Anda di halaman 1dari 13

Tata laksana bedah pada Fistula anal : penelusuran secara sistematis

Tujuan : Fistula anal merupakan penyakit yang telah dilaporkan sejak jaman Hipocrates,
tetapi masih sedikit pebelitian untuk terapi pada penyakit tersebut. Kami bertujuan untuk
meninjau secara sistematis mengenai penelitian yang sudah dilakukan pada tata laksana bedah
Fistula anal.

Metode : penelitian yang dipublikasikan oleh PubMED, EMBASE,yang terdaftar di


Cochrane menggunakan uji secara terkontrol, ClinicalTrials.gov dan update penelitian terbaru
menggunakan uji terkontrol. Semua yang tidak terkontrol, tidak diacak, penelitian
retrospektif, duplikasi atau yang tidak ada hubungannya dengan terapi bedah pada Fistula
perianal akan di eksklusi.

Hasil : Dari beberapa penelitian mengungkapkam 443 penelitian. Setelah dilakukan eksklusi
hanya terdapat 21 penelitian yang dilakukan secara acak terkontrol dan akan dievaluasi :
fistulotomi dibandingkan dengan fistulectomi (n=2), metode seton (n=3), marsupialisasi
(n=2), metode lem (n=3), anal flaps (n=3), penggunaan radio surgical (n=2),
fistulotomi/fistulectomi yang dilakukan bersamaan dengan insisi abses (n=5), dan penggunaan
refrakter saat operasi (n=1). Dua meta analisis dilakukan evaluasi mengenai insisi dan
drainase saja dibanding insisi dan dilanjutkan dengan fistulotomi.

Kesimpulan : Marsupialisasi yang dilakukan setelah operasi fistulectomi mengurangi


perdarahan dan mempercepat fase penyembuhan. Hasil dari sedikit ujicoba menerangkan
metode flap repair tidak lebih buruk dibandingkan fistulotomi, pada rata2 penyembuhan yang
sudah di konformasi. Kombinasi metode flap repair dengan penggunaan fibrin glue pada
terapi bedah mungkin meningkatkan angka kegagalan. Penggunaan bedah radio frekuensi
mengurangi rasa nyeri pada saat hari pertama setelah operasi dan memungkinkan
penyembuhan yang lebih cepat. Terdapat banyak ketidak mengertian pada terapi bedah
Fistula anal.

Kata kunci :pencarian sistematis, Fistula perianal, seton, fistulotomi, fistulectomi, abses
perianal, fibrin glue, flap repair.

Latar Belakang dan Tujuan

Fistula perianal merupakan salah satu penyakit yang sudah diketahui sejak 2500 tahun yang
lalu. Salah satu penelitian yang disampaikan oleh Hipocrates pada 400 BC Menerangkan
fistulotomi sebaik seperti menggunakan seton yang dibuat dari serat rambut kuda yang
dibungkus dengan kasa. Update penatalaksanaan tergantung pada dokter bedah yang
menangani antara fistulectomi, fistulotomi (memotong atau menghilangi dan penggunaan
seton. Sekarang, tehnik terbaru untuk penyelamatan sphinter seperti metode flaps, fibrin glue
dan terdapat beberapa macam tipe terutama untuk terapi yang komplek (atas atau trans
spincter ) Fistula perianal.
Pertama kali meta analisis yang dipaparkan oleh Nelson yang berpendapat bahwa angka
rekurensi berkurang jika fistulotomi dilakukan pada waktu bersamaan saat insisi abses. Lebih
detail lagi meta analisis dipaparkan oleh Quah ET al. terlihat pada area yang sama.

Mereka telah menganalisa data dari 5 penelitian menunjukkan hasil yang signifikan pada
fistulotomi yang dikerjakan saat drainase abses perianal. Kami merasa bahwa pengumpulan
pertanyaan dari alasan yang telah di jelaskan dari artikel ini. Beberapa lama tidak ada
penelitian yang sistematis di seluruh dunia mengenai tatalaksana bedah pada Fistula perianal.
Kami mengkaji dari semua studi kontrol acak yang tersedia yang berhubungan dengan
management pembedahan anal fistul.

