Response Team
ABSTRAK
Pendahuluan: Pelaksanaan Pulmonary Embolism Response Team (PERT) dikaitkan
dengan peningkatan penggunaan trombolisis, khususnya, trombolisis yang diarahkan
kateter (CDT). Ahli multidisiplin PERT dapat menggunakan trombolisis di luar
rekomendasi pedoman, tetapi karakteristik klinis pasien yang diobati dengan trombolisis
oleh dokter PERT tidak dijelaskan dengan baik.
Bahan dan metode: Penelitian ini dilakukan pada semua pasien emboli paru (PE) yang
ada dalam database MGH PERT per 1 Januari 2019. Pasien dikelompokkan sesuai
dengan strategi pengobatan dan dibagi menjadi pasien yang telah menerima pengobatan
trombolitik (AT), CDT, trombolisis intravena (IVT) atau tanpa terapi pengurang bekuan
darah (NCR). Data yang diambil antara lain data demografi, gejala, riwayat kesehatan,
beban bekuan darah, ketegangan jantung kanan, biokimia dan karakteristik operasional.
Selain itu, pedoman ESC digunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan risiko
pasien. Analisis univariat dilakukan untuk tiga perbandingan berbeda; AT dibanding
NCR, CDT dibanding NCR dan CDT dibanding IVT.
Hasil: Dari seluruh pasien yang terbukti mengalami PE, sebanyak 109/831 (13,1%)
pasien menjalani terapi trombolitik. Pasien yang menjalani trombolisis dibagi menjadi
dua yaitu 74 (8,9%) pasien menjalani CDT dan 35 (4,2%) pasien menjalani IVT. Beban
bekuan sentral (p <0,001), ketegangan jantung kanan (p <0,001), dan kelainan tanda-
tanda vital (p <0,001) berkorelasi kuat dengan terapi trombolitik. CDT lebih disukai
daripada IVT pada pasien dalam kategori risiko menengah tinggi berdasarkan klasifikasi
ESC (p <0,001), pasien dengan trombus sentral (p = 0,028) dan selama hari kerja (p =
0,028).
Pendahuluan
Penggunaan trombolitik yang tepat pada emboli paru akut (PE) terus diperdebatkan.
Pedoman saat ini menyarankan terapi trombolitik intravena hanya untuk pasien dengan
tanda dekompensasi hemodinamik sedangkan risiko perdarahan yang terkait dengan
trombolisis intravena (IVT) pada pasien dengan PE risiko menengah umumnya
dianggap lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini telah ditunjukkan dalam penelitian
PEITHO. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan trombolisis dosis rendah yang
terarah dengan kateter (CDT) telah muncul sebagai alternatif dari trombolisis sistemik.
Secara teoritis CDT mampu mempertahankan efektivitas trombolisis dengan
menurunkan risiko perdarahan. Meski demikian, pendekatan baru ini masih belum
memiliki bukti-bukti yang kuat.
Tatalaksana PE akut risiko tinggi dan risiko sedang kompleks di Rumah Sakit
Umum Massachusetts (MGH) dilakukan oleh tim multidisiplin Pulmonary Embolism
Response Team (PERT) sejak tahun 2012. Pengetahuan dan pengalaman PERT yang
komprehensif memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan terapeutik secara
individual, kasus per kasus, serta melakukan CDT dan modalitas terapeutik lainnya
yang belum tercantum dalam pedoman klinis.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa implementasi program PERT
berhubungan dengan peningkatan penggunaan CDT. Analisis multisenter awal pada
pasien yang diobati dengan PERT di seluruh Amerika Serikat menunjukkan bahwa 10%
dari seluruh pasien tersebut menerima CDT, 8% menerima trombolisis sistemik, dan 5%
menerima trombektomi bedah atau hisap. Namun, tidak diketahui apa yang membuat
dokter di PERT memilih terapi trombolitik atau pengurangan bekuan darah lainnya.
Selain itu, juga masih belum diketahui mengapa pasien yang menjalani CDT lebih
banyak dibanding IVT atau trombektomi.
