Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 4

“ CEK KESEHATAN ”

Kelompok 5
Ketua : Mym Dzulfan Azmi (1513010031)
Scribber : Havidza Rivani (1513010012)
Notulen : Prima Ufiyantama A.S (1513010034)
Anggota : Fabella K. Pertiwi (1513010005)
Havidza Rivani (1513010012)
A.A.SG. Kuntya Sareeta (1513010016)
Glennis Widra Shintyalola (1513010040)
M. Rafid H. Ifnu. R (1513010041)
Brahmantyo Prabu W. S (1513010043)
Ken Agesta Ade Permata (1513010044)
Tutor : dr. Nasyid Abdullah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2016
SKENARIO 4

“ CEK KESEHATAN ”

Tn. Farhat usia 34 tahun datang ke poliklinik untuk memeriksakan kesehatannya.


Akhir-akhir ini Tn. Farhat sering merasakan pegal pegal pada kedua tangan
kadang disertai kesemutan. Riwayat penyakit keluarga : ayah pasien obesitas dan
menderita penyakit jantung koroner. Tinggi badan 165 cm, berat badan 90 kg,
lingkar perut 95 cm, tekanan darah : 160/90 mmHg. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan : kolesterol 230 mg/dl, HDL 30 mg/dl, Trigliserid 200
mg/dl, gula darah sewaktu 220 mg/dl. Tn Farhat merasa ketakutan apabila ia
terkena penyakit seperti yang diderita ayahnya. Kemudian dokter memberikan
beberapa obat, pengaturan diet dan olahraga Tn Farhat.
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Obesitas
Penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak
berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan.
(Sudoyo AW et al, 2009)
2. Kolesterol
Adalah lemak berwarna kekuningan berbentuk seperti lilin yang
diproduksi oleh tubuh manusia terutama di dalam hati
(Nilawati, 2008)
3. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan
arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak/plak (plague) pada
dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala.
(Misnadierly, 2007)
4. HDL
Merupakan bentuk kolesterol yang baik karena mampu untuk menurunkan
pembentukan aterosklerosis
(Komoda, 2010)
5. Trigliserida
Trigliserida adalah ester organik yang dibentuk oleh esterifikasi gliserol
dan 3 molekul rantai asam lemak
(Peter A Mayes, 2003)
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang menyebabkan pegal pegal pada kedua tangan dan kesemutan?
2. Apa hubungan antara riwayat penyakit keluarga dengan keluhan utama?
3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang?
4. Bagaimana penatalaksanaan pertama pada kasus?

BAB III

BRAIN STORMING
1. Apa yang menyebabkan pegal pegal pada kedua tangan dan
kesemutan?
Kesemutan terjadi karena adanya hambatan pada hantaran pesan oleh
syaraf ke otak. Sensasi normal hilng saat adanya hambatan tersebut
sehingga dapat terjadi kebas atau baal. Saat hambatan terlepas dan syaraf
mulai mengirim pesan lagi ke otak pada saat itulah terjadi kesemutan. Ada
dua macam kesemutan, yaitu kesemutan sementara dan kesemutan lama.
Kesemutan sementara terjadi karena posisi tubuh, tungkai, kaki, lengan
atau tangan sedemikian rupa sehingga terjadi penekanan pada daerah
tertentu. Kesemutan akan hilang apabila posisi tubuh diperbaiki.
Sedangkan pada kesemutan lama terjadi akibat :
a. Pada jepitan syaraf pada ruas tulang punggung karena masalah pada
tulang punggung. Misalnya jepitan di daerah cervicalis, maka
kesemutan dapat terjadi di leher, bahu, lengan tangan sampai jari.
b. Carpal tunnel syndrom. Jepitan syaraf pada terowongan carpal di
pergelangan tangan. Terasa dari pergelangan tangan hingga ujung jari.
c. Diabetes Mellitus. DM dapat merusak pembuluh darah kapiler yang
menyuplai darah ke syaraf pada jari tangan atau kaki (peripheral
neuropathy)
d. Neuritis. Peradangan yang terjadi pada syaraf yang biasanya
disebabkan oleh konsumsi alkohol, zat zat berbahaya dalam asap
rokok, infeksi virus atau bakteri.
e. Trauma (kerusakan ujung syaraf), obat (Obat-obat chemotherapy,
antiretroviral, metronidazole)

