Anda di halaman 1dari 43

WRAP UP SKENARIO 2

BATUK

KELOMPOK A-13

Ketua : Adimas Adienugraha 1102018005


Sekretaris : Ryan Dharmawan 1102018133
Anggota : Natasya Milenia 1102018001
Mifta Khuljannah 1102018023
Ratu Bionika 1102018044
Anisa Aliya Nurdin 1102018054
Julita Asmara Putri 1102018087
Juliandra Firdaus 1102018102
Saffa Hasanah 1102018149

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
DAFTAR ISI

Daftar isi 1
Skenario 2
Identifikasi Kata Sulit 3
Menentukan Masalah 4
Prior Knowledge / Analisa Masalah 5
Hipotesis 6
Sasaran Belajar / Learning Objective 7
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah 8
1.1 Makro 9
1.2 Mikro 10
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan 11
2.1 Mekanisme 12
2.2 Cara Kerja 13
2.3 Pusat Pengaturan Nafas 14
3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis 15
3.1 Klasifikasi 16
3.2 Morfologi. 17
3.3 Struktur Dinding 18
3.4 Sifat Biokimia 19
3.5 Identifikasi Bakteri 20
4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru 21
4.1 Definisi 22
4.2 Klasifikasi 23
4.3 Etiologi 24
4.4 Patofisiologi 25
4.5 Manifestasi Klinis.. 26
4.6 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding 27
4.7 Tatalaksana 28
4.8 Komplikasi 29
4.9 Prognosis 30
5. Memahami dan Menjelaskan Epidimiologi Tuberculosis Paru 31
5.1 Epidimiologi 32
5.2 Promkes 33
5.3 Sumber dan Cara Penularan 34
5.4 Prinsip Dasar P2M 35
5.5 Penemuan Kasus 36
5.6 Tugas dan Peranan PMO 37
6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam 38
Daftar Pustaka 39

SKENARIO 2

BATUK

Seorang perempuan, berusia 23 tahun, dating ke puskesmas dengan keluhan batuk


berdarah sejak 3 hari yang lalu. Batuk sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan lain badan panas disertai berikeringat terutama pada malam hari serta berat
badan menurun.

Pemeriksaan fisik : komposmentis, TD 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan


20x/menit, suhu 37C. Bentuk badan astenikus dengan BB 43 kg. Apex paru kanan
terdapat suara nafas bronkial da nada ronki basah kasar.

Untuk menegakkan diagnosis pasti maka dokter menyarankan untuk dilakukan


pemeriksaan BTA 3 kali sewaktu/pagi/sewaktu dan foto toraks.

Diagnosis sementara berdasarkan data yang ada adalah TB paru tersangka.


IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Komposmentis
Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
2. Batuk
Mekanisme pertahanan saluran nafas terhadap zat asing yang masuk hingga
saluran nafas bawah.
3. Astenikus
Bentuk tubuh tinggi, kurus dada rata/cekung, angulus costae dan otot-otot
tidak tumbuh dengan baik.
4. BTA
Basil tahan asam ; pemeriksaan bakteri tahan asam ; prosedur untuk bakteri
penyebab TB
5. Ronki
Bunyi nafas tambahan karena adanya gerakan mucus yang menyebabkan
fibrasi dan menyebabkan bunyi ronki ; Ronki basah (ada cairan di jalan
nafas), Ronki kering (jalur nafas menyempit).
6. Suara nafas bronkial
Suara nafas paru yang bunyinya keras, nadanya tinggi, seperti udara yang
mengalir di pipa ; fase ekspirasi nya lebih lama daripada fase inspirasi.
7. TB
Suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis ; Dominan terjadi pada paru-paru.
8. Apex paru
Bagian luar paru yang terletak di bagian paling ujung.
PERTANYAAN