Metode

Pencarian penelitian dan pemilihan

Penelitian Bahasa Inggris dan selain Inggris yang menggunakan uji coba secara acak
terkontrol (RCTs) yang berhubungan dengan terapi bedah dari Fistula perianal yang
ditemukan dari PubMED, EMBASE, yang terdaftar di Cochrane uji secara terkontrol,
ClinicalTrials. Gov dan uji coba terkontrol yang terbaru. Sensitivitas yang tinggi, spesifikasi
yang rendah penelitian yang hampir sama untuk mengurangi angka ketidaksesuaian pada
penelitian ini. Sebagai contoh penelitian yang diambil dari PUBMED (anal atau anus atau
anorectal atau perianal) dan (fistul*) dan (acak atau teracak atau uji coba atau kontrol*)
dengan kata yang tampak sama tetapi sedikit mengubah terminologi pada penyimpanan data
yang lain. Artikel yang dipilih dan di review di simpan untuk kutipan lebih lanjut. Untuk
menimalkan kesalahan saat publikasi penelitian dari proses konferensi colorectal (ACPGBI
dan ASCRS ) untuk 5 Tahun ke depan telah di paparkan untuk mendeteksi penelitian yang
belum dipublikasikan dengan hasil yang negatif. Semua yang tidak terkontrol, tidak diacak,
penelitian retrospektif, duplikasi dan yang tidak berkaitan dengan tatalaksana bedah Fistula
perianal atau penelitian yang melibatkan pasien Crohn's di keluarkan dari penelitian.

Kualitas penilaian

Untuk menilai kualitas penelitian, penilaian individu tentang kualitas penelitian fokus pada
penampilan atau hal-hal dalam pengacakan, alokasi peserta, penilaian hasil jika
memungkinkan, dan penjelasan / penjabaran dipantau kelemahannya. Untuk beberapa
penelitian dimana masalah klinis yang mempengaruhi pengacakan dianggap penting,
misalnya pengacakan pre operasi vs intra-operatif, dimasukkannya fistula letak tinggi vs letak
rendah dan pasien dengan penyakit Crohn, juga diperhitungkan.

pengolahan data dan analisis

Dari studi masing-masing peserta (tipe fistula, diacak, diperlakukan, dipantau, dikeluarkan)
secara keseluruhan dan dinilai pergroupnya. Kami juga mengutip informasi pada hasil dan
efek samping dari setiap penelitian. Semuanya dimasukkan tetapi tidak terbatas pada itu saja
tingkat kepuasan pasien, nyeri pasca operasi dan perdarahan, penyembuhkan fistula,
kekambuhan fistula , abses perianal, pembedahan ulang untuk fistula atau abses dan
inkontinensia.
Analisis dilakukan dangan memperhatikan terapi yang sudah ada. Pasien tanpa ada hasil
dianggap sebagai kegagalan terapi. Untuk dianalisis juga hasil penelitian fistula
radiofrekuensi , risiko relatif (RR), interval kepercayaan dan uji chi-squared untuk
heterogenitas penelitian dihitung. Perhitungan dilakukan memanfaatkan RevMan versi 4.2
software (http: // www.cc-ims.net/RevMan) dipersembahkan oleh Cochrane Collaboration.

Hasil

Diskripsi penelitian

Strategi penelitian mendapatkan 443 uji coba dan dua meta-analisis. Setelah dieklsusi yang
dijelaskan di atas tinggal 21 percobaan terkontrol acak yang mengevaluasi : fistulotomy vs
fistulectomy (n = 2), tehnik seton kimia vs fistulectomy / fistulotomy (n = 2), tehnik
pemotongan seton vs anal sphincter internal (IAS) yaitu penggabungan tehnik seton dengan
flap mukosa (n = 1), insisi dan drainase fistula abses perianal vs insisi dengan fistulotomy /
fistulectomy saat insisi abses (n = 5), fistulotomy / fistulectomy saja vs fistulotomy /
fistulectomy dengan marsupialisasi (n = 2), anodermal island flap tingkat vs fistulotomy atau
tehnik penyisipan seton longgar (n = 1), advance flap vs fistulotomy dengan rekonstruksi
sfingter (n = 1), penutupan endoanal flap vs penutupan endoanal dengan spons yang
diberikan antibiotik (n = 1), fibrin glue vs fistulotomy atau penyisipan seton longgar (n = 1),
lem fibrin dengan salah satu antara penutupan menggunakan antibiotik atau bedah terbuka
pada saluran primer atau keduanya (n = 1), flap tingkat lanjut vs tehnik penutupan dengan lem
fibrin pada saluran fistula (n = 1), radiofrekuensi fistulotomy vs konvensional fistulotomy /
fistulectomy (n = 2) dan retractor Parks' vs retraktor Scott selama operasi fistula (n = 1).
Kedua meta-analisis melihat insisi dan drainase saja vs insisi + fistulotomy untuk abses-fistula
perianal.

