Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 7 (RESPIRASI)
“SKENARIO 1”

Tutor : dr. Agus Zuliyanto, Sp. THT- KL

Ketua : Nur Akhmad Khairu Rizal 1913010012


Sekretaris : Fera Rahmawati Abdul M. 1913010042
Anggota : Azzahra Windra Salsabila 1913010007
Anugerah Adam Gentur W 1913010013
Elissa Indah Herawati 1913010015
Muhammad Faaiz Dhiya Ulhaq 1913010024
Kinanti Vionanda Pusparani 1913010025
Elvina Nur Lafany 1913010039
Pratiwi Ari Prasasti 1913010045
Jihan Fitriani 1913010051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
skenario 1 blok 7 Respirasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini
bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Program Studi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Agus Zuliyanto, Sp.
THT- KL selaku tutor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan tutorial ini. Kami menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat kami
harapkan guna perbaikan di masa mendatang.

ii
2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
SKENARIO 1..........................................................................................................4
STEP I .....................................................................................................................5
KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................................5
STEP II.....................................................................................................................6
RUMUSAN MASALAH.........................................................................................6
STEP III...................................................................................................................7
PERNYATAAN PENDAPAT.................................................................................7
STEP IV.................................................................................................................11
ANALISIS MASALAH.........................................................................................11
SKEMA..................................................................................................................20
STEP V..................................................................................................................21
TUJUAN PEMBELAJARAN...............................................................................21
STEP VI.................................................................................................................22
BELAJAR MANDIRI...........................................................................................22
STEP VII................................................................................................................23
HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI..............................................................23
PENUTUP..............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

iii
SKENARIO 1

3
SKENARIO 1
“Batukku Kapan Sembuh ? ”

Sdr. M seorang mahasiswa,20 tahun datang ke poliklinik UMP dengan


keluhan batuk. Batuk sudah dialami hamper 3 minggu dengan dahak berwarna
kuning disertai demam dan pilek. Sejak 3 yang lalu suhu tubuhnya makin tinggi
disertai sesak napas. Dari anamnesis diketahui sdr M sering batuk dan pilek yang
hilang timbul. Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, TD 120/70
mmHg, nadi 110x/menit, RR 26x/menit, suhu tubuh 38,3℃. Pemeriksaan thoraks
didapatkan kelainan pada hemithoraks sinistra yaitu fremitus meningkat. Pada
perkusi didapatkan redup dan pada auskultasi terdengar ronkhi basah halus
nyaring di bagian tengah dan di basal paru,sedangkan pada hemithoraks dextra
masih dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Hb 13,7 gr/dl,leukosit
13.500 mm3,hematocrit 41,2 % dan trombosit 210.000/mm3. Foto thoraks PA
menunjukkan adanya infiltrate di bagian tengah dan basal paru kiri. Dokter
memberikan obat berupa antibiotic,mukolitik,dan antipiretik. Pasien dianjurkan
melakukan pemeriksaan kultur kuman basal dan uji kepekaan terhadap antibiotic.

4
STEP I
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Batuk
Adalah reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial untuk membersihkan saluran napas. ( Price, A. S., Wilson
M. L., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. )

2. Dahak
Adalah suatu bahan yang dikeluarkan lewat mulut, berasal dari
trakea, bronkus dan paru – paru. ( Dorland, W.A. Newman. 2013. Kamus
Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta : EGC. )
3. Sesak Napas
Adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan sesak napas yang
pendek dan penggunaan obat bantu pernapasan. Tanda sesak yaitu
peningkatan jumlah frekuensi napas,kebiruan sekitar bibir dan adanya
suara tambahan. (Price,2012)

4. Fremitus
Adalah vibrasi yang dirasakan ketika pasien mengatakan '77'.
Vibrasi normal bila terasa di atas batang bronkus utama.
5. Ronkhi
Adalah suara yang terjadi ketika ada cairan kosong di saluran udara
6. Infiltrate
Adalah zat yang lebih padat dari udara seperti nanah, darah, atau
protein yang tertinggal di dalam parenkim paru

5
6
STEP II
RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja penyebab batuk ?


2. Mengapa pasien batuk berdahak berwarna kuning ?
3. Apakah jenis batuk yang dialami pasien ?
4. Apa arti dari ronkhi basah halus nyaring ?
5. Interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium ?
6. Bagaimana pembentukan sputum ?
7. Bagaimana mekanisme batuk ?
8. Bagamana hubungan antara batuk dan demam ?

7
STEP III
PERNYATAAN PENDAPAT

1. Apa saja penyebab batuk ?


1)Infeksi oleh : Bakteri, Virus, Jamur
2)Faktor eksternal oleh :
-Debu, asap, serbuk, atau zai iritan lain
-Akibat efek samping obat, contoh obat hipertensi (ACE inhibitors,
beta blockers)
-Adanya benda asing yang masuk ke dalam : nasal, pharynx, larynx,
trachea, bronchus dan oesophagus
3)Faktor internal oleh :
-Sinusitis dengan postnasal drip 
-Jantung : Congestive heart failure  (Decompensatio cordis)
-Paru-paru : Asma bronchiale, bronkhitis kronis, kanker paru,
emphisema paru, bronchiectasis, TB paru
-Telinga : Otitis media, serumen dan adanya benda asing
-Lambung : GERD (Gastro-esophageal reflux disease)
-Faktor psikogenik : kebiasaan membersihkan mukus, mencari
perhatian, dll)
2. Mengapa pasien batuk berdahak berwarna kuning ?
Sputum berwarna sangat penting diperhatikan. Sputum berwarna
kekuning-kuningan menunjukkan infeksi. Sputum berwarna hijau
merupakan petunjuk adanya nanah. Warna hijau timbul karena adanya
enzim verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit polimorfonuklear
(PMN) di dalam sputum. Sputum hijau sering di temukan pada
bronkiektasis karena penimbunan sputum di dalam bronkiolus yang
melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi saluran napas bawah
yang mengeluarkan sputum hijau di pagi hari, lalu semakin siang