1. Mengapa pasien berkeringat pada malam hari?


2. Mengapa pasien batuk berdarah?
3. Mengapa daerah apex paru banyak terserang TB?
4. Apa saja jenis pemeriksaan lain selain BTA?
5. Mengapa pemeriksaan BTA harus dilakukan 3 kali?
6. Apa saja gejala awal TB?
7. Apa specimen yang digunakan untuk pemeriksaan BTA?
8. Bagaimana cara pemeriksaan BTA?
9. Bagaimana tatalaksana yang perlu diberikan?
10. Mengapa bentuk badan pasien astenikus?
11. Bagaimana cara pencegahan TB paru?
12. Apa gambaran yang ditemukan pada pemeriksaan foto toraks?
13. Apa saja factor resiko terinfeksi TB?
14. Bagaimana cara penularan TB?
15. Apa saja komplikasi TB paru?
16. Bagaimana karakteristik bakteri Mycobacterium Tuberculosis?
17. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk keluarganya? Mengapa?
18. Bagaimana pandangan islam mengenai penyakit menular?
19. Bagaimana etika batuk dalam islam?
PRIOR KNOWLEDGE / ANALISA MASALAH
1. D
2. Karena disebabkan oleh lisisnya alveolus karena infeksi kuman
3. Secara anatomis, paru bagian kanan lebih curam dibandingkan kiri ; karena
bakteri TB lebih suka kondisi dengan banyak O2, dimana apex paru
mengandung banyak O2
4. Tes tuberculin, CRP, ELISA, aspirasi cairan pleura (uji rifaltain), CT-Scan,
rontgen, pemeriksaan darah.
5. Karena di dalam dinding bakteri tersebut mengandung asam mikolat,
sehingga sulit ditemukan.
6. Batuk lebih dari 3 minggu disertai darah, nyeri dada, demam, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari.
7. Sputum
8. E
9. OAT (Obat Anti-Tuberkulosis)
Lini pertama : Isoniazid, rifampisin, streptomycin, ethambutol, pirazinamid
Lini kedua : Canamysin, Quinolone, derivate rifampisin, dan isoniazid
Ada 2 tahap :
- Intensif : 2-3 bulan, tujuan pengobatan BTA (+) menjadi (-)
- Lanjutan : tujuan membunuh kuman yang persisten, mencegah
kekambuhan.
Dalam mengkonsumsi OAT tidak boleh terputus, diharuskan meminum obat
setiap hari selama 6 bulan
10. Karena pasien mengalami penurunan berat badan, perubahan respon
metabolic tubuh, mengalami gangguan penyerapan nutrisi.
11. Vaksin BCG, diagnosis dini dari TB paru, menjaga lingkungan (ventilasi
bagus, serta adanya sinar matahari), peningkatan system imun, jangan
meludah sembarangan, menggunakan masker.
12. Adanya bayangan berawan (nodulan) di lobus atas paru, segmen atpikal dan
posterior, lobus bawah bagian posterior.
13. HIV, diabetes, malnutrisi, kanker, petugas kesehatan yang sering kontak
dengan penderita TB, bayi, anak <5 tahun, tinggal di tempat kumuh
14. Dari dahak penderita, pemakaian alat secara bersamaan, batuk/ bersin
(droplet)
15. Kerusakan otak, hepatic TB, kulit kuning, gagal ginjak, cardiac TB, TB
tulang, efusi pleura, pneumothorax, gagal nafas
16. Aerob, basil, susunan tersebar, punya asam mikolat, badan sel dengan ujung
runcing, membutuhkan waktu yang lama untuk membelah diri,
17. Harus, karena dikhawatirkan ada penularan melalui pemkaian barang secara
bersama-sama.
18. E
19. E
HIPOTESIS

TB Paru merupakan
LEARNING OBJECTIVE / SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah
1.1 Makro
1.2 Mikro
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan
2.1 Mekanisme
2.2 Cara Kerja
2.3 Pusat Pengaturan Nafas
3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis
3.1 Klasifikasi
3.2 Morfologi.
3.3 Struktur Dinding
3.4 Sifat Biokimia
3.5 Identifikasi Bakteri
3.6 Siklus Hidup
4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru
4.1 Definisi
4.2 Klasifikasi
4.3 Etiologi
4.4 Patofisiologi
4.5 Manifestasi Klinis..
4.6 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding
4.7 Komplikasi
4.8 Pencegahan
4.9 Prognosis
5. Memahami dan Menjelaskan Epidimiologi Tuberculosis Paru
4.1 Epidimiologi
4.2 Promkes
4.3 Sumber dan Cara Penularan
4.4 Prinsip Dasar P2M
4.5 Penemuan Kasus
4.6 Tugas dan Peranan PMO
6. Memahami dan Menjelaskan Hukum Merokok dan Etika Batuk dalam Islam

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah


1.1 Makro
Saluran pernapasan bawah berada dakam cavitas thoracis, sedangkan
untuk batas ventral cavitas thoracis adalah os. Strenum, os.. clavicula, oss.
Costae. Untuk batas dorsalnya adalah columna vertebralis thoracalis dan os.
Scapulae. Sedangkan untuk batas atasnya adalah incisura jugularis, costae 1
dan corpus vertebra T1, dan dari semua itu membentuk apertura thoracis.
Kemudian untuk batas bawah cavitas thoracis adalah diapragma, processus
xiphoideus dan arcus costae.
Dalam cavum thorax terdapat tiga bagian rongga yakni cavum pleura
kanan yang berisi paru bagian kanan, cavum pleura kiri yang berisi paru
bagian kiri dan mediastinum yang berisi jantung. Saluran pernafasan bagian
bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus pricipalis), broncus
sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis),
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus
alveolaris, alveoli.
1. Trakea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di
tengah-tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium
sternum masuk mediastinum superior. Ujung cabang trachea disebut
bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki
panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20
cincin. Kartilago berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel
bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan
lendir (mucus).
2. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V.
Bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampak paru–paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri
dari 6–8 cincin, mempunyai 3 cabang. Broncus dextra membentuk sudut 25
derajat dengan garis tengah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9–12 cincin mempunyai 2 cabang sedangkan
broncus sinistra 45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari
yang kiri.. Bronkus principal bercabang–cabang menjadi bronkus lobaris
kemudian bronkus segmentalis.

