Definisi
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. (depkes, 2014)
etiologi
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Sedangkan pada hipertensi
sekunder/non essensial :
Klasifikasi
Berdasarkan penyebab :
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan umum
• Kesadaran
• Vital sign (tekanan darah, denyut nadi, suhu, laju pernafasan)
• Antropometri
• Pemeriksaan khusus untuk organ tertentu
Pemeriksaan penunjang :
• Laboratorium
Urinalysis
Kadar gula darah
Hematokrit; kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil
lemak (setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk HDL, LDL, dan
trigliserida, serta elektrokardiogram.
Alogaritma
Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu
bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut,
atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak
sadarkan diri secara mendadak
2. Infark Miokard
dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark
3. Gagal ginjal
dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik
4. Gagal jantung
atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut
edema.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak
napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau
sering dikatakan edema
5. Ensefalopati
dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.
Neronneron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian
Prognosis
• Baik jika bisa dideteksi secara dini, dipantau terus-menerus
tekanan darahnya, dan mendapatkan pengobatan yang
memadai.
• Buruk bila tidak dideteksi secara dini dan tidak mendapat
pengobatan yang memadai dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan
otak (menyebabkan stroke)
Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi
adalah :
- Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan
dengan hipertensi.Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan
dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal)
- Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi
hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara
bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Terapi non farmakologi
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darah adalah :
Terapi farmakologi
1. Diuretik
terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan hipertensi.
Empat subkelas diuretik digunakan : tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron.
Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi
memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik
ini dapat menggantikan kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain.
Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan
untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air.
Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan
pemberian diuretik bersamaan.
Efek samping :
• diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia,
hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual.
• Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek pada lemak serum dan
glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia.
• Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau
supplemen kalium
2. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI)
ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien dengan
hipertensi.
ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin II adalah
vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron.
ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan
vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI karena ACEI
menghambat penguraian dari bradikinin, tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping
batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACEI.
ACEI secara efektif mencegah dan meregresi hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi
perangsangan langsung oleh angiotensin II pada sel miokardial.
Bila ACEI diindikasikan untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau penyakit ginjal kronis;
pada pasien-pasien dengan batuk kering, ACEI diganti dengan ARB.
ACEI merupakan kontraindikasi absolut untuk perempuan hamil dan pasien dengan riwayat
angioedema.
ACEI harus dimulai dengan dosis rendah terutama pada pasien dengan deplesi natrium dan
volume, eksaserbasi gagal jantung, lansia, dan yang juga mendapat vasodilator dan diuretik
karena hipotensi akut dapat terjadi.
ARB (Penyekat reseptor angiotensin II )
ACEI hanya menghambat efek angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS,
dimana ARB menghambat angiotensinogen II dari semua jalan. ARB
menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang
memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia:
vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon
antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus.
ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang
menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan,
dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB.
ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak
menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB dapat
menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik.
Penyekat beta
Ada tiga karakteristik farmakodinamik dari penyekat beta yang membedakan
golongan ini yaitu efek:
• Kardioselektif (cardioselektivity)
• ISA (intrinsic sympathomimetic activity)
• Mestabilkan membrane (membran-stabilizing) Penyekat beta yang
mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta- 1 dari pada
reseptor beta-2 adalah kardioselektif.
(Supariasa IDN, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian status gizi. EGC: Jakarta. )
Patogenesis