(Muhtadi, 2011)

2. Apa hubungan antara riwayat penyakit keluarga dengan keluhan


utama?
 Hubungan obesitas dengan penyakit jantung koroner
a. Obesitas dapat meningkatkan penyakit jantung koroner yang
disebabkan karena perubahan aliran darah yang tertahan karena lemak
yang tertimbun di dalam tubuh. Penimbunan lemak ini mengakibatkan
kolesterol jahat semakin banyak.
b. Pada orang yang memiliki kelebihan berat badan akan mempengaruhi
beratnya kerja jantung dalam memompa darah untuk dialirkan ke
seluruh tubuh.
c. Penderita obesitas mengalami penyempitan pada pembuluh darah
yang disebabkan oleh lemak yang dapat menaikkan tekanan darah.
(Krauss RM, Winston M., 2012)
Menurut penelitian anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan
normal mempunyai 10% resiko kegemukan. Bila salah satu orang tuanya
menderita kegemukan, maka peluang itu meningkat menjadi 40-50%. Dan
bila kedua orang tuanya menderita kegemukan maka peluang faktor
keturunan menjadi 70-80%. Obesitas itu sendiri merupakan salah satu
faktor resiko penyakit jantung koroner. (Purwati, 2001)
 Etiopatogenesis dari obesitas
 Genetik : efek genetik bersifat kompleks dan poligenik dengan
kemungkinan diturunkan 20-40%
 Lingkungan : makanan dengan kandungan lemak tinggi, cepat saji,
tinggi kalori, jarang berolahraga
 Neuroendokrin : neuropeptida Y (hormon hipotalamus yang
merangsang nafsu makan) dan Leptin (hormon peptida yang
disintesa di jaringan lemak yang bekerja di hipotalamus untuk
menekan asupan makanan dan pengeluaran energi), bekerja sama
dengan neurotransmiter lain, mengatur keseimbangan energi.
(Davey, 2005)
 Faktor penyebab obesitas
Etiologi Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak
bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat
dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas
fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan
mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak
adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan
adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik
dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan
makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak
baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab,
diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang
menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana
perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress.
Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi
kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini
didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru
terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar
kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh
karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas
pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus
bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara
berlebihan dan obese, serta terjadi perubahan yang nyata pada
neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti
NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-
MSH pada hewan obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) . Input
dari vagal juga terhitung penting, membawa informasi dari viseral, seperti
peregangan dari usus (Flier et al, 2005).
Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan
satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi
dan penyimpanan lemak serta defek monogenik seperti mutasi MCR-4,
defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin (Guyton, 2007).
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida
usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan
oleh adiposit yang bekerja melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi
leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung
dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol
adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis
(Wilborn et al, 2005). Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan
kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan memberi sinyal ke otak secara
langsung ke pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus
(Flier et al, 2005).
Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit,
termasuk glukosa, dapat mempengaruhi nafsu makan, yang
mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan rasa lapar. Akan
tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan (Flier et al, 2005).
Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi
disebutkan diatas bekerja melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida
hipotalamus seperti NPY, AgRP, Universitas Sumatera Utara alpha-MSH,
an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik,
endokannabinoid, dan jalur singnal opioid (Flier et al, 2005).
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma
dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas
adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma,
craniophryngioma, gangguan lain pada hipotalamus (Flier et al, 2005)

3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang?
Derajat hipertensi
Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999