Dalam analisis deskriptif ini, kami bertujuan menggambarkan karakteristik
pasien dan operasional yang terkait dengan penggunaan kateter diarahkan dan terapi
trombolitik sistemik dalam program PERT di MGH. Oleh karena itu, kami tidak
bertujuan mempromosikan penggunaan umum trombolitik sistemik atau yang diarahkan
kateter melainkan meningkatkan pemahaman kami tentang bagaimana trombolitik
tersebut telah digunakan dalam waktu dan kondisi saat ini.
2. Metode
2.1. Struktur PERT
Beberapa makalah sebelumnya telah menjelaskan komposisi MGH PERT. Singkatnya,
PERT di MGH dapat diaktifkan kapan saja oleh dokter yang merujuk. Dokter PERT
yang dipanggil kemudian mengevaluasi pasien, mengumpulkan informasi yang relevan
dan melakukan diskusi multidisiplin dalam waktu 90 menit setelah aktivasi PERT.
Melalui diskusi tersebut, PERT akan memutuskan diagnosis, metode pengobatan serta
staf dan sumber daya yang relevan untuk pasien.
3.2. Trombolisis yang diarahkan oleh kateter dibanding tanpa terapi pengurang bekuan
darah
Kami mencoba untuk mengidentifikasi berbagai variabel/karakteristik yang secara
signifikan berhubungan dengan pemilihan CDT pada pasien PE dibanding NCR (Tabel
Tambahan) untuk menentukan apakah berbagai variabel/karakteristik tersebut
berhubungan dengan penggunaan CDT. Analisis univariat yang membandingkan CDT
dengan pasien NCR menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi CDT seringkali
merupakan pasien yang mengalami dispnea (p = 0,020), pasien yang memerlukan
dukungan ventilasi ringan (p = 0,008), dan pasien yang termasuk dalam stratifikasi
risiko menengah-tinggi berdasarkan ESC. Pasien cenderung tidak memperoleh terapi
CDT jika mereka memiliki kelainan jumlah trombosit (p = 0,042), kelainan status
mental (p = 0,020), atau detak jantung kurang dari 80 bpm (p = 0,010).
Tabel 1
Trombolisis Apapun Dibanding Tanpa Pengurang Bekuan Darah
Semua Trombolisis Tanpa Pengurang Nilai P
pasien Apapun Bekuan Darah
N % N % N %
804 100 105 13,6 695 86,4
Demografi dan Karakteristik Dasar
Usia, tahun (rata-rata, 54,7 16 61,8 16,4 <0,001
simpang baku)
Tinggi, cm (rata-rata/ 173,5 12,9 168,9 11,3 0,03
simpang baku
Komorbid dan Riwayat Penyakit
Hipertensi 44 40,4 405 58,3 <0,001+
Penyakit arteri koroner 6 5,5 103 14,8 0,008+
Stroke/TIA 3 27,5 56 8,1 0,048+
Perdarahan intrakranial 0 0 39 5,6 0,011+
Keganasan 14 12,8 257 37 <0,001+
Penyakit ginjal kronis 4 3,7 84 12,1 0,009+
Perdarahan saluran cerna 1 0,9 41 5,9 0,03+
Riwayat DVT/PE pada 18 16,5 61 8,8 0,012+
keluarga
Riwayat rawat inap (<4 18 16,5 221 31,8 0,001a
minggu)
Alergi obat-obatan 25 22,9 293 42,16 <0,001+
Riwayat Pengobatan
Antikoagulan 7 6,4 119 17,1 0,004+
Kemoterapi 2 1,8 53 7,6 0,026+
NSAID 4 3,7 95 13,7 0,003+
Biokimia
Kadar troponin (ng/mL) > 43 44,8 178 30 0,008a
0,1
Kadar BNP/NT-proBNP 65 75,6 314 58,2 0,003a
Kadar hemoglobin <12 65 65,7 324 49,5 0,012a
mmol/L
Karakteristik Operasional
Rujukan – unit gawat 77 70,6 452 65,1 <0,001a
darurat
Rujukan – bangsal 7 6,4 148 21,3 <0,001+
Rujukan – unit perawatan 19 17,4 76 11 <0,001a
intensif
Beban Bekuan Darah
Saddle PE 35 32,1 96 13,8 <0,001a
PE utama bilateral 62 56,9 192 27,6 <0,001a
Trombus sentral termasuk 91 83,5 452 65 <0,001a
lobus bilateral
Regangan Ventrikel Kanan
Regangan ventrikel kanan 78 84,8 267 44,7 <0,001a
berdasarkan pemeriksaan
CTPA
Rasio RV/LV berdasarkan 32 42,1 105 20,2 <0,001a
CTPA >0,1
Regangan RV berdasarkan 100 91,7 303 43,6 <0,001a
pemeriksaan Echo
Dilatasi RV 94 86,2 254 36,6 <0,001a
Hipokinesis RV 80 73,4 243 35 <0,001a
Septum mendatar/ 72 66,1 175 25,2 <0,001a
membentuk seperti busur
RVSP maksimal 44 53 177 41,7 <0,001a
>50mmHG
Gejala dan Tanda Vital
Tanda hipotensi 43 39,5 141 20,3 <0,001
Pusing 32 29,4 103 14,8 <0,001
Pingsan 22 20,2 57 8,2 <0,001
Hemoptisis 0 0 25 3,6 0,038
Collapse hemodinamik 12 11 27 3,8 0,001
Perlu dukungan ventilasi 29 28,7 97 14,9 <0,001
(selain nasal kanul)
Pneumonia 6 5,5 109 15,7 0,005
Efusi pleura 10 9,2 115 16,6 0,048
Denyut jantung >120 41 40,6 161 24 <0,001
x/menit
+
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung tidak
mendapat terapi pengurang bekuan darah. Nilai P < 0,005 dianggap signifikan. (SD:
simpang baku, TIA: serangan iskemik sementara, NSAID: obat anti-inflamasi non-
steroid, RV: ventrikel kanan, LV: ventrikel kiri, RVSP: tekanan sistolik ventrikel
kanan)
a
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung
mendapat terapi trombolitik
Pasien IVT memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang lebih tinggi (p = 0,020)
dan lebih cenderung memiliki riwayat hipertensi (p = 0,049) (Tabel 2). Pasien yang
diobati dengan IVT lebih cenderung memiliki jumlah trombosit> 250 x10 ^ 9 / L (p =
0,036), peningkatan PT / INR (p = 0,028), kelainan status mental (p <0,001), tekanan
darah sistolik rendah (p < 0,001) dan perlu mendapat dukungan ventilasi (p = 0,002).
IVT lebih cenderung diberikan pada pasien risiko tinggi ESC (p <0,001).
Ketika melihat karakteristik operasional seperti waktu dan hari kerja, CDT lebih
mungkin dipilih jika aktivasi PERT terjadi pada hari kerja sedangkan IVT lebih
mungkin dipilih jika aktivasi PERT terjadi pada akhir pekan (p = 0,028).
Tabel 2
Trombolisis intravena (IVT) dibanding trombolisis terarah kateter (CDT)
Ggggg Semua Trombolisis Tanpa Pengurang Nilai P
pasien Apapun Bekuan Darah
N % N % N %
105 100 70 66,7 35 33,3
Demografi dan Karakteristik Dasar
Jenis kelamin, laki-laki 43 61,4 12 34,3 0,009
Usia, tahun (rata- 54,8 15,8 52,8 16,6 0,538
rata/simpang baku)
Tinggi, cm (rata-rata/ 179,2 12,1 164,9 8,6 <0,001
simpang baku)
Indeks massa tubuh 27,7 6,1 33,2 7,1 0,02
Komorbid dan Riwayat Penyakit
Hipertensi 25 34,3 19 54,3 0,049+
Biokimia
Kadar troponin (ng/mL) 28 40,6 178 30 0,047a
> 0,1
Hitung trombosit >250 x 12 18,5 12 40 0,036+
10^9/L
Nilai PT/INR > 1,1 28 48,3 21 75 0,028+
Nilai BNP/NT-proBNP 41 71,9 22 84,6 0,38
> 600 pg/mL
Karakteristik Operasional
Hari kerja 62 88,6 25 71,4 0,028a
Hari libur 8 11,4 10 28,6 0,028+
Beban Bekuan Darah
PE utama bilateral 46 65,7 13 37,1 0,005a
Trombus sentral 62 88,6 25 71,4 0,028a
termasuk lobus
unilateral
Regangan Jantung Kanan
RVSP maksimal >50 28 50,1 15 60 0,03+
mmHg
Gejala dan Tanda Vital
Kelainan status mental 5 7,1 16 49,5 <0,001+
Perlu bantuan ventilasi 13 20 16 50 0,002+
(selain nasal kanul)
Tekanan darah sistolik 41 62,1 9 28,1 0,002a
terendah < 90 mmHg
+
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung tidak
mendapat terapi pengurang bekuan darah. Nilai P < 0,005 dianggap signifikan. (SD:
simpang baku, RVSP: tekanan sistolik ventrikel kanan)
a
Menampilkan hasil perbandingan yang menunjukkan bahwa pasien cenderung
mendapat terapi trombolitik
4. Diskusi
Dalam penelitian retrospektif ini kami berhasil menemukan beberapa faktor
yang berhubungan dengan pilihan pengobatan dalam program PERT di MGH.
