Anda di halaman 1dari 11

JURNAL READING

Penelitian Mengenai Terapi Pertukaran Plasma Menggunakan


Apheresis Dalam Pengobatan Sindrom Guillain-Barré di
Rumah Sakit Pendidikan Tipe 3

Oleh:
Indira Maycella (1102015098)

Pembimbing:
dr. Muhammad Tri Wahyu Pamungkas, M.Kes, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
DESEMBER 2019 – JANUARI 2020
ABSTRAK

Latar belakang: Pertukaran plasma terapeutik atau Therapeutic plasma exchange


(TPE) adalah pemisahan dan penghilangan plasma dari keseluruhan komponen
darah kemudian menggantinya dengan larutan kristaloid atau koloid (biasanya
albumin atau plasma). Direktur Jenderal Layanan Kesehatan telah menetapkan
pedoman dan rekomendasi untuk penerapan apheresis terapeutik dalam praktik
klinis. Guillain-Barré syndrome (GBS) dianggap sebagai indikasi kategori I untuk
TPE. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efektivitas dan keamanan
pertukaran plasma terapeutik dalam tatalaksana GBS yang merupakan salah satu
indikasi umum untuk TPE di rumah sakit pendidikan perawatan tipe 3.
Metode: Sebuah penelitian retrospektif dari 30 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan perawatan tipe 3, dimulai Januari 2014 hingga Desember 2016 dengan
tanda-tanda klinis sindrom Guillain-Barre (GBS) dan atau varian GBS dievaluasi
untuk melakukan TPE. Sebanyak 104 prosedur dilakukan untuk 30 pasien.
Penggantian kristaloid dan plasma digunakan. Skala Medical Research Council
digunakan untuk menilai peningkatan klinis dengan mengukur tingkat kekuatan
otot. Informasi dikumpulkan dalam proforma terstruktur dan analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan software SPSS (versi 20). Nilai P kurang dari
0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Hasil: Selama periode penelitian, 104 prosedur dilakukan pada 30 pasien dengan
rata-rata tiga prosedur per pasien. Usia rata-rata pasien adalah 41,4 ± 10,4 tahun.
Periode rata-rata penyakit saat masuk adalah 14,5 ± 5,4 (kisaran 4-32) hari. Pada
23 dari 30 pasien, lebih dari tiga prosedur TPE dilakukan, 21 pasien membaik
secara klinis. Komplikasi umum selama prosedur adalah menggigil (16%),
hipotensi (10%) dan reaksi transfusi demam non-hemolitik (10%). Dua (6,7%)
pasien yang tidak kembali berobat jalan setelah dipulangkan memiliki tingkat
kekuatan otot yang lebih rendah (p <0,05) pada ekstremitas bawah saat diperiksa
ulang. Seluruh pasien pulih sepenuhnya pada saat diperiksa ulang.

2
Kesimpulan: GBS adalah salah satu gangguan kelumpuhan klinis yang paling
umum. 76,7% pasien menjalani tiga atau lebih siklus TPE, 70% nya memiliki
perbaikan klinis yang sangat baik yang sebanding dengan berbagai penelitian lain.
Berdasarkan hasil yang diterbitkan oleh berbagai penelitian lain, pertukaran
plasma terapeutik adalah prosedur yang relatif aman dan efektif.
Kata kunci: Sindrom Guillain-Barré (GBS), Skala Medical Research Council,
Pertukaran Therapeutic plasma (TPE).