Kualitas dalam penelitian

Hanya empat penelitian yang disebutkan menggunakan metode pengacakan. Dalam penelitian
Gupta, perawat ruang operasi mengambil amplop tertutup setelah pasien tiba di ruang operasi.
Zbar et al. menggunakan angka acak dan Perez et al. memakai computer untuk proses
pengacakan, tetapi tidak jelas apakah angka-angka itu disembunyikan dari para peneliti
sebelum pengacakan karena itu bisa saja menjadi bias penelitian. Penelitian keempat penulis
memanfaatkan pembantu penelitian untuk membuat urutan pengacakan di empat tempat yang
tidak diketahui oleh ahli bedah atau pasien dan disimpan dalam amplop tertutup.

Kami menemukan 13 dari 21 penelitian melaporkan penggunaan amplop tertutup untuk


merahasiakan alokasi peserta setelah pengacakan nomor. Hanya satu studi oleh Hebjorn et al.
memiliki penilaian yang dirahasiakan selama pemantauan pasca operasi. Kehilangan pada saat
pemantauan disebutkan oleh sembilan dari 21 percobaan. Lima penelitian memiliki
pemantauan rata-rata diatas satu tahun mulai dari 13 hingga 42 bulan. Delapan RCT memiliki
pemantauan rata-rata dari 1 tahun dan delapan uji coba tersisa memiliki pemantauan kurang
dari 1 tahun.
Fistulotomy vs fistulectomy

Sampai saat ini hanya dua RCT telah melihat fistulotomy vs fistulectomy (Tabel 1). Sebuah
RCT dari Meksiko menunjukkan kelemahan yang signifikan pada IAS lebih besar daripada
anal sphincter (EAS) pada USG endoanal pada 40 pasien yang diacak untuk fistulectomy
dibandingkan dengan fistulotomy. Apakah kelemahan lebih besar dengan fistulectomy yang
dijelaskan berbeda dengan hasil klinik yang tidak memastikan saat pemantauan publikasi data
tidak juga diperoleh dari peneliti.

Satu penelitian yang telah melihat kedepan adalah Kronborg dan dipublikasi lebih dari dua
dekade yang lalu. Dia mendemonstrasikan waktu penyembuhan yang lebih pendek (34 hari
vs 41 hari) dengan fistulotomy dibandingkan fistulectomy (P <0,02) pada 47 pasien secara
acak. Tidak ada perbedaan yang bermakna dalam pengulangan operasi, kekambuhan atau
terlihat inkontinensia .

Setons untuk pengobatan fistula anal

Setons, digunakan selama lebih dari dua ribu tahun oleh umat manusia, dengan cara melewati
jahitan melalui saluran fistula dan diikat erat sebagai seton pemotong untuk melakukan
fistulotomy tipe lambat selama beberapa minggu. Atau sebuah seton longgar dapat diletakkan
ditempat yang dimaksudkan untuk mengendalikan infeksi dan gejala, dan juga pada akhirnya
bisa memotong sebagai terapi. Mencengangkan sampai saat ini hanya ada empat RCT dengan
pengacakan dimana telah mengevaluasi teknik ini dan tidak ada yang melihat pertanyaan
klinis bagaimana setons memotong fistul dibandingkan dengan fistulotomy sebagai standar
terapi dalam hal tingkat kekambuhan dan inkontinensia.

Dua penelitian telah melihat seton kimia (Ayurvedic) bila dibandingkan dengan fistulectomy
atau fistulotomy (diringkas dalam Tabel 2). Pada dasarnya adalah teknik pemotongan seton
India kuno di mana benang linen yang dilapisi dengan lapisan lateks dan lapisan tanaman
menghasilkan lapisan luar sangat basa yang memotong melalui jaringan secara kimia dengan
kecepatan 1 cm setiap 6 hari. Multicenter studi di India oleh Shukla (n = 503) menunjukkan
tingkat kesembuhan dengan setons kimia dibandingkan dengan fistulectomy tetapi tingkat
kekambuhan rendah (4% vs 11%). Kerugian pada pemantauan pada 1 tahun yang signifikan
(59%) dan dapat mempengaruhi temuan jika orang-orang yang menerima fistulectomy dan
sembuh sepenuhnya kurang mungkin kembali untuk dipantau jika dibandingkan dengan
mereka yang memiliki setons kimia.
Tahun 2001 penelitian Ho (n = 108) membandingkan setons kimia untuk fistulotomy di
fistula anal letak rendah. Dia tidak menemukan perbedaan dalam tingkat penyembuhan,
komplikasi atau hasil fungsional. Ada yang lebih sakit pada kelompok seton pada 2-4 hari
setelah operasi tapi ini menjadi tidak signifikan hari 7.

