RETINOPATI
Disusun Oleh :
Shila Rubianti Prawirodihardjo
2013730179
Dokter Pembimbing :
Dr. Amelia Hidayat, Sp.M
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina......................................................4
2.2 Retinopati....................................................................................6
2.2.1 Retinopati anemia...............................................................6
2.2.2 Retinopati diabetik..............................................................7
2.2.3 Retinopati hipotensi............................................................14
2.2.4 Retinopati hipertensi...........................................................14
2.2.4 Retinopati Purtscher...........................................................19
2.2.5 Retinopati leukemia............................................................20
2.2.6 Age-Related Macular Degeneration...................................21
2.2.7 Retinitis pigmentosa...........................................................25
2.2.8 Retinopati prematuritas......................................................27
BAB III KESIMPULAN..................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................35
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Retina memiliki tebal 0,1 mm di area ora serrata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Pada kutub posterior terdapat makula, yang merupakan
daerah yang mengandung pigmen luthein dan zeaxanthin dengan diameter 1,5
mm. Secara histologis, makula merupakan area retina dengan lapisan sel
ganglion lebih dari satu lapis sel. Makula dibatasi oleh arkade-arkade
pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 2,5 mm dari papil
saraf optik terdapat fovea, yang memberikan refleks pantulan sinar bila dilihat
dengan pemeriksaan oftalmoskopi. Fovea merupakan zona avaskuler yang
secara histologis ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak
adanya lapisan-lapisan parenkim. Foveola adalah bagian paling tengah dari
fovea yang fotoreseptornya adalah sel kerucut.1
5
asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada
vitreus. 1
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai
suatu reseptor kompleks dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel
batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf
retina melalui papil saraf optik menuju ke korteks oksipital. Makula yang
sebagian besar selnya adalah sel kerucut, bertanggung jawab untuk tajam
penglihatan terbaik sentral dan untuk penglihatan warna (penglihatan
fotopik). Bagian retina perifer, sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang
digunakan terutama untuk penglihatan perifer di malam hari (penglihatan
skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang
avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi
kimia yang mencetuskan proses penglihatan. 1
2.2 Retinopati
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan
radang. Akan dibicarakan kelainan retina yang berhubungan dengan
penurunan penglihatan seperti retinopati akibat anemia, diabetes melitus,
hipotensi, hipertensi dan retinopati leukimia.1
6
Gambar 2.3 Retinopati Anemia.5
B. Epidemiologi
Penderita diabetes mellitus dengan tipe I (insulin dependent
diabetes) dan tipe II (non insulin dependent diabetes) mempunyai risiko
untuk mendapatkan retinopati diabetik. Makin lama menderita diabetes
makin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati. Diabetes yang
diderita lebih 20 tahun pada Tipe I hampir seluruhnya dan > 60% Tipe II
menderita retinopati.1
Retinopati diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang
paling penting. Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi
yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan prognosisnya yang
kurang baik terutama bagi penglihatan.1
Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun
akibat retinopati diabetes, sedangkan di Inggris retinopati diabetes
merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab
kebutaan.1
C. Patofisiologi
7
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
perubahan fisiologi dan biokimia aliran darah dan berakhir dengan
terjadinya kerusakan endotel kapiler (intraretinal mikroangiopati).
Mikroangiopati ini pada pemeriksaan histologi adalah hilangnya
pericyte dan menebalnya dinding pembuluh darah sehingga mengecilnya
lumen pembuluh darah kapiler bahkan dalam keadaan yang berat
terjadinya pembuntuan pembuluh darah kapiler retina, keadaan ini
diperberat dengan terjadinya fenomena lumpur dari rheologi darah
sehingga menimbulkan terbentuknya mikroaneurisma dan daerah
hipoksia di retina atau iskemi.2
D. Klasifikasi
Pada umumnya, klasifikasi retinopati diabetik dibagi 3:
1. Retinopati Diabetik Nonproliferatif (Background diabetic
retinopathy), yang ditandai dengan mikroaneurisma, perdarahan
retina, eksudat lunak, eksudat keras dan daerah yang hipoksia dan
iskemia, dapat disertai edema makula atau tanpa edema makula.2
8
Bila diabetes berlanjut akan terbentuk retinopati proliferatif.
Berkurangnya oksigen dalam retina mengakibatkan masuknya
pembuluh darah baru yang rapuh kedalam retina dan badan kaca
didalam bola mata. Bila tidak diobati darah dan pembuluh darah
keluar, penglihatan kabur dan merusak retina.