Penilaian pasien obesitas


Penilaian klinis pada pasien obesitas meliputi :
 Memastikan obesitas dengan menghitung IMT dan menilai pola
distribusi lemak tubuh : obesitas sentripetal (rasio pinggang/
panggul > 0,9 pada wanita, > 1,0 pada pria) berhubungan dengan
meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular.
 Perjalanan obesitas menurut waktu : apakah obesitas baru terjadi
atau sudah lama, pernah atau tidaknya dilakukan tindakan terapi
untuk obesitas dan riwayat keluarga.
 Penyebab sekunder : sangat jarang tapi harus dicari jika baru-baru
ini (kurang dari beberapa tahun yang lalu) pernah ada kenaikan
berat badan tanpa penyebab yang jelas, dan/atau jika ada tanda
fisik atau hasil tes biokimiawi abnormal. (Davey, 2005)
4. Bagaimana penatalaksanaan pertama pada kasus?
A. Non Medika mentosa
- Terapi diet untuk obesitas
Terapi diet direncanakan berdasarkan individu. Hal ini bertujuan
untuk membuat deficit 500 hingga 1000 kcal/hari menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari program penurunan berat badan
apapun. Sebelum menganjurkan deficit kalori sebesar 500 hingga
1000 kcal/hari sebaiknya diukur kebutuhan kalori basal terlebih
dahulu.
- Aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting
dari program penurunan berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak
menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka
waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan teradi
karena penurunan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama
membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan
tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko
kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan
pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Untuk pasien obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan,
dan intensitasnya sebaiknya ditingkatkan secara bertahap
sepanjang hari. Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan
berjalan kaki selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan aktivitasnya selama 45 menit
dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
- Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul
pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik
meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan
aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan
masalah, contingency management, cognitive restructuring dan
dukungan sosial.
- Terapi bedah
Merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan.
Terapi ini hanya dilakukan pada pasien obesitas berat secara klinis
dengan BMI ≥ 40 atau ≥ 35 dengan kondisi komorbid. Terapi
bedah ini harus dilakuka dengan alternative terakhir untuk pasien
yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi
obesitas yang ekstrem.
- Terapi nutrisi medis untuk Dislipidemia
Merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang dengan
dislipidemia, oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi
dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori
dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar LDL atau kolesterol total
tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan
meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda.
Pada pasien dengan kadar trigliserida tinggi perlu dikurangi asupan
karbohidrat, alkohol dan lemak.
- Edukasi
B. Medika mentosa
- Mengatasi kadar trigliserida yang tinggi dengan menggunakan obat
golongan fibrat (gemfibrozil, fenofibrate) atau golongan lain
seperti statin dan asam nikotinic
- Meningkatkan kadar HDL kolesterol dengan obat golongan statin
dan fibrat
- Untuk hipertensi, pada penderita sindrom metabolik tanpa diabetes,
pilihan terbaik untuk obat antihipertensi adalah ACE inhibitor
(captopril, enalapril) dan angiotensin II receptor blocker
(Valsartan,Losartan).
- Kadar gula darah terganggu, obat yang menjadi pilihan adalah
metformin. Golongan biguanid (metformin) dan Thiazolidindion
(rosiglitazone, pioglitazone) dapat meningkatkan sensitivitas
insulin dan kerja insulin di hati.

Untuk pencegahan primer sindrom metabolik dilakukan dengan


penyuluhan tentang perubahan pola makan, menghindari stress, latihan
fisik untuk memperbaiki kontrol gula darah, mempertahankan atau
menurunkan berat badan serta dapat meningkatkan kadar HDL.
Latihan fisik yang cocok dan aman adalah latihan aerobik dan weight
resistance (daya angkat beban)

(Syarif, 2008)
BAB IV
BAB V

LEARNING OBJECTIVE

1. Definisi, etiologi, faktor resiko dan manifestasi klinik dari sindrom


metabolik
2. Patofisiologi sindrom metabolik
3. Kriteria sindrom metabolik
4. Penegakkan diagnosis
5. Penatalaksanaan Sindrom metabolik
6. Komplikasi dan prognosis sindrom metabolik
BAB VI