8
warnanya berubah kekuning-kuningan. Sifat dan konsistensi sputum juga
perlu diperhatikan. Sputum merah muda dan berbusa merupakan tanda
adanya edema pari. Sputum berlendir, lengket dan berwarna abu-abu
atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sputum yang berbau busuk
tanda abses paru dan bronkiektasis. (Price, 2012)

Tampilan jenis sputum

Tampilan Kemungkinan penyebab


1. Kental,translusen putih ke abu-abu Pneumonia atipikal
2. Seperti merah bata Klebsiella pneumoniae
3. Warna air buah plum Pneumonia pneumokokal
4. Merah muda dan berbusa Edema paru
5. Kuning pucat Pneumonia stfilokokus
6. Kuning,kehijauan,abu abu kotor Pneumonia bakteri
7. Purulen dan bau busuk Abses paru

3. Apakah jenis batuk yang dialami pasien ?


Klasifikasi batuk berdasarkan durasi :
1. Akut, yaitu batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu
2. Sub akut, batuk yang terjadi selama 3-8 minggu
3. Kronis, batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu

Durasi batuk bisa untuk memprediksi penyebabnya

1. Batuk akut (< 3 minggu)


Penyebab tersering adalah ISPA (especially the common cold, acute
bacterial sinusitis, dan pertussis), Namun bisa juga karena
pneumonia, pulmonary embolus, atau congestive heart failure
2. Batuk sub akut (3-8 minggu)
Jika batuk terjadi setelah kejadian ISPA yang tidak terkomplikasi
pneumonia (chest X-ray normal) postinfectius cough. Jika pasien
melaporkan adanya post-nasal drip, diatasi dengan obat common cold,
tetapi batuk masih bertahan dugaan sinusitis bakterial. Jika ada
wheezes, ronchi cough variant asthma

9
3. Batuk kronis (> 8 minggu)
Pada perokok mungkin disebabkan oleh COPD atau bronchogenic
carcinoma. Pada non-perokok yang hasil foto thorax-nya normal dan
tidak sedang menggunakan ACE inhibitor, penyebab yang mungkin :
postnasal drip, asthma, dan gastroesophageal reflux
Klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis :

1. Batuk kering → seringkali sangat menganggu, tidak dimaksudkan


untuk membersihkan saluran nafas, pada kondisi tertentu berbahaya
(pasca operasi) → perlu ditekan. Batuk kering terjadi apabila tidak ada
sekresi saluran nafas, iritasi pada tenggorokan, sehingga timbul rasa
sakit.
2. Batuk Berdahak →Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak
pada tenggorokan.  Batuk berdahak lebih sering terjadi pada
saluran nafas yang peka terhadap paparan debu, lembab berlebih dan
sebagainya. Batuk berdahak → mekanisme pengeluaran sekret atau
benda asing di saluran nafas → sebaiknya tidak ditekan. ( Irwin RS,
Baumann MH, Boulet LP, Braman SS, Brown KK, Chang AB. 2006.
Diagnosis and management of cough executive summary: ACCP
evidence-based clinical practice guidelines. Chest. )
a) Berdasarkan Waktunya
Batuk secara definisinya bisa diklasifikasikan mengikut waktu
yaitu batuk akut yang berlangsung selama kurang dari tiga minggu,
batuk sub-akut yang berlangsung selama tiga hingga delapan
minggu dan batuk kronis berlangsung selama lebih dari delapan
minggu.
1. Batuk Akut
Batuk akut berlangsung selama kurang dari tiga minggu
dan merupakan simptom respiratori yang sering dilaporkan
ke praktik dokter. Kebanyakan kasus batuk akut disebabkan
oleh infeksi virus respiratori yang merupakan self-limiting

10
dan bisa sembuh selama seminggu (Haque, 2005). Dalam
situasi ini, batuk merupakan simptom yang sementara dan
merupakan kelebihan yang penting dalam proteksi saluran
pernafasan dan pembersihan mukus. Walau bagaimanapun,
terdapat permintaan yang tinggi terhadap obat batuk bebas
yang kebanyakannya mempunyai bukti klinis yang sedikit
dan waktu yang diambil untuk konsultasi ke dokter tentang
simptom batuk.
2. Batuk Sub Akut
Batuk Subakut adalah fase peralihan dari akut akan
menjadi kronis. Dikategorikan subakut bila batuk sudah 3 -
8 minggu. Disebabkan karena terjadi gangguan pada epitel.

3. Batuk Kronis

Batuk kronis berlangsung lebih dari delapan minggu.


Batuk yang berlangsung secara berterusan akan
menyebabkan kualitas hidup menurun yang akan membawa
kepada pengasingan sosial dan depresi klinikal. Penyebab
sering dari batuk kronis adalah penyakit refluks gastro-
esofagus, rinosinusitis dan asma. Terdapat juga golongan
penderita minoritas yang batuk tanpa dengan diagnosis dan
pengobatan diklasifikasikan sebagai batuk idiopatik kronis.
Batuk golongan ini masih berterusan dipertanyakan apa
sebenarnya penyebabnya yang pasti.
b) Berdasarkan Produktifitasnya
a) Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak
atau lendir (sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan
batuk berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu
dada terasa penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami
batuk produktif umumnya mengalami kesulitan bernapas

