGANTAR .. 3
DAFTAR ISI .....4
BAB I. PENDAHULUAN .. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.I

ANATOMI TELINGA ......6

II.II

FISIOLOGI TELINGA ...23

II.III OTITIS MEDIA AKUT...................................................................................24


II.IV RINITIS...........30
II.V FARINGITIS. ..........35
BAB III. ILUSTRASI KASUS .. 36
BAB IV. ANALISIS KASUS ... 42
DAFTAR PUSTAKA ..... 44

BAB I
4

PENDAHULUAN
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput permukaan
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media
sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi). Masing-masing golongan mempunyai
bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut) dan otitis media
supuratif kronis.
Begitu pula otitis media serosa terbagi mejadi otitis media serosa akut (barotraumas/
aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti
otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30%
mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.
Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia <5 thn,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bln, 3 kali dalam 6 bln
terakhir), infeksi pernapasan, perokok, dan laki-laki.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I. ANATOMI TELINGA


Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga tengah atau cavum timpani dan telinga
dalam atau labyrinthus. Yang terakhir ini mengandung organ-organ pendengaran dan
keseimbangan.

Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus acusticus externus. Auricula mempunyai
bentuk khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas lempeng tulang rawan
elastis tipis yang ditutupi kulit.

Aurikula

Auricula atau pinna terdiri atas lempeng tulang rawan elastis dengan bentuk tidak
teratur yang dibungkus oleh perikondrium yang mengandung banyak serat elastis. Ia
dilengkapi beberapa rambut pendek dan kelenjar sebasea. Kelenjar keringat jarang ada dan
bila ada hanya kecil-kecil. Auricula memiliki otot intrinsik dan otot ekstrinsik yang disyarafi
n. facialis.
Meatus akustikus eksternus

Kulit yang melapisi meatus itu tipis dan melekat erat pada perikondrium dan
periosteum dibawahnya. Terdapat banyak rambut kasar terjulur kedalam sepertiga meatus
bagian luar. Kelenjar sebasea pada folikel rambut sangat besar. Kulit pada segmen ini juga
mengandung kelenjar seruminosa yang merupakan bentuk khusus kelenjar keringat apokrin
yang tubular bergelung, yang mensekresi serumen yaitu sekret sejenis lilin coklat
kekuningan. Setiap tubul kelenjar dikelilingi jalinan tipis sel-sel mioepitel. Pada keadaan
7

rihat, lumen kelenjar itu besar dan epitel pelapisnya kuboid, namun pada keadaan aktif, selselnya kolumnar dan lumennya mengkerut.
Saluran keluar kelenjar seruminosa bermuara pada permukaan bebas kulit atau pada
leher folikel rambut. Serumen itu diduga membuat kulit yang melapisi meatus setempat
kedap air dan bersama rambut-rambut kasar tadi diduga mencegah masuknya serangga dan
benda-benda asing.
Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang terbentang anatara auricula
dan membrana tympani. Berfungsi menghantar gelombang suara dari auricula ke membran
tympani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Daerah meatus yang paling
sempit lebih kurang 5 mm dari membrana tympani dan bagian ini disebut isthmus. Karena
letak membrana tympani yang miring, maka meatus paling panjang pada dinding
anteroinferiornya.
Sepertiga meatus bagian luar mempunyai kerangka tulang rawan elastis dan dua
pertiga dalam oleh tulang, yang dibentuk oleh lempeng tympani. Suplai saraf sensoris ke kulit
pelapis meatus akustikus interna, berasal dari n. auriculotemporalis dan cabang auricular n.
vagus.
Drainase limf ke nl. Parotidei superficialis, mastoidei dan cervicalis superficialis.

Cavum Tympani (Telinga Tengah )


Cavum tympani adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang
dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membrana tympani ke perilimf telinga dalam. Merupakan
suatu ruang mirip celah sempit yang serong, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang
sejajar dengan bidang membrana tympani. Berhubungan ke depan, melalui tuba auditiva
dengan nasopharynx dan ke belakang dengan antrum mastoideum.

Cavum ini dilapisi epitel gepeng, namun dekat muara tuba auditorius dan dekat tepian
membrana tympani, ia kuboid dan mungkin bersilia. Tidak ada kelenjar disini.

Atap cavum tympani dibentuk oleh lempeng tulang tipis, tegemen tympani, yang
merupakan bagaian dari pars petrosa ossis temporalis. Memisahkan cavum tympani dari
meningens dan lobus temporalis dalam fossa cranii media.
Dasar cavum tympani dibentuk oleh lempeng tulang tipis, yang mungkin tidak
lengkap dan sebagian diganti jaringan fibrosa. Memisahkan cavum tympani dari bulbus
superior v. jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibantuk oleh lempeng tulang tipis, yang memisahkan
cavum tympani dari a. carotis interna dan plexus sympathicus sekelilingnya. Pada bagian atas
dinding anterior terdapat muara untuk dua saluran. Yang lebih besar terlatak dibawah ,
menuju ke tuba auditiva, dan yang lebih kecil, diatas, menuju ke saluran untuk m. tensor
tympani. Septum tulang tipis yang memisahkan saluran-saluran itu, diperpanjang ke belakang
pada dinding medial, membentuk struktur mirip kerang.
Dibagian atas dinding posterior didapatkan suatu lubang tak beraturan , yaitu aditus as
antrum. Dibawahnya terdapat juluran meruncing yang berongga, yaitu pyramis, dan dari
puncaknya keluar tendo m. stapedius.
9

Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membran tympani, dinding lateral
dibentuk oleh pars squamosa ossis temporalis. Adanya membran tympani ini berfungsi untuk
membagi cavum tympani secara artificial menjadi dua derah. Daerah didepan membrana
tympani adalah cavum tympani sejati dan daerah diatas membrana tympani adalah recessus
epitympanicus.
Membrana tympani berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang 1 cm adalah
membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Permukaan luarnya ditutupi oleh epitel
berlapis gepeng dan permukaan dalamnya oleh epitel silindris rendah. Membran ini terpasang
secara serong, menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral dan
pada dasar cekungan terdapat lekukan kecil yaitu umbo, yang

ditimbulkan leh ujung

manubrium mallei.
Gambar membrane timpani.

Membrana tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya disarafi oleh
n. auriculotemporalis dan cabang auricular n. X.
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Sebagian besar dinding
menampakkan tonjolan bundar, yang disebut promontorium, terjadi akibat lengkung pertama
cochlea dibawahnya. Diatas dan dibelakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang
berbentuk lonjong dan ditutupi landasan atau basis stapedis. Medial dari fenestra terdapat
perilimf scala vestibuli telinga dalam. Sedangkan dibawah ujung posterior promontorium
10

ditemukan fenestra cochleae, yang berbentuk bulat, ditutupi oleh membrana tympani
secundaria. Medial dari fenestra ini terdapat perilimf ujung buntu scala tympani.
Ossicula Auditus

Ossicula auditus ialah malleus, incus dan stapes. Malleus adalah osikulum terbesar,
terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan
processus lateralis.
Caput mallei berbrntuk bulat, terletak didalam recessus epitympanicus. Berartikulasi
diposterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit dibawah caput. Manubrium
mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat erat pada permukaan medial membrana
tymapani. Processus anterior mallei adalah spikulum tulang, yang berhubungan dengan
dinding anterior cavum tympan, melalui sebuah ligamen. Processus lateralis mallei terjulur ke
lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membrana tympani.
Incus memiliki corpus besar dan dua lengan.
Corpus incudis yang bulat tapi agak gepeng di lateral. Terletak dalam recessus
epitympanicus dan berarticulasi di anterior dengan caput mallei.
Crus lognum, berjalan turun dibelakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung
bawahnya melengkung ke medial dan berartikulasi dengan caput stapedis.

11

Crus breve terjulur ke belakang dan melekat pada dinding posterior cavum tympani
lewat suatu ligamen.
Stapes memiliki caput, collum, dua lengan dan sebuah basis. Caput itu kecil,
berartikulasi dengan crus longum incudis. Collum itu sempit, merupakan insersio dari m,
stapedius. Kedua lengan berdivergensi dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Tepi
basis melekat pada tepi fenestra vestibuli melalui suatu cincin fibrosa, yaitu lig. anulare.
Otot osikula
Otot
M. tensor

Origo
Dari tulang

Insersio
Otot langsing ini

Persyarafan
Suatu cabang

Fungsi
Secara refleks

tympani

rawan tuba

berjalan ke

dari saraf untuk

meredam getaran

auditiva dan

belakang dan

m. pterygoideus

malleus dengan

dinding tulang

berakhir pada

medialis, yang

lebih

salurannya

tendo bulat, yang merupakan

menegangkan

menikung ke

cabang divisi

membrana

lateral

mandibular

tympani

mengelilingi

n.trigeminus

processus
cochleariformis
dan berinsersi
pada akar
manubrium
M. Stapedius

Dari dinding

mallei
Tendo muncul

Dari n. facialis

Secara refleks

dalam pyramis

dari pyramis

yang terletak di

meredam getaran

yang berongga

yang berongga

belakang

stapes dengan

pyramis

menarik
12

collumnya
Tuba Auditiva

Tuba auditiva meluas dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan, dan
medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga posteriornya adalah tulang, dan dua pertiga
anteriornya tulang rawan. Berhubungan dengan nasopharynx setelah berjalan diatas tepi atas
m. constrictor pharyngis superior. Ia berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam
cavum tympani dengan nasopharynx.
Lumen tuba agak gepeng pada bidang vertikal dan dilapisi mukosa yang melipat lipat
menjadi rugeae pada ujung faringeal maupun ujung tympani. Pada bagian tulang tuba, ia
relatif tipis dan terdiri atas epitel kolumnar rendah bersillia, duduk diatas lamina propria tipis,
yang melekat erat pada periosteum. Pada bagian tulang rawan tuba, epitel itu bertingkat dan
terdiri atas sel-sel kolumnar tingggi, banayk diantaranya yang bersilia.