Bronkus Principalis/primer Dextra


1 .Bronkus Lobaris superior dextra
a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior
2. Bronkus Lobaris Media Dextra
a. Broncus segmentalis lateralis
b. Broncus segmentalis medialis
3. Bronkus Lobaris Inferior
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior

Bronkus Principalis/primer Sinistra


1. Bronkus Lobaris superior
Segmen atas:
a) Broncus segmentalis Apicoposterior
b) Broncus segmentalis Anterior
Segmen Bawah:
a) Broncus segmentalis Lingularis superior
b) Broncus segmentalis lingularis inferior
2. Bronkus Lobaris Inferior
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior

3. Pulmo
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Apex
paru berada 2,5 cm diatas clavicula dan kelar dari apertura thoraciss. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus ( superior, media, inferior ) sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus ( superior, inferior ). Kelima lobus
tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar lobus dektra disebut fisura
obliq dan horizontal sedangkan pemisah antar lobus sinistra disebut fisura
obliq. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-
paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung,
aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan
bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.
Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura pada Facies
mediastinalis, dimana terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi
pleura Viseralis. Pada jaringan paru bagian posterior di dapatkan jejas ( Alur )
Dari Alat alat yang lewat yang menekan jaringan paru, Antara Lain :
Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena cava. Sulcus aorta
Thoracica, Sulcus Esophagia
4. Alveoli
Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli
merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir
dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan
CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi
utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler
pulmoner dan alveoli.
5. Pleura
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru.
Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan
rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap
paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis
yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain
selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :
- Pleura costalis : Melapisi iga
- Pleura diafraghmaica : Melapisi diafhragma
- Pleura Mediastinalis : Melapisi mediastinum
- Pleura Cervicalis : Melapisi Apex paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer


sehingga mencegah kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke
dalam rongga pleura akan menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps
Vaskularisasi Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae
pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke
cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis
ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk
bermuara ke dalam atrium sinistrum cor

Inervasi Paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan
serabut parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – cabang pada paru
membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus
primer. Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi bronkus.

2. Serabut para sympatikus


Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus
pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk
konstraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang
sekresi broncus, bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi
kelenjar.

1.2 Mikro
1. Trakea

Traka dilapisi oleh sel epitel bertingkat toraks bersilia dengan sel goblet.
Dibawah sel epiten terdapat lamina propia, dalam lamina propia terdapat kelanjar
campur seromukosa dan juga ada pembuluh darah. Dalam trakea terdapat tulang
rawan hyaline dan memiliki pars kartilaginea, sedangkan bagian yang tidak terdapat
tulang rawan hyaline disebut dengan pars membranacea. Ligamen fibroelastis dan
berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani
kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi
dari lumen, sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup. Kontraksi otot dan
penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.
2. Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel bertingkat toraks bersilia dengan sel goblet. lamina
propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago hyaline lebih pipih. Yang membedakan dengan bronkiolus adalah
keberadaan tulang rawan hyaline. Dalam bronkus masih memiliki tulang rawan
hyaline sedangkan bronkiolus tidak.

3. Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia
dengan beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos.
Makin kecil bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada
bronkiolus kecil terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.

4. Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak
bersilia) terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina
propia tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.

5. Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet,
memiliki sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos. Disekitar bronkiolus
respiratoris sudah terdapat alveolus.

6. Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel
selapis gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli
dipisahkan septum interalveolaris.
7. Alveolus
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus. Terdiri atas 2 lapis
epitel gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast.
Antara dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15
mm,disebut stigma alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum
Intralveolaris.
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop
elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola (mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan


2.1 Mekanisme
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
A. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar
tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot
tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan
tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses
’inspirasi’ .
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot
dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan
udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan
dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ’ekspirasi’.
B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan
otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi
diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada
bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).

Kapasitas paru-paru adalah jumlah volume udara yang dapat ditampung


oleh paru-paru. Kapasitas paru-paru terdiri dari :
1. Udara tidal (pernapasan), yaitu volume ketika inspirasi atau ekspirasi,
±500 mL.
2. Udara cadangan inspirasi (komplementer), yaitu volume ketika inspirasi
kembali setelah inspirasi, ±1500 mL.
3. Udara cadangan ekspirasi (subplementer), yaitu volume ketika ekspirasi
kembali setelah ekspirasi, ±1500 mL.
4. Udara residu, yaitu volume sisa yang selalu berada dalam paru-paru dan
tidak dapat diekspirasikan, ±1000 mL.
5. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara tidal dan cadangan inspirasi,
±2000 mL.
6. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara residu dan cadangan
ekspirasi, ±2500 mL.
7. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara maksimum yang dapat diekspirasikan
setelah inspirasi sekuat-kuatnya, kira-kira ±3500 mL.
8. Kapasitas total, yaitu jumlah kapasitas vital ditambah udara residu, kira-
kira ±4000 mL.

2.2 Cara Kerja


Cara Kerja Sistem Pernafasan Bawah adalah sebagai berikut
1. Ventilasi
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada
saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer
sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru.
Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi
dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan
volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas
paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein
yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan
berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan
karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan
cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :
- Tekanan Atmosfer : Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer terhadap benda-benda dipermukaan bumi. Tekanan ini ± 760
mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan
ketinggian diatas permukaan laut.
- Tekanan Intra-alveolus : Tekanan di dalam alveolus
- Tekanan Intrapleura : Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga
sebagai tekanan Intra toraks, yaitu tekanan yang terjadi diluar paru.
Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer, ±
756 mmHg saat istirahat

Ventilasi melibatkan 2 aspek berbeda yang keduanya dipengaruhi


kontrol saraf siklus ritmis antara inspirasi dan ekspirasi. Irama bernapas
ditentukan aleh aktivitas pemacu yaitu, neuron neuron inspirasi di medula
batang otak. Irama dasar di perhalus oleh keseimbangan aktivitas di pusat
apnustik dan pneumotaksik yang terletak lebih tinggi di batang otak pons.
Pusat apnustik memperpanjang inspirasi, pusat pneumotaksik yang lebih
kuat membatasi inspirasi.
Pengaturan besarnya ventilasi yang bergantung pada kontrol frekuensi
bernapas dan kedalaman tidal volume. Tiga faktor kimia yang berperan;
Pco2, Po2, dan konsentrasi ion H dalam arteri.

