BLOK 7 (RESPIRASI)
“SKENARIO 1”
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
skenario 1 blok 7 Respirasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini
bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Program Studi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Agus Zuliyanto, Sp.
THT- KL selaku tutor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan tutorial ini. Kami menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat kami
harapkan guna perbaikan di masa mendatang.
ii
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
SKENARIO 1..........................................................................................................4
STEP I .....................................................................................................................5
KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................................5
STEP II.....................................................................................................................6
RUMUSAN MASALAH.........................................................................................6
STEP III...................................................................................................................7
PERNYATAAN PENDAPAT.................................................................................7
STEP IV.................................................................................................................11
ANALISIS MASALAH.........................................................................................11
SKEMA..................................................................................................................20
STEP V..................................................................................................................21
TUJUAN PEMBELAJARAN...............................................................................21
STEP VI.................................................................................................................22
BELAJAR MANDIRI...........................................................................................22
STEP VII................................................................................................................23
HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI..............................................................23
PENUTUP..............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43
iii
SKENARIO 1
3
SKENARIO 1
“Batukku Kapan Sembuh ? ”
4
STEP I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Batuk
Adalah reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial untuk membersihkan saluran napas. ( Price, A. S., Wilson
M. L., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. )
2. Dahak
Adalah suatu bahan yang dikeluarkan lewat mulut, berasal dari
trakea, bronkus dan paru – paru. ( Dorland, W.A. Newman. 2013. Kamus
Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta : EGC. )
3. Sesak Napas
Adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan sesak napas yang
pendek dan penggunaan obat bantu pernapasan. Tanda sesak yaitu
peningkatan jumlah frekuensi napas,kebiruan sekitar bibir dan adanya
suara tambahan. (Price,2012)
4. Fremitus
Adalah vibrasi yang dirasakan ketika pasien mengatakan '77'.
Vibrasi normal bila terasa di atas batang bronkus utama.
5. Ronkhi
Adalah suara yang terjadi ketika ada cairan kosong di saluran udara
6. Infiltrate
Adalah zat yang lebih padat dari udara seperti nanah, darah, atau
protein yang tertinggal di dalam parenkim paru
5
6
STEP II
RUMUSAN MASALAH
7
STEP III
PERNYATAAN PENDAPAT
8
warnanya berubah kekuning-kuningan. Sifat dan konsistensi sputum juga
perlu diperhatikan. Sputum merah muda dan berbusa merupakan tanda
adanya edema pari. Sputum berlendir, lengket dan berwarna abu-abu
atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sputum yang berbau busuk
tanda abses paru dan bronkiektasis. (Price, 2012)
9
3. Batuk kronis (> 8 minggu)
Pada perokok mungkin disebabkan oleh COPD atau bronchogenic
carcinoma. Pada non-perokok yang hasil foto thorax-nya normal dan
tidak sedang menggunakan ACE inhibitor, penyebab yang mungkin :
postnasal drip, asthma, dan gastroesophageal reflux
Klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis :
10
dan bisa sembuh selama seminggu (Haque, 2005). Dalam
situasi ini, batuk merupakan simptom yang sementara dan
merupakan kelebihan yang penting dalam proteksi saluran
pernafasan dan pembersihan mukus. Walau bagaimanapun,
terdapat permintaan yang tinggi terhadap obat batuk bebas
yang kebanyakannya mempunyai bukti klinis yang sedikit
dan waktu yang diambil untuk konsultasi ke dokter tentang
simptom batuk.
2. Batuk Sub Akut
Batuk Subakut adalah fase peralihan dari akut akan
menjadi kronis. Dikategorikan subakut bila batuk sudah 3 -
8 minggu. Disebabkan karena terjadi gangguan pada epitel.
3. Batuk Kronis
11
dan disertai pengeluaran dahak. Batuk produktif sebaiknya
tidak diobati dengan obat penekan batuk karena lendir akan
semakin banyak terkumpul di paru-paru.
b) Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak
menghasilkan dahak (sputum), yang juga disebut batuk
kering. Batuk tidak produktif sering membuat tenggorokan
terasa gatal sehingga menyebabkan suara menjadi serak
atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh kemasukan partikel
makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh perokok aktif
maupun pasif), dan perubahan temperatur. Batuk ini dapat
merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau flu.