Antrum mastoideum

13

Antrum mastoideum terletak di belakang cavum tympani dalam pars petrosa ossis
temporalis. Berhubungan dengan recessus epitympanicus melalui aditus. Bentuknya bundar
dan dapat bergaris tengah hingga 1 cm.
Dinding anterior berhubungan dengan cavum tympani, disini didapatkan aditus ad
antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan menyusun dasar trigonum suprameatus. Dinding medial
berhubungan dengan canalis semicircularis posterior.Dinding superior adalah lempengan
tulang tipis tegmen tympani, berhubungan dengan meninges dari fossa cranii media dan lobus
temporalis. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastoideae.
Cellulae Mastoideae
Processus mastoideus mulai berkembang dalam tahun kedua kehidupan. Cellulae
mastoideae adalah satu seri rongga yang bersambungan dalam processus, berhubungan dalam
processus, berhubungan dengan antrum dan cavum tympani disebelah atasnya. Mereka
dilapisi membran mukosa. Derajat perkembangannya menunjukan variasi individual, dan
pertumbuhan maksimal terjadi selama masa pubertas.

1.2 Persarafan dan pendarahan telinga


N. Facialis
Sesampainya didasar meatus acusticus internus, n.facialis masuk ke dalam canalis
facialis. Saraf ini berjalan ke lateral di atas vestibulum telinga dalam, hingga mencapai
dinding medial cavum tympani. Disini saraf mengembang membentuk ganglion geniculi.
Saraf itu kemudian melengkung dengan tajam ke belakang, diatas promontorium.

14

Sesampainya didinding posterior cavum tympani, ia melengkung kebawah pada sisi


medialaditus ad antrum. Kemudian berjalan turun pada dinding posterior cavum tympani,
dibelakang pyramis, dan akhirnya keluar melalui foramen stylomastoideum.
N. Tympanicus
N. tympanicus dicabangkan oleh n. glossopharyngeus, tepat dibawah foramen
jugulare. Berjalan melalui dasar cavum tympani dan buat alur pada permukaan
promontorium. Disini ia bercabang-cabang, membentuk plexus tympanicus. Plexus
tymapanicus memasok pelapis cavum tympani dan mencabangkan n. petrosus minor.
N. petrosus minor mengandung serabut sekretomotoris untuk glandula parotis. Ia berjalan
lewat lubang kecil pada permukaan anterior pars petrosa ossis temporalis, dan meninggalkan
cranium melalui foramen ovale. Saraf itu kemudian bergabung pada ganglion oticum.

Telinga Dalam atau Labyrinthus

Labyrinthus terletak dalam pars petrosa ossis tempporalis, medial terhadap telinga
tengah. Terdiri atas (1) labyrinthus osseus, berupa sejumlah rongga dalam tulang tersebut, dan
(2) labyrinthus membranaceus, yang terdiri atas banyak saccus dan ductus bermembran, di
dalam labyrinthus osseus.

15

Labyrinthus osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis dan
cochlea. Ketiganya merupakan rongg-rongga yang terletak dalam substansi tulang padat.
Struktur ini, dilapisi endosteum dan berisi cairan bening, yaitu perilimf, yang terdapat
didalam labyrinthus membranaceus.
Labirin membrabosa adalah sederetan rongga-rongga bersinambungan berlapiskan
epitel yang asalnya dari ektodermal. Selama proses perkembangan, terjadi perubahanperubahan yang menghasilkan dua daerah khusus pada labirin membranosa yaitu utrikulus
dan sakulus. Duktus semisirkularis berasal dari utrikulus sedangkan duktus koklearis yang
menjemuk dibentuk dari sakulus. Pada masing-masing daerah ini epitel pelapisnya
membentuk bagian struktur sensori khusus berupa makula dari utrikulus dan sakulus, Krista
dari duktus semisirkularis dan organ korti dari duktus koklearis.
Vestibulum, merupakan bagian pusat labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap
cochlea dan anterio terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateral vestibulum
didapatkan fenestra vestibuli, yang ditutup oleh basis stapedis dan lig. anularenya serta
fenestra cochleae yang ditutup oleh membrana tympani secundaria. Didalam vestibulum
terdapat sacculus dan utriculus labyrinthus membranaceus.
Canalis semicircularis bermuara pada bagian posterior vestibulum, ada 3 kanalis :
superior, posterior, dan lateralis. Tiap kanalis melebar pada salah satu ujungnya disebut
ampula. Ketiganya bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipakai
bersama oleh dua kanalis. Didalam kananlis, terdapat ductus semicircularis.
Koklea bermuara pada bagaian anterior vestibulum. Umumnya, terdiri atas satu tiang
di pusat, yaitu modiolus, yang dikelilingi tabung tulang sebanyak dua setengah putaran.
Setiap putaran yang bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut.
Koklea dengan panjang total lebih kurang 35mm mengadakan 2,5 kali putaran
mengelilingi pusat bertulang yang dikenal sebagai modiolus. Modiolus memiliki rongga-

16

rongga yang mengandung pembuluh darah dan badan sel serta cabang-cabang dari ramus
akustikus nervus kranialis ke n.VIII. dari modiolus terjulur ke lateral sebuah rabung tulang
tipis, yaitu lamina spiralis oseosa.
Dinding bertulang dari vestibulum dan kanalis semisirkularis dilapisi oleh beberapa
lapis sel jaringan ikat gepeng-gepeng, membentuk mesotel. Dari lapisan-lapisan ini terjulur
trabekula-trabekula tipis terdiri atas serabut-serabut halus dan fibrosa.
Labirin tulang berisikan perilimf, yang serupa dengan cairan ekstravascular lain
dalam komposisi ionnya tetapi kadar proteinnya sangat rendah. Labirin membranosa
mengandung endolimf, yang ditandai kadar natrium yang rendah dan kadar kalium yang
tinngi, kadar protein rendah.
Labyrinthus membranaceus terdapat didalam labyrinthus osseus. Struktur ini berisi
endolimf dan dikelilingi oleh perilimf. Ia terdiri dari atas utriculus dan sacculus. Pada dinding
utriculus dan sacculus terdapat reseptor khusus, yang peka terhadap orientasi kepala akibat
gaya berat atau tenaga percepatan lain.
Bilamana kepala mulai atau berhenti bergerak atau jika gerak kepala dipercepat atau
diperlambat, kecepatan gerak endolimf dalam ductus semicircularis akan berubah relatif
terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh reseptor sensoris dalam
ampulla ductus semicircullaris.
Sakulus dan utrikulus

17

Struktur ini terdiri atas selubung tipis jarinagn ikat yag dilapisi oleh epitel selapis
gepeng. Pada dindingnya tampak daerah-daerah kecil terbatas, disebut makula, terdiri atas
sel-sel neuroepitel yang telah berkembang, yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular.
Makula sakulus dan utrikulus terletak saling tegak lurus. Makula terdiri atas penebalan
dinding dan memiliki 2 jenis sel reseptor, sejumlah sel penyokong dan ujung saraf aferen dan
eferen.
Sel reseptor (sel rambut) ditandai oleh adanya 40-80 stereosilia kaku dan panjang,
yang sebenarnya merupakan mikrovilli khusus dan satu silium. Terdapat dua jenis sel rambut,
dipisahkan oleh bentuk persarafan aferennya. Sel rambut tipe I memiliki ujung berbentuk
mangkuk besar, mengelilingi sebagian besar basis sel, sedangkan reseptor tipe II memiliki
banyak ujung aferen kecil.
Sel penyokong yang tersebar diantara reseptor, berbentuk silindris dengan inti di basis
sel dan mikrovili pada permukaan apikal. Diatas neuroepitel ini terdapat lapisan tebal
glikorprotein berbentuk agar-agar rupanya dihasilkan oleh sel penyokong dengan
permukaannya ditaburi kristal yang terutama terdiri atas kalsium karbonat da disebut ototlit
(otokonia).
Duktus semisirkularis

18

Struktur ini memiliki bentuk umum yang sama dengan bagian-bagian terkait dari
labirin tulang. Derah reseptor terdapat dalam ampulanya memiliki bentuk mirip rabung
memanjang, yang disebut krista ampilaris.
Krista secara struktural serupa dengan makula, tetapi lapisan glikoproteinnya lebih
tebal, bentuk mirip keruvut yang disebut kupula dan tidak ditaburi otolit.
Duktus dan sakus endolimfatikus
Duktus endolimfatikus mula-mula dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Mendekati
sakus endolimfatikus, ia berangsur-angsur berubah menjadi epitel silindris tinggi terdapat 2
jenis sel, salah satunya memiliki mikrovili pada permukaan apikalnya serta banyak vesikel
dan vakuol pinositik. Sel ini berfungsi menyerap endolimf dan endositosis dari materi asing
dan sisa-sisa yang mungkin terdapat dalam endolimf.
Duktus koklearis

Struktur ini sangat dikhususkan sebagai reseptor suara. Secara histologi, koklea
terbagi menjadi 3 ruangan : skala vestibuli (diatas), skala media (duktus koklearis) dan skala
tympani (dibawah). Duktus koklearis yang mengandung endolimf, berakhir buntu pada apeks
koklea. Kedua skala lain mengandung perilimf dan sebenarnya merupakan satu tabung