2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli
dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan
tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu
ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk
setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi.
Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.

3. Transportasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan
pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.

4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan
oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan
mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula
oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla
rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi
dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan
meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi
sirkuit inspirasi.

2.3 Pusat Pengaturan Nafas


Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat
volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron
motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan
otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran Eferen dari
sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral
dan ventral jaras kortikospinal.

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


3.1 Klasifikasi
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal
24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri
tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TB). Bahkan penyakit TB pada paru-
paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Robert Koch, penemu
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berikut adalah taksonomi dari
Mycobacterium tuberculosis:
Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
Family : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. tuberculosis

Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen:


Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum
M. tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis
disseminate
M. leprae Manusia Leprosi
M. bovis Manusia dan ternak Penyakit mirip tuberculosis

Spesies yang potensial patogen terhadap manusia:


Spesies Reservoir Manifestasi Klinis
Umum
M. avium complex Tanah, air, unggas, burung, Disseminata, paru-paru,
ternak dan lingkungan sangat umum pada
AIDS
M. kansaii Air, ternak Paru-paru
M. africanum Manusia, kera Biakan paru-paru mirip
tuberculosis
M. genavense Manusia, burung Tidak diketahui
M. malmoense Tidak diketahui Paru-paru mirip
tuberculosis
M. marinum Ikan, air Nodul subkutaneus dan
abses
M. scrofulaceum Tanah, air, makanan yang Limfadenitis servikal
lembap
M. simiae Kera, air Pulmonary,
disseminated pada
pasien AIDS
M. szulgai Tidak diketahui Pulmonary
M. ulcerans Manusia, lingkungan Nodul dan ulcer
subkutaneus
M. xenopi Air, burung Pulmonary

3.2 Morfologi.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar
0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding Mycobacterium tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun
utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis adalah asam mikolat
merupakan asam lemak berantai panjang yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan peptidoglikan oleh jembatan
fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asam-alkohol (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

3.3 Struktur Dinding


• Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam
lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid
banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Lipid pada beberapa hal
bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya. Penghilangan lipid dengan
menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri
ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid
tertentu. Sifat tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel
mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola
yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.
Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3
komponen:
a. Asam Mikolat → hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada
sekeliling organisme tersebut dan mempengaruhi permeabilitas
selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor penentu virulensi
MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation,
lisozim dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor → toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari
migrasi sel PMN.
c. Wax-D → merupakan komponen utama dari Freund‟s Complete
Adjuvant (FCA) pada envelope sel
• Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang
membangkitkan reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax
fractioncan, setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin.
Protein ini juga dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi.
• Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai
polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas.
Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan
sebagai antigen dalam reaksi dengan serum
pasien yang terinfeksi.
3.4 Sifat Biokimia
Mycobacterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau
gram negatif karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium,
karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium cenderung
lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat
hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mycobacterium
tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari
peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%.
Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka
ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
Mycobacterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa
karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya
yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga
penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada
suhu 22-23°C, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam
dari pada bentuk yang patogen.
Mycobacterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
3.5 Identifikasi Bakteri
• Biakan
Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria meliputi perbenihan
nonselektif dan selektif (mengandung antibiotik untuk mencegah
pertumbuhan berlebihan bakteri dan jamur).Terdapat 3 formulasi umum
yang digunakan, yaitu:
- Perbenihan Agar Semisintetik misal: Middlebrook 7H10 dan 7H11.
Digunakan untuk pemantauan morfologi koloni, uji kepekaan, dan
dengan penambahan antibiotik, sebagai perbenihan selektif.
Mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin,
katalase, gliserol, glukosa, dan malasit hijau.Albumin menetralisasi
efek toksik dan efek penghambatan asam lemak dalam bahan atau
perbenihan.
- Perbenihan Telur Tebal misal: Lowenstein-Jensen. Perbenihan ini
mengandung garam tertentu, gliserol, dan substansi organik
kompleks (misal: telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan
bahan lain dalam bentuk kombinasi).
- Perbenihan Kaldu misal: Middlebrook 7H9 dan 7H12. Perbenihan ini
mendukung proliferasi inokula kecil. Mikobakteria tumbuh dalam
bentuk kelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik permukaan
selnya.
Jika ditambah Tweens (asam lemak yang dapat larut dalam
air), akan membasahkan permukaan sehingga memudahkan penguraian
pertumbuhan dalam perbenihan cair. Perbenihan 7H12 dengan
14
penambahan antibiotik, suplemen, dan asam C palmitat adalah dasar
untuk sistem biakan BACTEC untuk mikobakteria. Selama pertumbuhan:
14
Mikobakteria menggunakan asam 14C palmitat, melepas CO2, yang
terdeteksi oleh mesin. Biakan positif dideteksi dengan sistem ini dalam
waktu kurang lebih 2 minggu.