4. Apakah arti dari ronkhi basah halus nyaring ?
Ronkhi basah merupakan suara napas yang terputus-putus, bersifat
non-musikal biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati
cairan dalam saluran napas. Ronki basah halus terjadi karena adanya
cairan alveoli pada bronkiolus, sedangkan rongki basah yang lebih halus
berasal dari alveoli (krepitasi) akibat terbukanya alveoli pada akhir
inspirasi. Sifat ronki basah dapt bersifat nyaring bila ada infiltrasi misal
pneumonia
5. Interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium ?
PF:
-KU:baik
o -TD:120/70 mmHg (normal)
-Nadi :110x/menit
o Normal: 60-100x/menit
RR:26x/menit
o Normal :16-20x /menit
-Suhu : 38,3 C
o Normal:36,5-37,5 C
12
-Pem.Thorax
o Kelainan pada hemithorax kiri yaitu fremitus meningkat
o Perkusi didapatkan redup dan auskultasi terdengar ronki basah halus
nyaring
Pemeriksaan Laboratorium:
-Hb : 13,7 gr/dl
o Normal: Lk 14-18 gr/dl,Pr 12-16 gr/dl
-Leukosit :13.500 mm
o Normal: 4.500-10.000 mm
-Hematokrit:41,2℅
o Normal: Lk (40-48℅),Pr (37-43℅)
-Trombosit:210.000 mm
o Normal:150.000-400.000 mm
-Foto Thorax infiltrat dibagian tengah dan basal paru kiri (Infiltrat:
gambaran radiologi yang biasanya ditemukan pada rontgen yang
merupakan gambaran seperti bayangan atau bercak
6. Bagaimana sputum dapat terbentuk?
Proses Pembentukan Mukus
Mukus di produksi oleh sel goblet (Gambar 2). Mukus menjaga agar
jaringan tetap lembab, sehingga partikel yang masuk dalam saluran napas
akan tertangkap/ menempel, hal ini merupakan mekanisme pertahanan
normal. Namun bila terjadi paparan oleh partikel (benda/ bakteri dll),
maka duktus kelenjar goblet mengalami dilatasi, sedangkan sel goblet
mengalami hipertrofi dan hiperplasi kelenjar, yang berakibat terjadi
produksi mukus yang berlebihan. Saluran napas memproduksi mukus yang
tersusun atas: air, karbohidrat, protein dan lemak. Kadar air yang tinggi
membantu melembabkan udara yang lewat saluran napas.
13
Gambar 2. Sel Goblet
14
yang lebih bawah, silia pada trachea dan bronkhus, menghalau mukus
yang masuk ke faring untuk di telan. Gerakan ini melawan grafitasi (di
sebut sebagai eskalator mukus).
Bila banyak mukus yang terkumpul, reseptor batuk akan terangsang,
sehingga udara beserta mukus akan terlempar keluar dari saluran napas/
trakhea. Makin ke bawah epitel dan sillia makin tipis, sehingga bila ada
partikel yang masuk sampai ke bronkhioli maka partikel akan di tangkap
oleh makrofag alveolar atau di batukkan kelua
9. Bagaimana mekanisme batuk ?
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula
dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan
di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan
glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan
tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari
sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka.
Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar
antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian
lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal
volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama
dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan
memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi
yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan
lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis
akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan
abdomen akan meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glotis
merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver
ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda.
15
Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih
besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga
dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase
ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas
serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal.
Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50
detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai
24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan
diameter trakea sampai 80%. (Aditama, 2016)
10. Bagaimana hubungan antara batuk dan demam ?
Batuk berdahak yang terjadi merupakan manifestasi yang timbul kibat
adanya alergi dari luar tubuh yang menyebabkan adanya hipersekresi dari
mucus yang ada di saluran pernapasan. Oleh karena adanya pajanan alergi
tersebut, mengakibatkan tubuh untuk berusaha mengeluarkan benda asing
tersebut melalui batuk. Dahak yang keluar merupakan hasil dari
hipersekresi yang timbul akibat alergi yang menyebabkan adanya
inflamasi.