19

panjang, dimulai dari foramen ovale dan berakhir pada foramen rotundum. Mereka saling
berhubungan di apeks koklea melalui lubang yang dikenal sebagai helikotrema.
Membran vestibularis Reissner terdiri atas 2 lapis epitel gepeng, satu dari duktus
koklearis dan yang lain dari pelapis vestibuli. Stria vascularis adalah epitel bervascular
khusus yang terletak pada dinding lateral duktus koklearis. Ia terdiri atas 3 jenis : marginal,
intermediat, dan basal. Sel marginal memiliki banyak lipatan ke dalam pada membran plasma
basal dan terdapat banyak mitokondria disini. Ciri ini menunjukan bahwa sel marginal adalah
sel pentranspor ion dan air dan biasanya dikatakan bahwa sel-sel ini berfungsi memberikan
komposisi yang khas dari endolimf.
Struktur telinga dalam yag mengandung reseptor auditorik khusus disebut organ corti,
ia mengandung sel rambut yang dapat berespon terhadap frekuensi suara yang berbeda. Ia
terletak diatas lapis tebal substansi dasar amorfmembran basilarisyang mengandung
serabut yang berhubungan dengan keratin yang dibentuk oelh sel-sel oragan korti, selain oleh
sel-sel mesotel yang melapisi skala tympani. Dapat dibedakan banyak jenis sel penyokong
yang lain dan dua jenis sel rambut. Tampak 3-5 baris sel rambut luar, bergantung pada
jaraknya dari basis organ, dan satu baris sel rambut dalam. Kedua jenis sel rambut adalah
silindris dengan inti dibasal, banyak mitokondria dan sisterna-sisterna dari retikulum
endoplasma licin terletak dibawah membran plasma lateral. Ciri paling khas dari sel-sel ini
ialah susunannya berbentuk W (sel rambut luar) atau susunan linear (sel rambut dalam) dari
stereosilia yang bertambah tinggi dari satu sisi deretan ke sisi lain. Badan basal dijumpai
dalam sitoplasma berdekatan dengan stereosilia tertinggi. Berbeda dengan reseptor vestibular,
tidak terdapat kinosilia disini.
Ujung dari stereosilia tertinggi dari sel rambut luar terbenam dalam membran tektoria,
suatu sekret sel tertentu dari limbus spiralis yang kaya glikoprotein.

20

Dari sel-sel penyokong, sel tiang perlu perhatian khusus. Sel tiang mengandung
banyak mikrotubul yang agaknya memberi kekakuan pada sel-sel ini. Mereka membentuk
ruang segitiga diantara sel rambut luar dan dalamterowongan dalam. Struktur ini penting
untuk transduksi suara.

Sel rambut luar dalam memiliki ujung saraf aferen dan eferen dan meskipun sel
rambut dalam mmendapat persyarafan aferen yang lebih besar, manfaat fungsional perbedaan
ini tidak dimengerti. Badan sel dari neuron bipolar aferen organ korti, terletak dalam pusat
tulang dalam modiolus dan membentuk ganglion spiralis.
N. vestibulocochlearis
Setibanya didasar meatus acusticus internus, saraf ini bercabang menjadi bagian
vesitibular dan cochlear. N. vestibularis mengembang membentuk ganglion vestibulare.
Cabang-cabang syaraf kemudian menembus ujung lateral meatus akusticus internus dan
masuk kedalam labyrinthus membranaceus, untuk memasok utriculus, sacculus dan ampullae
ductus semicircularis. N. cochlearis bercabang-cabang masuk ke foramina pada basis
modiolus. Ganglion sensoris saraf ini berbentuk ganglion spiral memanjang, terletak didalam
canalis yang mengelilingi modiolus, pada basis lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf
ini berjalan dari ganglion ke organ korti.

21

N. Maxillaris
N. Maxillaris dicabangkan dari ganglion trigeminus dalam fossa cranii media.
Berjalan kedepan sepanjang bagian bawah dinding lateral sinus cavernosus dan mninggalkan
cranium melalui foramen rotundum, masuk kedala fossa pterygopalatina. Saraf ini melintasi
bagian atas fossa dan masuk ke orbita melalui fissura orbitalis inferior.
Ganglion pterygopalatinum
Ganglion pterygopalatinum adalah ganglion parasimpatis yang terletak di bagian
dalam fossa pterygopalatina. Serabut sekretomotoris praganglion keluar dari nukleus
lacrimalis n. VII. Berjalan dalam radiks sensoris n. facialis, kemudian dalam n. petrosus
major, dan kemudian dalam n. canalis pterygoidei, untuk masuk ke permukaan posterior
ganglion.
A. Maxillaris
A. maxillaris keluar dari fossa infratemporalis melalui fissura pterygomaxillaris dan
masuk ke dalam fossa pterygopalatina. Disini I bercabang-cabang, yang berjalan bersamasama cabang-cabang n.maxillaris.
mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius, sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.

22

II.II. FISIOLOGI TELINGA


Fungsi telinga sebagai alat pendengaran adalah menangkap dan mendengar bunyibunyi yang datang dari eksternal, dan sebagai alat keseimbangan. Bunyi yang datang berupa
gelombang atau getaran dihantarkan udara ditangkap oleh daun telinga. Getaran tersebut
masuk ke meatus akustikus eksternus dan menggerakkan membran timpani, gelombang
tersebut diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah dimaplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris
dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius, sampai ke korteks pendengaran di lobus
temporalis.

23

II.III. OTITIS MEDIA AKUT


Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga.
Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di
24

daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga
hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan


tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke
bagian belakang hidung.