Proliferasi fibrovaskular dapat mengkibatkan traksi ablasi
retina. Pembuluh darah baru dapat masuk kedalam sudut bilik mata
dan mengakibatkan neovaskularisasi glaucoma. Pada retinopati
diabetes proliferatif 50% pasien biasanya buta sesudah 5 tahun,
regresi spontan dapat pula terjadi.
Gejala bergantung kepada luas, tempat kelainan dan beratnya
kelainan. Umumnya berupa penurunan tajam penglihatan yang
berlangsung perlahan-lahan.1
.
E. Gejala
9
Perubahan dini atau apa yang disebut nonproliferative diabetic
retinopathy (NPDR), tidak memberikan keluhan gangguan penglihatan.
Perubahan dini yang reversible dan tidak mengakibatkan gangguan
penglihatan sentral dinamakan retinopati simpleks atau background
retinopathy. Bila pembuluh darah rusak dan bocor dan masuknya lipid
ke makula, makula akan edem dan penglihatan menurun.1
Retinopati merupakan gejala diabetes melitus utama pada mata,
dimana ditemukan pada retina :
1. Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler,
terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil
yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Kadang- kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga
tidak terlihat sedang dengan bantuan angiografi fluoresein lebih
mudah ditunjukan adanya mikroaneurismata ini. Mikroanerismata
merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titk, garis, dan bercak yang
biasanya terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior.
Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana
perdarahan yang luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding
kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada
mikroaneurisma, atau karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya iregular dan
berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan
perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat
kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan
eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada
permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya
tampak pada gambaran angiografi fluoresein sebagai kebocoran
fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri
10
atas bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada
keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya
terletak di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel
pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini
merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes.
Mula-mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang
ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi
pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan
kaca. Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya
dikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama
daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
pasien.
8. Hiperlipedimia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan
segera hilang bila diberikan pengobatan.1
F. Pemeriksaan Klinis
Selain pemeriksaan rutin di bidang ilmu kesehatan mata
diperlukan pemeriksaan funduskopi secara baik yaitu dengan
melebarkan pupil yang maksimal dan memeriksa dengan oftalmoskop
direk, indirek dan Goldmann 3 mirror. Untuk menegakkan dan
mengetahui indikasi pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan Fundal
Fluorescein Angiography (FFA).
11
Pada pemeriksaan FFA kita dengan jelas dapat melihat adanya
mikroaneurisma yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau
iskemia, adanya neovaskularisasi di retina, di papil maupun di vitreus
dan melihat dengan pasti adanya edema makula atau di retina, serta Intra
Retina Micro Angiopathy (IRMA).
Untuk mendiagnosis ada atau tidaknya edema makula, dapat
ditentukan melalui FFA (Fundal Fluoresein Angiography) dimana dapat
membedakan antara edema makula tipe difus atau fokal, sedangkan
dengan OCT (Optical Coherence Tomography), dapat diketahui
kuantitas dari edema makula).2
G. Penatalaksanaan
Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum penyulit memberikan
kerusakan. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan seperti laser, suntikan
kortikosteroid atau anti-VEGF kedalam mata dan vitrektomi akan
sangat berhasil untuk menghentikan penurunan penglihatan. Namun,
melakukan regulasi ketat dari metaboliknya adalah faktor yang
terpenting.
Fotokoagulasi laser di daerah hipoksia dan mikroaneurisma yang
berdifusi dan adanya neovaskularisasi. Pengobatan dengan sinar laser
hanya efektif bila media optik masih jernih, oleh karena itu harus
dilakukan sedini mungkin.
- Teknik fotokoagulasi : setelah pupil dilebarkan maksimal, dipasang
lensa kontak 3-cermin dari Goldmann, sinar laser ditembakkan
melalui lensa kontak kornea, lensa, vitreus sampai retina.
- Fotokoagulasi fokal: untuk daerah retina yang hanya mengalami
hipoksia atau mikroaneurisma yang berdifusi dan edema makula.
- Fotokoagulasi panretina: untuk retinopati diabetik yang sudah ada
neovaskularisasi baik di papil maupun retina dan vitreus.
