Anda di halaman 1dari 14

Penggunaan Trombolitik Dalam Sebuah Multidisiplin Pulmonary Embolism

Response Team

ABSTRAK
Pendahuluan: Pelaksanaan Pulmonary Embolism Response Team (PERT) dikaitkan
dengan peningkatan penggunaan trombolisis, khususnya, trombolisis yang diarahkan
kateter (CDT). Ahli multidisiplin PERT dapat menggunakan trombolisis di luar
rekomendasi pedoman, tetapi karakteristik klinis pasien yang diobati dengan trombolisis
oleh dokter PERT tidak dijelaskan dengan baik.

Bahan dan metode: Penelitian ini dilakukan pada semua pasien emboli paru (PE) yang
ada dalam database MGH PERT per 1 Januari 2019. Pasien dikelompokkan sesuai
dengan strategi pengobatan dan dibagi menjadi pasien yang telah menerima pengobatan
trombolitik (AT), CDT, trombolisis intravena (IVT) atau tanpa terapi pengurang bekuan
darah (NCR). Data yang diambil antara lain data demografi, gejala, riwayat kesehatan,
beban bekuan darah, ketegangan jantung kanan, biokimia dan karakteristik operasional.
Selain itu, pedoman ESC digunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan risiko
pasien. Analisis univariat dilakukan untuk tiga perbandingan berbeda; AT dibanding
NCR, CDT dibanding NCR dan CDT dibanding IVT.

Hasil: Dari seluruh pasien yang terbukti mengalami PE, sebanyak 109/831 (13,1%)
pasien menjalani terapi trombolitik. Pasien yang menjalani trombolisis dibagi menjadi
dua yaitu 74 (8,9%) pasien menjalani CDT dan 35 (4,2%) pasien menjalani IVT. Beban
bekuan sentral (p <0,001), ketegangan jantung kanan (p <0,001), dan kelainan tanda-
tanda vital (p <0,001) berkorelasi kuat dengan terapi trombolitik. CDT lebih disukai
daripada IVT pada pasien dalam kategori risiko menengah tinggi berdasarkan klasifikasi
ESC (p <0,001), pasien dengan trombus sentral (p = 0,028) dan selama hari kerja (p =
0,028).

Kesimpulan: Dalam analisis retrospektif ini kami berhasil mengidentifikasi beberapa


faktor yang terkait dengan pilihan pengobatan dalam program MGH PERT. Data ini
mungkin berguna dalam memahami bagaimana pasien dipilih untuk trombolisis dan
apakah pendekatan trombolitik yang berbeda meningkatkan luaran pasien PE.

Pendahuluan
Penggunaan trombolitik yang tepat pada emboli paru akut (PE) terus diperdebatkan.
Pedoman saat ini menyarankan terapi trombolitik intravena hanya untuk pasien dengan
tanda dekompensasi hemodinamik sedangkan risiko perdarahan yang terkait dengan
trombolisis intravena (IVT) pada pasien dengan PE risiko menengah umumnya
dianggap lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini telah ditunjukkan dalam penelitian
PEITHO. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan trombolisis dosis rendah yang
terarah dengan kateter (CDT) telah muncul sebagai alternatif dari trombolisis sistemik.
Secara teoritis CDT mampu mempertahankan efektivitas trombolisis dengan
menurunkan risiko perdarahan. Meski demikian, pendekatan baru ini masih belum
memiliki bukti-bukti yang kuat.
Tatalaksana PE akut risiko tinggi dan risiko sedang kompleks di Rumah Sakit
Umum Massachusetts (MGH) dilakukan oleh tim multidisiplin Pulmonary Embolism
Response Team (PERT) sejak tahun 2012. Pengetahuan dan pengalaman PERT yang
komprehensif memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan terapeutik secara
individual, kasus per kasus, serta melakukan CDT dan modalitas terapeutik lainnya
yang belum tercantum dalam pedoman klinis.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa implementasi program PERT
berhubungan dengan peningkatan penggunaan CDT. Analisis multisenter awal pada
pasien yang diobati dengan PERT di seluruh Amerika Serikat menunjukkan bahwa 10%
dari seluruh pasien tersebut menerima CDT, 8% menerima trombolisis sistemik, dan 5%
menerima trombektomi bedah atau hisap. Namun, tidak diketahui apa yang membuat
dokter di PERT memilih terapi trombolitik atau pengurangan bekuan darah lainnya.
Selain itu, juga masih belum diketahui mengapa pasien yang menjalani CDT lebih
banyak dibanding IVT atau trombektomi.
Dalam analisis deskriptif ini, kami bertujuan menggambarkan karakteristik
pasien dan operasional yang terkait dengan penggunaan kateter diarahkan dan terapi
trombolitik sistemik dalam program PERT di MGH. Oleh karena itu, kami tidak
bertujuan mempromosikan penggunaan umum trombolitik sistemik atau yang diarahkan
kateter melainkan meningkatkan pemahaman kami tentang bagaimana trombolitik
tersebut telah digunakan dalam waktu dan kondisi saat ini.