Zbar (n = 34) di sisi lain, membandingkan pemotongan seton secara konvensional vs


'menjaga sfingter anal internal’ pemotongan dengan tehnik seton pada fistula trans-sfingter
letak tinggi. Prosedur selanjutnya terdiri dari penutupan muara internal fistula dengan cashor
mukosa flap , IAS repair dan rute dilalui seton melalui bagian intersphincteric untuk
memotong EAS. Sementara perbaikan dengan isitirahat ditunjukkan dengan manometri anal ,
ini secara statistik tidak bermakna dan tidak ada perbedaan dalam skor pasca operasi Pescatori
inkontinensia, kekambuhan atau kesembuhan selama 12 bulan.

Satu-satunya bukti lain RCT berkaitan dengan penggunaan setons longgar pada pasien dengan
fistula kompleks dibandingkan dengan pengobatan lem fibrin dalam studi Lindsey dan
dijelaskan lebih lanjut dalam artikel ini.

Insisi dengan Fistulotomy pada abses fistula perianal

Abses perianal secara signifikan berkontribusi terhadap beban kerja bedah emergensi dan
sejumlah besar studi di daerah ini mencerminkan kemudahan perekrutan pasien. Kami
mengidentifikasi lima studi yang diringkas dalam Tabel 3 (n = 408) insisi eksplorasi dan
drainase saja dari abscess- fistula perianal vs insisi dikombinasikan dengan operasi fistula.

Studi Tang pengacakan pasien pada muara internal yang dilakukan di ruang operasi sebelum
insisi abses. Hebjorn et al. insisi dilakukan pada pasien abses dan kemudian diacak pada hari
1 pasca operasi dan pada hari 3 pasca operasi (perlakuan sama). Di tiga penelitian lain secara
acak sebelum operasi tapi nomor besar (83-88%) yang 'ditemukan' memiliki fistula fistula
anal saat operasi. Sebagain kejadian fistula dipantau setelah drainase sekitar abses perianal
dari 26% menjadi 37% ini menimbulkan pertanyaan tentang mayoritas fistula ditemukan
dalam studi ini, yaitu, Sebagian besar pasien yang dialokasikan untuk operasi fistula tidak
ditakdirkan untuk memiliki fistula ternyata tidak perlu pembelahan sfingter.

Marsupialisasi setelah fistulotomy

Marsupialisasi setelah operasi fistula anal bertujuan untuk meninggalkan luka jaringan yang
tidak berepitel pada fistulotomy (atau fistulectomy) sehingga mengakibatkan kehilangan
darah pasca operasi lebih sedikit dan penyembuhan luka lebih cepat. Dua RCT telah
dipaparkan pada bidang ini (Tabel 4). Ho (1998) (n = 103) secara mengacak pasien untuk
pembukaan saja vs pembukaan + marsupialisasi dan menunjukkan hasil kesembuhan lebih
cepat kali (6 minggu vs 10 minggu, P <0,001) mendukung marsupialization. Pescatori
mengacak 46 pasien fistula ke fistulotomy vs fistulotomy + marsupialization. Dia
menunjukkan perdarahan yang sedikit dan pengurangan yang lebih cepat ukuran luka pasca
operasi dengan marsupialization. Sementara data dari dua studi tidak dapat dikumpulkan
karena perbedaan antara peserta dan ukuran hasil, diambil bersama-sama dua studi
memberikan bukti yang baik bahwa marsupialization menguntungkan setelah fistulotomy.
Perbaikan Flap fistula ani

Perbaikan Flap fistula anal telah menjadi perhatian baru-baru ini sebagai pendekatan
melindungi sfingter untuk menangani fistula letak tinggi atau kompleks di mana operasi
konvensional (misal fistulotomy) dapat menghasilkan angka inkontinensia yang tinggi. Kami
mengidentifikasi tiga RCT diringkas dalam Tabel 5, dua membandingkan anal flap repair
dengan fistulotomy dan satu mengevaluasi dampak dari spons yang diberikan antibiotik pada
tingkat penutupan dalam kesembuhan. Selain penelitian Zbar menyebutkan sebelumnya
dibandingkan pemotongan seton tradisional vs anal seton yang melindungi sfingter internal
dengan penutupan dan muara internal dengan short mukosa flap.

Ho KS membandingkan 'pengobatan konvensional' - terutama fistulotomy - dengan


anodermal flap repair yang lebar dengan fistula trans-sfingter letak tinggi (n = 20). Tidak ada
perbedaan demografis antara kedua kelompok dalam hal usia (pengobatan konvensional usia
rata-rata 40,1 tahun; flap 42,5 tahun) atau dalam hal gender (semua laki-laki). Dua pasien
dalam kelompok terapi konvensional menjalani penyisipan seton longgar lebih banyak
daripada fistulotomy.

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor nyeri, inkontinensia, atau kualitas hidup
yang didapatkan, dengan 9/10 pasien sembuh dalam setiap kelompok dipemantauan 4 bulan .
Para penulis menyimpulkan bahwa menutup dermal adalah pengobatan yang memuaskan
untuk fistula letak tinggi. Namun demikian pemantauan singkat dan jumlah penelitian yang
sedikit membuat susah untuk menarik kesimpulan penelitian.

