Anda di halaman 1dari 16

Telah ditampilkan pada 9 November 2018

Journal Reading

EVALUASI PERAN IMMATURE PLATELET FRACTION


DALAM DIAGNOSIS BANDING TROMBOSITOPENIA
HEREDITER, IMUN, DAN DIDAPAT
(Diterjemahkan dari Scientific Report 2017, DOI : 10.1038, hal 1-8)

Oleh:
Dian Eka Putri

Pembimbing:
dr. Zelly Dia Rofinda, Sp.PK(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI


KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND/
RSUP. Dr. M. DJAMIL
PADANG
2018
EVALUASI PERAN IMMATURE PLATELET FRACTION
DALAM DIAGNOSIS BANDING TROMBOSITOPENIA
HEREDITER, IMUN, DAN DIDAPAT

ABSTRAK
Penentuan diagnosis banding antara imun trombositopenia purpura (ITP)
dan makrotrombositopenia herediter (hereditary macrotrombocytopenia / HM)
merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan pasien. Immature platelet fraction
(IPF) menunjukkan fraksi trombosit di dalam sirkulasi darah dengan kandungan
RNA yang tinggi, IPF terbukti dapat membedakan antara trombositopenia
hipoproliferatif dan trombositopenia hiperproliferatif.
Peneliti mengevaluasi ketepatan diagnostik IPF dalam menentukan
diagnosis banding antara HM dan jenis trombositopenia lainnya pada populasi
pasien dengan trombositopenia: pasca-kemoterapi/ post-ctx (n=56), bone marrow
failure / BMF (n=22), ITP (n=105), dan HM (n=27). Kadar trombopoetin (TPO)
juga diukur pada kelompok pasien HM dan ITP dengan jumlah trombosit yang
sesuai.
Nilai IPF lebih tinggi ditemukan pada kelompok ITP (12,3%; 2,4–65,6%)
dan HM (29,8%; 4,6–65,9%) dibandingkan dengan kelompok trombositopenia
hipoproliferatif. Nilai IPF lebih tinggi pada kelompok HM dibandingkan dengan
kelompok ITP, sehingga menghasilkan nilai ketepatan diagnostik sebesar 0,80
(Indeks Kepercayaan (IK) 95% 0,70 – 0,90; p<0,0001) untuk membedakan kedua
kondisi ini. Reproduksibilitas pengukuran IPF, intra dan antar-pengujian,
menunjukkan bahwa pemeriksaan ini merupakan parameter yang stabil pada
kelompok pasien HM.
Simpulan, IPF meningkat pada kelompok pasien HM dibandingkan
dengan kelompok pasien ITP maupun jenis trombositopenia lain. IPF
berkontribusi dalam membedakan antara ITP dan HM. Penelitian lebih lanjut
diperlukan agar dapat lebih memahami landasan biologis rasional yang mendasari
temuan ini dan memahami alasan dimasukkannya IPF ke dalam algoritma
diagnostik HM.

PENDAHULUAN
Diagnosis banding trombositopenia meliputi berbagai jenis kondisi, seperti
keganasan hematologi, BMF, hipersplenismus, ITP, anemia hemolitik
mikroangiopati, dan HM. Diagnosis banding antara ITP dan HM sulit dibedakan,
karena tidak terdapat pemeriksaan yang spesifik terutama pada pasien dengan
gejala perdarahan yang ringan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
parameter hitung darah lengkap (complete blood count/ CBC) dapat digunakan
untuk menentukan diagnosis banding antara kedua kondisi tersebut. Penelitian
menunjukkan dan memvalidasi bahwa mean platelet volume (MPV) dapat
membantu untuk membedakan antara pasien dengan ITP dan HM.