- Dosis laser yang digunakan adalah sebagai berikut :
Untuk daerah sentral dekat makula penampang dari laser (spotsize)
50 mikron, makin ke perifer makin melebar sampai 500 mikron,
12
sedangkan waktu dan daya laser disesuaikan dengan hasil
tembakan yang terlihat saat melakukan fotokoagulasi yakni antara
0,1-0,2 second dengan daya 200-1000 mW. Jumlah tembakan laser
tergantung teknik yang dipakai antara 200-2000 tembakan.
Injeksi anti VEGF (vascular endothelial growth factor)
intravitreal dipertimbangkan untuk kasus-kasus dengan edema makula
dan retinopati diabetik tipe proliferatif yang akan dilakukan vitrektomi
untuk mengontrol perdarahan prabedah, intrabedah dan pascabedah.
Bevacizumab digabung bersama laser vitrektomi. Vitrektomi dilakukan
bila terdapat darah dalam badan kaca.
Intravitreal triamcinolone acetonide merupakan steroid long
acting yang berguna mengurangkan edema makula. Pada beberapa
penderita suntikan triamcinolone memberikan perbaikan penglihatan
terutama bila terdapat edema makula. Penyulit yang dapat terjadi adalah
endoftalmits, katarak dan ablasi.
Setiap penderita diabetes mellitus yang sudah menderita lebih dari
5 tahun walaupun tidak ada keluhan penglihatan harus diperiksa funds
okuli dengan oftalmoskop. Jika didapatkan mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan retina yang mengancam daerah makula harus dilakukan
fotokoagulasi laser setiap 3-6 bulan diperiksa ulang untuk mengetahui
kemajuan pengobatan.1,2
H. Diagnosis Banding
1. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi
vena retina
2. Perdarahan vitreus dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-
retina yang lain.2
I. Prognosis
13
Prognosis visus penderita retinopati diabetik sangat tergantung
pada regulasi kadar gula yang baik, ada atau tidaknya edema makula dan
ketepatan waktu pengobatan dengan fotokoagulasi laser, lebih awal
pengobatannya lebih baik prognosisnya.2
Keadaan-keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes :
1. Pada diabetes juvenilis yang insulin dependent dan kehamilan
dapat merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi.
2. Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah
memperburuk prognosis
3. Hiperlipoproteinemia diduga mempercepat perjalanan dan
progresifitas kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis
dan kelainan hemobiologik
4. Hipertensi arteri memperburuk prognosis terutama pada penderita
usia tua
5. Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina
yang mendadak1
14
kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina
maka terjadi retinopati hipertensi.13
B. Patofisiologi
Manifestasi fundus mata yang terjadi, berawal dari disfungsi
endotel yang berlangsung lama dan berlanjut menjadi sklerotik
vaskuler. Gambaran fundus yang dilihat merupakan kumpulan variabel
saat itu, antara lain tingginya tekanan sistolik, lamanya hipertensi, usia
saat hipertensi terjadi dan keadaan metaboliknya.2
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerose pembuluh darah.1
C. Gambaran Klinis
Tidak satu pun klasifikasi Retinopati Hipertensi yang mampu
menggambarkan kronologis dan menghubungkannya dengan keadaan
klinis yang sebenarnya.2
15
1. Refleks copper wire
2. Refleks silver wire
3. Sheating
4. Lumen pembuluh darah yang iregular
5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut
- Elevasi: pengangkatan vena oleh arteri yang berada di
bawahnya
- Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan
dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih
kecil
- Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang
menyebabkan bendungan vena1
16
- Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas
Perdarahan retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau
sekunder akibat arterioklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada
hipertensi yang berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat
papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan vena akibat
diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped).1
Kelompo
Tanda Klinis
k
Kelainan vaskuler belum ada
I
Hipertrofi dinding dengan penyempitan lumen ringan
Perubahan refleks aksial arteriol (copper wire & silver
II
wire)
Kelompok II dan arteriospasme
III Edema retina, eksudat, perdarahan flame shaped, eksudat
sekitar makula (star shaped figure), cotton wall patches
IV Kelompok III + edema papil saraf optik
17
Edema papil saraf optik, perdarahan retina superfisial sekitarnya
menunjukkan ensefalopati hipertensi. Keadaan ini bisa terjadi pada
tekanan sistolik yang tinggi pada keadaan akut maupun kronis.2
E. Diagnosis
Diagnosis Retinopati Hipertensi tidaklah mudah karena tidak ada
keluhan penurunan visus dari penderita. Biasanya diketahui secara
kebetulan pada pemeriksaan funduskopi atau rujukan dari sejawat
dokter bidang kardiovaskulaer.