16
17
STEP IV
ANALISIS MASALAH
SKEMA
Sdr.M 20 tahun
Ke Klinik
Diagnosis
Diagnosis Banding Diagnosis kerja
1. Edema Paru Pneumonia
2. Bronkiektasis
18
STEP V
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien pada kasus
tersebut ?
2. Diagnosis banding dari kasus tersebut ?
3. Diagnosis kerja dari kasus tersebut ?
4. Penatalaksanaan berdasarkan diagnosis dari kasus ?
5. Bagaimana perbedaan suara paru yang abnormal ?
6. Anatomi dan fisiologis pernapasan ?
19
STEP VI
BELAJAR MANDIRI
20
STEP VII
HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologi
21
Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga
dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan
terkadang juga dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles
pada infeksi akibat S.aureus.
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
22
misal Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri
gram negatif. Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk
memastikan sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur
sputum dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab
pneumonia komunitas kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola
transmisi yang sering terjadi, atau adanya resistensi. Kultur darah
sebaiknya dilakukan pada pasien pneumonia komunitas derajat berat,
dikarenakan kemungkinan terjadinya multiinfeksi lebih tinggi
dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada umumnya. Cairan pleura
atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel apabila
terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang di isi cairan tersebut.
(Arjanardi, 2014)
23
interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan
molekul besar seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu
atau lebih dari faktor-faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema
paru.
2. Bronkiektasis
24
interleukin-8 (CXCL-8), dan leukotrien B4. Kolonisasi bakteri jalan nafas
terjadi karena gangguan pembersihan mukosiliar dan karena kegagalan
pembunuhan opsonofagositik neutrofil. Mekanisme lain dari disfungsi
kekebalan termasuk ketidakmampuan untuk membersihkan sel apoptosis
dan invasi sel-T, dengan laporan terbaru yang menyebabkan sel Th17
memainkan peran penting. Perubahan histologis pada bronkiektasis
termasuk kerusakan tulang rawan dan fibrosis, hiperplasia kelenjar
mukosa dan mukosa, infiltrasi sel inflamasi, dan peningkatan mukosa dan
eksudat.
Batuk: 98%, dahak: 78% (dahak biasanya berlendir dan relatif tidak
berbau), dispnea: 62%, hemoptisis: 56% hingga 92%, dan nyeri dada
pleuritik: 20% (sekunder akibat batuk kronis).
25
Mengi: 22% (mengi mungkin karena gangguan aliran udara dari
sekresi)
3. Bronkopneumonia
Etiologi
a. Faktor Infeksi :
26
trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus: Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma
pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi. Pada
anak besar – dewasa muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia,
C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M.
tuberculosis.
Pathogenesis
27
Tatalaksana :
28
a. Penatalaksaan Umum
b. Penatalaksanaan Khusus
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
Prognosis
29
Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat
alveolus biasanya terisi dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014).
Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada
masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006).
Pneumonia pada anak merupakan masalah yang umum dan menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia (Gessman, 2009).
Klasifikasi pneumonia
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan
teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari
pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu
bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi
30
pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong,
2004).
Etiologi pneumonia
Klasifikasi pneumonia
31
Manifestasi klinis
a. Kepala terangguk-angguk
a. Nafas cepat
32
1) Crackles (ronki)
c. Sianosis
Komplikasi
33
4. Penatalaksanaan berdasarkan diagnosis dari kasus
Terapi farmakologis
Antibiotik merupakan pilihan utama untuk terapi farmakologis
pneumonia komunitas. Hal ini dikarenakan data epidemiologis pada
penelitian - penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bakteri merupakan
patogen yang sering ditemukan, dan menjadi penyebab utama pneumonia
komunitas. Terapi antibiotik pada pneumonia komunitas dapat diberikan
secara empiris maupun menyesuaikan berdasarkan patogen penyebabnya.
Pada salah satu studi prospektif, tidak ada perbedaan signifikan antara
inisiasi pemberian terapi empirik dengan pemberian terapi sesuai dengan
patogen penyebabnya.