1
Beberapa parameter baru termasuk IPF dimasukkan ke dalam pemeriksaan
CBC dalam beberapa tahun terakhir. Immature platelet fraction menggambarkan
suatu populasi trombosit muda yang baru saja terbentuk dan masih mengandung
RNA residual dalam jumlah banyak. Immature platelet fraction awalnya diukur
dengan menggunakan pemeriksaan flow cytometri, dan dideskripsikan sebagai
reticulated platelet (RP). Berbagai penelitian terbaru melaporkan kegunaan klinis
pengukuran immature platelet dalam praktik klinis dengan menggunakan
hematology analyzer. Adanya hubungan antara pemeriksaan flow cytometry dan
hematology analyzer dalam menghitung populasi sel ini telah dibuktikan pada
penelitian terdahulu.
Kegunaan IPF dalam diagnosis banding antara trombositopenia
hipoproliferatif dan hiperproliferatif telah dilaporkan oleh beberapa penelitian,
tetapi belum tersedia banyak informasi tentang penggunaannya dalam diagnosis
banding antara ITP dan HM hingga saat ini. Fabris et al., (2000) mengevaluasi RP
menggunakan pemeriksaan flow cytometry pada populasi yang terdiri dari 29
orang pasien HM, dan menemukan nilai IPF yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan ITP. Miyazaki et al., (2015) menemukan bahwa nilai IPF secara bermakna
lebih tinggi pada HM dibandingkan dengan ITP dalam suatu penelitian terhadap
15 orang pasien HM, dimana IPF diukur dengan menggunakan hematology
analyzer otomatis. Peneliti meneliti tingkat ketelitian dan ketepatan diagnostik
dari pengukuran IPF pada suatu populasi pasien dengan berbagai penyebab
trombositopenia yang berbeda, termasuk pasien dengan HM, agar dapat lebih
menjelaskan tentang arti penting pengukuran IPF dalam menegakkan diagnosis
trompositopenia dengan fokus pada diagnosis banding antara ITP dan HM.
Peneliti juga mengevaluasi apakah kadar trombopoietin (TPO) dapat
memfasilitasi penegakan diagnosis.

METODE
Desain Penelitian dan Populasi Pasien
Penelitian ini merupakan suatu studi cross sectional tentang ketepatan
diagnostik, didesain berdasarkan pedoman STARD (Standard for the Reporting of
Diagnosis accuracy studies). Populasi penelitian ini terdiri dari pasien dengan
trombositopenia yang terkonfirmasi dari dua sampel berbeda dan analisis

2
mikroskopik, subjek melakukan follow-up regular di klinik rawat jalan
Hemostasis Universitas Campina, atau pasien yang dirawat di bangsal hematologi
institusi tersebut. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi diagnosis
terkonfirmasi berikut ini: (i) imune trobositopenia purpura (berdasarkan pedoman
yang telah disusun sebelumnya); (ii) Bone marrow failure (termasuk anemia
aplastik dan sindrom mielodisplatik dengan jumlah trombosit di bawah 150 x
109/L); (iii) trombositopenia pasca-kemoterapi /post-Ctx (pada pasien yang
dirawat dengan keganasan hematologi) dengan jumlah trombosit di bawah 150 x
109/L; dan (iv) makrotrombositopenia herediter, dengan jumlah trombosit di
bawah 150 x 109/L. Diagnosis HM ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium sesuai yang ditetapkan oleh pedoman internasional.
Eksklusi penyebab trombositopenia lainnya meliputi: konfirmasi objektif
terhadap tombositopenia pada kerabat tingkat pertama, pemeriksaan agregrasi
trombosit, analisis molekuler, dan pemeriksaan spesifik seperti pemeriksaan
glikoprotein trombosit dan mikroskop elektron pada beberapa kasus terpilih.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini antara lain: (i) pasien ITP dengan jumlah
trombosit di atas 150x109/L pada saat dilakukannya penelitian; (ii) adanya kondisi
yang diketahui dapat memengaruhi nilai IPF seperti sepsis dan penyakit inflamasi
lainnya, atau (iii) penggunaan agen antiplatelet. Penelitian ini disetujui oleh the
Institutional Review Board of University of Campinas dan dilakukan sesuai
dengan Deklarasi Helsinki. Seluruh pasien memberikan informed consent tertulis
sebelum dilibatkan dalam penelitian ini.
Perekrutan sampel dilakukan sejak Juli 2013 hingga Februari 2015. Pasien
ITP, HM, dan BMF direkrut secara berurutan, hingga mencapai target sebanyak
100 orang pasien ITP, 20 orang pasien dengan BMF, dan seluruh pasien dengan
HM. Pasien pasca-kemoterapi direkrut dengan menggunakan metode convenience
sampling, dengan target sebanyak 50 orang pasien, yang diambil dari pasien yang
rutin datang ke bangsal hematologi setiap minggunya.

Pengumpulan dan Pemrosesan Sampel


Sampel dikumpulkan melalui vena punksi oleh tim perawat yang sama
yang bertanggung jawab untuk pengumpulan sampel klinis rutin, dan dengan
menggunakan prosedur operasional standar yang sama seperti yang biasa

3
dilakukan di klinik maupun di bangsal. Pengukuran IPF dilakukan dalam empat
jam sejak pengambilan sampel, yang merupakan ambang batas waktu yang
disarankan dalam prosedur operasional peralatan. Tabung lalu disentrifugasi
setelah dilakukan analisis IPF (2500 g selama 10 menit dalam suhu ruangan),
kemudian aliquot plasma dibekukan pada suhu –80o C sampai dianalisis.