11
dan disertai pengeluaran dahak. Batuk produktif sebaiknya
tidak diobati dengan obat penekan batuk karena lendir akan
semakin banyak terkumpul di paru-paru.
b) Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak
menghasilkan dahak (sputum), yang juga disebut batuk
kering. Batuk tidak produktif sering membuat tenggorokan
terasa gatal sehingga menyebabkan suara menjadi serak
atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh kemasukan partikel
makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh perokok aktif
maupun pasif), dan perubahan temperatur. Batuk ini dapat
merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau flu.
4. Apakah arti dari ronkhi basah halus nyaring ?
Ronkhi basah merupakan suara napas yang terputus-putus, bersifat
non-musikal biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati
cairan dalam saluran napas. Ronki basah halus terjadi karena adanya
cairan alveoli pada bronkiolus, sedangkan rongki basah yang lebih halus
berasal dari alveoli (krepitasi) akibat terbukanya alveoli pada akhir
inspirasi. Sifat ronki basah dapt bersifat nyaring bila ada infiltrasi misal
pneumonia
5. Interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium ?
PF:
 -KU:baik
o -TD:120/70 mmHg (normal)
 -Nadi :110x/menit
o Normal: 60-100x/menit
 RR:26x/menit
o Normal :16-20x /menit
 -Suhu : 38,3 C
o Normal:36,5-37,5 C

12
 -Pem.Thorax
o Kelainan pada hemithorax kiri yaitu fremitus meningkat
o Perkusi didapatkan redup dan auskultasi terdengar ronki basah halus
nyaring

Pemeriksaan Laboratorium:
 -Hb : 13,7 gr/dl
o Normal: Lk 14-18 gr/dl,Pr 12-16 gr/dl
 -Leukosit :13.500 mm
o Normal: 4.500-10.000 mm
 -Hematokrit:41,2℅
o Normal: Lk (40-48℅),Pr (37-43℅)
 -Trombosit:210.000 mm
o Normal:150.000-400.000 mm
 -Foto Thorax infiltrat dibagian tengah dan basal paru kiri (Infiltrat:
gambaran radiologi yang biasanya ditemukan pada rontgen yang
merupakan gambaran seperti bayangan atau bercak
6. Bagaimana sputum dapat terbentuk?
Proses Pembentukan Mukus
Mukus di produksi oleh sel goblet (Gambar 2). Mukus menjaga agar
jaringan tetap lembab, sehingga partikel yang masuk dalam saluran napas
akan tertangkap/ menempel, hal ini merupakan mekanisme pertahanan
normal. Namun bila terjadi paparan oleh partikel (benda/ bakteri dll),
maka duktus kelenjar goblet mengalami dilatasi, sedangkan sel goblet
mengalami hipertrofi dan hiperplasi kelenjar, yang berakibat terjadi
produksi mukus yang berlebihan. Saluran napas memproduksi mukus yang
tersusun atas: air, karbohidrat, protein dan lemak. Kadar air yang tinggi
membantu melembabkan udara yang lewat saluran napas.

13
Gambar 2. Sel Goblet

Gambar 3. Produksi mucus oleh Sel Goblet


Proses Pengeluaran Mukus
Silia dalam rongga hidung membuang mukus lewat tenggorokan
dengan cara ditelan masuk ke saluran pencernaan. Pada musim dingin
proses ini menjadi lambat, sehingga mukus mengumpul di hidung serta
keluar lewat hidung. Partikel dengan diameter > 4 mm terperangkap di
mukosa hidung dan jarang turun ke dalam saluran napas yang lebih
bawah. Mukosa hidung mempunyai banyak reseptor, partikel yang
berukuran besar akan mengiritasi reseptor tersebut, merangsang bersin
yang bertujuan mengeluarkan partikel dari hidung. Pada saluran napas

14
yang lebih bawah, silia pada trachea dan bronkhus, menghalau mukus
yang masuk ke faring untuk di telan. Gerakan ini melawan grafitasi (di
sebut sebagai eskalator mukus).
Bila banyak mukus yang terkumpul, reseptor batuk akan terangsang,
sehingga udara beserta mukus akan terlempar keluar dari saluran napas/
trakhea. Makin ke bawah epitel dan sillia makin tipis, sehingga bila ada
partikel yang masuk sampai ke bronkhioli maka partikel akan di tangkap
oleh makrofag alveolar atau di batukkan kelua
9. Bagaimana mekanisme batuk ?
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula
dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan
di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan
glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan
tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari
sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka.
Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar
antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian
lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal
volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama
dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan
memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi
yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan
lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis
akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan
abdomen akan meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glotis
merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver
ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda.

15
Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih
besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga
dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase
ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas
serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal.
Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50
detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai
24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan
diameter trakea sampai 80%. (Aditama, 2016)
10. Bagaimana hubungan antara batuk dan demam ?
Batuk berdahak yang terjadi merupakan manifestasi yang timbul kibat
adanya alergi dari luar tubuh yang menyebabkan adanya hipersekresi dari
mucus yang ada di saluran pernapasan. Oleh karena adanya pajanan alergi
tersebut, mengakibatkan tubuh untuk berusaha mengeluarkan benda asing
tersebut melalui batuk. Dahak yang keluar merupakan hasil dari
hipersekresi yang timbul akibat alergi yang menyebabkan adanya
inflamasi.