PENDAHULUAN
Terapi apheresis merupakan bagian dari pengobatan transfusi yang menetapkan
pengobatan penyakit melalui pemisahan komponen darah atau zat tertentu dalam
darah.1 Direktur Jenderal Layanan Kesehatan (DGHS) telah menetapkan pedoman
dan rekomendasi untuk penerapan apheresis terapeutik dalam praktik klinis.
Tujuan utama dalam terapi apheresis adalah untuk menghilangkan faktor patologis
seperti misalnya menghilangkan protein plasma (autoantibodi) pada kasus
myasthenia gravis, sel darah merah pada kasus anemia sel sabit, leukosit pada
kasus hiperleukositosis atau trombosit pada kasus trombositosis1,2. Therapeutic
plasma exchange (TPE) adalah pemisahan dan penghilangan plasma dari seluruh
komponen darah kemudian menggantinya dengan larutan koloid (biasanya
albumin atau plasma) atau kombinasi larutan kristaloid atau koloid. Berdasarkan
teori, kaidahnya adalah pertukaran volume darah tunggal akan menghancurkan
sekitar dua pertiga zat jika tidak berpindah dari ekstravaskuler ke ruang
intravaskular. Namun, produksi bahan atau perpindahan dari jaringan ke ruang
intravaskular yang terus-menerus dapat menyebabkan pengurangan yang kurang
jelas meskipun jumlah total komponen yang dihilangkan sama atau bahkan lebih
besar1,3. TPE biasanya terbatas pada 1 atau 1,5 volume plasma, atau sekitar 40
hingga 60 mL plasma ditukar per kg berat badan pada pasien dengan hematokrit
normal dan ukuran tubuh rata-rata1. American Society for Apheresis (ASFA) telah
menerbitkan kategori indikasi untuk apheresis berdasarkan bukti penelitian yang
telah dilakukan2,3.

3
Kategori I: Apheresis sebagai terapi primer atau dikombinasikan dengan terapi
lain. Tidak menyiratkan bahwa apheresis wajib dilakukan.
Kategori II: Apheresis sebagai terapi suportif, baik sebagai pengobatan tunggal
atau dikombinasikan dengan mode perawatan lainnya.
Kategori III: Peran optimal terapi apheresis tidak ditetapkan. Keputusan dilakukan
apheresis bergantung pada pilihan individu masing-masing.
Kategori IV: Bukti yang dipublikasikan mendemonstrasikan atau menunjukkan
bahwa apheresis tidak efektif atau berbahaya pada gangguan ini. Jika perawatan
apheresis dilakukan dalam keadaan ini, harus melalui persetujuan dewan peninjau
institusional.
Sindrom Guillain-Barré (GBS), myasthenia gravis (MG), polineuropati
demielinasi inflamasi kronis (CIDP), dan polieluropati demielinasi dengan IgG
atau imunoglobulin A dianggap sebagai indikasi kategori I oleh American Society
for Apheresis1,3. Meskipun terapi apheresis aman, efek samping terjadi pada 4%
kejadian, sebagian besar diantaranya bersifat ringan. Efek samping yang umum
terjadi adalah hipokalsemia karena infus sitrat bersamaan dengan memasukkan
darah kembali ke dalam tubuh. Gejala hipokalsemia adalah parestesia perioral dan
digital, mual, tetani, dan jarang terjadi aritmia jantung. Suplementasi kalsium
secara bersamaan membantu meringankan pasien dari hipokalsemia simtomatik1,3.
Protein plasma dalam plasma pengganti dapat menyebabkan alergi. Komplikasi
lain dengan apheresis terapeutik adalah hipotensi, hipovolemia, reaksi vasovagal,
reaksi obat bersamaan dan reaksi transfusi1,3.
Prosedur tanpa penggantian plasma yang tepat dapat menyebabkan hilangnya
faktor pembekuan. Pertukaran satu volume plasma biasanya akan mengurangi
tingkat faktor koagulasi sebesar 25% hingga 50%. Jika pasien memiliki fungsi
hati yang normal, kadar faktor pembekuan darah kembali normal dalam 2 hari.
Oleh karena itu, sebagian besar pasien dapat menjalani TPE setiap hari selama 1
atau 2 minggu tanpa efek samping koagulopati. TPE juga dapat menurunkan
jumlah trombosit. Biasanya, penurunan jumlah trombosit sebesar 25% dapat
terjadi setelah pertukaran satu volume plasma.1, 2 Serum IgG dan IgM meningkat
menjadi sekitar 40% hingga 50% dari tingkat preapheresis pada 48 jam.3

4
Hemolisis dapat terjadi dengan cairan pengganti yang tidak kompatibel seperti
D5W atau ABO- incompatible plasma. Operator harus memantau garis
pengumpulan plasma dengan mewaspadai perubahan warna merah muda sebagai
indikasi terjadinya hemolisis. Kematian selama apheresis jarang terjadi tetapi
telah dilaporkan pada 0,006% hingga 0,09% dari prosedur terapi. Sebagian
kematian disebabkan oleh kondisi medis yang mendasarinya.3
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efektivitas dan keamanan pertukaran
plasma terapeutik pada penyakit GBS yang merupakan salah satu indikasi umum
untuk TPE di rumah sakit pendidikan perawatan tipe 3.