2. Metode
2.1. Struktur PERT
Beberapa makalah sebelumnya telah menjelaskan komposisi MGH PERT. Singkatnya,
PERT di MGH dapat diaktifkan kapan saja oleh dokter yang merujuk. Dokter PERT
yang dipanggil kemudian mengevaluasi pasien, mengumpulkan informasi yang relevan
dan melakukan diskusi multidisiplin dalam waktu 90 menit setelah aktivasi PERT.
Melalui diskusi tersebut, PERT akan memutuskan diagnosis, metode pengobatan serta
staf dan sumber daya yang relevan untuk pasien.

2.2. Penelitian populasi dan pengumpulan data


Pada saat ekstraksi data, database MGH PERT menyimpan 1077 data pasien secara
lengkap. Data dikumpulkan sejak program PERT dimulai pada bulan Oktober 2012.
Data dimasukkan ke dalam online registry yang sesuai dengan HIPAA (REDCap ™,
www.projectredcap.org) oleh dokter dan staf penelitian pada setiap aktivasi PERT.
Pencatatan data dan analisis kami ini telah disetujui oleh Human Research Committee
of Partners Healthcare (Partners IRB).
Karena penelitian kami berkaitan dengan pilihan pengobatan, kami hanya
menganalisis pasien dengan PE yang dipastikan melalui pemeriksaan computed
tomography pulmonary angiography (CTPA), pemindaian ventilasi / perfusi (V / Q),
magnetic resonance imaging (MRI) atau kateter paru angiogram (Gbr. 1). Selanjutnya,
pasien yang telah dipastikan mengalami PE dikelompokkan menjadi empat
subkelompok sesuai dengan metode terapi yang diterima yaitu kelompok IVT,
kelompok CDT, kelompok CDT dan IVT gabungan yang mewakili semua pasien yang
menerima terapi trombolitik (AT), dan kelompok kontrol yang tidak menerima terapi
pengurang bekuan darah (NCR). Pasien yang masuk ke dalam NCR merupakan pasien
yang tidak menerima terapi trombolitik, ECMO atau embolektomi bedah.
Data yang diambil dari semua pasien PE yang terkonfirmasi antara lain data
demografi, karakteristik dasar, biokimia, karakteristik operasional, beban bekuan,
ketegangan jantung kanan, gejala yang muncul dan tanda vital. Berdasarkan informasi
ini, pasien dikelompokkan berdasarkan risiko sesuai dengan pedoman European Society
of Cardiology (ESC). Kami juga menganalisis data tentang diagnosis dan terapi yang
dicatat dalam tiga hari sejak aktivasi PERT untuk mengetahui pengambilan keputusan
klinis dari PERT di MGH.