Adanya rangsangan dari luar berupa bakteri maupun virus


menyebabkan tubuh secara otomatis untuk mengeluarkan imunitas tubuh
yang bertujuan sebagai proteksi tubuh terhadap bahaya yang mungkin saja
terjadi. Hal ini dilakukan dengan munculnya makrofag dan leukosit yang
berugas untuk melawan agen-agen asing tersebut. Kemudian terjadi
pengeluaran pirogen endogen berupa IL-1 dan piroen endogen lainnya
yang nantinya merangsang sel-sel endotel di hipotalamaus kemudian
menyebabkan penigkatan pengeluaran asam arakidonat yang kemudian
akan diubah oleh siklooksigenase menjadi prostaglandin. Prostaglandin
yang ada nantinya akan meningkatkan set poin di hipotalamus dan
timbullah manifestasi berupa demam pada tubuh. (Price,2005)

16
17
STEP IV
ANALISIS MASALAH

SKEMA

Sdr.M 20 tahun

Ke Klinik

Anamnesis Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Fisik


1. Batuk 3
1. Pemeriksaan lab: 1. KU:Normal
minggu yang
-Hb:13,7 gr/dl 2. TD:120/90 mmHg
lalu
-Leukosit:13.500 mm 3. HR:110x/menit
2. Demam
-Ht:41,2% 4. RR:26x/menit
3. Pilek hilang
-Trombosit:250.000 mm 5. Suhu:38,5C
timbul
-Fotothoraks PA:Infiltrat di 6. Pf thorax:
4. Sesak nafas
bagian tengah dan basal paru -Hemithorax sin fremitus
kiri -Terdengar ronkhi basah halus
dan perkusi halus

Diagnosis
Diagnosis Banding Diagnosis kerja
1. Edema Paru Pneumonia
2. Bronkiektasis

18
STEP V
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien pada kasus
tersebut ?
2. Diagnosis banding dari kasus tersebut ?
3. Diagnosis kerja dari kasus tersebut ?
4. Penatalaksanaan berdasarkan diagnosis dari kasus ?
5. Bagaimana perbedaan suara paru yang abnormal ?
6. Anatomi dan fisiologis pernapasan ?

19
STEP VI
BELAJAR MANDIRI

20
STEP VII
HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI

1. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien pada kasus


tersebut ?

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,


biasanya lebih dari 10.000/mm3 , kadang – kadang mencapai 30.000/mm3
dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju
Endap Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih
dalam batas normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut
akibat hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan
analisis gas darah.
Pada sebuah penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel
penelitian, dan 4 sampel ditemukan leukopeni. Penelitian yang lain juga
menemukan leukositosis pada 235 sampel penelitian, dan sebanyak 6
sampel ditemukan leukopeni. Pada penelitian sebelumnya yang memiliki
lebih banyak data karakteristik pasien pneumonia komunitas, ditemukan
leukositosis sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta cenderung
mengalami hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pneumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi


klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada
pleuritis, disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi
dada. Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu
bercak infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan
bronkogram udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial.

21
Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga
dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan
terkadang juga dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles
pada infeksi akibat S.aureus.

Patogen Penyebab Gambaran Radiologi


Streptococcus pneumonia Konsodilasi lobus disertai
bronkogram udara
Mycoplasma pneumonia 1. Infiltrat interstitial difus bilateral
atau campuran dengan alveolar
2. Infeksi rongga pleura dengan
distribusi lobus atau segmental
Chlamydophila pneumonia Hampir sama dengan M.pneumoniae
Legionella pneumonia Konsolidasi perifer dengan distribusi
segmental, dapat menyebar ke lobus
Hubungan patogen penyebab dengan gambaran radiologi

3. Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih


pasti, mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di
suatu daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat
memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu diberikan.
Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian obat
pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar
specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum
pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri
juga dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya,

22
misal Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri
gram negatif. Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk
memastikan sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur
sputum dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab
pneumonia komunitas kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola
transmisi yang sering terjadi, atau adanya resistensi. Kultur darah
sebaiknya dilakukan pada pasien pneumonia komunitas derajat berat,
dikarenakan kemungkinan terjadinya multiinfeksi lebih tinggi
dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada umumnya. Cairan pleura
atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel apabila
terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang di isi cairan tersebut.
(Arjanardi, 2014)

2. Diagnosis banding dari kasus tersebut ?


1. Edema Paru

Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi


perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi
akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat. Dalam
keadaan normal di dalam paru terjadi aliran yang kontinyu dari cairan dan
protein intravaskular ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran
darah melalui saluran limfe yang memenuhi hukum Starling Q = K (Pc-Pt)
- d (c-t).

Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding


mikrovaskuler lebih banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat
alveoli penuh terisi cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas. Faktor-faktor penentu yang berperan disini yaitu
perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan

23
interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan
molekul besar seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu
atau lebih dari faktor-faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema
paru.

Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya


sesak napas yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat
nyeri dada dan riwayat sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa
berangsur-angsur atau tiba-tiba seperti pada kasus edema paru akut. Selain
itu, sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna merah jambu.
Gejala-gejala umum lain yang mungkin ditemukan ialah: mudah lelah,
lebih cepat merasa sesak napas dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau kelemahan. Tingkat
oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien
dengan edema paru. Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang
abnormal, seperti ronki atau crakles.

2. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah penyakit paru-paru kronis yang ditandai dengan


pelebaran saluran udara bronkus yang persisten dan seumur hidup dan
melemahnya fungsi mekanisme transportasi mukosiliar karena infeksi
berulang yang berkontribusi terhadap invasi bakteri dan pengumpulan
lendir di seluruh cabang bronkus. Bronkiektasis bertanggung jawab atas
hilangnya fungsi paru-paru secara signifikan dan menyebabkan morbiditas
yang cukup besar dan bahkan kematian dini.

Tiga mekanisme terpenting yang berkontribusi pada patogenesis


bronkiektasis adalah infeksi rekuren, obstruksi jalan napas, dan fibrosis
peribronkial.