METODE
Sebuah studi retrospektif dari 30 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan
perawatan tipe 3, dimulai Januari 2014 hingga Desember 2016 dengan tanda-
tanda klinis sindrom Guillain-Barre (GBS) dan atau varian GBS dievaluasi untuk
melakukan TPE. Pasien serta kerabat pasien mendapat penjelasan mengenai
prosedur TPE dan informed consent diperoleh dari semua pasien. Penelitian ini
telah disetujui oleh komite etik. Prosedur TPE dilakukan umumnya menggunakan
central line catheter tergantung pada kondisi klinis pasien. TPE dilakukan pada
minimal 1 dan maksimum 5 siklus pertukaran plasma berdasarkan hasil klinis
pada pasien.
Sebanyak 104 prosedur dilakukan untuk 30 pasien. Asam sitrat dekstrosa: rasio
darah lengkap yang digunakan adalah 1:10, laju aliran darah dijaga antara 25 dan
50 ml / menit tergantung pada berat pasien dan volume darah pasien dihitung.
Infus kalsium glukonat (10 ml kalsium glukonat dalam 500 ml normal saline
[NS]) ditransfusikan selama prosedur untuk mencegah toksikasi sitrat. Tergantung
pada jumlah pertukaran plasma, durasi prosedur bervariasi dari 1,5 hingga 2 jam.
Penggantian kristaloid dan plasma dilakukan. Pemantauan tanda-tanda vital
berkelanjutan dilakukan selama prosedur untuk mengidentifikasi efek samping
terkait dengan prosedur sehingga dapat langsung ditangani. Komplikasi selama
prosedur didokumentasikan dan dianalisis. Parameter koagulasi, parameter ginjal

5
bersama dengan hemogram lengkap dilakukan pada awal dan setelah prosedur.
Skala Medical Research Council digunakan untuk menilai peningkatan klinis
6
dengan mengukur tingkat kekuatan otot. Di rumah sakit kami, TPE merupakan
lini pertama perawatan untuk GBS. Jika tersedia, imunoglobulin intravena (IVIG)
lebih baik.
Analisis Statistik
Informasi dikumpulkan dalam proforma terstruktur. Data dimasukkan dalam
format MS Office Excel dan analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat
lunak SPSS (versi 20). Kekuatan otot bagian proksimal / distal tungkai
dibandingkan dan dianalisis. Uji t independen dengan interval kepercayaan 95%
(95% CI) dilakukan untuk membandingkan perubahan rata-rata kekuatan pada
anggota badan (the Medical Research Council scale) dan perubahan GBS
disability grade (DGD) dari awal pelaksanaan hingga selesai. Nilai P kurang dari
0,05 dianggap signifikan secara statistik. 6,7

HASIL
Selama penelitian sejak Januari 2014 hingga Desember 2016, 104 prosedur
dilakukan pada 30 pasien dengan rata-rata tiga prosedur per pasien. Tabel 1
menunjukkan karakteristik demografi dan klinis pasien yang diteliti.
Usia rata-rata pasien adalah 41,4 ± 10,4 tahun (kisaran 18-65 tahun). Sembilan
belas (63,3%) pasien adalah laki-laki dan sebelas (36,7%) adalah perempuan.
Periode rata-rata penyakit saat masuk adalah 14,5 ± 5,4 (kisaran 4-32) hari. Saat
masuk, areflexia umum didapati pada semua pasien dan tiga pasien dirawat
dengan disfungsi otonom bersamaan. Kekuatan rata-rata 2 untuk tungkai atas dan
bawah pada semua pasien dan tidak berobat jalan pada saat masuk rumah sakit.
Dua pasien (6,6%) mengalami kesulitan pernapasan dan satu pasien memiliki
ventilasi mekanis. Setiap prosedur TPE memakan waktu 1,5 hingga 2 jam. Sekitar
2000 hingga 2500 ml plasma diekstraksi selama setiap prosedur. Pada 23 dari 30
pasien, lebih dari tiga prosedur TPE dilakukan, 21 pasien secara klinis meningkat
dari grade-0 (kelumpuhan total) dan grade-I (hanya jejak atau kedipan pergerakan