Sklerosis vaskular menunjukkan kronisitas, akan mudah dikenali
setelah stadium lanjut, sedangkan pada fase akut hanya dikenali dengan
angiospasme. Pada tekanan sistolik yang cukup tinggi an usia muda
dapat ditemuan edema papil saraf optik bahkan separasi retina.2
F. Diagnosis Banding
Retinopati yang disebabkan oleh Diabetes Mellitus maupun kelainan
hematologi.2
G. Penatalaksanaan
- Gambaran fundus mata akibat hipertensi pada stadium awal sulit
dikenali, tetapi pada stadium lanjut seperti ditemukannya edema
papil saraf optik merupakan indikasi untuk segera dirujuk kepada
ahli kardiovaskuler.
- Mengatasi penyebab primer hipertensi adalah paling tepat.
- Informasi akut maupun kronisitas akan bermanfaat menentukan
tindakkan atau pengobatan yang sesuai.
- Retinopati hipertensi tidak memerlukan pengobatan khusus bidang
mata, kecuali komplikasi berupa oklusi vaskular memerlukan foto
angiografi fluoresin dan laser, pemberian anti VEGF perlu
dipertimbangkan bila terjadi edema makula.2
18
2.2.4 Retinopati Purtscher
A. Definisi
Retinopati Purtscher merupakan kerusakan retina yang
berhubungan trauma berat, trauma tumpul thoraks dan kepala, gagal
ginjal dan juga dapat terjadi penyakit sistemik tanpa trauma. Penyebab
yang pasti tidak diketahui.1
B. Gambaran Klinis
Gambaran patologik mungkin disebabkan emboli pembuluh darah
perpapil yang merupakan jaringan kapilier peripapil superficial. Lemak,
udara endapan fibrin mungkin merupakan proses multi faktor emboli
tersebut. 1
Gejala berupa penglihatan turun mendadak setelah trauma kepala.
Funduskopi terlihat iskemia pada polus posterior dengan bercak edema
retina dan perdarahan sekitar papil saraf optik, papil terlihat atrofi.
Bercak kapas wol sekitar papal setelah trauma dada. Pada pemeriksaan
angiografifluoresein terlihat perlambatan pengaliran darah didarah
retina yang pucat. 1
c
Gambar 2.7 Retinopati Purtscher.8
C. Penatalaksanaan
Pengobatan steroid atau triamcinolon dapat diberikan. Pengobatan
pada emboli dapat diberikan bila penyakit sistemik atau emboli sebagai
penyebabnya. 1
19
2.2.5 Retinopati leukemia
A. Definisi
Leukemia merupakan neoplasma ganas sel darah putih yang
sebabnya tidak diketahui dapat berjalan akut (granulositik, limfositik,
mielomonositik) dan kronik (granulositik). 1
B. Etiologi
Leukemia sering terjadi pada usia kurang dari 5 tahun atau di atas
50 tahun. Retinopati ditemukan atau terdapat pada 2/3 penderita
leukemia. Leukemia dapat mengenai seluruh struktur jaringan mata. 1
C. Gambaran Klinis
Pada mata dapat mengakibatkan perdarahan konjungtiva, dan
badan kaca. Infiltrasi dapat ditemukan pada konjungtiva, koroid, sklera,
belokan vaskular retina, lubang makula dan mikroaneusrisma.
Retinopati leukemia dapat terjadi akibat leukemia bentuk apapun
seperti akut - kronik, limfoid - mieloid, dengan tanda yang khusus
seperti vena yang melebar, berkelok-kelok, dan memberi refleks yang
mengkilat sehingga sukar dibedakan arteri dengan vena. Terdapat
perdarahan yang tersebar dengan bagian di tengah berbintik putih akibat
penimbunan leukosit, dapat terjadi eksudat kecil, mikroaneurisma dan
pada stadium lanjut fundus berwarna pucat dan jingga. Sel darah putih
menyebuki retina yang tertimbun di daerah perivaskular. Terdapat
perdarahan dan eksudat pada subretina dan edema papil.
Retinopati ini memberikan gambaran yang sama, baik pada
leukemia mieloid, limfoid dan monositik atau pada bentuk akut dan
kronik. Pada retina juga dapat terlihat eksudat cotton wool dan waxy
hard yang juga terjadinya bergantung pada beratnya anemia. Koroid
merupakan jaringan yang paling sering mendapat sebukan difus.