Neutrofil mendominasi peradangan saluran napas pada bronkiektasis,


didorong oleh kemoattraktan neutrofil konsentrasi tinggi seperti

24
interleukin-8 (CXCL-8), dan leukotrien B4. Kolonisasi bakteri jalan nafas
terjadi karena gangguan pembersihan mukosiliar dan karena kegagalan
pembunuhan opsonofagositik neutrofil. Mekanisme lain dari disfungsi
kekebalan termasuk ketidakmampuan untuk membersihkan sel apoptosis
dan invasi sel-T, dengan laporan terbaru yang menyebabkan sel Th17
memainkan peran penting. Perubahan histologis pada bronkiektasis
termasuk kerusakan tulang rawan dan fibrosis, hiperplasia kelenjar
mukosa dan mukosa, infiltrasi sel inflamasi, dan peningkatan mukosa dan
eksudat.

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Riwayat batuk lama dengan purulensi merupakan ciri khas


bronkiektasis. Pasien mungkin melaporkan infeksi paru berulang yang
memerlukan antibiotik selama beberapa tahun. Pasien juga dapat datang
dengan dispnea progresif, mengi intermiten, hemoptisis, nyeri dada
pleuritik, dan kelelahan terkait serta penurunan berat badan. Hemoptisis
ringan dan dimanifestasikan oleh bercak darah pada sputum purulen biasa
pasien, yang kadang-kadang mengancam jiwa. Seringkali pasien
didiagnosis setelah bertahun-tahun gejala ketika batuk kronis atau
hemoptisis menjadi melemahkan.

Batuk: 98%, dahak: 78% (dahak biasanya berlendir dan relatif tidak
berbau), dispnea: 62%, hemoptisis: 56% hingga 92%, dan nyeri dada
pleuritik: 20% (sekunder akibat batuk kronis).

Fisik: Penemuannya tidak spesifik. Temuan umum mungkin termasuk jari


tabuh digital (2% sampai 3%), sianosis, kebanyakan, wasting, dan
penurunan berat badan.

 Pemeriksaan dada lokal: Paling sering berderak dan mengi saat


auskultasi.
 Kresek: 75%, biasanya bi-basal.

25
 Mengi: 22% (mengi mungkin karena gangguan aliran udara dari
sekresi)

Gambaran Klinis dari kondisi Penyebab Terkait:

 Penyakit jaringan ikat: sindrom Arthritis Sicca


 ABPA: Mengi yang menonjol
 Obstruksi bronkial: mengi lokal
 PCD, CF, Sindrom Muda: Penyakit sinus berulang, infertilitas
 Gambaran eksaserbasi akut bronkiektasis: Perubahan produksi
sputum, peningkatan dispnea, peningkatan batuk, demam, peningkatan
mengi, dan penurunan fungsi paru.

3. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

Etiologi

a. Faktor Infeksi :

Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial. Virus


(RSV). Pada bayi : Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,
Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal: Chlamidia

26
trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus: Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma
pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi. Pada
anak besar – dewasa muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia,
C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M.
tuberculosis.

b. Faktor Non Infeksi :

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:


Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat
pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis
minyak binatang yang mengandung asam lemak

Pathogenesis

27
Tatalaksana :

28
a. Penatalaksaan Umum

1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang


atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan Khusus

1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak


diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkaninterpretasi
reaksi antibioti awal.

2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung

3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan


manifestasi klinis. Pneumonia ringan à amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penicillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Prognosis

Pada kasus bronkopneumonia yang ringan atau disebabkan oleh virus,


mungkin tidak perlu mendapatkan perawatan yang serius karena biasanya
gejala akan membaik dengan sendirinya dalam 2 minggu. Namun agar
tubuh cepat pulih, disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat selama
proses penyembuhan.

3. Diagnosis kerja untuk kasus tersebut


Definisi

29
Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat
alveolus biasanya terisi dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014).
Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada
masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006).
Pneumonia pada anak merupakan masalah yang umum dan menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia (Gessman, 2009).
Klasifikasi pneumonia
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan
teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari
pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu
bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi

30
pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong,
2004).
Etiologi pneumonia

Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia,


dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur,
dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit
banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri
gram negatif.

Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan


nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E.coli,
Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
anaerob oral. (Wilson, 2012).

Klasifikasi pneumonia

Klasifikasi pneumonia yang lazim dipakai adalah seperti terlihat pada


tabel 4 yang didasarkan kepada faktor inang dan lingkungan. Klasifikasi
ini membantu pelaksanaan terapi pneumonia secara empirik.

31
Manifestasi klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,


batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. (Dahlan, 2009)

Manifestasi klinik pneumonia berdasarkan World Health


Organization (WHO) (2005) yaitu batuk dan/atau kesulitan bernapas
ditambah minimal salah satu hal berikut ini yaitu :

a. Kepala terangguk-angguk

b. Pernapasan cuping hidung

c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia

Selain itu terdapat juga tanda berikut ini :

a. Nafas cepat

1) Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

2) Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

3) Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

4) Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

b. Suara merintih pada bayi

c. Pada auskultasi terdengar :

32
1) Crackles (ronki)

2) Suara pernapasan menurun

3) Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :

a. Tidak dapat minum/makan atau memuntahkan semuanya

b. Kejang, letargis atau tidak sadar

c. Sianosis

d. Distress pernapasan berat

Komplikasi

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan


komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien
risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia
(sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat
terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus
dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura
atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia
umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura
yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit
dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah
disebut empisema. Jika sudah terjadi empisema maka cairan perlu di
drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.
(Djojodibroto, 2013)

33
4. Penatalaksanaan berdasarkan diagnosis dari kasus
Terapi farmakologis
Antibiotik merupakan pilihan utama untuk terapi farmakologis
pneumonia komunitas. Hal ini dikarenakan data epidemiologis pada
penelitian - penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bakteri merupakan
patogen yang sering ditemukan, dan menjadi penyebab utama pneumonia
komunitas. Terapi antibiotik pada pneumonia komunitas dapat diberikan
secara empiris maupun menyesuaikan berdasarkan patogen penyebabnya.
Pada salah satu studi prospektif, tidak ada perbedaan signifikan antara
inisiasi pemberian terapi empirik dengan pemberian terapi sesuai dengan
patogen penyebabnya.