• Reaksi terhadap Faktor Fisik dan Kimia


Mikobakteria lebih resisten terhadap faktor Kimia daripada bakteri
lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang
bergerombol. Zat-zat warna atau antibiotik bersifat bakteriostatik terhadap
bakteri lain dapat dimasukkan kedalam perbenihan tanpa menghambat
pertumbuhan basil tuberkel.
Asam dan basa memungkinkan sebagian basil tuberkel yang terkena
tetap hidup, sifat ini digunakan untuk memekatkan bahan dari klinik
dengan membunuh sebagian organisme lain yang mengkontaminasi. Basil
tuberkel cukup resisten terhadap pengeringan dan dapat hidup lama dalam
dahak yang kering.
• Variasi
Variasi terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen, produksi faktor
cord, virulensi, suhu pertumbuhan optimal, dan sifat-sifat sel atau sifat
pertumbuhan lainnya
Bakteri tahan asam (BTA) dan Bakteri tidak tahan asam (BTTA) dapat
dibedakan dengan pewarnaan ziehl nelseen.Dengan pewarnaan ini pori-pori
lipid pada bakteri akan melebu, sehingga zat warna dapat masuk kedaalam
tubuh bakteri. Bila preparat dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali
walaupun dipengaruhi dengan asam, sehingga kuman yang tidak dapat tahan
asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan berikutnya. Basil
tahan asam berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru.
3.6 Siklus Hidup Mycobacterium tuberculosis
Bakteri mikobacterium tersebar melalui droplet dan bisa juga inhalasi.
Saat seseorang menghirup atau menelannya, mikobakterium akan menetap.
Bakteri ini akan mencari daerah yang memiliki vaskularisasi baik.
Mycobacterium tuberculosis menetap di paru-paru, yang menyebabkan TB paru.
Bakteri ini dapat langsung di fagosit oleh makrofag dan mati. Tetapi bisa juga
bakteri membelah mitosis di dalam makrofag.
Saat bakteri membelah dan sudah mencapai jumlah yang cukup, sistem
imun selular akan membunuh bakteri. Bakteri dapat hilang bersih dalam tubuh
atau tinggal tetapi dalam keadaan tidur, sehingga saat sistem imun tubuh turun
bakteri akan berkembang dan menjadi TB paru sekuder.

4. Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis Paru


4.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit granuloma kronik yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang hampir seluruh bagian tubuh
dan yang paling sering terserang adalah organ paru-paru.
4.2 Klasifikasi

Klasifikasi secara patologis:


• TB Primer (Childhood TB)
• TB Sekunder (Adult TB)
Klasifikasi secara radiologis:
• Koch Pulmonum (TB) Aktif
• Koch Pulmonum (TB) Non-Aktif
• Koch Pulmonum (TB) Quiscent (bentuk aktif
yang mulai sembuh)
Klasifikasi secara luas radiologis:
• TB Minimal
Ada sedikit lesi infiltrate pada satu atau kedua
paru tapi tidak sampai satu lobus.
• Moderately Advanced TB
Ada kavitas dengan diameter 4 cm dan bayangan
infiltrate kurang dari satu bagian paru.
• Far Advanced TB
Infiltrate dan kavitas melebihi tipe moderately
advanced TB.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baruyang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
• Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak (-),
tes tuberkulin (-).
• Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, disini
riwayat kontak (+), tes tuberkulin (-)
• Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+),
radiologi dan sputum (-)
• Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis, mikrobiologis :
• tuberkulosis paru
• bekas tuberkulosis paru
• tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam
a) tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disisni sputum BTA (-)
tetapi tanda-tanda lain (+)

b) tuberkulosis tersangka paru yang diobati. Disini sputum BTA (-),


dan tanda-tanda yang lain jga meragukan
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :
Kategori I, ditunjukan terhadap :
• kasus baru dengan sputum (+)
• kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II, ditunjukan terhadap :
• kasus kambuh
• kasus gagal dengan sputum BTA (+)
Kategori III, ditunjukan terhadap :
• kasus BTA (-), dengan kelainan paru yang tidak luas
• kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditunjukan terhadap : TB kronik

4.3 Etiologi

Mikobakterium memiliki bentuk batang langsing


yang tahan asam. Mudah mengikat pewarnaan ziehl-
neelsen atau karbon fukhsin dan sulit di dekolorisasi.
M. tuberculosis hominis adalah penyebab sebagian
besar TB. Sedangkan M. bovis memiliki hospes
reservoir sapi. TB dari M. bovis dapat menular ke
manusia jika meminum susu sapi perah yang tidak di
pasteurisasi. M. avium-intracellulare merupakan
penyebab TB yang jarang menyebabkan sakit pada
pasien imunokompeten. Hanya 10%-30% pada pasien
AIDS yang dapat menyebabkan sakit.
4.4 Patofisiologi
• TB Primer
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup
basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif.

• TB Post Primer
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun
tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang
kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang
sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon
tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa
di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

4.5 Manifestasi Klinis..


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”,suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

4.6 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding


- Cara Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
• Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
• Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
• Rontgen dada (thorax photo).
• Uji tuberkulin.

- Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
UPK.
• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan


ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:
• 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif
• 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2
negatif atau BTA positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

- Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan


pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif.
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non
fluoroquinolon).
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).

SUSPEK TB PARU

- Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis
tuberkulosis antara lain:
• Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
• Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji
Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk
membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan
kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel
limfosit dominan dan glukosa rendah.
• Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan
histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi
pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,
Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle
aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan
biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur
serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
Tes Serologi
Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa
tuberkulosis adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi
fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan
titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses tuberkulosis
masih aktif.

Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam
menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun
75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan
48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.

- Diagnosis Banding
Diagnosis banding Tuberkulosis paru (TB paru) dibuat berdasarkan
gambaran klinis yang muncul. Beberapa penyakit yang bisa didiagnosis
banding dengan TB paru adalah :
• Blastomikosis
• Tularemia
• Aktinomikosis
• Infeksi M avium-intracellulare, M. chelonae, M fortuitum, M
gordonae, M.kansasii, M marinum, M xenopi
• Karsinoma sel skuamosa

4.7 Tatalaksana
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu: Obat primer
/ Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.

Isoniazid (INH)
a. Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid.
b. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
merupakan dinding sel mikobakterium.
c. Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral.
d. Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan
kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada
ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.

Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan
gramnegatif.
b. Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya
menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan
mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA.
c. Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma
setelah 2-4 jam.
d. efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual, dan
muntah

Etambutol
a. Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna.
Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat
ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan
penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa
turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna,
mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan
peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien.

Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.
b. Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh.
Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat
ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan
muntah, juga disuria, malaise, dan demam

Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB.
Mudah masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin
berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian
menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit
kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi
pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.

Etionamid
a. Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis
human pada kadar 0.9-2.5 𝜇g/mL.
b. Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan
kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan
jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
c. Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi
postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia.

Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan
kadar 1 𝜇g/mL.
b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam.
Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan
kelianan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis,
sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia
Sikloserin
a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 𝜇g/mL dengan
menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat
4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal
dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen,
sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.

Efek samping ringan OAT Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak nafsu
makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar pada kaki INH
Beri Vitamin B6 (Piridoxin) 100mg/hr Kemerahan pada air seni Rifampisin Perlu
penjelasan ke pasien

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3). Panduan OAT ini diberikan untuk:


1. Pasien baru TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk
BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
1. Kambuh
2. Gagal
3. Dengan pengobatan setelah putus berobat

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

1. Kehamilan Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan.

2. Ibu menyusui dan bayinya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

3. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien


dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO.
4. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis
akut dan atau klinisikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat
diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H)selama 6 bulan.

5. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati,
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan,
harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa


pasien seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian
diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.

4.8 Komplikasi
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks,
gagal napas.
b. Komplikasi ekstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar
limfe.

4.9 Prognosis
a. Ad vitam (pengaruh penyakit pada proses kehidupan;hidup) : ad bonam (baik)
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi
yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah
pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.

b. Ad sanationam (sembuh) : dubia ad malam (tidak tentu, cenderung keburuk)


Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan
oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic
pada foto Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien
sebelumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan
membuat kuman TB menjadi resisten.
c. Ad fungsionam (fungsi) : dubia ad malam (tidak tentu, cenderung buruk)
Penyakit TB paru biasanya meninggalkan “tanda mata‟ berupa kalsifikasi dan
jaringan fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan
fibrosis ini terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah
terkalsifikasi dan berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga
tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi normal

5. Memahami dan Menjelaskan Epidimiologi Tuberculosis Paru


5.1 Epidimiologi
- Situasi di Dunia
Pada 2016 terdapat 10,4jt kasus TBC setara dengan 120 kasus per100.000
penduduk. 5 negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China,
Philipina, dna Pakistan. Kawasan Asia Tenggara menduduki insidens sebedar
45%.

WHO mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC)


untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR,TBC.
Indonesia masuk kedalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut yang artinya
Indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC.
- Situasi di Indonesia
Jumlah kasus TB pada tahun 2017 di Indonesia
sebanyak 420.994 kasus. Berdasarkan jenis
kelamin, pria 1,4kali lebih besar dibanding
wanita. Hal ini terjadi kemungkinan karena pria
lebih terpapar faktor resiko TBC seperti
merokok dan ketidakpatuhan minum obat.

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosus tahun 2013-2014, TBC menyerang


pada usia produktif yaitu 15 tahun ke atas dan semakin bertambah usia semakin
tinggi prevalensinya, kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi
paparannya yang lebih lama.
Dari segi pendidikan dan ekonomi, semakin tinggi tingkat pendidikan atau
ekonomi maka semakin rendah prevalensi TBC.

5.2 Promkes
Promotif
• Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
• Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang
bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan,
faktor resiko
• Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
Preventif
• Vaksinasi BCG
• Menggunakan isoniazid (INH)
• Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor
dan lembab.
• Bila ada gejala-gejala TBC segera ke
Puskesmas/RS, agar dapat diketahuisecara dini.

-Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TBC dilakukan dengan cara:


• Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
• Membudayakan perilaku etika berbatuk;
• Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
• Peningkatan daya tahan tubuh;
• Penanganan penyakit penyerta TBC;
• Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

5.3 Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk
ataubersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet
nuclei).Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel
dahakberada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan,sementara sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular
pasientersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukanoleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut (Gerdunas-TB, 2007).

5.4 Prinsip Dasar P2M


Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh,
puskesmas menjalankan beberapa program pokok salah satunya adalah
program pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti program
penanggulangan TB Paru yang dilakukan dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatmen Shortcourse).

Strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse)


Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas
diberikan kepada penderita TB tipe menukar. WHO telah merekomendasikan
strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a. Komitmen politik termasuk dukungan dana.
b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti TB (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh, dan
tepat waktu dengan mutu terjamin.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara
keseluruhan.