Pembuluh darah vena melebar dan berkelok-kelok akibat yang sama
seperti umumnya anemia. Pada pembuluh darah arteri memberikan
gambaran yang normal. Pada pembuluh darah vena dapat terlihat
adanya mikroaneurismata. Kelainan ini disusul dengan edema polus
posterior yang mengenai retina dan papil. Kelainan yang lebih lanjut
20
tampak sebagai perdarahan berbentuk nyala api dengan bintik putih di
tengah (Roth's spot). Mikroaneurisma dan exudat solf cotton wool di
daerah polus posterior. Gejela ini biasanya terdapat pada leukemia akut
dan biasanya disusul oleh pelebaran arteri retina.
Perdarahan preretinal dapat mengoyak vitreous face sehingga
menyebabkan perdarahan badan kaca yang dapat menyebabkan ablasio
nonregmatosa. Infiltrasi perivaskular yang berwarna putih sepanjang
pembuluh darah kacang-kadang harus dibedakan dengan sheating. 1
B. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui. Framingham Eye
Study menunjukkan bahwa risiko meningkatnya usia akan menambah
angka kejadian AMD, sebesar 6,4% pada penderita usia 65-75 tahun
dan meningkat menjadi 19,7% pada usia diatas 75 tahun. Perempuan
mendapatkan lebih banyak dari pada laki-laki. 1
Faktor Risiko yang lain adalah riwayat keluarga, perokok,
hipermetropia, warna iris yang terang, hipertensi, hiperkolesterol,
gender dan penyakit kardiovaskuler. 1
21
C. Patofisiologi
Terdapat dua bentuk AMD (Adult macuiar degeneration), yaitu :
1. Degenerasi makula kering (dry) / Non-neovaskuler / non eksudatif
Kelainan ini terdapat sebanyak 85-90%. Makula yang
menipis sesuai dengan perjalanan usia akan mengakibatkan
penurunan penglihatan sentral. Kelainan dry AMD lebih sering
terjadi dibanding wet AMD. Dry AMD biasanya mengenai kedua
mata, kadang-kadang dimulai pada satu mata dan perjalanannya
lambat. 1,2
Pada dry AMD terdapat hilangnya granula melanin diganti
lipofusin dan penumpukan “recidual bodies” dan penumpukan
basal laminar deposit. Pada pemeriksaan fundus okuli akan tampak
drusen yang makin lama dapat bertambah banyak. Drusen
merupakan bintik kuning atau timbunan dibawah retina yang sering
ditemukan pada usia 60 tahun. Terdapatnya drusen yang kecil ini
biasanya tidak mengganggu penglihatan. Bila terdapat Drusen yang
banyak dan besar, dapat mengakibatkan risiko terbentuknya dry
AMD atau wet AMD lanjut. 1,2
22
penglihatan sentral nyata pada waktu singkat. Perdarahan,
kebocoran dan pembentukkan jaringan parut akan mengakibatkan
kerusakan dan hilangnya tajam penglihatan. 1,2
Wet AMD mulai dengan terdapatnya pembuluh darah
abnormal mulai timbul dibelakang retina atau makula, dapat
disertai perdarahan dan cairan dibawah makula lutea. Perdarahan
disertai masuknya cairan kedalam retina dan jaringan parut
mengakibatkan kerusakan disertai penurunan tajam penglihatan
dengan cepat. Tanda dini daripada ARMD adalah bentuk garis
lurus yang menjadi bergelombang. Wet ARMD lebih sering
terdapat pada perempuan dibanding laki-laki. 1,2
D. Gejala Klinis
Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk AMD. Gangguan
pada stadium awal berupa meramorpopsia (perubahan bentuk benda
yang dilihat), skotoma sentral, gangguan penglihatan warna,
kemunduran visus sampai dengan kebutaan. 2
E. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fundus okuli dengan cara pemberian tetes mata untuk
dilatasi pupil menggunakan obat :
- Tropicamide 0,5%, 1%, ditetesi 1-2 kali ditunggu 30 menit
- Phenylephrine 10%
Setelah pupil midriasis kemudian diperiksa dengan :
1. Oftalmoskop direk
23
Bayangan tegak diperbesar 14 kali, tampak gambar satu bidang
(tidak stereoskopis).