ETIOLOGI
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%
pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan
kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella
cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh
bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena
tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan
tersingkir bersama aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal.

Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar
dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat
terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius.

PATOFISIOLOGI
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah.

25

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain
itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

26

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah:
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen
di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
27

Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan secret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

28

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi
pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa.
Di samping itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika.
Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penicillin atau ampicillin. Terapi awal
diberikan penicillin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa, dan kekekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penicillin maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampicillin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.
Pada stadium supurasi di samping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai
dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi, gejala-gejala
klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium perforasi sering terlihat
sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
29

antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan
tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan
ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah. Pada keadaan
demikian, antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah
terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut sebagai otitis media supuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan
ini disebut sebagai otitis media supuratif kronik (OMSK).
KOMPLIKASI
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi,
mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak
diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak. Namun komplikasi
ini umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan
OMA yang tidak diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan
efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.
II.IV. RINITIS ALERGI
Definisi
Rintis alergi adalah inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,
1986).

30

Definisi menurut WHO ARIA (allergic Rhinitis and its Impact on Asthm) tahun 2001
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh lg E.
Klasifikasi Rinitis Alergi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1.

Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di indonesia tidak


dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim.
Alergen penyebabnya spesifikm, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh
karena itu nama yang tepat ialah polinisis atau rino konjungtivitis karena gejala
klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai
lakrimasi).

2.

Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul
intermiten atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang
tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang
dewasa, dan alergen inhalan utama aladalah alergen diluar rumah (outdoor). Alergen
ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan
gejala alerg yang lain, seperti urtikaria gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik
pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi
karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO
initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdsarkan
sifat berlangsungnya dibagi menjadi:
1.

Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atatu


kurang dari 4 minggu.

2.

Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4


minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi dua:
1.

Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2.

sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

Diagnosis

31

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:


1.

Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seirng kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari Anamnesis saja gejala rinitis
alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning prosess) bersin ini terutama merupakan gejala
pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak.
Kadang-kadang leuhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya
gejala yang diutarakan oleh pasien.

2.

Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior
tampak hipertrofi pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder allergic shiner. Selain dari itu sering juga
tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal,dengan punggung tangan.
Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang dari dorsum nasi bagian
sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lekung
langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigigigi (facies adenoid). Dinding posteior faring tampak granuler dan edema
(cobblestone appearance), serta dinding leteral faring menebal. Lidah tampak seperti
gambaran peta (geographic tongue).

Karakteristik Klinis Rinitis Alergi


Mula timbul

Anak-anak

Gejala
-

Obtruksi

Sedang

Bersin

Sering
32

Gatal

Biasa

Rinore

Banyak

Tenggorokan sakit

Ringan

Ingus belakang hidung

Sedang

Anosmia
Pemeriksaan fisik
-

Pembengkakan konka

Sedang sampai nyata

Wujud sekret

Cair

Polip
Tes kulit
Temuan lain
-

Sel predominan dalam sekret

Infeksi
Foto sinus
-

3.

Kadang-kadang

Kadang-kadang
Biasanya positif
Banyak eosinofil
Kadang-kadang

Edema mukosa

Ringan

Cairan
Respon terhadap terapi

Jarang

Antihistamin

Baik

Dekongestan

Terbatas

Kortikosteroid

Sangat baik

Kromolin

Sangat baik

Immunoterapi

Baik

Pemeriksaan Penunjang
In vitro:
Hidung eosinofil dalam daerah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
pula pemeriksaan lgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam
penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil
dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah
pemeriksaan lgE spesifik dengan RAST (Radio immuno sorbent test) atau ELISA
(enzyme linked immuno sorbent assay test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun
tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi
33

inhalan. Jika basofil (> 5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.
In vivo:
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau bersei (skin end point titration/set). Set
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang vertikat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab
juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah
intraducataneus Provocative dilutioanl food test (ipdft), namun sebagai baku emas
dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari.
Karena itu pada challenge test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien
setelah berpantang selama 5 lima hari, selanuutnya diamati reaksinya. Pada diet
eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu
ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.

Alogaritma Penatalaksanaan Rinitis Alergi menurut WHO Initiative ARIA 2001.

34

Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
1. Polip hidung
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal
II.V. FARINGITIS
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang data disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Faringitis akut dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sedangkan
faringitis kronik dapat terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa
bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

Gejala dan Tanda Faringitis


35

Nyeri tenggorokan dan nyeri menelan


Hipertrofi tonsil
Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan

tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah


Demam
Pembesaran kelenjar getah bening di leher
Peningkatan jumlah sel darah putih. Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi
karena virus maupun bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena
bakteri.

Terapi
Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri (analgetik) seperti
asetaminofen, obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat. Aspirin tidak boleh
diberikan kepada anak-anak dan remaja yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa
menyebabkan sindroma Reye. Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik.
Penting bagi penderita untuk meminum obat antibiotik sampai habis sesuai anjuran dokter,
agar tidak terjadi resistensi pada kuman penyebab faringitis. Untuk mengatasi infeksi dan
mencegah komplikasi (misalnya demam rematik), jika penyebabnya streptokokus, diberikan
tablet penicillin. Jika penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan
erythromycin atau antibiotik lainnya.