BELAJAR MANDIRI
BAB VII

HASIL BELAJAR

1. Definisi, etiologi, faktor resiko dan manifestasi klinik dari sindrom


metabolik
A. Definisi
Sindrom metabolik adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki
tekanan darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa
hiperglikemia.
(Gu D et al, 2005)
B. Etiologi
Etiologi sindrom metabolik belum diketahui secara pasti. Suatu hipotesis
menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah
resistensi insulin. Menurut pendapat Tenebaum, penyebab sindrom
metabolik adalah :
a. Gangguan fungsi sel beta dan hipersekresi insulin untuk
mengkompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya
komplikasi makrovaskuler (misalnya komplikasi jantung)
b. Kerusakan berat sel beta menyebabkan penurunan progresif sekresi
insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan
komplikasi mikrovaskuler (misalnya nephropathy diabetica)

Hipotesis lain juga menyatakan bahwa penyebab primer sindrom


metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin berkolerasi dengan
timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar
pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan
penyakit kardiovaskuler diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif
yang menimbulkan disfungsi endoten yang akan menyebabkan kerusakan
vaskuler dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain karena perubahan
hormonal yang mendasari terjadinya obesitas sentral. Suatu studi
membuktikan bahwa individu yang mengalami kadar kortisol dalam serum
(yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami obesitas sentral, resistensi
insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga menyatakan bahwa
ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat
stress akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan
psikososial dan infark miokard.

(Ford, 2001)
C. Faktor resiko
Berat badan berlebih atau obesitas menjadi faktor resiko utama dari
sindrom metabolik. Obesitas sentral yang menjadi ciri utama sindrom
metabolik. Berdasarkan hasil studi prevalensi sindrom metabolik
didukung oleh hubungan yang kuat antara lingkar pinggang dan
peningkatan jaringan adipose. Namun, terlepas dari obesitas, pasien
yang memiliki berat badan normal juga memungkinkan mengalami
resistensi insulin dan memiliki sindrom metabolik. Sindrom ini sering
kali dihubungkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab utamanya
adalah gaya hidup yang sedenter atau kurangnya aktivitas fisik. Hal
tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap peningkatan jaringan
adipose (terutama bagian abdominal, penurunan HDL, peningkatan
trigliserida dan tekanan darah.
Penuaan juga berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolik.
Dalam suatu survey, 44% populasi dengan usia diatas 50 tahun
memiliki sindrom metabolik. Sebagian besar adalah wanita.
Ketergantungan usia dari prevalensi sindrom metabolik terlihat di
sebagian besar populasi. Faktor resiko lainnya adalah diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner dan lipodistrofi. (Eckel, 2012)
D. Tanda dan Gejala Klinis
- Hiperglikemia, yang dapat berhubungan dengan diabetes mellitus
tipe 2, intoleransi glukosa dan resistensi insulin
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Obesitas sentral, yaitu berat badan berlebih dengan penumpukan
lemak di daerah pinggang dan perut
- Penurunan kolesterol HDL
- Peningkatan trigliserida
(Sudoyo AW et al, 2009)

2. Patofisiologi sindrom metabolik


A. Resistensi Insulin
Hipotesis yang paling diterima untuk menggambarkan
patofisiologi sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi
insulin berarti cacat dalam aksi insulin yang mengakibatkan
hiperinsulinemia, diperlukan sebagai upaya untuk mempertahankan
euglycemia. Kontributor penting bagi perkembangan resistensi insulin
merupakan kelebihan yang beredar asam lemak bebas (FFA),
dibebaskan dari massa jaringan adiposa diperluas (kelebihan berat
badan atau obesitas). FFA penurunan sensitivitas insulin di otot
dengan menghambat penyerapan glukosa insulin-mediated.
Meningkatnya tingkat sirkulasi glukosa meningkat sekresi insulin
pankreas sehingga hiperinsulinemia. Dalam hati, FFA meningkatkan
produksi glukosa, trigliserida dan sekresi lipoprotein densitas sangat
rendah (VLDL). Hal ini menyebabkan penurunan konversi glukosa
menjadi glikogen bertambah dan akumulasi dari trigliserida (TG).
Insulin adalah hormon anti-lipolitik penting. Ketika resistensi insulin
terjadi, lipolisis tingkat yang lebih tinggi dari molekul triasilgliserol
disimpan dalam jaringan adiposa menghasilkan lebih banyak asam
lemak, yang selanjutnya dapat menghambat efek lipolitik anti-insulin,
menciptakan lipolisis tambahan (lingkaran "setan" sehingga terjadi).