Pengukuran IPF
Sampel darah lengkap atau whole blood dianalisis dengan menggunakan
hematology analyzer Sysmex XE 5000. Fraksi IPF akan diidentifikasi pada
saluran retikulosit menggunakan pewarnaan fluoresens yang mengandung
polimethin dan oksazin. Pewarnaan ini akan berpenetrasi melalui membran sel,
lalu mewarnai RNA residu pada sel darah merah (retikulosit) dan trombosit.
Kedua populasi sel ini akan dipisahkan berdasarkan ukuran sel. Algoritma
komputer akan membedakan antara trombosit yang telah matang dan IPF, yang
diekspresikan dalam bentuk persentase dari keseluruhan total trombosit (IPF%).
Peneliti juga menghitung jumlah absolut IPF (A-IPF), pada beberapa
penelitian terdahulu A-IPF dinyatakan lebih unggul dibandingkan dengan IPF%
pada beberapa kondisi klinis. Peneliti juga mengevaluasi reproduksibilitas
pengukuran IPF intra dan antar-pengujian pada suatu subkelompok pasien dengan
HM. Jumlah trombosit dan MPV diperoleh dari sampel dan hematology analyzer
yang sama, MPV diukur dengan metode impedansi.
Sampel kontrol kualitas internal komersial digunakan di laboratorium
yang menjadi tempat dilakukannya pengukuran IPF, rutin setiap 8 jam sebelum
memulai pemeriksaan serta setelah setiap kali dilakukan pemeliharaan korektif
atau preventif terhadap hematology analyzer tersebut. Laboratorium ini juga
berpartisipasi dalam program kontrol kualitas eksternal nasional regular dan
berada di bawah pengawasan sistem managemen kualitas laboratorium
Universitas Campinas.

Pengukuran TPO
Kadar TPO dalam sirkulasi diukur menggunakan sampel plasma dengan
menggunakan immunoassay komersial berdasarkan teknik ELISA sandwich, pada
seluruh pasien HM dan 74 orang pasien ITP. Pasien tersebut tidak ada yang

4
menggunakan agonis reseptor TPO. Suatu kelompok yang terdiri atas 8 orang
pasien dengan riwayat diagnosis ITP dan jumlah trombosit di atas 150x109/L tidak
dieksklusikan dari penelitian, kelompok tersebut digunakan sebagai kelompok
kontrol untuk pengukuran kadar TPO. Seluruh pasien kontrol sedang tidak
mendapatkan terapi ITP selama minimal satu tahun dan memiliki jumlah
trombosit di atas 250x109/L pada saat pemeriksaan dilakukan.

Analisis Statistik
Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk median dan rentang, atau
mean±SD, kecuali dinyatakan lain. Perbedaan antara variabel kuantitatif
dievaluasi dengan menggunakan uji Mann-Whitney atau Kruskal-Wallis dengan
uji Dunn post-test masing-masing untuk membandingkan antara 2 atau lebih
variabel. Hubungan yang melibatkan variabel kategorik klinis dianalisis dengan
menggunakan uji eksak Fisher. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan
uji korelasi Pearson atau Spearman (rho), berdasarkan distribusi data.
Ketepatan diagnostik IPF untuk membedakan pasien berdasarkan masing-
masing diagnosis diperkirakan dengan menggunakan prosedur ROC (receiver
operating characteristic), yang memungkinkan analisis sensitivitas dan
spesifisitas dari setiap pemeriksaan secara simultan dalam hubungannya dengan
luaran klinis terpilih. Hasil dilaporkan dalam bentuk interval kepercayaan dan
tingkat kemaknaan. Nilai p sebesar <0.05 dianggap bermakna secara statistik.

HASIL
Pasien sebanyak 248 orang dilibatkan dalam penelitian ini, dimana 38
orang di antaranya dieksklusi karena memiliki jumlah trombosit di atas 150x10 9/L
(seluruhnya dari kelompok ITP). Pasien sebanyak 210 orang yang dianalisis,
dibagi ke dalam beberapa subkelompok berikut ini: post-CTx (n=56), BMF
(n=22), ITP (n=105), dan HM (n=27). Karakteristik demografis dan klinis
ditunjukkan dalam tabel 1. Data setiap individu pasien HM ditampilkan (tabel 2).
Mean platelet volume hampir seluruh pasien HM tidak dilaporkan oleh
analyzer yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai dengan hasil laporan
penelitian sebelumnya (tabel 1). Hal ini disebabkan karena adanya abnormalitas
pada kurva distribusi trombosit. Immature platelet fraction dilaporkan secara