36

BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama

: Tn. U

Usia

: 38 tahun 4 bulan

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Alamat

: Pondok Aren

3.2. Anamnesis
A. Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan putih berbau pada telinga kiri sejak 1
minggu yang lalu.
B. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan putih berbau pada telinga kiri sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga merasa telinga kiri berdenyut secara hilang timbul.
Sebelumnya pasien mengeluh kurang bisa mendengar, terasa penuh, dan nyeri pada
telinga kiri. Pasien memiliki riwayat batuk pilek 1 minggu sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya demam, pusing berputar, riwayat trauma, riwayat berpergian,
berenang, dan kebiasaan membersihkan telinga. Pasien mengatakan sering bersinbersin jika terkena debu dan udara dingin. Hal ini dialaminya hampir setiap pagi
hari. Keluhan ini belum diobati sebelumnya.
C. Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
alergi udara dingin dan debu.
D. Riwayat penyakit keluarga:
Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
alergi udara dingin dan debu.
3.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status generalis
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Kepala
d. Mata
e. Leher

: Sakit ringan
: Compos mentis
: deformitas (-)
: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
: tidak ada perbesaran kelenjar getah bening

B. Status THT
a. Telinga
37

Pemeriksaan
Daun telinga

Kanan
Kiri
Normotia, nyeri tekan tragus (-), Normotia, nyeri tekan tragus (-),

Retroaurikuler

nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)


nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)
Fistel (-), abses (-), sikatrik (-), Fistel (-), abses (-), sikatrik (-),
nyeri tekan (-)

Liang telinga
Membran timpani

Tes Valsava
Tes Toynbee
Tes penala
Rinne
Weber
Schwabach
Tes berbisik
Audiometri
Timpanometri
Tes keseimbangan

nyeri tekan (-)

Lapang, serumen (-), sekret (-)


Serumen (-), sekret (+)
Intak, hiperemis (-), sklerosis (-), Hiperemis (+), sklerosis

(-),

perforasi (-), reflex cahaya jam 5

perforasi sentral (+), reflex cahaya

Tidak dilakukan
(+)

jam 7
Tidak dilakukan
(-)

(+)
Latelarisasi ke kiri
Sama dengan pemeriksa
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

(-)
Latelarisasi ke kiri
Memanjang
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

b. Hidung
Pemeriksaan
Hidung luar

Kanan
Kiri
Simetris, deformitas (-), nyeri Simtris, deformitas (-), nyeri

Vestibulum
Lubang hidung
Rongga hidung
Septum
Dasar hidung
Konka superior
Konka medius
Konka inferior
Meatus superior
Meatus medius
Meatus inferior
Sinus maksila
Sinus etmoid
Sinus frontal
Koana
Septum bagian

tekan (-)
Vibrissae (+), sekret (-)
Simetris
Sempit, sekret (-)
Deviasi (-)
Sekret (-), hiperemis (-)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
hipertrofi, livid (+)
Sulit dinilai
Sekret (-)
Sekret (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Sulit dinilai
Sulit dinilai

tekan (-)
Vibrissae (+), sekret (-)
Simetris
Sempit, sekret (-)
Deviasi (-)
Sekret (-), hiperemis (-)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
hipertrofi , livid (+)
Sulit dinilai
Sekret (-)
Sekret (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Sulit dinilai
Sulit dinilai

belakang
Sekret
Muara tuba

Sulit dinilai
Sulit dinilai

Sulit dinilai
Sulit dinilai

Eustachius
38

Torus tubarius
Fosa Rosenmulleri
Adenoid

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

c. Tenggorok
Pemeriksaan
Arkus faring
Uvula

Simetris, hiperemis (+)


Letak di tengah, hiperemis (-),

Dinding faring

edema (-)
Hiperemis (+), granula (-), sekret

Tonsil

(-)
T1-T1

Epiglotis
Plika ariepiglotika
Plika ventrikularis
Plika vokalis
Rima glottis
Aritenoid
Subglotik
Fosa piriformis

detritus (-), kripta melebar (-)


Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

tenang,

hiperemis

(+),

C. Gigi geligi
Tidak lengkap, karies (-).
D. Kelenjar limfe
Tidak teraba pembesaran KGB dan nyeri tekan (-).
3.4. Resume
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan putih berbau pada telinga kiri sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga merasa telinga kiri berdenyut secara hilang timbul.
Sebelumnya pasien mengeluh kurang bisa mendengar, terasa penuh, dan nyeri pada
telinga kiri. Pasien memiliki riwayat batuk pilek 1 minggu sebelumnya sakit. Pasien
menyangkal adanya demam, pusing berputar, riwayat trauma, riwayat berpergian, dan
kebiasaan membersihkan telinga. Pasien mengatakan sering bersin-bersin jika terkena
debu dan udara dingin. Hal ini dialaminya hampir setiap pagi hari. Keluhan ini belum
diobati sebelumnya.
Pemeriksaan
Telinga
Liang telinga
Membran timpani