B. Obesitas dan peningkatan lingkar pinggang


Obesitas biasanya memainkan peran penting dalam metabolisme
etiopathogenic Syndrome. Pria lebih rentan terhadap distribusi adiposa
ini berisiko tinggi (testosteron versus estrogen tampaknya menjadi
pengaruh penting). Namun, pasien dengan berat badan normal (dan /
atau perempuan) juga dapat insulin resisten. Yang disebut "metabolik
obesitas" pasien, adalah mereka yang meskipun berat badan normal
atau mendekati normal-berat orang; memiliki jumlah peningkatan
("tersembunyi") jaringan adiposa viseral, mungkin karena genetik /
penyebab turun-temurun / akrab. Menurut beberapa teori yang
kredibel, ketika massa jaringan adiposa viseral meningkat, ada tingkat
lebih tinggi fluks jaringan lemak yang diturunkan dari asam lemak
bebas mencapai hati melalui sirkulasi splanknik; kontras dengan
peningkatan lemak di bawah kulit perut, yang bisa mengeluarkan
produk lipolisis ke sirkulasi sistemik dan menghindari lebih langsung
dan berbahaya efek pada metabolisme hati.

C. Dislipidemia
Secara umum, dengan peningkatan fluks asam lemak bebas ke
liver, peningkatan produksi yang sangat rendah-density lipoprotein
(VLDL) terjadi. Dalam kondisi fisiologis, insulin menghambat sekresi
VLDL ke sirkulasi sistemik. Bila terjadi resistensi insulin, fluks
meningkat asam lemak bebas ke hati meningkatkan sintesis
trigliserida hati. Oleh karena itu, hipertrigliseridemia adalah refleksi
yang sangat baik dari kondisi resisten insulin dan merupakan salah
satu kriteria yang paling penting untuk diagnosis Sindrom metabolik.
Gangguan lipoprotein utama lainnya, di Sindrom metabolik, adalah
penurunan tingkat HDL-kolesterol. Pengurangan ini merupakan
konsekuensi dari perubahan komposisi dan metabolisme HDL. Ketika
hipertrigliseridemia hadir, penurunan kadar kolesterol HDL hasil dari
penurunan kadar ester cholesteryl dari inti lipoprotein dengan
peningkatan variabel dalam trigliserida. Selain HDL, LDL komposisi
juga diubah dengan cara yang sama. Bahkan, dengan serum
trigliserida puasa > 2,0 mmol / L, hampir semua pasien memiliki
dominasi small dense LDL. Perubahan komposisi LDL disebabkan
penurunan relatif unesterified dan esterifikasi kolesterol, dan
fosfolipid, dengan baik tidak ada perubahan atau kenaikan trigliserida
LDL. Dalam beberapa studi, ini perubahan dalam komposisi LDL
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit jantung.

D. Glukosa intoleransi
Cacat tindakan insulin dalam metabolisme glukosa termasuk
kegagalan untuk menekan glukoneogenesis di hati, dan menjadi
penengah insulin uptake glukosa di jaringan sensitif (otot dan jaringan
lemak). Untuk mengkompensasi cacat dalam tindakan insulin, sekresi
insulin harus ditingkatkan untuk mempertahankan euglycemia. Ketika
kompensasi ini menjadi lelah dan gagal, cacat pada sekresi insulin dan
hiperglikemia terjadi mendominasi. Meskipun asam lemak bebas
dapat merangsang sekresi insulin, kontak yang terlalu lama untuk
konsentrasi yang berlebihan hasil FFA di jatuh sekresi insulin (karena
efek lipotoxic).

E. Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dan hipertensi mapan.
Beberapa mekanisme yang berbeda tampaknya berkontribusi.
Pertama, insulin memiliki efek vasodilator bila diberikan intravena
untuk orang dengan berat badan normal, dengan efek sekunder pada
reabsorpsi natrium di ginjal. Ketika resistensi insulin terus-menerus
berlangsung, efek vasodilatory insulin bisa hilang, tetapi pengaruh
pada reabsorpsi natrium ginjal cenderung dipertahankan. Asam lemak,
sendiri, bisa memediasi vasokonstriksi relatif. Hiperinsulinemia dapat
mengakibatkan peningkatan sistem saraf simpatik (SNS) kegiatan dan
memberikan kontribusi pada perkembangan hipertensi.
Insulin >>
Obesitas
As. Lemak bebas >>

RAAS >>
Meningkatkan
jar. Lemak
Reabsorbsi NA viseral
>>
Meningkatkan
produksi as. Lemak
Retensi vaskuler bebas
<<
Akumulasi
lemak
Hipertensi diberbagai
organ

Hepar Otot skeletal Pankreas

Penurunan Dislipidemia Penumpukan Resistensi


pengikatan dan arthogenik lemak insulin
degredasi intraseluler
insulin Hiperinsulinemia
Memblok
Hiperinsuline transduksi sinyal
mi insulin
Disfungsi sel
>> Intramuskular B
glucose uptake

(Larsen et al, 2003)


F. Kriteria sindrom metabolik

(Sudoyo AW et al, 2009)


G. Penegakkan diagnosis
Terhadap individu yang dicurigai mengalami sindrom metabolik
hendaklah dilakukan evaluasi klinis yang meliputi :
a. Anamnesis, tentang :
- Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya
- Riwayat adanya perubahan berat badan
- Aktivitas fisik sehari-hari
- Asupan makanan sehari-hari
b. Pemeriksaan fisik, meliputi :
- Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah
- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
- Pengukuran lingkar pinggang. Merupakan prediktor yang lebih
baik terhadap resiko kardiovaskular daripada pengukuran waist to
hip ratio.
c. Pemeriksaan Penunjang, meliputi pemeriksaan laboratorium yang
terdiri dari pemeriksaan :
- Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa
- Klemeuglikemik atau HOMA (Homeostasis Model Assessment)
untuk menilai resistensi insulin secara akurat, biasanya hanya
dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam
penilaian klinis.
- Highly sensitive C-reactive protein
- Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH
- USG abdomen. Diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver
karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya
ganggan faal hati.

(Lopez, 2001)