2.3. Analisis statistik


Sebelum analisis, semua data diambil dari database REDCap ™ kemudian dipindah ke
SAS® versi 9.4 (SAS Institute, Cary, NC). Analisis univariat dilakukan untuk tiga
perbandingan berbeda; AT dibanding NCR, CDT dibanding NCR dan IVT dibanding
CDT. Variabel berkelanjutan dianalisis dan dilaporkan dalam bentuk rata-rata dan
simpang baku sedangkan variabel kategorik dianalisis dan dilaporkan dalam bentuk
frekuensi dan persentase. Nilai p dari kovariat numerik dihitung menggunakan ANOVA
sedangkan nilai p dari kovariat kategorik dihitung menggunakan uji chi-square atau
Fisher's exact. Nilai P <0,05 dianggap signifikan.

Gambar 1. Diagram yang menjelaskan alur pemilihan pasien dan stratifikasi


pengobatan. (MGH: Rumah Sakit Umum Massachusetts, PERT: Pulmonary Embolism
Response Team, PE: Emboli Paru, IVT: Trombolisis Intravena, AT: Trombolisis
Apapun, CDT: Catheter-Directed Thrombolysis, NCR: Tanpa Terapi Pengurang
Bekuan Darah).
3. Hasil
Berdasarkan data dari PERT di MGH sebanyak 831 (77,2%) pasien dipastikan
menderita PE. Tiga puluh lima (4,2%) pasien dengan PE terkonfirmasi dipilih untuk
menjalani terapi dengan IVT, 74 (8,9%) pasien menjalani terapi dengan CDT, dan 695
(83,6%) pasien menjalani NCR. Setelah eliminasi empat (0,4%) pasien yang menerima
CDT dan IVT, kelompok trombolitik gabungan terdiri atas 105 (12,6%) pasien. Tiga
puluh satu (3,7%) pasien PE menerima terapi pengurang bekuan darah selain
trombolisis seperti ECMO atau trombektomi (Gbr. 1).

3.1. Trombolisis apapun dibanding tanpa terapi pengurang bekuan darah


Pasien yang dipilih untuk menjalani AT memiliki beberapa variabel yang berbeda
dengan pasien yang dipilih untuk menjalani NCR (Tabel 1).
Berdasarkan analisis univariat, pasien yang menerima trombolitik dalam bentuk
apapun cenderung lebih muda (p <0,001), lebih tinggi (p = 0,030) dan cenderung
memiliki riwayat keluarga berupa trombosis vena dalam (DVT) atau PE (p = 0,012)
dibanding pasien yang menjalani NCR. Pasien lebih kecil kemungkinannya menerima
terapi trombolitik jika diketahui memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi (p
<0,001), penyakit arteri koroner (p = 0,008), stroke (p = 0,048), perdarahan intrakranial
(p = 0,011), keganasan (p <0,001), penyakit ginjal kronis (p = 0,009) atau perdarahan
gastrointestinal (p = 0,030). Selain itu, pasien dengan riwayat rawat inap dalam
beberapa hari sebelumnya (p = 0,001), memiliki alergi (p <0,001), dan memperoleh
pengobatan aktif dengan antikoagulan (p = 0,004), kemoterapi (p = 0,026) atau NSAID
(p = 0,003) lebih sedikit kemungkinannya menerima trombolisis.
Pasien dengan penanda PE yang lebih parah lebih mungkin untuk menerima
trombolisis. Lebih banyak pasien gawat darurat (ED) dan pasien di unit perawatan
intensif (ICU) yang menerima trombolisis daripada pasien yang berada di ruang rawat
inap (p <0,001). Pasien yang mengalami hipotensi (p <0,001), collapse hemodinamik (p
<0,001), peningkatan denyut jantung (p <0,001), atau memerlukan bantuan
ventilasi/oksigen selain dari nasal kanul (p <0,001) lebih mungkin untuk menerima
trombolisis. Sebaliknya, pasien dengan gejala atau tanda klinis yang tidak secara
langsung berhubungan dengan keparahan PE lebih kecil kemungkinannya untuk
menerima terapi trombolitik. Gejala dan tanda tersebut mencakup hemoptisis (p =
0,038), pneumonia (p = 0,005) atau efusi pleura (p = 0,048).
Pasien lebih mungkin menerima terapi trombolitik jika mereka mengalami
peningkatan troponin (p = 0,008) atau peptida natriuretik otak (BNP) (p = 0,003). Selain
itu, pasien dengan bekuan darah di arteri pulmonalis lobaris atau yang lebih proksimal
(p <0,001) atau yang memiliki bukti ketegangan jantung kanan berdasarkan
pemeriksaan CTPA (p <0,001) atau ekokardiogram (p <0,001) lebih sering diobati
dengan trombolisis. Selain itu, pasien dengan peningkatan tekanan sistolik ventrikel
kanan (RVSP) berdasarkan pemeriksaan ekokardiogram lebih mungkin untuk menerima
segala bentuk terapi trombolitik (p = 0,018). Terakhir, trombolisis lebih sering
digunakan pada pasien dalam kelompok risiko menengah-tinggi atau risiko tinggi
berdasarkan klasifikasi ESC, sementara pasien dalam kelompok risiko rendah atau
menengah-rendah cenderung tidak diobati dengan trombolisis (p <0,001).