34
Panduan IDSA/ATS merekomendasikan pemberian Drotrecogin alfa
yang teraktivasi dari golongan imunomodulator pada pasien pneumonia
komunitas dengan komplikasi sepsis berat dan memiliki resiko mortalitas
yang tinggi. Pemberian steroid tidak direkomendasikan pada pasien
pneumonia komunitas, dan di sebuah penelitan menunjukkan bahwa
pemberian prednisolone selama satu minggu tidak mempengaruhi hasil
terapi secara signifikan. Pada pasien yang sudah membaik dapat dilakukan
alih terapi dari terapi secara intravena ke oral.
Lama rawat inap
Durasi perawatan pada pasien non ICU minimal 5 hari, dan sudah
melewati kondisi afebrile (tanpa demam) selama 48 – 72 jam, disertai
tekanan darah yang stabil, asupan oral yang adekuat, saturasi oksigen
>90%. Sementara pada pasien ICU mimimal perawatan 10 – 14 hari,
dengan dapat diberikan terapi tambahan apabila ada dugaan
multiinfeksi.7,36 Salah satu penelitian yang dilakukan di 10 negara Eropa
menemukan bahwa rerata lama rawat inap, kecuali yang mengalami
rekuren adalah sebesar 12,1 hari atau dengan nilai median yaitu 9 hari.
Sedangkan apabila pneumonia rekuren dilibatkan, maka rerata lama rawat
inap menjadi sebesar 12,6 hari dengan nilai median yaitu 10 hari.
35
Penggantian jalur memasukkan obat dari intravena ke oral setelah 3
hari perawatan pada pasien pneumonia komunitas berat menunjukkan hasil
positif dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi
pasien lebih awal dan penggunaan kriteria khusus untuk menentukan
kapan pasien keluar rumah sakit merupakan tahap selanjutnya untuk dapat
menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi pasien lebih awal
didefinisikan sebagai suatu pergantian posisi dari horizontal menjadi
vertikal selama kurang lebih 20 menit pada 24 jam pertama masuk rumah
sakit, disertai perkembangan pergerakan tiap harinya selama perawatan,
sedangkan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah
sakit yaitu dengan menggunakan status kondisi mental dan oksigenasi
pasien pada suhu ruangan. Pada penelitian yang menggunakan ketiga tahap
ini, lama rawat inap dapat ditekan hingga mencapai rerata 3,9 hari
dibandingkan 6 hari pada pasien perlakuan biasa.
Komplikasi dan penyebab kematian
Pneumonia komunitas yang gagal diterapi dapat menyebabkan
berbagai komplikasi, bahkan berujung kematian. Gagal napas, yang dalam
bentuk berat dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
dan sepsis merupakan komplikasi yang dimungkinkan dapat terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh MJ Fine,dkk menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien yang masih hidup memiliki 1 atau lebih komplikasi
medis, sedangkan dari semua pasien yang meninggal, penyebab utamanya
adalah gagal napas (42,5%), aritmia jantung (8%), dan sepsis (5,3%).Hasil
pada penelitian lain menunjukkan komplikasi gagal napas, sepsis atau
bakteremia, dan aritmia jantung merupakan penyebab kematian paling
banyak. Penyakit komorbiditas dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
pneumonia komunitas itu sendiri, bahkan juga dapat menyebabkan
kematian apabila tidak ditangani dengan benar. Pada salah satu penelitian
disebutkan bahwa jumlah pasien yang memiliki 1 atau 2 komorbiditas
lebih banyak dibandingkan yang tidak memiliki penyakit komorbiditas,
dengan komorbiditas paling banyak yaitu penyakit pulmonal. Penelitian
36
lain tentang penyakit komorbiditas menyatakan bahwa penyakit
bronkopulmonal merupakan komorbiditas yang sering ditemukan, diikuti
25 dengan kardiovaskuler, keganasan, dan gangguan neurologis. Pada
penelitian yang lain disebutkan bahwa gangguan neurologis (29%), kanker
paru (13%), dan iskemik jantung (13%) merupakan penyebab paling sering
kematian oleh karena penyakit komorbiditas.
Penentuan Penatalaksanaan
37
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau
lebih' kriteria di bawah ini :
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis.