Sebuah RCT agak lebih besar dilakukan oleh Perez yang mengacak 60 pasien dengan fistula
kompleks baik rectal advensment flap (AF, n = 30) atau fistulotomy dengan rekonstruksi
sfingter (FSR, n = 30). Kelompok-kelompok sama-sama seimbang dalam hal usia, rasio laki-
laki: perempuan dan anatomi fistula. Empat puluh empat pasien memiliki fistula trans-sfingter
letak tinggi (22/27 di AF dan 22/28 di kelompok FSR) dan 11 memiliki fistula supra-sfingter
(27/5 di AF dan 28/06 di kelompok FSR). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat
kekambuhan antara kedua kelompok (30/2 di masing-masing kelompok) dan juga tidak ada
perbedaan yang signifikan dan pembatasan setelah dilakukan pemantauan dari 36 bulan (lihat
Tabel 5).

Apakah antibiotik submukosa membantu flap repair ?

Gustafsson melihat rata-rata tingkat kesembuhan setelah insersi dari spons kolagen sapi
diresapi dengan gentamisin sulfat menunjukkan sebuah endoanal advance flap repair (n = 42
pengobatan, n = 41 kontrol). Para penulis berteori bahwa proporsi kegagalan penutupan flap
mungkin disebabkan karena infeksi dengan demikian perlu dicegah. Mereka yang fistula
intersphincteric atau fistula anal letak tinggi yang terdaftar tapi fistula Crohn atau mereka
dengan beberapa muara internal yang dikeluarkan. Tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam usia, rasio jenis kelamin, jenis fistula atau riwayat operasi fistula sebelumnya antara
kelompok. 12,5 cm2 spons dengan antibiotik diberikan sampai 72 jam dan terlarut selama 1-7
minggu.
Pada pemantauan selama 1 tahun, 57% pasien secara keseluruhan telah sembuh tapi tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam tingkat kesembuhan primer antara kedua kelompok (26/42
pasien gentamisin-kolagen vs 21/41 pasien menutup sendiri) (Tabel 5 ). Tingkat
penyembuhan secara keseluruhan dalam penelitian ini cocok sekali dengan seri lain di mana
tingkat kekambuhan 31-40%.

Fibrin Glue dalam operasi fistula

Fibrin glue menutupi saluran fistula telah menjadi subyek yang cukup menarik sebagai pilihan
yang memungkinkan pada pasien dengan fistula transsphincteric letak tinggi atau fistula
suprasphincteric dimana sebagian ahli bedah tetap waspada saat melakukan fistulotomy
konvensional mengingat risiko serius terjadinya inkontinensia. Administrasi terdiri dari suntik
trombin dan fibrinogen dari dua bilik jarum suntik ke dalam saluran fistula Tabel 5. Hal ini
terjadi melalui kanula tunggal dimasukkan melalui muara fistula eksternal memungkinkan
dua komponen untuk campuran bersama-sama selama pertemuan untuk membentuk fibrin
tersebut. Ujung kanula awalnya dimasukkan pada pembukaan fistula internal. Setelah
'gumpalan' fibrin glue terlihat menonjol dari sana, cannula secara perlahan ditarik sementara
glue disuntikkan terus.

Ada tiga RCT yang diidentifikasi telah mengevaluasi dampak dari lem fibrin dalam operasi
fistula anal yang diringkas dalam Tabel 6. Hanya studi Lindsey mempertanyakan pertanyaan
yang paling relevan bagaimana jika lem fibrin dibandingkan dengan terapi konvensional yang
ada. Dua lainnya mempelajari efek aditif lem fibrin pada flap repair dan dicampur dengan
antibiotik sefalosporin.

Lindsey et al. mengacak pasien 13 dan 29 pasien fistula kompleks untuk satu atau dua aplikasi
dari fibrin glue atau 'metode konvensional' dengan pemantauan final di 3 bulan pasca-operasi.
Ada yang berbeda pada pengobatan konvensional untuk pasien fistula sederhana dan
kompleks pada kenyataannya kedua kelompok dianalisis secara terpisah oleh penulis. Fistula
sederhana dilakukan fistulotomy sendiri dan pasien fistula kompleks diberi setons longgar
diikuti oleh flap repair pada kasus tertentu. Lindsey menemukan bahwa fibrin glue sembuh
50% (tiga dari enam) dan fistulotomy sembuh 100% (tujuh tujuh) fistula letak rendah (P
<0,06). Tidak ada perbedaan dalam skor pembatasan, tekanan anal atau skor nyeri antara
kedua kelompok. Sementara pengobatan fibrin glue memungkinkan kembali bekerja lebih
cepat, skor kepuasan yang lebih tinggi pada kelompok fistulotomy.