3.2. Trombolisis yang diarahkan oleh kateter dibanding tanpa terapi pengurang bekuan
darah
Kami mencoba untuk mengidentifikasi berbagai variabel/karakteristik yang secara
signifikan berhubungan dengan pemilihan CDT pada pasien PE dibanding NCR (Tabel
Tambahan) untuk menentukan apakah berbagai variabel/karakteristik tersebut
berhubungan dengan penggunaan CDT. Analisis univariat yang membandingkan CDT
dengan pasien NCR menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi CDT seringkali
merupakan pasien yang mengalami dispnea (p = 0,020), pasien yang memerlukan
dukungan ventilasi ringan (p = 0,008), dan pasien yang termasuk dalam stratifikasi
risiko menengah-tinggi berdasarkan ESC. Pasien cenderung tidak memperoleh terapi
CDT jika mereka memiliki kelainan jumlah trombosit (p = 0,042), kelainan status
mental (p = 0,020), atau detak jantung kurang dari 80 bpm (p = 0,010).

3.3. Trombolisis terarah kateter vs trombolisis intravena sistemik


Kami berhasil menemukan beberapa variabel yang berhubungan dengan penggunaan
CDT dibanding IVT di antara kelompok pasien yang menerima berbagai bentuk
trombolisis. Empat pasien dikeluarkan dari perbandingan ini karena mereka telah
menerima kedua perawatan tersebut. Pasien yang mendapat terapi CDT cenderung
memiliki jenis kelamin laki-laki (p = 0,009) dan lebih tinggi (p <0,001). Pasien CDT
lebih sering memiliki beban (burden) bekuan sentral (p = 0,028) dan pengobatan CDT
lebih sering dilakukan pada pasien yang termasuk ke dalam kategori risiko menengah-
tinggi berdasarkan ESC (p <0,001).