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif
38
adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor
tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor
> 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral,
dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain
bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
5. Perbedaan suara paru yang abnormal
Suara Paru-Paru Normal Pada suara paru-paru normal, dapat dibagi
lagi menjadi 4 bagian. Pembagian ini didasarkan pada posisi stetoskop
pada saat auskultasi (Ramadhan, M,Z. 2012).. Pembagian yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Tracheal Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian tracheal, yaitu
pada bagian larik dan pangkal leher.
2. Bronchial Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian bronchial,
yaitu suara pada bagian percabangan antara paru-paru kanan dan paru-paru
kiri.
3. Bronchovesicular Sound, suara ini didengar pada bagian ronchus, yaitu
tepat pada bagian dada sebelah kanan atau kiri.
4. Vesicular Sound, suara yang dapat didengar pada bagian vesicular, yaitu
bagian dada samping dan dada dekat perut.
Suara Paru-Paru Abnormal Pada saat dilakukan auskultasi, tidak
jarang dapat didengar suara paru-paru yang normal (normal sound) namun
terdengar di tempat yang tidak seharusnya pada bagian interior dan
posterior. Hal ini menyebabkan suara paru-paru yang didengar
digolongkan pada suara abnormal. Beberapa bagian dari suara abnormal
menurut Ramadhan,M,Z (2012) seperti berikut :
a. Decreased Breath Sound (Absent) Sering ditemukan suara paru-paru
tidak terdengar pada bagian dada atau dapat dikatakan suara menghilang
yang dapat berarti terdapat suatu masalah pada bagian tersebut. Masalah
yang terjadi dapat disebabkan oleh penyakit seperti daging yang tumbuh
hingga paru-paru yang mengecil.
39
b. Bronchial Terdengar suara inspirasi keras disusul dengan ekspirasi yang
lebih keras lagi. Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara
terdengar dekat dengan stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan
ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi terdengar lebih lama
dibanding suara inspirasi. Jika suara ini terdengar dimana-mana kecuali di
manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah
konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.
c. Harsh Vesicular Suara pernafasan vesikular merupakan suara
pernafasan normal yang paling umum dan terdengar hampir di semua
permukaan paru-paru. Suaranya lembut dan pitch rendah. Suara inspirasi
lebih panjang dibanding suara ekspirasi. Apabila suara terdengar lebih
kuat dari biasanya dapat berarti tergolong suara abnormal dan dapat
digolongkan sebagai harsh vesicular.
Suara paru-paru tambahan (Adventitious Sounds) Kategori terakhir dari
suara paru-paru yaitu suara tambahan (adventitious sound). Suara paru-
paru tambahan ini muncul karena adanya kelainan pada paru-paru yang
disebabkan oleh penyakit. Beberapa contoh suara tambahan pada paru-
paru menurut Ramadhan,M,Z (2012), yaitu :
• Suara monophonic yaitu suara yang terjadi karena adanya blok pada satu
saluran nafas, biasanya sering terjadi saat tumor menekan dinding
bronchioles.
• Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena adanya halangan pada
semua saluran nafas pada saat proses ekspirasi. Kondisi yang
menyebabkan wheezing :
• Asthma
• CHF
• Cronic bronchitis
• COPD
• Pulmonary edema
c. Ronchi
40
Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip
seperti Wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering
disebut coarse ratling sound. Suara ini menunjukkan halangan pada
saluran udara yang lebih besar oleh sekresi. Kondisi yang berhubungan
dengan terjadinya ronchi yaitu :
• Pneumonia
• Asthma
• Bronchitis
• Bronkopasme
d. Stridor
Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar keras pada
trachea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea atau pada larynx
sehingga sangat dianjurkan pertolongan medis.
e. Pleural Rub
Pleural rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau menggeretak
yang terjadi saat permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan
bergesekan satu dan lainnya. Suaranya dapat bersifat kontiniu atau
diskontiniu. Biasanya terlokasi pada suatu tempat di dinding dada dan
terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pleural rub :
• Pleurisy
• Pneumonia
• Tuberculosis
• Pleural effusion
41
Berfungsi untuk menyaring kotoran, melembabkan dan
menghangatkan udara yang masuk ke paru-paru
Batas antara nasal dan oral adalah Palatum durum dan palatum
molle.