5.5 Penemuan Kasus


Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif, intensif,
aktif, dan masif. Upaya penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan
promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no.
67/ 2016 tentang Penanggulangan TB yang mengatur strategi penemuan
terduga dan pasien TB.
1. Penemuan pasien TB secara pasif-intensif
Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan
memperkuat jejaring layanan TB melalui Public-Private Mix (PPM) dan
memperkuat kolaborasi layanan.
a. Jejaring layanan
Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan PPM. Penemuan
pasien TB di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui
penguatan jejaring layanan antar fasilitas pelayanan kesehatan yang
memberikan layanan diagnosis TB, untuk menghindari terjadinya
miss-opportunity yang disebabkan keterbatasan sarana diagnosis
yang dimiliki oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang kontak pertama
dengan pasien TB. Dalam kegiatan ini fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak memiliki alat TCM (Tes Cepat Molekuler) akan merujuk
pemeriksaan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki alat
TCM.

b. Kolaborasi layanan
Berupa kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien TB ke
dalam layanan kesehatan lain yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan, misalnya di poliklinik umum, unit layanan HIV, DM
(Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik berhenti merokok, klinik
KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan ANC (Ante Natal Care). Secara
manajemen layanan, penemuan pasien TB juga harus diintegrasikan
kedalam strategi atau sistem manajemen kesehatan yang diterapkan
di fasilitas pelayanan kesehatan, misalnya: Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru/ PPKP (PAL = Practical Approach to Lung health),
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu
Dewasa Sakit (MTDS). Penjaringan terduga TB di faskes dapat juga
dilakukan melalui penapisan batuk oleh petugas yang meregistrasi
pasien atau perawat yang memberi layanan pada pasien. Upaya
penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan promosi yang
aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.

2. Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga


dan masyarakat.
Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga/ pasien TB yang dilakukan di
luar fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini bisa melibatkan secara
aktif semua potensi masyarakat yang ada antara lain: Kader kesehatan,
kader posyandu, pos TB desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Kegiatan ini dapat berupa:
a. Investigasi kontak
Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan
pasien TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah (kontak
serumah) maupun orang yang berada di ruangan yang ada pasien TB
dewasa aktif (index case) sekurang-kurangnya 8 jam sehari minimal
satu bulan berturutan. Prioritas investigasi kontak dilakukan pada
orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia <5 tahun, orang
dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil,
perokok dan mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien
TB anak yang ditemukan bertujuan untuk mencari sumber penularan.

b. Penemuan di tempat khusus.


Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan yang
mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat
kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo. Kegiatan
penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan dengan skrining
masal tahunan, skrining kesehatan warga baru, skrining kontak dan
pemantauan batuk secara rutin.

c. Penemuan di populasi berisiko.


Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh dan DTPK (Daerah
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).

d. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat


Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader
kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk
untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Kegiatan pemantuan batuk ini dapat diintegrasikan pada kegiatan
kader kesehatan yang sudah rutin berjalan misalnya kegiatan ketuk
pintu kader kesehatan, kegiatan jumantik, kader posyandu dan
kegiatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) lain.

e. Penemuan aktif berkala.


Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang
teridentifikasi sebagai daerah kantung TB, yaitu RT yang
berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat) dan
analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
Penemuan aktif berkala dilakukan dengan kegiatan skrining aktif
setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada
kegiatan penemuan aktif berkala 2 kali berturut-turut.

f. Skrining masal.
Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun
untuk meningkatkan penemuan pasien TB di wilayah yang
penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja sama
dengan aparat desa/kelurahan, kader kesehatan dan potensi
masyarakat melakukan skrining gejala TB secara masif di
masyarakat dan membawanya ke layanan kesehatan luar gedung.

5.6 Tugas dan Peranan PMO


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO. Persyaratan untuk menjadi
PMO, yaitu seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun penderita. Seseorang yang disegani dan dihormati
oleh penderita, yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu
penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan
bersama dengan penderita.
Seorang PMO mempunyai tugas untuk mengawasai penderita TB agar:
a. Menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
b. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
ditentukan.
c. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.