Tabel 1
Trombolisis Apapun Dibanding Tanpa Pengurang Bekuan Darah
Semua Trombolisis Tanpa Pengurang Nilai P
pasien Apapun Bekuan Darah
N % N % N %
804 100 105 13,6 695 86,4
Demografi dan Karakteristik Dasar
Usia, tahun (rata-rata, 54,7 16 61,8 16,4 <0,001
simpang baku)
Tinggi, cm (rata-rata/ 173,5 12,9 168,9 11,3 0,03
simpang baku
Komorbid dan Riwayat Penyakit
Hipertensi 44 40,4 405 58,3 <0,001+
Penyakit arteri koroner 6 5,5 103 14,8 0,008+
Stroke/TIA 3 27,5 56 8,1 0,048+
Perdarahan intrakranial 0 0 39 5,6 0,011+
Keganasan 14 12,8 257 37 <0,001+
Penyakit ginjal kronis 4 3,7 84 12,1 0,009+
Perdarahan saluran cerna 1 0,9 41 5,9 0,03+
Riwayat DVT/PE pada 18 16,5 61 8,8 0,012+
keluarga
Riwayat rawat inap (<4 18 16,5 221 31,8 0,001a
minggu)
Alergi obat-obatan 25 22,9 293 42,16 <0,001+
Riwayat Pengobatan
Antikoagulan 7 6,4 119 17,1 0,004+
Kemoterapi 2 1,8 53 7,6 0,026+
NSAID 4 3,7 95 13,7 0,003+
Biokimia
Kadar troponin (ng/mL) > 43 44,8 178 30 0,008a
0,1
Kadar BNP/NT-proBNP 65 75,6 314 58,2 0,003a
Kadar hemoglobin <12 65 65,7 324 49,5 0,012a
mmol/L
Karakteristik Operasional
Rujukan – unit gawat 77 70,6 452 65,1 <0,001a
darurat
Rujukan – bangsal 7 6,4 148 21,3 <0,001+
Rujukan – unit perawatan 19 17,4 76 11 <0,001a
intensif
Beban Bekuan Darah
Saddle PE 35 32,1 96 13,8 <0,001a
PE utama bilateral 62 56,9 192 27,6 <0,001a
Trombus sentral termasuk 91 83,5 452 65 <0,001a
lobus bilateral
Regangan Ventrikel Kanan
Regangan ventrikel kanan 78 84,8 267 44,7 <0,001a
berdasarkan pemeriksaan
CTPA
Rasio RV/LV berdasarkan 32 42,1 105 20,2 <0,001a
CTPA >0,1
Regangan RV berdasarkan 100 91,7 303 43,6 <0,001a
pemeriksaan Echo
Dilatasi RV 94 86,2 254 36,6 <0,001a
Hipokinesis RV 80 73,4 243 35 <0,001a
Septum mendatar/ 72 66,1 175 25,2 <0,001a
membentuk seperti busur
RVSP maksimal 44 53 177 41,7 <0,001a
>50mmHG
Gejala dan Tanda Vital
Tanda hipotensi 43 39,5 141 20,3 <0,001
Pusing 32 29,4 103 14,8 <0,001
Pingsan 22 20,2 57 8,2 <0,001
Hemoptisis 0 0 25 3,6 0,038
Collapse hemodinamik 12 11 27 3,8 0,001
Perlu dukungan ventilasi 29 28,7 97 14,9 <0,001
(selain nasal kanul)
Pneumonia 6 5,5 109 15,7 0,005
Efusi pleura 10 9,2 115 16,6 0,048
Denyut jantung >120 41 40,6 161 24 <0,001
x/menit
+
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung tidak
mendapat terapi pengurang bekuan darah. Nilai P < 0,005 dianggap signifikan. (SD:
simpang baku, TIA: serangan iskemik sementara, NSAID: obat anti-inflamasi non-
steroid, RV: ventrikel kanan, LV: ventrikel kiri, RVSP: tekanan sistolik ventrikel
kanan)
a
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung
mendapat terapi trombolitik

Pasien IVT memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang lebih tinggi (p = 0,020)
dan lebih cenderung memiliki riwayat hipertensi (p = 0,049) (Tabel 2). Pasien yang
diobati dengan IVT lebih cenderung memiliki jumlah trombosit> 250 x10 ^ 9 / L (p =
0,036), peningkatan PT / INR (p = 0,028), kelainan status mental (p <0,001), tekanan
darah sistolik rendah (p < 0,001) dan perlu mendapat dukungan ventilasi (p = 0,002).
IVT lebih cenderung diberikan pada pasien risiko tinggi ESC (p <0,001).
Ketika melihat karakteristik operasional seperti waktu dan hari kerja, CDT lebih
mungkin dipilih jika aktivasi PERT terjadi pada hari kerja sedangkan IVT lebih
mungkin dipilih jika aktivasi PERT terjadi pada akhir pekan (p = 0,028).