5
normal pada seluruh sampel. Tidak ditemukan perbedaan jumlah trombosit antara
kelompok pasien ITP dan HM.
Tabel 1. Karakteristik Pasien
Post-Ctx BMF ITP HM
(n=56) (n=22) (n=105) (n=27)
Usia* 51 (24–75) 64 (22–90) 55 (16–87) 29 (4–55)
Jenis kelamin
31:25 14:8 33:72 8:19
(laki-laki:perempuan)
Jumlah trombosit
31 (5–146) 27 (4–146) 52 (3–150 ) 52 (6–128)
(X 109/L)*

MPV (fl) 10,5 (±1,06) 9,2 (±2,15) 11,3 (±2,59) –⸷⸷
Singkatan : Post-Ctx: pasca-kemoterapi; BMF: bone marrow failure; ITP Imun
trombositopenia purpura; HM: makrotrombositopenia herediter; MPV: mean platelet
volume; *median (min-max); ⸷ mean (± deviasi standar); ⸷⸷MPV tidak diukur pada 20/27
pasien HM.

Tabel 2. Karakteristik Pasien dengan Makrotrombositopenia Herediter


Jumlah Trombosit
UPN Usia/Jenis Kelamin Diagnosis IPF(%)
(x109/L)
1 33/L MYH9 21 62,7
2 10/P MYH9 6 59,8
3 24/P MYH9 49 56,4
4 15/L MYH9 52 25,5
5 17/P MYH9 69 24,7
6 17/P MYH9 20 43,2
7 12/P MYH9 59 22,4
8 55/L MYH9 12 62,7
9 42/P MYH9 74 38,8
10 37/P BSS 19 38,3
11 28/P BSS 60 28,3
12 33/L BSS 86 37,2
13 4/P BSS 22 57,2
14 27/L BSS 41 31,1
15 16/P BSS 14 61,4
16 37/P BSS 9 65,9
17 48/P HMT 65 29,8
18 23/L HMT 128 10,9
19 13/P HMT 17 45,9
20 16/P HMT 59 14,9
21 33/L HMT 56 14,7
22 32/P HMT 82 27,8
23 53/P HMT 76 24,6
24 54/P HMT 93 5,0
25 36/P HMT 41 4,6
26 33/P HMT 89 17,5
27 40/L HMT 7 51,7
UPN: Nomor Khusus Pasien; MYH9: gangguan trombosit terkait-MYH9; BSS: Sindrom
Bernard Soulier; HMT: makrotrombositopenia herediter non-spesifik; MPV: mean
platelete volume; IPF: immature platelet fraction. P: perempuan; L: laki-laki.

6
Pasien dengan trombositopenia pasca-kemoterapi dan BMF menunjukkan
nilai IPF yang sama. Seluruh perbandingan memperlihatkan perbedaan nilai IPF
yang bermakna antara kelompok pasien yang berbeda (gambar 1), dengan
kelompok pasien ITP maupun HM menunjukkan nilai IPF lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok pasien pasca-kemoterapi dan BMF. Pasien HM
memperlihatkan kadar IPF median yang secara bermakna lebih tinggi (29.8%;
4.6-65.9%) dibandingkan dengan pasien ITP (12.3%; 2.4-65.6%; p<0.0001). Hasil
yang sama diperoleh saat IPF dianalisis dalam bentuk nilai absolut (A-IPF) (data
tidak ditampilkan).

Gambar 1. Fraksi Trombosit Imatur atau IPF (%) Pasien dengan Berbagai
Penyebab Trombositopenia yang Berbeda; Post-Ctx: pasca-kemoterapi;
BMF:bone marrow failure; ITP: Imun trombositopenia purpura; HM:
makrotrombositopenia herediter. Uji Kruskal-Wallis dengan uji Dunn post
test (**p< 0,001, *p< 0,05).

Gambar 2. Plot Sebaran yang Menunjukkan Hubungan antara Fraksi Trombosit


Imatur (IPF%) dan Jumlah Trombosit (x109/L) pada Pasien dengan
Berbagai Penyebab Trombositopenia. (a) Pasca-kemoterapi, (b) kegagalan
sumsum tulang, (c) trombositopenia imun, (d) makrotrombositopenia
herediter. Koefisien korelasi Spearman ditampilkan dalam gambar di atas.