Stuktur pada nasal terdiri dari :
a) Nares anterior
b) Dorsum nasi
c) Vestibulum nasi
d) Cavum nasi, terdiri dari :
42
Concha :
1) Concha nasalis superior
2) Concha nasalis media
3) Concha nasalis inferior
Meatus :
1) Meatus nasalis superior
2) Meatus nasalis media
3) Meatus nasalis inferior
e) Nares posterior (choana)
f) Sinus paranasal
1) Sinus maxillaris
2) Sinus frontalis
3) Sinus ethmoidalis
4) Sinus sphenoidalis
Vaskularisasi pada nasal :
43
Terdapat 2 plexus besar yaitu plexus keisselbach dan plexus
woodruff.
44
a) Nasopharynx
b) Oropharynx
c) Laryngopharynx
Terdapat Waldayer’s Ring yang terdiri dari :
a) Tonsilla palatina
b) Tonsilla pharyngea
c) Tonsilla lingualis
Inervasi pharynx :
1) Nasopharynx : Nervus trigeminus branch maxillary (N. V
branch II)
2) Oropharynx : Nervus glossopharyngeus (N. IX)
3) Laryngopharynx : Nervus vagus (N. X)
2. Sistem respirasi bawah
Terdiri dari larynx, trakea, bronchus, bronchiolus, alveolus, dan
pulmo
a. Larynx
Berfungsi untuk jalan udara, melindungi jalan nafas dari benda
asing, dan pembentuk suara.
Struktur larynx :
a) Cartilage tidak berpasangan : cartilage thyroidea,
cartilage cricoidea, dan epiglottis
b) Cartilage berpasangan : cartilage arytenoidea, cartilage
cuneiforme, cartilage corniculata
c) Plica vestibularis
d) Plica vocalis
45
b. Trachea
Struktur dari trachea :
a) Cartilage trachealis
b) Ligamentum annularia
c) Bifurcatio trachealis
Inervasi pada trachea :
Nervus vagus dan nervus laryngeus
46
c.
Bronchus
Terdiri dari :
1. Bronchus Primer
2. Bronchus Sekunder
3. Bronchus Tersier
d. Brochiolus
Merupakan cabang dari bronchus
e. Alveolus
Merupakan kantung udara yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
f. Pulmo
Terdiri dari pulmo dextra dan sinistra.
Pulmo dextra memiliki 3 lobus, sedangkan pulmo sinistra
memiliki 2 lobus.
47
b. Fisiologis
Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal adalah proses pertukaran gas di dalam tubuh yang
mempunyai 3 langkah dasar:
1. Ventilasi pulmonal atau pernapasan, merupakan proses inhalasi dan
ekshalasi udara yang melibatkan pertukaran gas antara atmosfer dan aleoli
paru.
2. Respirasi eksternal (pulmonal) merupakan pertukaran gas antara alveoli
paru dan darah di kapiler paru melewati membran respirasi. Dalam proses
ini kapiler paru mendapatkan O2 dan melepas CO2.
3. Respirasi internal (jaringan) merupakan pertukaran gas antara darah di
kapiler sistemik dan sel jaringan. Pada langkah ini darah melepas O2 dan
memperoleh CO2. Di dalam sel, reaksi metabolik yang menggunakan O2
dan membuang CO2 selama produksi ATP disebut sebagai respirasi
seluler.
48
Darah deoxigenated kembali ke kapiler pulmonal di paru mengandung
CO2 yang terlarut di dalam plasma darah, CO2 dalam bentuk kombinasi
dengan globin (Hb-CO2) dan CO2 yang bersatu dalam HCO3- dalam
eritrosit. Eritrosit juga mengambil ion H+ yang berikatan membentuk Hb-
H. Ketika darah melewati kapiler pulmonal molekul CO2 yang terlarut
dalam plasma dan CO2 yang disosiasi dari eritrosit difusi ke udara alveolar
dan diekshalasikan. Pada waktu yang bersamaan, O 2 yang dihirup difusi
dari udara alveolar masuk ke dalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
membentuk oksihemoglobin (Hb-O2).