Kanan

Kiri

Lapang, serumen (-), sekret serumen (-), sekret (+)


(-)
Intak,

hiperemis

(-), Hiperemis (+), sklerosis (-),


39

sklerosis (-), perforasi (-), perforasi sentral (+), reflex


Tes penala
Rinne
Weber
Schwabach
Hidung
Rongga hidung
Konka inferior
Faring
Arkus faring
Uvula
Dinding faring
Tonsil

reflex cahaya jam 5

cahaya jam 7

(+)
Latelarisasi ke kiri
Sama dengan pemeriksa

(-)
Latelarisasi ke kiri
Memanjang

Sempit, sekret (-)


hipertrofi, livide (+)

Sempit, sekret (-)


hipertrofi, livide (+)

Simetris, hiperemis (+)


Letak di tengah, hiperemis (-), edema (-)
Hiperemis (+), granula (-), sekret (-)
T1-T1 tenang, hiperemis (+), detritus (-), kripta melebar (-)
Post nasal drip (-)

3.5. Diagnosis Kerja


Otitis Media Akut Stadium Perforasi AS et causa ISPA
Rhinitis Alergi
Faringitis akut
1.6. Diagnosis banding
1.7. Pemeriksaan Anjuran
SET (Skin End-point Titration)
1.8. Rencana Pengobatan
A. Medikamentosa
Antibiotik oral
: Amoxicillin 500 mg (3 x 1 tablet/ hari)
Antihistamin
: Loratadin 10 mg (1 x 1 tablet/ hari)
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
Dekongestan oral dan topikal
B. Operatif
3.7. Prognosis
- Ad vitam
- Ad sanationam
- Ad fungtionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

3.8. Edukasi
Menghindari alergen penyebab
Olahraga dan makan yang teratur
Minum obat teratur sesuai anjuran dokter
Jaga agar telinga tidak kemasukan air

40

BAB IV
ANALISA KASUS

Tn. U, 38 th

Keluar cairan putih berbau pada telinga kiri sejak 1


minggu yang lalu, telinga kiri berdenyut secara
hilang timbul. Sebelumnya pasien mengeluh kurang
bisa mendengar, terasa penuh, dan nyeri pada
telinga kiri. Terdapat riwayat batuk pilek 1 minggu
sebelumnya. Sering bersin-bersin jika terkena debu
dan udara dingin.

41

PF: AS= perforasi (+), secret (+), hiperemis


(+); konka inferior hipertrofi, livid (+),
dinding faring hiperemis (+),

Diagnosis kerja:
- Otitis Media Akut stadium
perforasi AS
- Rhinitis Alergi
- Faringitis
Rencana pemeriksaan:
- Darah tepi (hitung eusinofil)
- SET (Skin End-point Titration)
Dari hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan keluar cairan putih berbau pada
telinga kiri sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga merasa telinga kiri berdenyut secara hilang
timbul. Sebelumnya pasien mengeluh kurang bisa mendengar, terasa penuh, dan nyeri pada
telinga kiri. Terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Dari anamnesis tersebut diagnosa
mengarah ke otitis media akut stadium perforasi et causa ISPA. Pasien mengatakan sering
bersin-bersin jika terkena debu dan udara dingin. Hal ini dialaminya hampir setiap pagi hari.
Dari keterangan ini diagnose mengarah pada rhinitis alergi.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya cairan putih, perforasi
sentraldi telinga kiri. Dan pada tes penala ditemukan adanya tuli konduktif.
Untuk pemeriksaan faring, terdapat hiperemis pada dinding faring posterior, hal ini
menunjukkan suatu proses peradangan yang akut, mungkin berhubungan dengan riwayat
rhinitis alerginya. Untuk temuan seperti itu, bisa disebut sebagai faringitis akut.
Pengobatan pada pasien ini berupa terapi simtomatik dengan memberikan antibiotik,
antihistamin, dekongestan, dan obat cuci telinga. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk
menghindari alergen penyebab.

42

DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto D. Wardani RS. Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Editor: Soepardi EA, dkk. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;
2008.
Netter, F. H. Atlas of Human Anatomy. Third Edition. New Jersey: Icon Learning System.
2003.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: FKUI; 2007. p.102-103.
Sutedjo A.Y. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta: Amara Books; 2007.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta:
EGC; 2005.
Otitis_Media_(Ear_Infection).Available_from:http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/oti
tism.asp
Blumenthal MN. Kelainan Alergi Pada Pasien THT. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Editor: Adams, Boies, Higler. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 190-8.
Irawati N, Kasakeyan E, Rumono N. Rinitis Alergi. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Editor: Soepardi EA, dkk. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI; 2008. hal 128-34.
Ballenger, J. C. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. hal 177.
Ellis Harold. The Head & Neck. In Clinical Anatomy. 11th Ed. Oxford: Blackwell
Publishing; 2006. p. 318-21.

43

Anda mungkin juga menyukai