34
Panduan IDSA/ATS merekomendasikan pemberian Drotrecogin alfa
yang teraktivasi dari golongan imunomodulator pada pasien pneumonia
komunitas dengan komplikasi sepsis berat dan memiliki resiko mortalitas
yang tinggi. Pemberian steroid tidak direkomendasikan pada pasien
pneumonia komunitas, dan di sebuah penelitan menunjukkan bahwa
pemberian prednisolone selama satu minggu tidak mempengaruhi hasil
terapi secara signifikan. Pada pasien yang sudah membaik dapat dilakukan
alih terapi dari terapi secara intravena ke oral.
Lama rawat inap
Durasi perawatan pada pasien non ICU minimal 5 hari, dan sudah
melewati kondisi afebrile (tanpa demam) selama 48 – 72 jam, disertai
tekanan darah yang stabil, asupan oral yang adekuat, saturasi oksigen
>90%. Sementara pada pasien ICU mimimal perawatan 10 – 14 hari,
dengan dapat diberikan terapi tambahan apabila ada dugaan
multiinfeksi.7,36 Salah satu penelitian yang dilakukan di 10 negara Eropa
menemukan bahwa rerata lama rawat inap, kecuali yang mengalami
rekuren adalah sebesar 12,1 hari atau dengan nilai median yaitu 9 hari.
Sedangkan apabila pneumonia rekuren dilibatkan, maka rerata lama rawat
inap menjadi sebesar 12,6 hari dengan nilai median yaitu 10 hari.

35
Penggantian jalur memasukkan obat dari intravena ke oral setelah 3
hari perawatan pada pasien pneumonia komunitas berat menunjukkan hasil
positif dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi
pasien lebih awal dan penggunaan kriteria khusus untuk menentukan
kapan pasien keluar rumah sakit merupakan tahap selanjutnya untuk dapat
menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi pasien lebih awal
didefinisikan sebagai suatu pergantian posisi dari horizontal menjadi
vertikal selama kurang lebih 20 menit pada 24 jam pertama masuk rumah
sakit, disertai perkembangan pergerakan tiap harinya selama perawatan,
sedangkan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah
sakit yaitu dengan menggunakan status kondisi mental dan oksigenasi
pasien pada suhu ruangan. Pada penelitian yang menggunakan ketiga tahap
ini, lama rawat inap dapat ditekan hingga mencapai rerata 3,9 hari
dibandingkan 6 hari pada pasien perlakuan biasa.
Komplikasi dan penyebab kematian
Pneumonia komunitas yang gagal diterapi dapat menyebabkan
berbagai komplikasi, bahkan berujung kematian. Gagal napas, yang dalam
bentuk berat dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
dan sepsis merupakan komplikasi yang dimungkinkan dapat terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh MJ Fine,dkk menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien yang masih hidup memiliki 1 atau lebih komplikasi
medis, sedangkan dari semua pasien yang meninggal, penyebab utamanya
adalah gagal napas (42,5%), aritmia jantung (8%), dan sepsis (5,3%).Hasil
pada penelitian lain menunjukkan komplikasi gagal napas, sepsis atau
bakteremia, dan aritmia jantung merupakan penyebab kematian paling
banyak. Penyakit komorbiditas dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
pneumonia komunitas itu sendiri, bahkan juga dapat menyebabkan
kematian apabila tidak ditangani dengan benar. Pada salah satu penelitian
disebutkan bahwa jumlah pasien yang memiliki 1 atau 2 komorbiditas
lebih banyak dibandingkan yang tidak memiliki penyakit komorbiditas,
dengan komorbiditas paling banyak yaitu penyakit pulmonal. Penelitian

36
lain tentang penyakit komorbiditas menyatakan bahwa penyakit
bronkopulmonal merupakan komorbiditas yang sering ditemukan, diikuti
25 dengan kardiovaskuler, keganasan, dan gangguan neurologis. Pada
penelitian yang lain disebutkan bahwa gangguan neurologis (29%), kanker
paru (13%), dan iskemik jantung (13%) merupakan penyebab paling sering
kematian oleh karena penyakit komorbiditas.
Penentuan Penatalaksanaan

37
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau
lebih' kriteria di bawah ini :
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis.
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif

38
adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor
tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor
> 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral,
dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain
bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
5. Perbedaan suara paru yang abnormal
Suara Paru-Paru Normal Pada suara paru-paru normal, dapat dibagi
lagi menjadi 4 bagian. Pembagian ini didasarkan pada posisi stetoskop
pada saat auskultasi (Ramadhan, M,Z. 2012).. Pembagian yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Tracheal Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian tracheal, yaitu
pada bagian larik dan pangkal leher.
2. Bronchial Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian bronchial,
yaitu suara pada bagian percabangan antara paru-paru kanan dan paru-paru
kiri.
3. Bronchovesicular Sound, suara ini didengar pada bagian ronchus, yaitu
tepat pada bagian dada sebelah kanan atau kiri.
4. Vesicular Sound, suara yang dapat didengar pada bagian vesicular, yaitu
bagian dada samping dan dada dekat perut.
Suara Paru-Paru Abnormal Pada saat dilakukan auskultasi, tidak
jarang dapat didengar suara paru-paru yang normal (normal sound) namun
terdengar di tempat yang tidak seharusnya pada bagian interior dan
posterior. Hal ini menyebabkan suara paru-paru yang didengar
digolongkan pada suara abnormal. Beberapa bagian dari suara abnormal
menurut Ramadhan,M,Z (2012) seperti berikut :
a. Decreased Breath Sound (Absent) Sering ditemukan suara paru-paru
tidak terdengar pada bagian dada atau dapat dikatakan suara menghilang
yang dapat berarti terdapat suatu masalah pada bagian tersebut. Masalah
yang terjadi dapat disebabkan oleh penyakit seperti daging yang tumbuh
hingga paru-paru yang mengecil.