Tabel 2
Trombolisis intravena (IVT) dibanding trombolisis terarah kateter (CDT)
Ggggg Semua Trombolisis Tanpa Pengurang Nilai P
pasien Apapun Bekuan Darah
N % N % N %
105 100 70 66,7 35 33,3
Demografi dan Karakteristik Dasar
Jenis kelamin, laki-laki 43 61,4 12 34,3 0,009
Usia, tahun (rata- 54,8 15,8 52,8 16,6 0,538
rata/simpang baku)
Tinggi, cm (rata-rata/ 179,2 12,1 164,9 8,6 <0,001
simpang baku)
Indeks massa tubuh 27,7 6,1 33,2 7,1 0,02
Komorbid dan Riwayat Penyakit
Hipertensi 25 34,3 19 54,3 0,049+
Biokimia
Kadar troponin (ng/mL) 28 40,6 178 30 0,047a
> 0,1
Hitung trombosit >250 x 12 18,5 12 40 0,036+
10^9/L
Nilai PT/INR > 1,1 28 48,3 21 75 0,028+
Nilai BNP/NT-proBNP 41 71,9 22 84,6 0,38
> 600 pg/mL
Karakteristik Operasional
Hari kerja 62 88,6 25 71,4 0,028a
Hari libur 8 11,4 10 28,6 0,028+
Beban Bekuan Darah
PE utama bilateral 46 65,7 13 37,1 0,005a
Trombus sentral 62 88,6 25 71,4 0,028a
termasuk lobus
unilateral
Regangan Jantung Kanan
RVSP maksimal >50 28 50,1 15 60 0,03+
mmHg
Gejala dan Tanda Vital
Kelainan status mental 5 7,1 16 49,5 <0,001+
Perlu bantuan ventilasi 13 20 16 50 0,002+
(selain nasal kanul)
Tekanan darah sistolik 41 62,1 9 28,1 0,002a
terendah < 90 mmHg
+
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung tidak
mendapat terapi pengurang bekuan darah. Nilai P < 0,005 dianggap signifikan. (SD:
simpang baku, RVSP: tekanan sistolik ventrikel kanan)
a
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung
mendapat terapi trombolitik

4. Diskusi
Dalam penelitian retrospektif ini kami berhasil menemukan beberapa faktor
yang berhubungan dengan pilihan pengobatan dalam program PERT di MGH.
Penelitian ini merupakan salah satu registry satu pusat kesehatan terbesar saat ini pada
pendekatan darurat multi-disiplin untuk diagnosis dan pengobatan PE karena
menggunakan data sejak PERT pertama kali dimulai pada tahun 2012.
Sejalan dengan pedoman klinis yang ada, penggunaan terapi berbagai jenis
trombolitik berdasarkan PERT di MGH tampaknya sangat berhubungan dengan tingkat
keparahan PE. Sesuai dengan stratifikasi risiko ESC, pasien lebih mungkin menjalani
trombolisis jika hasil pemeriksaan biokimia atau radiologi menunjukkan adanya
regangan jantung kanan atau jika pasien terbukti mengalami hipotensi sistemik. Pada
saat yang sama, pasien dengan penyakit penyerta dan riwayat perdarahan tidak dipilih
untuk menjalani terapi pengurang bekuan darah (Tabel 1). Sebagian besar faktor-faktor
ini berhubungan dengan kontraindikasi absolut dan relatif fibrinolisis berdasarkan ESC
sedangkan komorbid seperti penyakit ginjal kronis dapat mempersulit terapi yang
diarahkan kateter karena modalitas terapi ini memerlukan kontras intravena.
Kami berhasil menemukan bahwa beban bekuan cenderung mempengaruhi
pilihan pengobatan (Tabel 1). Meski demikian, faktor ini sebenarnya tidak termasuk
dalam stratifikasi risiko berdasarkan ESC. Trombus yang ditemukan di pusat sangat
berhubungan dengan pendekatan terapeutik yang lebih agresif meskipun beberapa
penelitian telah membuktikan beban bekuan tidak berkorelasi buruk dengan regangan
ventrikel kanan (RV) dan prognosis PE. Namun, trombus sentral yang besar secara
naluriah merupakan ancaman yang besar dan beban trombus tampaknya tidak mungkin
untuk dikesampingkan dalam menentukan keputusan klinis.
Meskipun penentuan modalitas terapi oleh PERT cenderung sesuai dengan
pedoman yang ada namun sekitar 30% dari pasien dengan risiko rendah atau sedang-
rendah mendapat terapi IVT (Gbr. 2). Meski demikian, desain penelitian saat ini tidak
dapat menjelaskan lebih lanjut alasan di balik pilihan terapeutik ini namun hal itu
menunjukkan bahwa pemilihan modalitas terapi oleh PERT cukup fleksibel sehingga
mungkin menunjukkan bahwa PERT lebih cenderung membuat keputusan berdasarkan
kasus per kasus tertentu daripada secara ketat mengikuti pedoman klinis.