2. Biomikroskop dan Goldmann 3 mirror (lensa kontak 3 cermin dari
Goldmann)
Disini diberikan bahan lubrikasi CMC 2% atau Methocel 2% untuk
memasang lensa kotak pada kornea.
- bayangan tegak 3 dimensi, diperbesar 10-16 kali
- sebelum lensa kontak dipasang, ditetesi Tetracain 0,5%
3. Angiografi fluoresein
Di sini akan terlihat jelas gambaran neovaskularisasi khoroid, dan
dapat menentukan tindakan/pengobatan dan prognosis pasca
pengobatan.
4. Foto fundus: apabila media optik jernih, akan tampak penimbunan
bahan koloid di daerah makula yang berwarna putih kekuningan
(pada tipe noneksudatif) dan perdarahan subretina (pada tipe
eksudatif).
5. Optical Coherence Tomography (OCT) daerah makula: akan
tampak jelas penebalan makula sentral karena proses
neovaskularisasi khoroidal di bawahnya. OCT sangat bermanfaat
untuk mendiagnosis dan follow up pengobatan secara periodik. 2
F. Diagnosis Banding
- Korioretinitis dari berbagai penyebab
- Degenerasi makula pada miopia tinggi2
G. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk AMD.
Kontrol secara periodik dengan pemeriksaan Amsler Grid untuk
mendeteksi pada AMD stadium awal, dan pemeriksaan OCT sangat
bermanfaat untuk mendeteksi secara dini karena merupakan
pemeriksaan yang noninvasif.
24
Untuk pengobatan AMD tipe eksudatif, juga tidak bisa
menghasilkan visus yang baik. Laser foto koagulasi untuk
neovaskularisasi yang jauh dari fovea dan stadium dini masih bisa
dilakukan, sedangan untuk neovaskularisasi khoroidal subfoveal,
injeksi anti-VEGF intravitreal memberikan respon yang menjanjikan. 2
B. Patofisiologi
Retinitis pigmentosa merupakan kelainan autosomal resesif,
autosomal dominan, X liked resesif atau simpleks. Kebanyakan pasien
tanpa riwayat penyakit pada keluarga sebelumnya.
Umumnya mengenai seluruh lapis retina berupa terbentuknya
jaringan ikat secara progresif lambat disertai proliferasi sel pigmen pada
seluruh lapisnya. Terjadi pembentukan masa padat putih kebiru-biruan
yang masuk ke dalam badan kaca.
Pada bagian perifer atau ekuator retina tertimbun pigmen
berbentuk susunan tulang, dengan pembuluh darah koroid yang dapat
dilihat. Pigmen meluas ke arah sentral dan perifer. Pada atrofi berlanjut
maka sel ganglion retina terkena yang akan mengakibatkan atrofi papil
saraf optik, dan terdapat beberapa pandang pada penyakit ini :
- Tidak terdapatnya koriokapiler
- Merupakan degenerasi neuroepitel yang mengenai sel ganglion
- Disertai dengan disfungsi hipofise1
25
C. Gejala Klinis
Gejalanya adalah sukar melihat di malam hari selain lapang
penglihatan menjadi sempit dibanding normal, penglihatan sentral
dinyatakan dengan adanya buta warna.
Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskular di
bagian perifer retina. Terdapat atrofi pigmen epitel retina arteri menciut,
sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
Sering didahului kampus mengecil progresif dan kelainan ERG.
Sering disertai pigmentasi retina berkelompok dan gangguan
penglihatan dan katarak subkapsular. 1
D. Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah intoksikasi fenotiazin, sifilis, rubela
kongenital, resolusi ablasi retina eksudatif dan defisiensi vitamin A. 1
E. Penatalaksanaan
Tidak diketahui pengobatan untuk kelainan ini. Pengobatan retinitis
pigmentosa tidak ada yang efektif. Dapat dicoba memberi vitamin A
larut-air 10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15% kalori
harian, dan tambahan diet dengan Zinc. Pemakaian kaca mata dengan
lapis gelap akan membantu pasien. Penderita memerlukan konsultasi
genetik disertai pengarahan pekerjaan. 1
26
2.2.8 Retinopati prematuritas
A. Definisi
Retinopati prematuritas (Retinopathy of Prematurity / ROP) merupakan
pertumbuhan abnormal pembuluh darah retina pada bayi prematur. 2
B. Patofisiologi
Khoroid akan berkembang sempurna saat usia gestasional
memasuki bulan ketiga, namun pembuluh darah retina baru
berkembang secara sentrifugal pada usia gestasional 16 minggu,
dimulai dari papil saraf optik mencapai ora serrata kuadran nasal pada
usia gestasional 32 minggu dan kuadran temporal pada usia gestasional
40 minggu.