39
b. Bronchial Terdengar suara inspirasi keras disusul dengan ekspirasi yang
lebih keras lagi. Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara
terdengar dekat dengan stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan
ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi terdengar lebih lama
dibanding suara inspirasi. Jika suara ini terdengar dimana-mana kecuali di
manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah
konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.
c. Harsh Vesicular Suara pernafasan vesikular merupakan suara
pernafasan normal yang paling umum dan terdengar hampir di semua
permukaan paru-paru. Suaranya lembut dan pitch rendah. Suara inspirasi
lebih panjang dibanding suara ekspirasi. Apabila suara terdengar lebih
kuat dari biasanya dapat berarti tergolong suara abnormal dan dapat
digolongkan sebagai harsh vesicular.
Suara paru-paru tambahan (Adventitious Sounds) Kategori terakhir dari
suara paru-paru yaitu suara tambahan (adventitious sound). Suara paru-
paru tambahan ini muncul karena adanya kelainan pada paru-paru yang
disebabkan oleh penyakit. Beberapa contoh suara tambahan pada paru-
paru menurut Ramadhan,M,Z (2012), yaitu :
• Suara monophonic yaitu suara yang terjadi karena adanya blok pada satu
saluran nafas, biasanya sering terjadi saat tumor menekan dinding
bronchioles.
• Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena adanya halangan pada
semua saluran nafas pada saat proses ekspirasi. Kondisi yang
menyebabkan wheezing :
• Asthma
• CHF
• Cronic bronchitis
• COPD
• Pulmonary edema
c. Ronchi

40
Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip
seperti Wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering
disebut coarse ratling sound. Suara ini menunjukkan halangan pada
saluran udara yang lebih besar oleh sekresi. Kondisi yang berhubungan
dengan terjadinya ronchi yaitu :
• Pneumonia
• Asthma
• Bronchitis
• Bronkopasme
d. Stridor
Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar keras pada
trachea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea atau pada larynx
sehingga sangat dianjurkan pertolongan medis.
e. Pleural Rub
Pleural rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau menggeretak
yang terjadi saat permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan
bergesekan satu dan lainnya. Suaranya dapat bersifat kontiniu atau
diskontiniu. Biasanya terlokasi pada suatu tempat di dinding dada dan
terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pleural rub :
• Pleurisy
• Pneumonia
• Tuberculosis
• Pleural effusion

6. Anatomi dan fisiologis pernapasan


a. Anatomi
1. Sistem respirasi atas
Terdiri dari nasal dan pharynx
a. Nasal

41
Berfungsi untuk menyaring kotoran, melembabkan dan
menghangatkan udara yang masuk ke paru-paru

Batas antara nasal dan oral adalah Palatum durum dan palatum
molle.
Stuktur pada nasal terdiri dari :
a) Nares anterior
b) Dorsum nasi
c) Vestibulum nasi
d) Cavum nasi, terdiri dari :

42
Concha :
1) Concha nasalis superior
2) Concha nasalis media
3) Concha nasalis inferior
Meatus :
1) Meatus nasalis superior
2) Meatus nasalis media
3) Meatus nasalis inferior
e) Nares posterior (choana)
f) Sinus paranasal
1) Sinus maxillaris
2) Sinus frontalis
3) Sinus ethmoidalis
4) Sinus sphenoidalis
Vaskularisasi pada nasal :

43
Terdapat 2 plexus besar yaitu plexus keisselbach dan plexus
woodruff.

Inervasi pada nasal yaitu nervus trigeminus (N. V) and nervus


olfactorius (N. I)
b. Pharynx

Terdiri dari 3 bagian yaitu :

44
a) Nasopharynx
b) Oropharynx
c) Laryngopharynx
Terdapat Waldayer’s Ring yang terdiri dari :
a) Tonsilla palatina
b) Tonsilla pharyngea
c) Tonsilla lingualis
Inervasi pharynx :
1) Nasopharynx : Nervus trigeminus branch maxillary (N. V
branch II)
2) Oropharynx : Nervus glossopharyngeus (N. IX)
3) Laryngopharynx : Nervus vagus (N. X)
2. Sistem respirasi bawah
Terdiri dari larynx, trakea, bronchus, bronchiolus, alveolus, dan
pulmo
a. Larynx
Berfungsi untuk jalan udara, melindungi jalan nafas dari benda
asing, dan pembentuk suara.
Struktur larynx :
a) Cartilage tidak berpasangan : cartilage thyroidea,
cartilage cricoidea, dan epiglottis
b) Cartilage berpasangan : cartilage arytenoidea, cartilage
cuneiforme, cartilage corniculata
c) Plica vestibularis
d) Plica vocalis

45
b. Trachea
Struktur dari trachea :
a) Cartilage trachealis
b) Ligamentum annularia
c) Bifurcatio trachealis
Inervasi pada trachea :
Nervus vagus dan nervus laryngeus

46
c.

Bronchus
Terdiri dari :
1. Bronchus Primer
2. Bronchus Sekunder
3. Bronchus Tersier
d. Brochiolus
Merupakan cabang dari bronchus
e. Alveolus
Merupakan kantung udara yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

f. Pulmo
Terdiri dari pulmo dextra dan sinistra.
Pulmo dextra memiliki 3 lobus, sedangkan pulmo sinistra
memiliki 2 lobus.

