Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Dalam Menempuh Kegiatan Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan di RSUD Salatiga

Disusun oleh : Yhang Lidi Tama 2006 031 0050

Diajukan Kepada : dr. Yunie Wulandari, Sp. THT-KL

Bagian Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2012

HALAMAN PENGESAHAN PRESENTASI KASUS

OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan RSUD Salatiga

Disusun oleh : Yhang Lidi Tama 2006.031.0050

Telah dipresentasikan pada Mei 2012 Dan telah disetujui oleh

Dokter Pembimbing

(dr. Yunie Wulandari, Sp. THT-KL)

BAB I PRESENTASI KASUS

A.

IDENTITAS PASIEN

a. b. c. d. e.

Nama Umur Alamat Pekerjaan No RM

: Ny. S : 55 tahun : Plambon,Suruh : Pedagang : 12-13-219786

B.

ANAMNESA a. Keluhan Utama Telinga kiri berdengung.

b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merasa mendengar suara berdengung pada telinga kiri sejak 10 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya pendengaran yang berkurang pada telinga kiri. Selain itu pasien menyatakan bahwa telah keluar sedikit cairan berwarna bening dan tidak berbau. Badan nggregesi/demam. Tidak didapatkan nyeri pada telinga kiri Pasien sebelumnya ada keluhan nyeri tenggorokan, batuk dan pilek sekitar 10 hari yang lalu. Pasien sudah mencoba berobat ke puskesmas dan diberikan obat tetes tetapi saat ditetes pasien mengaku kesakitan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Belum pernah sakit yang sama sebelumnya, riwayat trauma disangkal, riwayat alergi disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal, DM disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang sakit serupa.

C.

PEMERIKSAAN FISIK KU: baik, CM Status Lokalis Telinga Tragus pain Aurikula Canalis aurikularis Discharge Serumen Membrana timpani Dextra (-) (N) (-) (-) (+) utuh Sinistra (-) (N) (-) (+) bening (+) perforasi

Hidung

Dextra

Sinistra

Bentuk Cavum nasi Septum nasi Chonca inferior Discharge lapang tengah eutrofi (-)

simetris lapang tengah eutrofi (-)

Darah

(-)

(-)

Tenggorokan DPP Tonsil Uvula

Dextra sde sde sde

Sinistra sde sde sde

D.

DIAGNOSIS Diagnosis kerja : Otitis Media Akut stadium Perforasi

E.

TERAPI Edukasi: tidak boleh dikorek-korek telinganya dan dijaga agar telinga tetap dalam keadaan kering Farmakoterapi: Antibiotik : forifek 2x1

analgesik dan antipiretik : sanmol 2x1 anti histamine : tiriz 1x1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar Batas depan Batas bawah Batas belakang Batas atas Batas dalam : Membran timpani : Tuba eustachius : Vena Jugularis (bulbus jugularis) : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis : Tegmen timpani (meningen/otak) : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa

kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawahbelakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus adantrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas dari pada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral

depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus. Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. Rongga mastoid berbentuk seperti piramid berisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.

Gb anatomi telinga tengah

TUBA EUSTAKIUS Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringgealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.

OTITIS MEDIA AKUT Definisi Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

Insidensi Otitis media akut paling sering diderita oleh anak usia 3 bulan- 3 tahun. Tetapi tidak jarang juga mengenai orang dewasa. Anak-anak lebih sering terkena OMA dikarenakan beberapa hal, diantaranya : 1. Sistem kekebalan tubuh anak yang belum sempurna 2. Tuba eusthacius anak lebih pendek, lebar dan terletak horizontal 3. Adenoid anak relative lebih besar dan terletak berdekatan dengan muara saluran tuba eusthachii sehingga mengganggu pembukaan tuba eusthachii. Adenoid yang mudah terinfeksi menjadi jalur penyebaran bakteri dan virus ke telinga tengah.

Etiologi Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%),

Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Patogenesis Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya

saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik. OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain: 1. Stadium oklusi tuba eustachius a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani. b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat. c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. 2. Stadium hiperemis a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani. b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium supurasi a. Membran timpani menonjol ke arah luar. b. Sel epitel superfisila hancur. c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.

d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. 4. Stadium perforasi a. Membran timpani ruptur. b. Keluar nanah dari telinga tengah. c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. 5. Stadium resolusi a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik. Diagnosis Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tibatiba menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.

Gb. Perdeaan telinga tengah normal dan terinfeksi

Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam telinga. Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.

Penatalaksanaan Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.

Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.

Komplikasi Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.

Pencegahan Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah: 1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak. 2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan. 3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring. 4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok. 5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

BAB III PEMBAHASAN

Otitis media merupakan suatu peradangan pada telingah tengah. Otitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling sering ialah sumbatan tuba eustachius akibat infeksi. Selain itu, otitis media dapat juga merupakan suatu komplikasi akibat penyakit lain misalnya rhinitis, sinusitis, faringitis, otitis eksterna, dan lain-lain. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara dengung (tinitus). Pada kasus di atas, pasien mengalami gejala telinga kiri yang berdengung dan diikuti dengan keluarnya sedikit cairan jernih serta berkurangnya pendengaran dan juga demam. Dari riwayat pasien yang sebelum mengalami gejala diatas yaitu mengeluh adanya nyeri tenggorokan batuk dan pilek. Keluhan ini sudah berlangsung sejak 10 hari yang lalu. Pasien menyangkal gejala ini pernah terjadi sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pada telinga kiri terdapat cairan jernih yang keluar dari telinga dan membrane timpani yang perforasi. Berdasarkan informasi yang telah didapatkan berupa gejala, riwayat perjalanan penyakit pasien dan onset dari terjadinya penyakit serta temuan pemeriksaan fisik dari pasien, hal tersebut mengarah kearah otitis media akut stadium perforasi Penyebab yang mungkin sebagai pencetus otitis media pada pasien di atas ialah infeksi saluran pernafasan atas yang terjadi pada pasien tersebut sekitar 10 hari yanglalu. Infeksi saluran pernafasan atas yang merupakan resiko atau penyebab dari terjadinya otitis media akut.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Otitis Media Akut. Accessed: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm. Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412. Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com. Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai