Pembimbing :
dr. Asnominanda, SpTHT
Disusun Oleh :
Yesika Anaktototy
11.2015.261
Pendahuluan
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.
Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh sillia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut (OMA)
terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke
dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas. Pada
anak, makin sering terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius pendek, lebar dan
letaknya agak horizontal.
Pembahasan
Otitis Media Akut, adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tibatiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan
steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring,
secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah
oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut
ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada
tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin
seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut
juga semakin sering
Anatomi telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Batas luar
: Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas
: Tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : Berturut-turtu dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingap bundar (round window) dan
promontorium.
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba
eustachius.
a. Membrana timpani.
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus.
Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan
sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.2
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar)
yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida
(membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os
petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa
bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya
terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida
hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat
perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan
berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin
vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan
manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua,
yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani
anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent
interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.2
terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate.
Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang
horizontal.Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan
berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke
lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk
menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi
lebih tegang.
c. Tuba eustachius.
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan kavum timpani dan
nasofaring. Fungsi tuba Eustachius adalah sebagai ventilasi telinga tengah yang
mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan
udara luar, drainase secret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan
menghalangi masuknya secret dari nasofaring menuju ke kavum timpani. Panjangnya
Adenoid anak relative lebih besar dan terletak berdekatan dengan muara saluran
tuba eusthachii sehingga mengganggu pembukaan tuba eusthachii. Adenoid
yang mudah terinfeksi menjadi jalur penyebaran bakteri dan virus ke telinga
tengah.
Patogenesis
Pathogenesis otitis media akut pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau
mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius
menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari
nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi
kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus
terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase
telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran
pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan
disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi
bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani
akibat tekanannya yang meninggi.3
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium.
Keadaan ini berdasarkan pada gambran membran timpani yang diamati melalui liang telinga
luar.
10
Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran
timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
11
<38,0
Gelisah
Tarik
Kemerahan
Bengkak
telinga
pada
membran
membran
timpani
timpani
Tidak ada
(bulging)
Tidak ada
Tidak
Tidak
ada
ada
pada
38,0- 38,5
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
38,6- 39,0
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
>39,0
Berat
Berat
Berat
Berat, termasuk
otore
Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA
berat.
12
Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu tubuh tinggi
dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 C (stadium supurasi),
anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila
terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun
dan anak tertidur tenang.
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1
Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:
-
13
14
Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan yaitu
menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapidikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HClefedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 thn dan HCl efedrin 1% dalamlarutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa. Selain itu, sumberinfeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotik yang
diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapatdiberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awaldiberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin4x40 mg/KgBB/hari, atau
eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untukdilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala- gejala klinis
lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga perludiberikan agar
nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap di telinga
setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai agar
membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi
umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat.Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan
15
tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Pada
keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.5
Komplikasi
Otitis media akut yang tidak segera terobati dengan antibiotik dapat berlanjut menjadi
otitis media kronik (OMK) dan mastoiditis. Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti abses
periosteal sampai dengan meningitis dan abses otak bahkan dapat pula mengakibatkan
kehilangan pendengaran permanen akibat rupturnya membrane timpani dan jika telah sampai
mengganggu fungsi pendengaran juga akan menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara
dan bahasa pada anak.4,5
Mastoiditas
Merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang-ulang dapat menyebabkan
timbulnya perubahan pada matoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya
eksudat. Lama-kelamaan akan terjadi peradangan tulang (oseitis) dan pengumpulan
eksudat/nanah yang makin banyak, yang akhirnya mencari jalan keluar, kedaerah
yang lemah biasanya terletak dibelakang telinga, menyebabkan abses subperiosteium.
Kelainan pada mustoid dapat berupa reaksi peradangan mukosa, edema pada beberapa
tempat terjadi ulserasi. Macam mastoiditis ialah :
1. Mastoiditis + nanah + jaringan granulasi
2. Mastoiditis + Kolesteatoma
3. Campuran (1) dan (2)
4. Mastoiditus yang sklerotik
Gejalanya adalah, suhu meningkat dan keluar cairan dari telinga yang banyak.
Kadang-kadang tampak pulsasi cairan. Hal ini disebabkan, denyutan pembuluh darah
yang diteruskan oleh cairan. Nyeri, dinelakang telinga, pembengkakan di belakang
telinga dan hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan telah melampaui korteks,
menyebar ke jaringan lunak di atas tulang mastoideus, kemudian terjadi abses di
16
Operasi
Timpanostomi dapat dilakukan, kalau sering terjadi infeksi berulang.
Evaluasi imunologi.
Pasien yang sering relaps, perlu diperiksa sistem imunnya. Adanya immunodefisiensi
terutama faktor IgA menaikkan OMA. Sinusitis, dan pneumonia.
Vaksin
Pemberian vaksin untuk influenza, dan bakteri pneumococcus dibuktikan mampu
menurunkan angka kejadian OMA. Transfer antibodi pasif dari Ibu, ke bayi juga
sudah dibuktikan, sehingga ada baiknya calon ibu untuk di vaksin.
Prognosis
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24 72 jam setelah
pengobatan. Relaps biasanya terjadi karena, eradiksi yang kurang sempurna. Karena itu
pasien di himbau untuk mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap melakukan kontrol
meskipun gejala sudah membaik.
Kesimpulan
Otitis media merupakan peradangan sebagian ataau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid sehingga dapat menyebbakan gangguan
pendengaran /tuli pada penderita. Usaha pencegahan dan pennaggulangan yang tepat dan
cepat dapat menghindari atau mencegah terjadinya infeksi lebih berat.
18
Daftar Pustaka
1. Elfianty AS, Nurbaiti, Jenni B. Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, : Telinga,
Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta FKUI,2007 : 10- 14, 65
74
2. Paparella MM, Adams GL, Levine SC, Effendi H, Santoso K, Ed.BOIESBuku ajar
Penyakit THT. Edisi 6 jakarta: EGC, 1997 : 88 118.
3. Bluestone CD, Stool SE: Definitions, terminology, and classification, In: Rosenfeld
RM, Bluestone CD (eds). Evidence Based Otitis Media. Hamilton Ontario: BC
Decker Inc, 2000.
4. Soepardi, EA. et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher Edisi Keenam. Jakarta: Gaya Baru, 2007.
5. Otitis Media Akut: Definis dan Klasifikasi. http://repository.usu.ac.id/. Diunduh pada:
19 Juli 2016
19