7
Hubungan yang bertolak belakang antara IPF dan jumlah trombosit
ditemukan pada kelompok pasien BMF, HM, dan ITP; tetapi tidak ditemukan
pada kelompok pasien pasca-kemoterapi (gambar 2). Nilai IPF berkorelasi dengan
MPV hanya pada kelompok pasien pasca-kemoterapi (rho- 0,57; p<0,0001).
Ketepatan diagnostik dari pengukuran IPF% dan A-IPF untuk diagnosis
banding trombositopenia diperkirakan dengan menggunakan analisis ROC. Area
Under the Curve (AUC) untuk diagnosis banding antara ITP dan HM adalah
sebesar 0,80 (Indek Kepercayaan (IK) 95% 0,70 – 0,90; p<0,0001). ITP dapat
dibedakan dari HM dengan tingkat sensitivitas sebesar 70% dan spesifisitas
sebesar 90%, dengan menggunakan nilai perpotongan IPF% arbiter sebesar
17,4%, yang menggambarkan kombinasi sensitivitas dan spesifisitas yang paling
baik. Nilai prediktif positif dan negatif yaitu 81,48% dan 71,43. Hasil yang sama
juga diperoleh dengan menggunakan A-IPF, yang menunjukkan AUC sebesar
0,77 (CI 95% 0,67–0,87; p<0,0001). Seluruh analisis tambahan dilakukan dengan
menggunakan IPF%.

Pasien ITP menunjukkan kadar TPO yang bermakna lebih rendah


dibandingkan dengan subjek kontrol, walaupun pasien ITP memiliki jumlah
trombosit yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan subjek kontrol. Pasien ITP
memperlihatkan kadar TPO yang secara bermakna lebih rendah saat dibandingkan
dengan pasien HM dengan tingkat trombositopenia yang sama (gambar 3).

Gambar 3. Kadar Trombopoietin (TPO) Diukur dengan Menggunakan Metode


ELISA pada Pasien dengan Trombositopenia Imun (ITP; n=74) dan
Makrotrombositopenia Herediter (HM; n=27). Delapan orang pasien ITP
yang mengalami remisi komplit selama minimal satu tahun dan telah
menghentikan terapi dievaluasi sebagai populasi kontrol. Baris horizontal

8
menunjukkan: median dan rentang interkuartil. Uji Kruskal-Wallis dengan
uji Dunn post test; *p=0,04 dan ** p=0,03.
Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit atau IPF%
pada HM. Terdapat adanya korelasi yang bermakna antara kadar TPO dan jumlah
trombosit (rho = –0,50; p<0,001) dan dengan IPF% (rho = 0,44; p<0,001),
walaupun pasien ITP memiliki kadar TPO yang lebih rendah. Perkiraan ketepatan
diagnostik dari pengukuran TPO untuk diagnosis banding antara ITP dan HM
adalah 0,66 (CI 95% 0,56 – 0,77; p=0,007).
Reproduksibilitas pengukuran IPF% intra dan antar-pengujian dievaluasi
pada enam orang pasien HM, seluruhnya dengan nilai IPF% yang berada di
rentang teratas dari distribusi IPF% (tabel 3). Koefisien variasi (CV %) dari tiga
pengukuran IPF% sekuensial (reproduktifitas intra-pengukuran) adalah sebesar
5,4±3,1, sama dengan CV% dari jumlah trombosit dari sampel yang sama
tersebut. Peneliti mengulangi pengukuran IPF% dari pasien ini setelah 12 bulan
dari pengukuran pertama (tabel 3). IPF% masih memperlihatkan nilai yang
konstan (CV%=7,6±3,9), meskipun jumlah trombosit ditemukan mengalami
fluktuasi antara pengukuran pertama dan kedua pada beberapa pasien (CV
%=30,2±29,0), yang menunjukkan bahwa IPF% merupakan parameter yang stabil
untuk kasus HM, terlepas dari fluktuasi jumlah trombosit.
Tabel 3. Reproduktifitas Pengukuran IPF pada Pasien dengan HM
Antar-Pengujian (Sampel yang
Intra-Pengujian (Sampel yang Sama)
Berbeda dengan Interval 12 Bulan)
IPF** CV% Trombosit CV%
IPF* CV% Trombosit* CV%
# **
1 65,6 7,8 7,3 15,7 64,2 3,2 14,2 68,2
2 42,1 1,7 105,0 1,0 39,7 8,8 100,5 6,3
3 65,8 7,0 16,3 15,4 62,7 7,0 11,2 65,4
4 29,4 6,2 69,7 5,4 27,0 12,5 72,8 6,1
5 65,8 1,2 41,0 2,4 61,1 10,9 45,0 12,6
6 65,6 8,4 8,7 6,7 64,2 3,2 10,3 22,8
Total 55,7±16,0 5,4±3,1 41,3±39,3 7.8±6,4 53,2±15,9 7,6±3,9 42,3±37,7 30,2±29,0
Reproduksibilitas pengukuran IPF% intra-pengukuran dinilai 3 kali secara sekuensial
terhadap sampel yang sama, dengan simbol * menandakan rata-rata dari ketiga hasil
pengukuran tersebut. Reproduksibilitas pengukuran IPF% antar-pengukuran dinilai
dengan mengulangi pada pasien yang sama dengan jarak waktu 12 bulan setelah
pengukuran yang pertama, dengan simbol ** menandakan rata-rata dari kedua hasil
pengukuran tersebut. Total menunjukkan rata-rata dan SD dari enam orang pasien.

Peneliti melakukan analisis subkelompok untuk menginvestigasi


perbedaan nilai IPF antara pasien dengan jenis HM yang berbeda walaupun hanya
terdapat sedikit pasien HM (tabel 2). Perbedaan antara pasien dengan gangguan

9
trombosit terkait-MYH9 yang terkonfirmasi secara molekuler (IPF=43.2%,
rentang 22,4–62,7%) dan sindrom Bernard-Soulier (IPF=38,3%, rentang 28,3–
65,9%) tidak ditemukan, nilai IPF yang lebih rendah ditemukan pada pasien HM
lainnya yang diklasifikasikan sebagai makrotrombositopenia herediter non-
spesifik (IPF=17,5%, rentang 4,5–51,7%; p<0,05).

DISKUSI
Diagnosis banding antara ITP dan HM merupakan suatu masalah klinis
yang cukup bermakna karena pemeriksaan yang digunakan untuk membedakan
kedua kondisi ini masih belum tersedia di sebagian besar laboratorium, walaupun
tersedia tidak dapat menentukan seluruh etiologi klinis yang mendasarinya.
Perkembangan hematology analyzer dalam beberapa dekade terakhir telah
memungkinkan peneliti untuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa
parameter baru untuk membantu menegakkan diagnosis gangguan hematologi.
Strategi ini memiliki kemungkinan yang cukup baik untuk menegakkan diagnosis
HM, hal ini terlihat dari beberapa penelitian yang mengevaluasi ukuran trombosit
pada kelompok pasien HM. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa MPV secara
bermakna lebih tinggi pada pasien dengan HM dibandingkan pasien ITP. Temuan
ini juga divalidasi oleh suatu penelitian multisenter yang menggunakan instrumen
yang berbeda untuk mengukur parameter ini. Populasi penelitian ini terdiri dari
210 orang pasien trombositopenia dengan penyebab yang berbeda, hasil utama
dari penelitian ini adalah parameter trombosit lain yang diperoleh dari hematology
analyzer otomatis dapat diandalkan untuk membedakan HM dari ITP, dengan
perkiraan ketepatan diagnostik yang sama seperti yang dilaporkan dalam literatur
tentang MPV.
Nilai IPF% pada penelitian ini secara bermakna lebih tinggi (hampir tiga
kali lipat) pada kelompok HM dibandingkan dengan kelompok trombositopenia
hipoproliferatif seperti BMF dan pasca-kemoterapi. Nilai IPF% lebih tinggi pada
kelompok pasien HM dibandingkan dengan pasien ITP dengan jumlah trombosit
yang sama. Korelasi yang bertolak belakang antara jumlah trombosit dan IPF%
tidak hanya terlihat pada pasien ITP namun juga pada pasien dengan BMF dan
HM. Korelasi yang sama pada pasien pasca-kemoterapi tidak ada, kemungkinan
besar disebabkan karena rendahnya respon trombopoietik yang terjadi sekunder

10
akibat kemoterapi. Analisis ROC memperkirakan bahwa IPF% dan A-IPF
memiliki ketepatan diagnostik yang bermakna dalam menentukan diagnosis
banding antara ITP dan HM bahkan pada kelompok pasien dengan tingkat
trombositopenia yang sama (median 52x109/L untuk kedua kelompok). Perbedaan
yang berarti antara IPF yang dilaporkan dalam bentuk persentase atau dalam
bentuk nilai absolut tidak ditemukan, tidak seperti kondisi klinis lain.
Peningkatan IPF pada pasien dengan trombositopenia hiperproliferatif
seperti ITP telah dikenali sejak awal penemuan bahwa kandungan RNA pada
trombosit yang terdapat di sirkulasi dapat digunakan sebagai suatu indikator
aktivitas trombopoietik. Parameter ini pada awalnya diukur dengan menggunakan
metode flow cytometry, dan evaluasi terhadap trombosit muda ini juga dilaporkan
pada populasi pasien lainnya dengan etiologi trombositopenia yang berbeda.
Parameter ini pertama kali dinilai pada tahun 2000 untuk kasus HM, dalam suatu
penelitian dengan 29 orang pasien yang menderita trombositopenia herediter
kronik dan 23 orang pasien yang menderita ITP. Trombosit muda atau reticulated
platelet ditemukan menggunakan metode berbasis-flow cytometry dengan jumlah
yang jauh lebih rendah pada pasien HM dibandingkan dengan pasien ITP.
Immature platelet fraction dievaluasi pada suatu kelompok yang terdiri atas 15
orang pasien dengan HM dengan menggunakan suatu hematology analyzer
otomatis seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fabris et al., ditemukan kadar IPF% yang secara
bermakna lebih tinggi pada pasien HM dibandingkan dengan pasien ITP. Peneliti
mengkonfirmasi dan memperluas hasil penelitian ini ke dalam suatu populasi
penelitian yang lebih besar dan independen yang terdiri atas 27 orang pasien HM
dan 105 orang pasien ITP. Validasi pengukuran IPF% sebagai suatu alat
diagnostik untuk kasus HM sangat penting karena adanya perbedaan
penatalaksanaan antara pasien HM dan ITP dan karena kurang tersedianya
pemeriksaan yang mudah diakses untuk tujuan ini. Penelitian ini menemukan
reproduksibilitas pengukuran IPF% yang baik, intra dan antar-pengujian pada
kelompok pasien dengan HM. Hasil penelitian oleh Myazaki et al., menyatakan
bahwa agregasi trombosit dapat meningkatkan nilai IPF%, dan mekanisme yang
mendasari peningkatan nilai IPF% pada kelompok pasien ini belum sepenuhnya