6
otot) ke grade-III (gerakan mungkin melawan gravitasi tetapi tidak melawan
resistensi). 9 pasien mengalami komplikasi selama prosedur dan telah
mendapatkan penanganan yang sesuai. Komplikasi yang umum adalah menggigil
(16,7%), hipotensi (10%) dan reaksi transfusi demam non-hemolitik (10%) dan
telah mendapatkan penanganan yang sesuai.
Tabel 1: Karakteristik demografis dan klinis pasien yang diteliti.
Parameter Number
(n=30)
Gender
Male 19 (63.3%)
Female 11 (36.7%)
Age (years)
Mean±SD 41.4±10.4
Range 18-65
Duration of hospital stay (days)
Mean±SD 14.5±5.4
Range 4-32
Clinical examination
Generalized areflexia 30 (100%)
Concurrent autonomic 3 (10%)
dysfunction
Respiratory difficulty 2 (6.7%)
Ambulatory on admission 0
Nerve conduction studies 9 (30%)
AIDP 9 (30%)
TPE sessions per patient
Mean±SD 3.6±1.4
Range 3-11
Complications during TPE 9
Chills 5 (16.7%)

7
Hypotension 3 (10%)
Non-haemolytic febrile 3 (10%)
transfusion reaction
Survival Outcome 30 (100%)

Satu kasus kesalahan mesin dicatat kemudian prosedur dihentikan. Mesin


dikalibrasi ulang dan diperbaiki.
Tidak ada perbedaan signifikan dalam demografi dan karakteristik klinis lainnya.
Dua (6,7%) pasien yang tidak berobat jalan setelah pulang dari rumah sakit
memiliki tingkat kekuatan yang secara signifikan lebih rendah pada anggota tubuh
bawah (P <0,05) dan seluruh pasien pulih sepenuhnya pada saat diperiksa ulang.

DISKUSI
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit pendidikan perawatan tipe 3 sejak Januari
2014 hingga Desember 2016. Penelitian ini melibatkan pasien pria dan wanita dari
kelompok usia antara 18-65 tahun. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menetapkan efektivitas dan keamanan pertukaran plasma terapeutik pada pasien
GBS. GBS merupakan salah satu gangguan paralitik klinis yang paling umum
terjadi, dengan kejadian tahunan rata-rata 1-2 per 100.000 populasi. GBS adalah
penyakit yang melemahkan karena hingga sepertiga dari orang yang terkena
memerlukan ventilasi mekanis dengan sekitar 20% cacat menetap dan tingkat
kematian sebesar 2% meskipun telah menjalani imunoterapi.8
American Academy of Neurology (AAN) telah menerbitkan pedoman bahwa TPE
atau IVIG mempercepat pemulihan pasien dengan GBS. Kedua modalitas
pengobatan sama-sama efisien.9
AAN menyatakan dan merekomendasikan TPE untuk pasien GBS yang tidak
rawat jalan dan pengobatan IVIG untuk pasien yang rawat jalan dalam waktu dua
10
minggu setelah timbulnya gejala neurologis. IVIG lebih disukai karena
kemudahan administrasi dan ketersediaan tetapi biayanya hampir dua kali lipat
dari TPE. Karena hasil TPE setara dengan IVIG dan biaya TPE lebih murah, TPE

8
dapat dicoba sebagai opsi pertama di negara berkembang seperti India. 76,7%
pasien menjalani tiga atau lebih siklus TPE. 70% pasien menunjukkan perbaikan
klinis yang sangat baik yang sebanding dengan Kishore et al dan Basic-Jukic et al.
30% dari pasien menderita komplikasi yang sebanding dengan berbagai penelitian
lain. 11,12 Keterbatasan penelitian ini adalah ini merupakan studi pusat tunggal dan
studi retrospektif dengan jumlah subjek studi yang relatif lebih sedikit. Jika
dibandingkan dengan berbagai penelitian lain, pertukaran plasma terapi adalah
prosedur yang relatif aman dan efektif.