47
b. Fisiologis
Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal adalah proses pertukaran gas di dalam tubuh yang
mempunyai 3 langkah dasar:
1. Ventilasi pulmonal atau pernapasan, merupakan proses inhalasi dan
ekshalasi udara yang melibatkan pertukaran gas antara atmosfer dan aleoli
paru.
2. Respirasi eksternal (pulmonal) merupakan pertukaran gas antara alveoli
paru dan darah di kapiler paru melewati membran respirasi. Dalam proses
ini kapiler paru mendapatkan O2 dan melepas CO2.
3. Respirasi internal (jaringan) merupakan pertukaran gas antara darah di
kapiler sistemik dan sel jaringan. Pada langkah ini darah melepas O2 dan
memperoleh CO2. Di dalam sel, reaksi metabolik yang menggunakan O2
dan membuang CO2 selama produksi ATP disebut sebagai respirasi
seluler.

Pertukaran gas dan transportasi di paru

48
Darah deoxigenated kembali ke kapiler pulmonal di paru mengandung
CO2 yang terlarut di dalam plasma darah, CO2 dalam bentuk kombinasi
dengan globin (Hb-CO2) dan CO2 yang bersatu dalam HCO3- dalam
eritrosit. Eritrosit juga mengambil ion H+ yang berikatan membentuk Hb-
H. Ketika darah melewati kapiler pulmonal molekul CO2 yang terlarut
dalam plasma dan CO2 yang disosiasi dari eritrosit difusi ke udara alveolar
dan diekshalasikan. Pada waktu yang bersamaan, O 2 yang dihirup difusi
dari udara alveolar masuk ke dalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
membentuk oksihemoglobin (Hb-O2).
Karbondioksida juga dilepas dari HCO3- ketika ion H+ kombinasi
dengan HCO3- di dalam eritrosit. H2CO3 yang terbentuk dari reaksi ini
dipecah menjadi CO2 yang diekshalasikan dan H2O. Ketika konsentrasi
HCO3- turun di dalam eritrosit kapiler pulmonal, HCO3- difusi dari plasma
darah, bertukar dengn ion Cl-.
Jadi, darah oxygenated meninggalkan paru dengan peningkatan
kandungan O2 dan penurunan jumlah CO2 dan H+. Di dalam kapiler
sistemik sel menggunakan O2 dan menghasilkan CO2, maka reaksi kimia
yang terjadi adalah kebalikannya.
Pada saat istirahat, sekitar 200 mL O2 digunakan oleh seluruh sel
tubuh setiap menitnya. Selama olah raga berat, penggunaan oksigen
meningkat 15 – 20 kali pada orang dewasa sehat yang normal, dan 30 kali
lipat pada atlit professional.

49
PENUTUP

1. Kesimpulan
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pnemunonia dibedakan menjadi dua
yaitu pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia
komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit,
sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada 48
jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit. Pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa.
Pneumonia komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak
disebabkan gram negatif. Gejala khas dari pneumonia adalah demam,
menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala. Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi
pasien.
2. Saran
Pada tutorial skenario pertama, tentang pneumonia mahasiswa telah
melakukan diskusi dengan baik hanya saja perlu sedikit koreksi, sebaiknya

50
sebelum pembelajaran tutorial berlangsung sebaiknya mahasiswa sudah
mempersiapkan dengan baik dan sungguh-sungguh dalam melengkapi
logbook. Selama tutorial berlangsung, sebaiknya mahasiswa lebih berpikir
kritis terhadap skenario yang dipelajari, mengenai etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis banding dan penatalaksanaan. Dimana dengan
keterbatasan kondisi yang mengharuskan mahasiswa menjalankan kegiatan
tutorial dirumah namun tetap dengan kesungguhan.

51
DAFTAR PUSTAKA
Andres, E et al. 2018. Respiratory sound analysis in the era of evidence-based
medicine and the world of medicine 2.0. France: Journal of Medicine and
Life
B. Amos, Louella Et All. 2017. Cough. United States: Elsevier Public Health
Emergency Collection
Bird K, Memon J. 2020. Bronchiectasis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.
Batubara, Jose RL. et al. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta : IDAI
De Leo, Simone et all. 2016. Hipertiroidisme.London: National instituties of
Health and the National Italian American Foundation and Fondazine.
Desen,W. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis edisi 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteraan Universitas Indonesia
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dorland, W.A.N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC.
Eroschenko, Victor P. 2015. Atlas Histologi Difiore Dengan Korelasi Fungsional.
Singapura: Elsevier
Giuliano, Christopher. 2020. A Guide to Bacterial Culture Identification And
Results Interpretation. Michigan: A Peer-Reviewed Journal for Managed
Care and Hospital Formulary Management
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC

Hermawan, A. Guntur. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta:
Interna Publishing.

H. Hashmi, Muhammad et all. 2020. Dispnea. Indian: StatPearls

52
Issellbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., &
Kasper, D.L. (2014). Horison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume 1. Edisi 13. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jain, Vardhmaan. 2020. Pneumonia Pathology. Pennsylvania: StatPearls
Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Surabaya: Penerbit Salemba
Medika
LiVolsi Va, et all. 2018. The Pathology of hyperthyroidism. United States:
Departemen of Pathology and Laboratory Medicine, University of
Pennsylvania Medical Center
Loscalszo,J et all. 2010. Harrison’s Pulmonary and critical care medicine. United
States: The McGraw-Hill Companies
Mantero, Marco. 2017. Antibiotic therapy, supportive treatment and management
of immunomodulation-inflammation response in community acquired
pneumonia: review of recommendations. Multidisciplinary Respiratory
Medicine
Nelson-Piercy, C. 2010. Handbook of Obstetric Medicine. 4th Edition. London :
CRC Press
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aru. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Internal Publishing
Snell, Richard S. 2011. Anatomi klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : EGC
Sobotta. 2012. Atlas Anatomi Manusia: Organ-organ Dalam Ed.23. Jakarta : EGC
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th
ed. USA: John Wiley & Sons
.
.

53
54

Anda mungkin juga menyukai