6. Memahami dan Menjelaskan Hukum Merokok dan Etika Batuk dalam Islam
6.1 Etika mengeluarkan Dahak saat Shalat.
Dalam bahasa arab, ada banyak kata untuk menyebut kata “dahak”,
yaitu nukha’ah, nukhamah, mukhath, balgham, atau nughafah. Ludah dan
segala jenisnya adalah cairan suci dan tidak najis. Disebutkan dalam riwayat
Bukhari, dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW pernah melihat dahak
yang menempel di tembok masjid. Kemudian beliau kerik dengan tangannya,
kemudian bersabda: “Ketika kalian sedang melaksanakan shalat,
sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Allah. Karena itu janganlah dia
meludah ke arah kiblat, namun meludahlah ke arah kirinya atau ke arah bawah
sandalnya. Kemudian dia ambil ujung pakaiannya dan dia ludahkan di
pakaiannya.”
Kandungan hadis ini menjadi dalil bahwa orang yang shalat
dibolehkan untuk meludah di tengah-tengah shalat dan aktivitas ini tidak
membatalkan shalat. Dalam hadis ini juga terdapat dalil bahwa ludah,
demikian pula dahak adalah cairan suci. (2011, Sa’id)
Dalil dan Hadist yang berbicara mengenai larangan merokok sejatinya
memang tidak dituliskan secara jelas. Namun, sebagai umat muslim yang
patuh terhadap larangan Allah SWT, tentunya kita wajib mengetahui dan
menjalankan segala perintah serta menjauhi larangan yang sudah tertera dalam
ayat Al Qur’an. Beberapa dalil yang dapat digunakan sebagai larangan untuk
merokok diantaranya adalah sebagai berikut;
ِ ‫ه ْم ِفي الت(وْ َر‬
‫اة‬ ُ ‫م ْكتُوبًا ِعنْ َد‬
َ ‫َجدُونَ ُه‬ِ ‫مي( ا (ل ِذي ي‬ ? ُ @‫ا‬
ْ (‫ول الن( ِبي‬ َ ‫س‬ ُ ‫ن ال (ر‬ َ ‫ا (ل ِذي َن يَت( ِبعُو‬
‫ع َليْ ِه ُم‬ َ ‫َات َويُحَ ?ر ُم‬ ِ ‫ل َل ُه ُم الط(ي?ب‬O ‫ُح‬
ِ ‫ُنْ َك ِر َوي‬Q‫ا‬
ْ ‫ن‬ ِ ‫ع‬
َ ‫ه ْم‬ ُ ‫وف َويَنْهَا‬ ِ ‫ َ ْع ُر‬Q‫ِا‬
ْ ‫ه ْم ب‬ ُ ‫م ُر‬ُ ْ ‫جي ِل يَأ‬ ِْ ‫و‬
ِ ْ‫ن‬T‫َا‬
‫ا (ل ِتي‬ ‫ َل‬Uَ ‫غ‬ ْ َ @‫َا‬
ْ ‫و‬ ُ ‫ص َر‬
‫ه ْم‬ ْ ِ‫إ‬ ‫عنْ ُه ْم‬ َ ُ‫َضع‬ َ ‫َوي‬ ‫ث‬ ِ ‫خب‬
َ ‫َائ‬ َ ‫ا ْل‬
‫ك‬َ ‫م َع ُه ۙ أُو ٰلَ ِئ‬
َ ‫و َر ا (ل ِذي أُنْز َِل‬O‫ص ُروهُ وَات(بَعُوا الن‬ َ َ‫عز( ُروهُ َون‬ َ ‫منُوا ب ِِه َو‬ َ ‫ع َليْ ِه ْم ۚ فَا (ل ِذي َن آ‬َ ْ‫َكانَت‬
‫ن‬َ ‫ُفْلِحُ و‬Q‫ا‬ ْ ‫ه ُم‬ ُ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an),
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-A’raaf: 157)
Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan
segal yang baik bagi umat manusia dan mengharamkan yang buruk bagi
manusia. Secara ilmu pengetahuan, kesehatan, rokok merupakan barang yang
berpotensi untuk membuat kondisi pemakainya justru menurun. Hal ini dapat
diartikan bahwa merokok adalah kebiasaan yang tidak baik serta dilarang oleh
Allah SWT.

Keburukan mengonsumsi rokok juga telah dengan jelas disebutkan pada


kemasan roko tersebut. Sebagai peringatan, justru kalimat yang hampir
disetujui semua kalangan itu tidak sekalipun diindahkan. Hal ini bdapat
dibuktikan dalam kebiasaan perokok secara umum seperti; bahwa setiap
perokok justru tidak menginginkan keturunannya untuk melakukan hal yang
sama, larangan merokok telah dilakukan hampir di semua area publik,
sehingga secara jelas sebenarnya larangan merokok tersebut sudah tepat dan
wajib direalisasikan. Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman,

‫ تُ ْل ُقوا ِبأَي ِْدي ُك ْم‬kََ ‫(ِ و‬l‫سبِي ِل ا‬َ ‫َوأَنْ ِف ُقوا ِفي‬
َ ‫س ِن‬
m ِ ْ‫ُح‬Q‫ا‬ ْ O‫ُحب‬ ِ ‫(َ ي‬l‫ن ا‬ ِ ْ‫إِ َلى الت( ْه ُل َك ِة ۛ َوأَح‬
( ِ‫سنُوا ۛ إ‬
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Al Baqarah 195).

Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah tersebut menjelaskan kepada kita
sebagai umat muslim untuk tidak menggunakan apapun untuk menghancurkan
diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah tersebut, kita mengetahui bahwa
rokok sebenarnya dapat membunuh manusia secara perlahan.

Hal tersebut sangat dilarang oleh Allah yaitu membinasakan diri sendiri.
Kematian yang disebabkan oleh bahaya merokok sudah terjadi hampir di
seluruh dunia. Beberapa penyakit seperti jantung, paru-paru, kanker
tenggorokan dan sebagainya termasuk jenis penyakit yang mayoritas
disebabkan oleh konsumsi rokok tidak terkendali. Jadi, wajar saja apabila
rokok dianggap sebagai racun yang perlahan dapat membunuh nyawa
seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg – Edisi 23. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Penemuan Kasus
Tuberkulosis.
Sa'id, U. (2011). Hukum Menelan Dahak Dan Ludah Ketika Puasa Dan Shalat.
Retrieved from https://muslimah.or.id/2189-hukum-menelan-dahak-dan-ludah-ketika-
puasa-dan-shalat.html.
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/126/5/1
28700015_file5.pdf
https://dalamislam.com/info-islami/hukum-merokok-
dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai