Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah
dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang
terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal
dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral
ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot
platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan
vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral
ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di
dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar
melewati batang dan serebelum.
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke
basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis,
saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah
dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.
Memahami dan Menjelaskan Anatomi Secara Grafis dan Textual dan F isiologi Jalan Raya Sensorik
dan Motorik Secara Sadar
a. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat
gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum.
Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus
piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk
crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla
spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi:
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
b. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif & propioreseptif) dari
reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn
dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus
Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di
lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi
perubahan kadar gula darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke
sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti
menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju
thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla spinalis yang
berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga
mengubungkan medulla spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini
disebut tractus ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun tidak dapat
disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) informasi eksteroseptif, yang
berasal dari luar tubuh, seperti nyeri, suhu, dan raba; serta (2) informasi proprioseptif, yang berasal
dari dalam tubuh, misalnya dari otot dan sendi.
Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di reseptor menuju
tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang pertama akan mendeteksi stimulus
dan mentransimisikan sinyal tersebut menuju medulla spinalis atau ke otak, apabila ditransmisikan
menuju medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara ipsi lateral menuju
fasukulus cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal diteruskan menuju medulla
oblongata masih oleh neuron yang pertama, di medulla oblongata, sinyal akan diterima di nucleus
cuneatus dan dari nucleus cuneatus diteruskan oleh neuron yang kedua yang akan melanjutkan
sinyal tersebut menuju ke thalamus yang berada di ujung atas dari batang otak,sebelum menuju ke
thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh neuron yang ke dua menuju lemniscus medial yang berada di
medulla oblongata,dan selanjutnya sinyal diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon
sinyal akan melewati lemnicus medial yang berada di mesencephalon dan akhirnya menuju
thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal dari thalamus menuju area sensoris
yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah ditentukan jenis gerakan atau
posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh memasuki medulla
spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan selanjutnya akan diteruskan ke otak.
Dalam penghantarannya sinyal sensorik akan dibawa melalui salah satu dari dua jaras sensoris
bolak-balik: (1) sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral. Kedua
sistem ini nantinya akan bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke medulla otak terutama dalam
kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi
berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak
menuju thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis dari radiks saraf
spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea medulla spinalis, lalu menyilang
ke sisi yang berlawanan dan naik melalui subtansia alba anterior dan lateral medulla spinalis. Sinyal
tersebut lalu berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga di thalamus.
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf besar bermielin yang
menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik, sedangkan sistem anterolateral terdiri
atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan
beberapa meter per detik sampai 40 m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf dalam sistem kolumna
dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang yang sangat tinggi sesuai dengan asal
serabut saraf itu, sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih
kecil. Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh
kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat dan dalam waktu
yang singkat terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan
informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang lama terutama dijalarkan
oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem dorsalis, yakni
kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat luas-misalnya sensasi nyeri, hangat,
dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi
mekanoreseptif jenis tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar pada
tempat penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksua
Memahami dan Menjelaskan Anatomi Secara Grafis dan Textual Capsula Interna
Materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri dari aksonal serat yang berjalan
antara korteks serebral dan piramida medula .
Anterior ke posterior:
limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
Darah Pasokan
Divisi Mayor Komunikasi Tracts
Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Klinis Neurologis Yang Timbul Di
Fungsi Motorik
a. Pemeriksaan fungsi motorik
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik yang dapat
dievaluasiada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan yang terisolasi dari
berbagai macam komponen dapat terjadi.
Namunn beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas. Bila didapatkan
abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit
Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat terjadi pada
predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel variabel seperti dominansi
pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien
lemah , ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungann
pasien- dokter harus selalu diperhitungkan.
Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak adanya
keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of muscles tested. Penting
untuk mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test tambahan/konfirmasi apa yang dapat
dilakukan untuk mengklarifikasi dan mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem
motorik yangterjadi pada pasien.
Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk menggerakkan otot
bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5.
Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan + saat kekuatan yang
dhasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan - seabagai simbol saat
didapatkan fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus disesuaikan dengan
usia dan kondisi pasien.
Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan bersifat
neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang paling penting
adalah menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus
motorik descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda
spinalis. Lesi UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe
spastik. Lesi LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan
penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2
minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang
terjadi.
Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan kelainan
pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks yang
patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari hiperaktivitas
adalah klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan mengganggu
jalan refleks.
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah otot.
Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les pada UMN
atau LMN, yaitu :
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Refleks Superfisial dan Refleks Patologis
Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas dari medula
spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat meniadakan refleks
tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori atau LMN pada
daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat
pada lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari plantar.
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang tangan
pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien diminta untuk
tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau
unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat
simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat
dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti tepuk tangan
dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit berada diatas lutut
kaki lainnya dan menepuk tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini dilakukan untuk tiap kaki. Pada
pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik tanpa adanya atunan pada tubuh
tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi akibat adanya
cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention Tremor. Pergerakan yang
sangat lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti Parkinsons Disease. Namun,
kelainan apapun pada sistem motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada
kekuatan otot, tonus otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan
salahnya persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak
kelainan, pada sitem motorik atau bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering digunakan
adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus otot sering di
tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak maju-mundur atau
berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan
dengan lengan yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki menggantung.
Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat. Peningkatan tonus
menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan ditemukan
dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan
pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang
sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang
rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit
ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan
fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor meliputi :
Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan hemiballism
merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca
infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau
serebrovaskular.
Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik
dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki berdekatan). Anda
harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan
untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau vestibular.
Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau mungkin untuk
kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil,
seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak
memiliki cukup kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti
dengan penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun
telah ditandai peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan
dari proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer
atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif
di satu sisi dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception
sadar, termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan
temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan
kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan kemampuan
untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi
pasien dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang
terlihat diantara kedua kaki pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam jumlah jarak
lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan
untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui
bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan seseorang.
Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab bagi setiap praktisi. Pasien
dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan adalah kejang
(misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. S /
ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan
mengejutkan atau terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar.
Umumnya, pasien dengan vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali
(terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk
mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering mengakibatkan
"berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan
diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul akan bergeser bolak-balik saat
mereka mengambil setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan
memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit
berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem
gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita kerusakan atau
degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan pada
daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang
berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko"
kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan
kaki dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang
belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur).
Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan penyakit
UMN LMN
o Spastis o Flaccid
Gangguan Ekstrapiramidal
Tonus : rigid
Gerak otot abnormal tidak terkendali
Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
Gangguan otot asosiatif
Pemeriksaan
1. Inspeksi
o Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
o Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
o Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan
o Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:
o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran,
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang
dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada
anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot
bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau
anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama
mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
hubungan yang sinergistik.
o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik.
o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.
2. Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.
i. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan
gerakan ini
ii. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan
Fenomena Rebound
Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan. Perhatikan apakah
lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat terjadi gerakan lewat (rebound) sampai
memukul diri sendiri
o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese).
Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.
o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada hipotonia,
ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut dsb.
o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata
Stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga didunia dengan laju mortalitas 18 37 % untuk stroke
pertama dan 62 % untuk stroke berulang (Smeltzer, 2002), artinya penderita stroke berulang memiliki resiko
kematian dua kali lebih besar dibandingkan penderita stroke. Tingginya insiden kematian pada penderita stroke
maupun stroke berulang perlu mendapatkan perhatian khusus karena diperkirakan 25 % orang yang sembuh dari
stroke pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 1 - 5 tahun (Jacob, 2001). Hal ini dibuktikan
dengan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 dan 15 Oktober 2011 di RSUP Dr. Kariadi
Semarang, didapatkan data sepanjang tahun 2010 terdapat 1009 pasien penderita stroke yang menjalani rawat
inap di dua bangsal saraf yaitu unit stroke dan B1 Saraf. 346 pasien diantaranya menderita SH (Stroke Hemoragik)
dan sisanya 663 pasien dengan SNH (Stroke Non Hemoragik). Tercatat juga sebanyak 229 pasien mengalami
stroke berulang, artinya 22,6 % dari keseluruhan penderita stroke yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Kariadi
adalah penderita stroke berulang.
Jacob, George. (2001). Stroke. Clinical Trials Research Unit, Auckland. New Zeland.
Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika
Serikat. Angka kematiannya mencapai 160.000. Dirumah sakit umum Pusat Dr. Kariadi stroke juga selalu
menduduki urutan pertama dari seluruh jumlah pasien yang dirawat di bangsal saraf.
Stroke menyebabkan kematian 90.000 wanita serta 60.000 pria setiap tahunnya. Prevalensi stroke di Indonesia
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk dan stroke merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.
Berdasarkan rekam medis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2012, jumlah pasien stroke selama setahun
yaitu 328 orang. Ini menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 berjumlah 264
orang.
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke dibandingkan perempuan (Sjahrir, 2003). Diperkirakan bahwa insiden stroke
pada perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen
yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung
pada proses aterosklerosis. Sedangkan, pada laki-laki terdapat hormon testosteron, dimana hormon ini dapat
meningkatkan kadar LDL, apabila kadar LDL tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang
merupakan faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti stroke (Bull, 2007). Selain itu, pola hidup (life style)
lakilaki lebih memungkinkan laki-laki mudah untuk terkena stroke. Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian
yang dilakukan Dinata, dkk (2012) bahwa angka kejadian stroke pada perempuan lebih tinggi dibandingkan lakilaki,
yaitu 52 orang perempuan dan 44 orang laki-laki. Namun penelitian yang dilakukan Shaffer (2002), memperoleh
hasil bahwa laki-laki lebih banyak menderita stroke daripada perempuan, sama dengan penelitian yang dilakukan
Listyo, A.P yang memperoleh hasil bahwa 68% penderita stroke adalah laki-laki (Farizal, 2011). Makin
bertambahnya umur, resiko stroke semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah. Umur
merupakan salah satu resiko utama stroke, insiden stroke meningkat hampir 2 kali lipat setelah umur 55 tahun
(Nasution, 2007). Selain itu, ELphinz dalam Bethesda stroke centre (2008) juga mengatakan kemunduran
pembuluh darah meningkat seiring bertambahnya usia, semakin bertambahnya usia makin bertambah
kemungkinan mendapatkan stroke (Puspita & Putro, 2008). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah
dilakukan Farizal (2011), bahwa umur pasien stroke terbanyak berada diantara 41-50 atau dewasa. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Shaffer (2002), yang paling banyak menderita stroke adalah usia diatas 65
tahun, namun peneliti lainnya Sutrisno, 2007 juga menemukan pasien stroke sebagian besar dijumpai pada usia
di atas 40 tahun (Farizal, 2011).
Bahrudin, M. (2010). Model diagnostik stroke berdasarkan gejala klinis. Diperoleh dari http://digilib.umm.ac.id/files/disk1/4
17/jiptumm-gdl-mochamadba- 20842-1-drbahru-0.pdf.
Farizal. (2011). Drug related problems (drps) pada pasien stroke di icu (intensive unit care) rumah sakit stroke nasional bukit
tinggi. Diperoleh dari http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/ uploads/2011/09/drugrelated- problems-drps-pada-pasienstroke- di-
icu-intensive-unit-carerumah- sakit-stroke-nasionalbukittinggi. pdf.
Bull, E. (2007). Simple Guide: Kolesterol. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dinata, A.C., Safrita, Y., & Sastri, S. (2012). Gambaran faktor risiko dan tipe stroke pada pasien rawat inap di bagian penyakit
dalam RSUD kabupaten Solok Selatan periode 1 januari 2010 - 31 juni 2012 dari http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/v
ol_2no_2/57-61.pdf.
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada
780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke
hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998). Penelitian
prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000).
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan
bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).
Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di
Papua (RISKESDAS, 2007). Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat
peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1). (Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
Etiologi :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Etilogi Stroke
a) Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang
merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,
dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebra.
Sumbatan di arteri otak yang berupa gumpalan (thrombosis) adalah penyebab yang paling umum dari suatu
stroke. Bagian dari otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat kemudian diambil darah dan
oksigennya, akibatnya sel-sel dari bagian otak itu mati.
b) Embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa
jam atau hari.
Tipe lain dari stroke mungkin terjadi ketika bekuan darah atau suatu potong dari plak atherosclerotic
(endapan-endapan dari kolesterol dan kalsium pada dinding dalam dari jantung atau arteri) putus terlepas,
berjalan melalui arteri-arteri yang terbuka, dan memondok pada suatu arteri dari otak. Ketika ini terjadi, aliran
dari darah yang kaya oksigen ke otak terhalang dan menyebabkan stroke. Suatu bekuan darah mungkin
terbentuk didalam kamar/bilik jantung sebagai akibat dari irama jantung yang tidak teratur, seperti pada atrial
fibrillation. Embolism dapat juga berasal dari arteri yang besar (contohnya, arteri karotid, suatu arteri utama
pada leher yang mensuplai darah ke otak) dan kemudian berjalan menghilir untuk menyumbat sebuah arteri
kecil didalam otak
c) Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi
serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
d) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
e) Haemorrhagi serebral
Terjadi ketika sebuah pembuluh darah didalam otak pecah dan menyebabkan perdarahan didalam jaringan
otak yang mengelilinginya. Sehingga menyebabkan suatu stroke dengan merampas darah dan oksigen pada
bagian-bagian dari otak. Darah tersebut juga dapat mengiritasi otak dan menyebabkan pembengkakan
jaringan otak (cerebral edema). Edema dan akumulasi darah dari cerebral hemorrhage meningkatkan
tekanan didalam tengkorak dan menyebabkan kerusakan dengan menekan otak terhadap tulang tengkorak.
a. Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan
hidup.
b. Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma
lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami
haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab
paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada otak. Darah berkumpul pada ruangan dibawah selaput arachnoid yang melapisi
otak. Darah berasal dari suatu pembuluh darah abnormal yang bocor atau pecah yang seringkali
berasal dari suatu aneurysm (suatu penonjolan keluar yang abnormal dari dinding pembuluh).
Subarachnoid hemorrhages biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang berat dan leher
yang kaku. Jika tidak dikenali dan dirawat, konsekwensi-konsekwensi neurologi utama, seperti
koma, dan kematian otak akan terjadi.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala
berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan perawatan, juga akibat
hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika
pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen, 2000). (Tabel 2 ).
Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw
Hill. 2000. pp. 89-109.
Berdasar penyebabnya:
1. Stroke iskemik
Penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan
pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar
83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
b) Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat
karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh
darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
c) Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang
yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
d) peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.
e) Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan
menyebabkan stroke.
f) Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak
karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat
pula hingga beberapa jam (kurang dari 24 jam) yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau
iskemi retina, tanpa adanya infark dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal
yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan
stroke dalam 5 tahun
1) RIND
2) Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
3) Progressive stroke
4) Complete stroke
5) Silent stroke
2. Stroke hemorragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok
hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi
perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar
lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi
perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan
oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai
stroke.
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang
disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke
tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang
yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan
perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral.
Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan
dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi
sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada
kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat
pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding
pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk
pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa
menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan
pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan
perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan
intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh
penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang
selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap
sisa-sisa darah.
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan
dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak
(meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti
kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam
nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis
stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan
mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan
sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal
itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti
kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri
cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya
terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri
dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation
kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,
penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi
embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri
tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.
Adanya aterotrombosis atau emboli, memutuskan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF).Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan
otak/menit. Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit, makaakan terjadi iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit kekurangan oksigen, maka
prosesfosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang. Hal ini menyebabkanpompa Na-K-ATPase tidak berfungsi,
sehingga terjadi depolarisasi membran sel saraf yangmenyebabkan pembukaan kanal ion Ca. hal ini akan memicu kenaikan influks Ca
secara cepatsehingga terjadi gangguan padanCa homeostasis. Ca merupakan signalling molekul yangmengaktivasi berbagai enzim dan
memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik yangmenyebabkan kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis), sehingga gejala
yang timbultergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
Tahap 1
a) Penurunan aliran darah
b) Pengurangan O2
c) Kegagalan energy
d) Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2
a) Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b) Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar
darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.
Stroke Hemoragik
Hemoragik merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke. Penyebab utamanya:hipertensi yang terjadi jika tekanan darah
meningkat dengan signifikan, sehingga pembuluh arteri robek dan menyebabkan perdarahan pada jaringan otak. Hal tersebut
menimbulkanmembentuk suatu massa yang menyebabkan jaringan otak terdesak, bergeser, atau tertekan (displacement of brain
tissue) sehingga fungsi otak terganggu. Semakin besar hemoragi yangterjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang terjadi.
Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran dan akhirnya meninggal
Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack
(TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (De Freitas et al., 2009)
(Tabel 3).
PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal medial
dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous hemianopia,
gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada splenium corpus callosum
menyebabkan alexia tanpa agraphia.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat
ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan
tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik. Ketepatan
diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-
hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk
memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai
dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.
Gambaran
CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba
pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot wajah.
PENYEBAB
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin
(misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya
pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah
diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes
PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani
pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal
dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan
menyebabkan kerusakan local pada myelin.
PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang
temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya
belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui
tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai
bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls
motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar
ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga
sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam
foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut
serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau
gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian
bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit.
Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak
dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata
yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa
digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-
gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen
stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus
stapedius.
GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah, penderita bisa
merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu
sisi wajah. Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa
seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di
wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya di sisi
yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy
Ptosis
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan
neurologis. Untuk menegakkan diagnosis suatu bells palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe
perifer, kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis tersebut. 2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang terganggu atau paresis hanya pada bagian
bawah wajah saja.
Anamnesa : 4,5,8
- Rasa nyeri.
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar
ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan
lain-lain.
Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:
- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi
bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena
Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat
dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai
Lagoftalmus.
- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.
- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis menyeringai :
sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke
arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.
Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah
dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan
bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat
kurang tajam.
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bells Palsy adalah pemeriksaan reflek
kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil
berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali.
Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari
pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,
sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi
(pemejaman mata pada sisi sakit).
Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan
diagnosa antara lain :
Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bells Palsy antara lain adalah MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus
fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang
berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis
ataupun terdapat tumor
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.Beberapa ahli percaya bahwa kortikoteroid (misalnya prednison)
harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2
minggu.Apakah pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh, masih belum
dapat dibuktikan.
Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka mata harus dilindungi dari
kekeringan.Tetes mata pelumas digunakan setiap beberapa jam.
Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan sarafnya bis membantu
mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan
pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah yang
lumpuh.
PROGNOSIS
Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu 1-2 bulan.Prognosis pada
kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar mengalami penyembuhan sempurna.
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-
pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit
dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT
scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi
fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan
edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara
perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam;
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan,
hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip
intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak
perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1
jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit,
dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap
6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan
dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu
bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2
parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan
letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter
>3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk
terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
2. Penatalaksanaan komplikasi,
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan
terapi okupasi,
4. Prevensi sekunder
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak
melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2)
mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis
secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis
pasien diharapkan akan lebih baik.
Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena
keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya
rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk
prognosisnya.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vascular perifer. Komplikasi yang terjadi
pada pasien stroke yaitu:
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular lainnya.
Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target
absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa
tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya
penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat disesuaikan
dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu memperoleh
perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1
macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai dengan
mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan
kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari
7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner, atau
adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya
hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut:
LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa indikasi
pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti
aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat dipertimbangkan untuk
diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian merokok
dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara
bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk
mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35
inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui
keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan
untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan
aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuanorang yang sudah terlatih.
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran
1) Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
2) Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang
3) Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya
mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 8
4) Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma
hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
5) Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis
Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis jelek
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam
Islam yang di nukil dari buku Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap karangan H.A. Abdurrahman
Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
1) Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2) Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa: 19 Al-
Hujuraat: 10)
3) Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
4) Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)