11
dipahami. Rendahnya CV pengukuran IPF% baik pada sampel yang sama maupun
pada sampel yang berbeda dari pasien yang sama mendukung bahwa IPF% pada
HM merupakan suatu indikator yang stabil dan kuat, sehingga membuka jalan
bagi penelitian lain yang bertujuan untuk mengevaluasi penggabungan parameter
ini ke dalam evaluasi klinis pasien tersebut.
Peneliti juga mengevaluasi apakah pengukuran TPO berkontribusi
terhadap diagnosis banding antara HM dan ITP, atau memberikan pengetahuan
baru tentang mekanisme yang mendasari nilai IPF yang bervariasi pada kedua
kelompok pasien ini. Paien HM memiliki kadar TPO yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien ITP, namun perbedaan ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan perbedaan yang peneliti temukan pada nilai IPF. Ketepatan
diagnostik IPF untuk diagnosis banding antara HM dan ITP diperkirakan lebih
tinggi (baik dalam bentuk % maupun dalam jumlah absolut) dibandingkan dengan
TPO. Hubungan antara kadar TPO dengan jumlah trombosit maupun IPF pada
kasus HM tidak ditemukan, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan IPF tidak
berkaitan dengan peningkatan aktivitas trombopoietik pada kasus HM.
Mekanisme yang mendasari peningkatan IPF pada HM masih belum dapat
dipahami sepenuhnya. Penelitian yang melaporkan adanya peningkatan volume
trombosit sekitar 50%-100% belum cukup untuk menjelaskan peningkatan IPF
sebesar 200%-300% pada kelompok pasien ini. Pembentukan agregat trombosit
tidak diperhitungkan dalam pemeriksaan mikroskopis terhadap apusan darah, dan
oleh telaah terhadap plot sebaran pengukuran IPF dari seluruh pasien dengan HM.
Hubungan yang kuat antara kedua pengukuran IPF yang dilakukan dengan
interval waktu 1 tahun ini menunjukkan bahwa kandungan RNA dari trombosit-
trombosit ini dapat menjadi karakteristik yang stabil yang berkaitan dengan
mekanisme seluler trombositopenia pada kelompok pasien ini.
Mekanisme seluler yang bertanggung jawab dalam terjadinya
trombositopenia pada HM bersifat kompleks dan bergantung pada etiologi
molekuler dari masing-masing entitas penyakit. Peningkatan jumlah trombosit
imatur juga ditemukan pada model hewan percobaan dengan HM yang
disebabkan oleh mutasi RASA3, dimana proses turnover trombosit menjadi
meningkat. Pasien sebagian besar memperlihatkan bentuk trombositopenia yang