H. Penatalaksanaan Sindrom metabolik


1. Penatalaksanaan non-medikamentosa
 Latihan Fisik
Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan
resistensi insulin di dalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24-48 jam dan hilang
dalam 3-4 hari. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan
fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Untuk
latihan fisik yang menggunakan beban, dapat dengan
menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band. Jalan
kaki dan jogging selama 1 jam terbukti dapat menurunkan
lemak viseral secara bermakna pada laki laki tanpa mengurangi
jumlah kalori yang dibutuhkan.
 Diet
Sasaran utama diet terhadap sindrom metabolik adalah
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes
mellitus. Diet rendah sodium dapat membantu
mempertahankan penurunan tekanan darah. Diet rendah lemak
selama lebih dari 2 tahun menunjukan penurunan bermakna
dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan
angka kematian total. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat
dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar
HDL, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan
hipertrigliseridemia atau menaikan kadar HDL pada pasien
dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat dikurangi dan
digantikan dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh
atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik
rendah. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat
menurunkan kadar glukosa post prandial.
2. Penatalaksanaan medikamentosa
 Obat dipakai sebagai bagian dari pengaturan berat badan. Obat
yang diberikan adalah sibutramin dan orlistat. Sibutramin
bekerja di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi
melalui efek memberikan rasa kenyang dan mempertahankan
pengeluaran energi. Demikian pula dengan efek metabolik,
sebagai efek penurunan berat badan, pemberian sibutramin
setelah 24 minggu disertai diet dan latihan fisik dapat
memperbaiki kadar HDL dan trigliserida.
 Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan
golongan ACE-inhibitor yang memiliki makna dalam
meregresi hipertrofi ventrikel. Valsartan digunakan sebagai
penghambat reseptor angiotensin dan dapat mengurangi
albuminuria yang diketahui sebagai faktor resiko independen
kardiovaskular. Tiazolidindion memiliki pengaruh persisten
dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan kadar
asam lemak bebas.
 Pilihan terapi untuk dislipidemia selain dengan modifikasi gaya
hidup adalah dengan pemberian obat. Terapi dengan
gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tapi juga
dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat dapat
digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan
kadar HDL, meningkatkan perbaikan profil lipid yang sangat
efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular.
(Scott, 2008)
I. Komplikasi dan prognosis sindrom metabolik
A. Komplikasi
Beberapa komplikasi sindrom metabolik meliputi : penyakit jantung
koroner, gagal jantung, stroke dan komplikasi lain meliputi
peningkatan terjadinya risiko fibrilasi atrium, tromboemboli vena dan
kematian mendadak serta penurunan fungsi kognitif.
B. Prognosis
Dengan diagnosis dini yang tepat maka dapat dilakukan penanganan
yang tepat pula. Sehingga berat badan dapat diturunkan hingga
mencapai berat badan yang ideal, kadar lipid yang dapat diperbaiki,
tekanan darah yang dapat diturunkan dan dipertahankan dalam batas
normal serta resistensi insulin yang dapat diperbaiki. Namun tanpa
diagnosis dan terapi yang tepat maka prognosisnya buruk karena dapat
berkembang menjadi penyakit lain terutama penyakit kardiovaskular.
(Hammer, 2014)
BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

8.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Eckel RH. Chapter 242 : The Metabolic Syndrome. In : Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et al. Eds. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th edition.
New York : Mc Graw Hill : 2012

Flier, J.S and Flier, E.M. 2005. Obesity. In : Kasper, D.L et al. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. New York : McGraw-Hill, 422 - 427

Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of The Metabolic Syndrome Among
US Adults ; Finding From The Third National Health and Nutrition Examination
Survey. JAMA 2001 ; 285:2486-2497

Gu D et al. Prevalence of The Metabolic Syndrome and Overweight Among


Adults in China. Lancet. 2005;365:1398-1405

Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Hammer GD, McPhee SJ. Pathophysiology of Disease – An Introduction to


Clinical Medicine. In : Disorders of The Endocrine Pancreas. 7th Edition. China :
Mc-Graw Hill Education; 2014.

Krauss RM, Winston M., 2012. Obesity Impact on Cardiovascular Disease. USA:
American Heart Association, Inc

Larsen, P.R., Kronenberg, H.M., Melmed, Shlomo, Polonsky, K.S., 2003.William


Textbook of Endocrinology. 10th ed. Vol II. Philadelphia: Saunders

Misnadierly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta :


Pustaka Obor Popular

Muhtadi, Indra K. 2011. Kesemutan. Cimahi

Purwati, Susi. 2001. Perencanaan Menu Untuk Penderita Kegemukan. Jakarta :


Penebar Swadaya

Scott M,G et al. Diagnosis and Management of the Metabolic Syndrome. An


American Heart Association/National Heart, Lung and Blood Institute Scientific
Statement. 2008 : 1823 – 1835
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Syarif, Aamir. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI

Lopez, Candales A. Metabolic Syndrome X : A Comprehensive Review of The


Pathophysiology and Recommended Therapy. J Med 2001; 32:283-300.

Anda mungkin juga menyukai