4.1. Trombolisis yang diarahkan oleh kateter


Seperti yang dinyatakan sebelumnya oleh Rosovsky et al. implementasi PERT
dikaitkan dengan peningkatan penggunaan CDT. Sejalan dengan temuan ini, kami
menemukan dua kali lebih banyak pasien selama aktivasi PERT di MGH yang diobati
dengan CDT dibandingkan dengan IVT standar.
Manfaat teoritis CDT terletak pada kemampuannya untuk mengurangi risiko
perdarahan namun dengan tetap mempertahankan efektivitas terapi reperfusi sehingga
dapat menjadi pendekatan alternatif untuk pasien yang membutuhkan trombolisis
namun memiliki kontraindikasi relatif terhadap fibrinolisis. Pedoman CHEST 2016 dan
Expert Panel Report juga memberikan petunjuk bahwa CDT dapat diberikan dengan
hati-hati pada pasien dengan risiko perdarahan tinggi. Secara teori CDT dapat
memperluas populasi pasien yang memenuhi syarat untuk terapi pengurang bekuan
darah karena mampu meningkatkan rasio manfaat terhadap risiko trombolisis.
Dalam analisis ini, hampir 70% pasien yang diobati dengan CDT memiliki
risiko tinggi-sedang berdasarkan ESC (Gbr. 2). Karena hasil pemeriksaan radiologi dan
biokimia yang menunjukkan kegagalan RV dikaitkan dengan peningkatan mortalitas
yang signifikan, pasien dengan risiko sedang-tinggi dibenarkan untuk menjalani strategi
terapi yang lebih agresif. Oleh karena itu, meski pasien dengan risiko menengah tinggi
mungkin tidak memenuhi syarat untuk menjalani IVT berdasarkan rekomendasi dari
panduan yang ada (terutama berdasarkan hasil uji coba PEITHO), pasien-pasien
tersebut mungkin dapat diobati dengan CDT berdasarkan profil risiko potensial yang
menguntungkan dari pendekatan ini. Pendekatan ini konsisten dengan makalah
konsensus yang diterbitkan baru-baru ini oleh konsorsium PERT sehingga semakin
memperkuat pertimbangan CDT pada PE risiko menengah dengan risiko perburukan
atau PE risiko tinggi dengan kontraindikasi relatif terhadap IVT. Meski secara teoritis
manfaat pendekatan baru ini dapat diterima secara umum namun bukti klinis yang kuat
untuk mendukung penggunaan CDT pada pasien PE tertentu masih kurang. Efek
signifikan pada luaran utama seperti kekambuhan VTE, risiko perdarahan, dan kematian
akan membutuhkan uji coba secara acak atau detailed propensity-matched analysis.
Penelitian ini dapat berguna dalam komposisi dan desain keduanya.

Tinggi
Sedang-tinggi
Sedang rendah
Rendah

Gambar. 2. Stratifikasi risiko berdasarkan ESC di semua kelompok perlakuan.


Stratifikasi digambarkan sebagai bagian dari keseluruhan. (NCR: Tanpa Terapi
Pengurang Bekuan Darah, AT: Trombolisis Apa Pun, CDT: Trombolisis Terarah
Kateter, IVT: Trombolisis Intravena)

Menariknya, pemilihan CDT dibandingkan IVT berkorelasi dengan faktor teknis


dan operasional berupa penempatan bekuan sentral dan shift hari kerja. Faktor pertama
mewakili lokasi bekuan yang secara teknis lebih memungkinkan, sedangkan faktor
terakhir mungkin mencerminkan tantangan logistik dalam mengumpulkan sumber daya
yang diperlukan untuk perawatan kateter invasif selama akhir pekan, bahkan ketika tim
multidisiplin tersedia untuk konsultasi virtual. Meski demikian, sejalan dengan temuan
sebelumnya, pemilihan CDT dan IVT tidak dalam analisis kami tidak dipengaruhi oleh
jam malam atau siang hari. Hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut, tetapi dapat
dijelaskan dengan waktu pendaftaran data di penyiapan saat ini.
4.2. Batasan
Database yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pusat medis tersier
besar oleh karena itu hanya mewakili satu populasi pasien dan struktur PERT pada satu
pusat kesehatan. Meski beberapa institusi memiliki banyak aspek pendekatan dan
struktur PERT yang sama namun modifikasi spesifik akan selalu ada karena setiap
institusi memiliki tantangan logistik, sumber daya dan personel yang berbeda-beda.
Selain itu, penelitian ini dilakukan pada sekelompok pasien yang kompleks dan
berisiko tinggi yang mengaktifkan PERT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini sebaiknya
diterjemahkan secara hati-hati jika dilakukan pada populasi PE yang lebih umum.
Meski penelitian ini mampu mengidentifikasi beberapa korelasi di berbagai
kelompok perlakuan namun desain penelitian ini tidak memungkinkan peneliti untuk
menyimpulkan adanya kausalitas. Selain itu, kami hanya dapat melakukan analisis
univariat karena desain eksplorasi ini mengandung banyak variabel dan pasien yang
dirawat dengan IVT cukup sedikit. Akibatnya, beberapa variabel mungkin tidak terkait
secara independen jika dilakukan analisis yang disesuaikan. Meski demikian, sebagian
besar variabel kami memiliki face value. Beberapa korelasi seperti hubungan yang jelas
antara peningkatan INR dan penggunaan trombolisis IV harus ditafsirkan dengan hati-
hati. Hubungan ini mungkin menunjukkan kebutuhan IVT yang darurat untuk pasien
yang tidak stabil, yang tidak akan ditunda terlepas dari INR, atau mungkin anomali
statistik yang disebabkan oleh analisis multipel.
Selain itu, kumpulan data biokimia kami memiliki sedikit hasil untuk analisis d-
dimer. Meski d-dimer secara luas dianggap sebagai langkah-langkah awal yang utama
dalam diagnosis PE namun analisis ini sering terlewatkan saat aktivasi PERT dengan
harapan aktivasi tersebut dapat memberikan pemeriksaan yang lebih konklusif.

5. Kesimpulan
Sebanyak 12,6% pasien PE yang terkonfirmasi dalam program PERT di MGH
menjalani terapi CDT atau IVT. Ada korelasi yang kuat antara kategori risiko PE dan
penggunaan trombolisis. Selain itu, CDT cenderung dipilih daripada IVT terutama pada
pasien berisiko menengah tinggi dan pada pasien dengan beban trombus sentral yang
tinggi. Meskipun bukti klinis yang ada untuk mendukung terapi CDT masih sangat
terbatas namun hasil penelitian ini berhasil menyoroti berbagai karakteristik yang
mempengaruhi pilihan pengobatan selama aktivasi PERT di MGH dan mungkin dapat
digunakan dalam desain penelitian masa depan tentang pengobatan pasien PE yang
kompleks.

Anda mungkin juga menyukai