12
lebih klasik, seperti gangguan terkait-MYH9 dan BSS, dimana trombositopenia
dikaitkan dengan gangguan pada pembentukan protrombosit. Supresi fisiologis
terhadap ekstensi protrombosit yang didukung oleh interaksi dengan kolagen tipe
I tidak ditemukan lagi pada megakariosit MYH9 sehingga menyebabkan
terjadinya pelepasan trombosit yang abnormal atau prematur dari sumsum tulang.
Peneliti berspekulasi bahwa nilai IPF yang sangat tinggi seperti yang
terlihat pada sebagian besar pasien dengan HM dalam penelitian ini merupakan
suatu bentuk ekspresi pelepasan trombosit secara prematur ke dalam sirkulasi.
Pasien dengan diagnosis gangguan trombosit terkait-MYH9 atau BSS dikonfirmasi
oleh pemeriksaan molekuler atau flow cytometry menunjukkan nilai IPF yang
secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan diagnosis HMT
non-spesifik. Data tersebut merupakan data pendahuluan karena terbatasnya
jumlah pasien dalam analisis subkelompok ini. Konfirmasi terhadap hipotesis ini
pada penelitian-penelitian selanjutnya akan memberikan landasan biologis yang
rasional terhadap penggunaan IPF sebagai suatu alat diagnostik untuk HM.
Analisis peneliti menunjukkan kadar TPO secara bermakna lebih rendah
pada pasien ITP dibandingkan dengan subjek kontrol dengan jumlah trombosit
yang normal, sesuai dengan konsep yang menyatakan bahwa ITP merupakan
suatu kondisi yang berkaitan dengan peningkatan supoptimal kadar TPO.
Peningkatan TPO yang suboptimal tidak menghalangi ditemukannya korelasi
negatif yang bermakna antara kadar TPO dan jumlah trombosit pada ITP (rho=
-0,50), bahkan lebih kuat pada saat hanya pasien yang menggunakan steroid saja
yang dievaluasi (data tidak ditampilkan). Hal ini menunjukkan bahwa pada ITP,
peningkatan kadar TPO ditumpulkan oleh mekanisme yang belum sepenuhnya
dipahami, yang jelas dapat dipulihkan dengan terapi steroid.
Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang perlu diketahui, terutama
berkenan dengan kurangnya data flow cytometry. Hasil yang didapatkan berbeda
pada saat IPF diukur dari pasien HM dengan menggunakan flow cytometry seperti
penelitian Fabris et al., atau dengan menggunakan hematology analyzer otomatis
seperti dalam penelitian Myiazaki et al., dan penelitian ini. Beberapa penelitian
secara formal mengevaluasi hubungan antara pengukuran IPF oleh kedua metode
ini, namun pada dua penelitian yang terbaru korelasi ini hanya terbatas pada

13
pasien ITP. Peneliti menyatakan bahwa metode flow cytometry seharusnya tidak
ditetapkan sebagai pemeriksaan baku emas untuk pengukuran IPF, mengingat
tantangan dalam membuat standardisasi analisis flow cytometry trombosit
dibandingkan dengan CBC. Faktanya sebagian besar penelitian menilai tentang
kegunaan lain dari IPF tidak melalui analisis flow cytometry paralel. Kesesuaian
antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Myiazaki et al., terhadap dua
populasi yang independen semakin mendukung kesimpulan bahwa IPF meningkat
pada kasus HM, menunjukkan adanya pelepasan trombosit ke dalam sirkulasi
yang terjadi prematur.
Analyzer yang digunakan dalam penelitian ini juga mengukur MPV
dengan metode impedansi, pasien dengan HM diketahui memperlihatkan hasil
MPV kurang dari setengah kasus akibat adanya abnormalitas pada kurva distribusi
trombosit. Keterbatasan teknis ini juga terjadi dalam penelitian ini dan
menyebabkan terhalangnya beberapa analisis yang menarik, seperti perbandingan
antara perkiraan ketepatan diagnostik IPF dan MPV untuk menentukan diagnosis
banding antara HM dan ITP, serta evaluasi terhadap kombinasi IPF dan MPV
dalam konteks ini. Hal ini menggambarkan tantangan yang dihadapi untuk
menggunakan MPV sebagai suatu pemeriksaan diagnostik untuk HM, yang
menekankan pentingnya pemeriksaan tambahan lainnya, seperti IPF. Peneliti
menggunakan nilai MPV yang diperoleh dari sampel yang sama pada hematology
analyzer yang berbeda (Advia 2120), perkiraan ketepatan diagnostik untuk
diagnosis banding HM dan ITP (AUC=0,64; CI 95% 0,50–0,79; p=0,02) lebih
rendah dibandingkan dengan IPF.
Simpulan dari hasil penelitian ini memvalidasi temuan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa IPF mengalami peningkatan pada HM
dalam suatu populasi pasien yang lebih besar dan independen. Peneliti juga
menunjukkan reproduktifitas dari metode ini, sehingga semakin mendukung
kemungkinan untuk memasukkan pemeriksaan ini ke dalam pendekatan
diagnostik HM. Parameter IPF cukup mudah diakses di laboratorium klinis rutin,
dan pentingnya membedakan antara HM dan ITP, diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk menilai penggabungan IPF dalam algoritma diagnostik HM, dan

14
untuk menginvestigasi lebih jauh pertanyaan baru yang bermunculan dari
penelitian ini, seperti mekanisme yang mendasari peningkatan IPF pada HM.

15

Anda mungkin juga menyukai