Penelitian ini merupakan salah satu registry satu pusat kesehatan terbesar saat ini pada
pendekatan darurat multi-disiplin untuk diagnosis dan pengobatan PE karena
menggunakan data sejak PERT pertama kali dimulai pada tahun 2012.
Sejalan dengan pedoman klinis yang ada, penggunaan terapi berbagai jenis
trombolitik berdasarkan PERT di MGH tampaknya sangat berhubungan dengan tingkat
keparahan PE. Sesuai dengan stratifikasi risiko ESC, pasien lebih mungkin menjalani
trombolisis jika hasil pemeriksaan biokimia atau radiologi menunjukkan adanya
regangan jantung kanan atau jika pasien terbukti mengalami hipotensi sistemik. Pada
saat yang sama, pasien dengan penyakit penyerta dan riwayat perdarahan tidak dipilih
untuk menjalani terapi pengurang bekuan darah (Tabel 1). Sebagian besar faktor-faktor
ini berhubungan dengan kontraindikasi absolut dan relatif fibrinolisis berdasarkan ESC
sedangkan komorbid seperti penyakit ginjal kronis dapat mempersulit terapi yang
diarahkan kateter karena modalitas terapi ini memerlukan kontras intravena.
Kami berhasil menemukan bahwa beban bekuan cenderung mempengaruhi
pilihan pengobatan (Tabel 1). Meski demikian, faktor ini sebenarnya tidak termasuk
dalam stratifikasi risiko berdasarkan ESC. Trombus yang ditemukan di pusat sangat
berhubungan dengan pendekatan terapeutik yang lebih agresif meskipun beberapa
penelitian telah membuktikan beban bekuan tidak berkorelasi buruk dengan regangan
ventrikel kanan (RV) dan prognosis PE. Namun, trombus sentral yang besar secara
naluriah merupakan ancaman yang besar dan beban trombus tampaknya tidak mungkin
untuk dikesampingkan dalam menentukan keputusan klinis.
Meskipun penentuan modalitas terapi oleh PERT cenderung sesuai dengan
pedoman yang ada namun sekitar 30% dari pasien dengan risiko rendah atau sedang-
rendah mendapat terapi IVT (Gbr. 2). Meski demikian, desain penelitian saat ini tidak
dapat menjelaskan lebih lanjut alasan di balik pilihan terapeutik ini namun hal itu
menunjukkan bahwa pemilihan modalitas terapi oleh PERT cukup fleksibel sehingga
mungkin menunjukkan bahwa PERT lebih cenderung membuat keputusan berdasarkan
kasus per kasus tertentu daripada secara ketat mengikuti pedoman klinis.
Tinggi
Sedang-tinggi
Sedang rendah
Rendah
5. Kesimpulan
Sebanyak 12,6% pasien PE yang terkonfirmasi dalam program PERT di MGH
menjalani terapi CDT atau IVT. Ada korelasi yang kuat antara kategori risiko PE dan
penggunaan trombolisis. Selain itu, CDT cenderung dipilih daripada IVT terutama pada
pasien berisiko menengah tinggi dan pada pasien dengan beban trombus sentral yang
tinggi. Meskipun bukti klinis yang ada untuk mendukung terapi CDT masih sangat
terbatas namun hasil penelitian ini berhasil menyoroti berbagai karakteristik yang
mempengaruhi pilihan pengobatan selama aktivasi PERT di MGH dan mungkin dapat
digunakan dalam desain penelitian masa depan tentang pengobatan pasien PE yang
kompleks.