Karbondioksida juga dilepas dari HCO3- ketika ion H+ kombinasi
dengan HCO3- di dalam eritrosit. H2CO3 yang terbentuk dari reaksi ini
dipecah menjadi CO2 yang diekshalasikan dan H2O. Ketika konsentrasi
HCO3- turun di dalam eritrosit kapiler pulmonal, HCO3- difusi dari plasma
darah, bertukar dengn ion Cl-.
Jadi, darah oxygenated meninggalkan paru dengan peningkatan
kandungan O2 dan penurunan jumlah CO2 dan H+. Di dalam kapiler
sistemik sel menggunakan O2 dan menghasilkan CO2, maka reaksi kimia
yang terjadi adalah kebalikannya.
Pada saat istirahat, sekitar 200 mL O2 digunakan oleh seluruh sel
tubuh setiap menitnya. Selama olah raga berat, penggunaan oksigen
meningkat 15 – 20 kali pada orang dewasa sehat yang normal, dan 30 kali
lipat pada atlit professional.
49
PENUTUP
1. Kesimpulan
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pnemunonia dibedakan menjadi dua
yaitu pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia
komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit,
sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada 48
jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit. Pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa.
Pneumonia komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak
disebabkan gram negatif. Gejala khas dari pneumonia adalah demam,
menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala. Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi
pasien.
2. Saran
Pada tutorial skenario pertama, tentang pneumonia mahasiswa telah
melakukan diskusi dengan baik hanya saja perlu sedikit koreksi, sebaiknya
50
sebelum pembelajaran tutorial berlangsung sebaiknya mahasiswa sudah
mempersiapkan dengan baik dan sungguh-sungguh dalam melengkapi
logbook. Selama tutorial berlangsung, sebaiknya mahasiswa lebih berpikir
kritis terhadap skenario yang dipelajari, mengenai etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis banding dan penatalaksanaan. Dimana dengan
keterbatasan kondisi yang mengharuskan mahasiswa menjalankan kegiatan
tutorial dirumah namun tetap dengan kesungguhan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Andres, E et al. 2018. Respiratory sound analysis in the era of evidence-based
medicine and the world of medicine 2.0. France: Journal of Medicine and
Life
B. Amos, Louella Et All. 2017. Cough. United States: Elsevier Public Health
Emergency Collection
Bird K, Memon J. 2020. Bronchiectasis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.
Batubara, Jose RL. et al. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta : IDAI
De Leo, Simone et all. 2016. Hipertiroidisme.London: National instituties of
Health and the National Italian American Foundation and Fondazine.
Desen,W. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis edisi 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteraan Universitas Indonesia
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dorland, W.A.N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC.
Eroschenko, Victor P. 2015. Atlas Histologi Difiore Dengan Korelasi Fungsional.
Singapura: Elsevier
Giuliano, Christopher. 2020. A Guide to Bacterial Culture Identification And
Results Interpretation. Michigan: A Peer-Reviewed Journal for Managed
Care and Hospital Formulary Management
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC
Hermawan, A. Guntur. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta:
Interna Publishing.
52
Issellbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., &
Kasper, D.L. (2014). Horison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume 1. Edisi 13. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jain, Vardhmaan. 2020. Pneumonia Pathology. Pennsylvania: StatPearls
Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Surabaya: Penerbit Salemba
Medika
LiVolsi Va, et all. 2018. The Pathology of hyperthyroidism. United States:
Departemen of Pathology and Laboratory Medicine, University of
Pennsylvania Medical Center
Loscalszo,J et all. 2010. Harrison’s Pulmonary and critical care medicine. United
States: The McGraw-Hill Companies
Mantero, Marco. 2017. Antibiotic therapy, supportive treatment and management
of immunomodulation-inflammation response in community acquired
pneumonia: review of recommendations. Multidisciplinary Respiratory
Medicine
Nelson-Piercy, C. 2010. Handbook of Obstetric Medicine. 4th Edition. London :
CRC Press
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aru. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Internal Publishing
Snell, Richard S. 2011. Anatomi klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : EGC
Sobotta. 2012. Atlas Anatomi Manusia: Organ-organ Dalam Ed.23. Jakarta : EGC
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th
ed. USA: John Wiley & Sons
.
.
53
54