Sistem autoregulasi sirkulasi darah retina dan khoroid hampir
tidak ditemukan pada bayi prematur, sehingga gagal merespon keadaan
dengan perubahan tekanan oksigen. Pada keadaan hiperoksia, pembuluh
darah khoroid tidak dapat konstriksi, sehingga oksigen megalir dari
khoroid ke sirkulasi retina.
Patofisiologi ROP dapat dibedakan menjadi 2 fase. Pada fase
pertama sehubungan dengan terganggunya autoregulasi pembuluh darah
retina dan peningkatan tekanan oksigen yang mendadak, terjadi
penghentian pertumbuhan pembuluh darah retina yang dipicu oleh
vascular endothelial growth faktor (VEGF). Hipoksia relatif pada zona
avaskuler merangsang sintesis VEGF. Perkembangan vaskuler retina
terutama sisi temporal yang terhambat ini tidak seimbang dengan
kebutuhan oksigen neuron retina yang sedang berkembang sehingga
terjadilah hipoksia retina. Pada fase dua inilah terjadi proliferasi
pembuluh darah retina sebagai respon hipoksia retina yang
meningkatkan sintesis VEGF dan juga insulin like growth faktor 1
(IGF-1) dan merangsang timbulnya faktor angiogenik, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan vascular leakage dan retinal detachment
(ablasi retina).
27
Beberapa faktor risiko yang diduga kuat berhubungan dengan
terjadinya ROP adalah kelahiran prematur, BBLR dan pemberian
suplemen oksigen. Namun demikian masih banyak faktor risiko lain
yang masih terus diteliti di antaranya adalah riwayat transfusi berulang,
terjadinya respiratory distress syndrome,sepsis, intraventricular
hemorthage dan predisposisi genetik. 2
C. Gejala Klinis
Gambaran klinis ROP meliputi keadaan aktif dan sikatrik. Klasifikasi
internasional untuk ROP akut dibedakan berdasarkan lokasi, luas dan
tingkat keparahannya sesuai dengan The International Classification of
Retinopathy of Prematurity (ICROP). Luasnya kelainan retina yang
avaskular ditentukan dalam arah jam 1-12. Untuk menentukan lokasi
anteroposterior dari ROP lokasi dibagi menjadi 3 zona konsentrik
dengan papil saraf optik sebagai pusatnya, yaitu :
1. Zona I meliputi retina posterior dalam lingkaran 60 derajat berpusat
pada papil saraf optik dengan radius 2 kali jarak antara papil saraf
optik dan makula.
2. Zona II berawal dari lingkaran posterior zona I ke arah anterior
nasal ora serrata sampai ekator sisi temporal.
3. Zona III merupakan area sisa retina perifer temporal, superior dan
inferior 2
28
Gambar 2.11 ROP stadium I.11
2. Stadium II : terbentuk ridge yaitu garis demarkasi yang memiliki
tinggi, kedalaman dan volume. Pertumbuhan pembuluh darah
abnormal ringan. Biasanya menjadi baik tanpa diobati dan tidak
memberikan akibat dalam waktu lama.
29
Gambar 2.13 ROP stadium III. 11
30
5. Stadium V : terjadi total retinal detachment dengan bentuknya
funnel. dengan abrasive retina total, memerlukan pengobatan dan
dapat berjalan gangguan penglihatan atau buta pada waktu yang
lama.