KESIMPULAN
Terapi pertukaran plasma aman dilakukan untuk kasus sindrom Guillain-Barré
dan telah didokumentasikan bernilai sebagai terapi lini pertama atau tambahan
untuk penyakit tertentu. Di negara-negara berkembang, TPE adalah pilihan yang
hemat biaya dan mengurangi durasi rawat inap di rumah sakit, mengurangi
insiden kelumpuhan permanen, mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan GBS.
Pendanaan: Tidak ada sumber pendanaan
Konflik kepentingan: Tidak dikemukakan
Persetujuan etis: Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik

9
REFERENSI
1. Directorate General of Health Services, Transfusion Medicine Technical
Manual, 2nd edition. Directorate General of Health Services, Ministry of
Health and Family Welfare, Government of India, New Delhi; 2003:242-
243.
2. Szczepiorkowski ZM, Winters JL, Bandarenko N, Kim HC, Linenberger
ML, Marques MB. Guidelines on the use of therapeutic apheresis in
clinical practice-evidence-based approach from the
3. Apheresis Applications Committee of the American Society for Apheresis.
J Clin Apher. 2010;25:83- 177.
4. Tobian AAR, Shirey RS, Montgomery RA, Tisch DJ, Ness PM, King KE.
Therapeutic plasma exchange reduces ABO titers to permit ABO
incompatible renal transplantation. Transfusion 2009;49:1248-54.
5. Norda R, Berseus O, Stegmayr B. Adverse events and problems in
therapeutic hemapheresis. A report from the Swedish registry. Transfus
Apher Sci. 2001;25:33-41.
6. McLeod BC, Sniecinski I, Ciavarella D. Frequency of immediate adverse
effects associated with therapeutic apheresis. Transfusion. 1999;39:282-8.
7. Hermans G, Clerckx B, Vanhullebusch T, Segers J, Vanpee G, Robbeets
C, et al. Interobserver agreement of Medical Research Council sum-score
and handgrip strength in the intensive care unit. Muscle Nerve.
2012;45:18-25.
8. Hughes RA, Newsom-Davis JM, Perkin GD, Pierce JM. Controlled trial
prednisolone in acute polyneuropathy. Lancet. 1978;2:750-3.
9. Yuki N, Hartung HP. Guillain-Barré syndrome. N Engl J Med.
2012;366:2294-304.
10. Hughes RA, Wijdicks EF, Barohn R, Benson E, Cornblath DR, Hahn AF,
et al. Practice parameter: immunotherapy for Guillain-Barré syndrome:
Report of the quality standards subcommittee of the American Academy
of Neurology. Neurol. 2003;61:736-40.
11. Basic-Jukic N, Kes P, Glavas-Boras S, Brunetta B, Bubic-Filipi L, Puretic

10
Z. Complications of therapeutic plasma exchange: Experience with 4857
treatments. Ther Apher Dial. 2005;9:391-5.
12. Kishore CK, Vijayabhaskar J, Vardhan VR, Sainaresh VV, Sriramnaveen
P, Sridhar AV, et al. Management of Guillain-Barré syndrome with
plasmapheresis or immunoglobulin: our experience from a tertiary care
institute in South India. Ren Fail. 2014;36:732-6.
13. Basic-Jukic N, Kes P, Glavas-Boras S, Brunetta B, Bubic-Filipi L, Puretic
Z. Complications of therapeutic plasma exchange: experience with 4857
treatments. Ther Apher Dial. 2005;9:391-5.

11

Anda mungkin juga menyukai