Dari 29 pasien dengan fistula kompleks, lem menyembuhkan 46% (enam dari 13) pasien
dengan satu pengobatan dan tambahan tiga pasien setelah pengeleman kembali sehingga
mencapai 69% kesembuhan kumulatif. Hanya 13% (dua dari 16) sembuh dengan 'metode
konvensional' dengan penyisipan seton longgar untuk semua 16 pasien fistula kompleks. Dua
dari enam pasien Crohn diacak untuk terapi lem, dengan empat diberikan terapi konvensional
penyisipan seton longgar. Tidak mengherankan hasil pengobatan konvensional fistula
kompleks yang tidak terlalu mengesankan. Tidak ada perbedaan dalam skor inkontinensia
atau tekanan anal tapi kepuasan lebih tinggi dengan terapi lem dengan tingkat kesembuhan
yang lebih tinggi.
Apakah antibiotic membantu dalam terapi fibrin glue ?

RCT kedua dari Singer yang mengacak 75 pasien baik fibrin sealant dicampur dengan
antibiotik (cefoxitin) atau sealant dengan penutupan fistula internal maupun sealant dengan
keduamya. Tingkat kesembuhan rata-rata adalah 21%, 40% dan 31% masing-masing (P =
0,34). Seperti pada pasien studi Lindsey dilakukan pengobatan ulang; dengan aplikasi tunggal
fibrin sealant yang hanya 18 dari 52 pasien gagal setuju untuk menjalani pengobatan ini.
Tingkat kesembuhan akhir pada 1 tahun adalah 25%, 44% dan 35% masing-masing tapi ini
tidak bermakna secara statistik (P = 0,37). Tingkat kekambuhan jangka panjang akhirnya
mungkin bahkan lebih tinggi dari yang dipublikasikan. Dari catatan, penelitian ini termasuk
pasien dengan faktor risiko tambahan seperti penyakit Crohn (n = 3), HIV (n = 3), alergi
penisilin (n = 3) dan kebocoran anastomotic fistula sebagai etiologi (n = 1). Pasien-pasien ini
sama gagal pengobatan. Sebuah pertanyaan penting dimana penelitian ini tidak menjawab
seberapa efektif pengobatan lem fibrin saja dibandingkan dengan penambahan antibiotik
maupun muara fistula internal.

Dapatkah fibrin glue membantu flap repair ?

Ellis et al. mengacak 58 pasien dengan fistula trans-sfingter untuk flap repair tingkat lanjut
atau flap dengan fibrin glue menutup saluran fistula. Pasien dengan Crohn, trauma obstetrik,
atau paparan radiasi dikeluarkan. Proporsi pasien di setiap cabang penelitian memiliki
kemajuan mukosa flaps (60%) dan anodermal flaps (40%) juga serupa. Tingkat kekambuhan
keseluruhan adalah 32,6%. Namun, ini hanya 20% (6/30 pasien) untuk flap tingkat lanjut dan
naik ke 46,4% (13 dari 28 pasien) ketika flap dikombinasikan dengan fibrin glue (P <0,05).
Mayoritas kekambuhan di kelompok kedua terjadi pada mereka yang memiliki insisi mukosa
dikombinasikan dengan glue (58,9%, 10/17 pasien) - sebagai lawan perbaikan penutupan
anodermal (27%, 11/03 pasien) - tapi temuan bagian tidak signifikan secara statistik.

Meskipun jumlahnya kecil, penelitian ini meningkatkan kemungkinan bahwa lem fibrin
seperti yang diterapkan oleh penulis mungkin sebenarnya mengganggu perbaikan flap anal
dan beberapa intervensi yang lebih baru untuk fistula anal dapat berinteraksi negatif dengan
satu sama lain. Hal ini mungkin disebabkan karena, antara lain, sealant mencegah kontak fisik
antara tepi luka atau dengan menghalangi drainase dari sumber infeksi sekunder.

Fistulotomy radiofrequensi vs fistulectomy / fistulotomy konvensional

Operasi radiofrekuensi sebagai lawan diathermy konvensional seharusnya menghasilkan


pemotongan yang sama dari jaringan sementara memanfaatkan suhu yang lebih rendah
mengakibatkan sedikit kerusakan ke jaringan sekitarnya. Dua penelitian ditemukan
mengevaluasi peran radiofrekuensi di fistula anal letak rendah (Tabel 7)

Satu peneletian menyebutkan penulis menggunakan 4 MHz frekuensi radio (RF) untuk
fistulotomy dibandingkan dengan fistulectomy fistula letak rendah (n = 100). Ini
menunjukkan pendarahan sedikit, waktu operasi yang lebih cepat (22 menit vs 37 menit),
lebih sedikit rasa sakit pasca operasi dan meningkatkan waktu kesembuhan (47 hari vs 64
hari) dengan teknik RF. Ada 3/100 kekambuhan pada kelompok konvensional dan 1/100
setelah RF fistulotomy (P = 0,01).