D. Faktor Risiko
Dahulu pengikatan pemberian oksigen pada prematur akan
membangkit pertumbuhan pembuluh darah baru. Sekarang akibat
oksigen telah dapat dimonitor secara tepat kelainan ini sudah jarang
terjadi. Pada saat ini risiko ROP tergantung beratnya prrematuritas saat
lahir. Bayi yang lahir 1.5 kg dan lahir kurang cari 30 minggu perlu
diperiksa untuk kelainan ini. 1
Risiko terjadinya ROP terdapat pada keadaan berikut : 1
- Pernafasan berhenti (apnea)
- Penyakit Jantung
- Kadar CO, tinggi dalam darah
- Infeksi
- Keasaman darah rendah (pH)
- Kadar oksigen darah rendah
- Gangguan pernafasan
31
- Bradikardi
- Transfusi
F. Diagnosis Banding
Terdapat beberapa penyakit dan kelainan yang merupakan diagnosis
banding ROP stadium awal, yaitu familial exudative vitreoretinopathy
(FEVR), Coat's Disease, Norrie Disease dan diagnosis banding ROP
stadium lanjut adalah kelainan yang disertai leukokoria seperti
persistent hyperplastic primary (PHPV), katarak kongenital dan
retinoblastoma. 2
32
bayi yang lahir dengan usia gestasional < 30 minggu, berat lahir < 1500
g dan atau disertai perjalanan klinis yang tidak stabil dengan faktor
risiko ROP.
Suplemen vitamin E dapat diberikan dengan tujuan melindungi
sel spindel dari kerusakan akibat radikal bebas. Pada ROP stadium 1
sampai stadium 3 tanpa plus disease dilakukan observasi sampai dengan
terjadi regresi. Pada stadium 2 dan 3 dengan plus disease dapat
dilakukan laser fotokoagulasi retina. Pada ROP stadium 4 dan 5
dilakukan tindakan pembedahan berupa scleral buckling dan atau lens
sparing pars plana vitrectomy. Terapi anti VEGF intravitreal pada
penatalaksanaan ROP masih kontroversial, diberikan apabila dengan
laser fotokoagulasi atau krioterapi mengalami kegagalan dan progresif.
Regresi spontan akan terjadi pada 85% kasus ROP Kondisi yang
mungkin timbul dari regresi ROP meliputi miopia dengan astigmatisme,
anisometropia, strabismus, ambliopia, katarak, glaukoma serta ablasio
retina. Penanganan penderita ROP memerlukan pengawasan jangka
panjang. Paling tidak, semua penderita ROP harus dilakukan
pengawasan rutin sampai dengan umur 5 terutama untuk mengetahui
komplikasi sikatrik yang terjadi yaitu kelainan refraksi, strabismus
sampai dengan terjadinya ambliopia. 2
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2014. Ilmu Penyakit Mata edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Hal: 73-84.
2. Budiono, Sjamsu. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal: 1-24
3. Indiana University School Medicine. Anatomy and Cell Biology. Available
at:http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502/D502f04/lecture.f04/Eyef04
4. Almotiri, Jasem. 2017. Retinal Vessels Segmentation Techniques and
Algorithms: A Survey. Bridgeport: MDPI. Available at :
www.mdpi.com/journal/applsci
5. Lanf GE, Spraul CW, Lang GK. Ocular manifestation of hematological
diseases. Klin Monatsbl Augenheik 1998;212: 419-27.
6. Sonia Mehta. 2016. Diabetic Retinopathy. Sidney Kimmel Medical College
at Thomas Jefferson University
7. A Grosso, dkk. 2005. Hypertensive retinopathy revisited: some answers,
more questions. Turin University. Available at:
https://bjo.bmj.com/content/bjophthalmol/89/12/1646.full.pdf
8. Berna, ŞAHAN. Muhsin, ALTUNSOY. Sinan, TATLIPINAR. 2014.
Purtscher’s Retinopathy. Turkey: Yeditepe University Faculty of Medicine,
Department of Ophthalmology. Available at:
http://retinavitreus.com//index_pdf.php?url=PDF_1574.pdf
9. Lylas G. Mogk, M.D. The Difference Between Wet and Dry Age-Related
Macular Degeneration. Available at: http://www.visionaware.org/info/your-
eye-condition/age-related-macular-degeneration-amd/wet-and-dry-amd/125
10. Jones, Bryan. 2013. Glass Like Retinitis Pigmentosa. Available at:
https://prometheus.med.utah.edu/~bwjones/2013/12/glass-like-retinitis-
pigmentosa/
11. American Medical Association. 2005. The International Classification of
Retinopathy of Prematurity Revisited. Available at:
www.archopththalmol.com
35
12. Hartini, Sri. 2009. Diabetes? Siapa Takut. Bandung: Qanita. Available at:
https://books.google.co.id/books?id=XNTQ5i458-
cC&pg=PA62&dq=retinopati+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiuvf3t
hbHgAhUMRo8KHZ7ABvIQ6AEINTAC#v=onepage&q=retinopati
%20adalah&f=false
13. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 2006
36