Filigeri et al. mengacak 20 pasien baik fistulectomy RadioFrekuensi atau fistulotomy


konvensional. Ada pengurangan yang signifikan dalam nyeri pasca operasi pada hari 1 dan
lebih pendek waktu kesembuhan pada kelompok RF dibandingkan dengan kontrol (3,5
minggu vs 5,9 minggu). Rata-rata waktu operasi adalah 18,3 menit (15-26 menit) vs 17,9
menit (13- 21 menit). Satu kekambuhan terjadi pada kelompok RF dengan tanpa kekambuhan.
Data dikumpulkan dengan studi Gupta mengungkapkan manfaat kurang signifikan dari
operasi RF sehubungan dengan inkontinensia ringan (RR = 0,50, CI 0,19-1,31) dan
kekambuhan (RR = 0,71, CI 0,15-3,50).

'Efek Retractor' pada inkontinensia setelah operasi fistula

Penelitian saat ini, oleh Zimmerman, telah melihat efek dari retractor anal Park vs Scott pada
fecalt inkontinensia 12 minggu setelah fistula repair (n = 30). Retractor Park menyebabkan
penurunan yang signifikan antara tekanan pra dan pasca operasi maksimal anal saat istirahat
(MARP, 76-42 mmHg) dan kenaikan signifikan dalam rata-rata Rockwood fecal
Inkontinensia Severity Index (RFISI, 0-12) - konsisten dengan kerusakan sfingter anal
internal. Tidak ada perubahan signifikan baik di MARP atau RFISI dengan menggunakan
retractor Scott, atau rata-rata tekanan squeeze anal dengan penggunaan Scott atau retractor
Parks '.

Diskusi

Kualitas keseluruhan dari penelitian yang diperoleh sangat miskin hanya 57% dari penelitian
yang menjelaskan metode dan menunjukkan kecenderungan mengarah kebawah dari kualitas
untuk penelitian di bidang ini. Demikian pula hanya satu penelitian yang telah membuat
double blind pada pemantauan pasca operasi. Penilaian hasil pemantauan mungkin sulit
dicapai pada beberapa jenis penelitian misalnya membandingkan setons untuk fistulotomy /
fistulectomy atau dengan pengobatan glue dibandingkan dengan fistulotomy. Namun,
kurangnya uji coba secara blind untuk pemantauan dalam studi mereka di mana ini bisa
diterapkan tetapi tetap menjadi sumber potensial bias.

Temuan dari lima RCT insisi abses vs insisi dengan operasi fistula perlu interpretasi hati-hati.
Hanya satu dari tiga abses perianal berkembang menjadi fistula anal. Oleh karena itu menarik
untuk melihat sebagian besar pasien secara acak sebelum operasi untuk insisi bedah fistula +
bedah fistula yang ditemukan di tiga percobaan. Ada kemungkinan rasa senang yang
berlebihan pada dokter bedah dalam pencarian anal fistula telah menciptakan saluran palsu
yang kemudian akan diterapi menjadi saluran fistul. Kemungkinan yang lain termasuk tidak
kuatnya efek dari pengacakan atau orang yang mengerti uji coba blind.

Ini berarti bahwa Quah et al. meta-analisis dapat menjamin evaluasi ulang. Mereka
menyimpulkan tidak ada bukti konklusif yang mendukung drainase sederhana atau drainase
dengan prosedur pemotongan sfingter. Namun pada analisa dari lima percobaan mereka
dengan kecenderungan untuk mengurangi kekambuhan fistula (RR 0,17, CI 0,09-0,32) dan
inkontinensia minor lebih tinggi (RR 2.46, CI 0,75-8,06) dengan operasi insisi abses + operasi
fistula . Penelitian lebih lanjut diperlukan sebagai temuan mewakili terlalu tingginya efek dari
operasi fistula pada pasien ini.

Penelitian Lindsey telah berusaha untuk menjawab pertanyaan 'apakah terapi lem lebih baik
daripada pengobatan konvensional untuk fistula anal?' Temuan fistula sederhana mereka
menunjukkan efektivitas 'gold standar' fistulotomy dalam mengobati fistula anal. Sementara
pengobatan konvensional ditafsirkan sebagai fistulotomy untuk fistula sederhana mereka,
semua fistula kompleks dalam kelompok terapi konvensional diberi setons longgar (16 dari
16). Sementara ini merupakan satu-satunya RCT mana setons longgar benar-benar telah
mencoba sebagai satu-satunya intervensi, mungkin juga menjelaskan tingkat penyembuhan
dibandingkan dengan pengobatan lem. Dari enam pasien Crohn dalam penelitian ini, dua
memiliki perawatan lem dan empat memiliki setons longgar dan ini mungkin memiliki hasil
lebih buruk pada kelompok pengobatan konvensional sebagai fistula Crohn diketahui
refrakter terhadap terapi konvensional. Penelitian yang akan datang akan lebih baik untuk
membandingkan lem dengan perawatan yang lebih baru misal kemajuan flaps atau memotong
setons, dan baik di luar atau secara terpisah mengacak pasien dengan fistula Crohn.

Temuan oleh Zimmerman menunjukkan penurunan tekanan anal dan skor penahan setelah
penggunaan retractor Parks adalah menarik perhatian. Kami tidak memiliki pengetahuan
apakah 'Retractor Effect' ini memiliki peran dalam temuan lainnya 20 RCT dalam review
kami karena informasi ini tidak tersedia. Bias mungkin telah dihindari jika jumlah pasien
sama dari disetiap kelompok pengobatan menjadi sasaran setiap jenis retractor. Namun, jika
lebih banyak pasien dalam kelompok pengobatan tertentu menjadi sasaran terutama satu jenis
retractor atau yang lain maka ini mungkin telah membuat beberapa hasil yang luar biasa.

Point Terakhir tentang variasi dalam tingkat kejadian dan kekambuhan dari penelitian ke
penelitian yang lain. Sebagian dijelaskan oleh kelompok-kelompok yang berbeda pasien
dinilai dengan uji individu, yaitu orang-orang dengan submukosa fistula letak rendah
cenderung bertahan lebih baik daripada yang transsphincteric letak tinggi. Ini juga dapat
dijelaskan dengan masalah kualitas dan efek dari teknik bedah termasuk jenis retractor
disebutkan sebelumnya. Putus dari pengobatan atau pemantauan tampaknya menjadi masalah
sebagian kecil dari uji coba karena ukuran sampel yang dikelola kecil di sebagian besar
penelitan dievaluasi multi-pusat Shukla penelitian besar menjadi pengecualian. Alasan yang
lebih penting adalah kemungkinan durasi pemantauan yang bervariasi dari paling sedikit 6
minggu sampai 42 bulan antara percobaan. Kemungkinan mengambil berulang / persisten
fistula anal harus lebih tinggi dengan pengamatan jangka panjang. Kami menyebutkan
masalah ini karena mereka adalah relevan untuk desain uji coba masa mengevaluasi
efektivitas intervensi proctological.

Kesimpulan dan kemungkinan arah kedepan

Kebanyakan pasien penelitian tentang fistula anal sedikit dan heterogen yang berhubungan
dengan intervensi dan kelompok pasien yang membuat sulit untuk menarik kesimpulan kuat.
Marsupialisasi setelah fistulotomy mengurangi perdarahan dan memungkinkan untuk
penyembuhan lebih cepat. setons kimia menghasilkan nyeri berlebih pasca operasi tetapi bukti
kekambuhan dan penyembuhan tidak meyakinkan. Hasil awal menunjukkan bahwa fistula ani
flap repair mungkin tidak lebih buruk daripada fistulotomy dalam hal penyembuhan tapi ini
masih harus meyakinkan dengan melakukan uji coba ulang. Setidaknya satu penelitian telah
menyarankan bahwa flaps anal dikombinasikan dengan lem fibrin bisa meningkatkan tingkat
kekambuhan fistula. Radiofrequency fistulotomy menghasilkan rasa sakit yang sedikit pada
hari pertama pasca operasi dan memungkinkan untuk waktu penyembuhan lebih pendek.
Peran fistulotomy saat insisi abses masih harus diklarifikasi secara definitif. Pertanyaan dasar
tetap harus dijawab. Sebuah konsensus tentang metodologi studi fistula diperlukan untuk
mendefinisikan kelompok fistula (letak rendah, tinggi, trans-sfingter, intersphincteric) dan
ukuran hasil (waktu penyembuhan, inkontinensia) untuk memperjelas standar minimum untuk
pemantauan jangka panjang dalam menentukan tingkat kekambuhan setelah operasi untuk
fistula anal. Sebuah titik awal yang baik membandingkan fistulotomy vs fistulectomy vs
pemotongan seton vs flap vs lem di RCT dilakukan dengan benar menggunakan instrumen
penilaian penahanan standar dan dengan waktu seragam dan penilaian kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai