Disusun Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
Telaah jurnal ini diajukan oleh :
Nama : Yuselin Taopan, S.Ked
NIM : 1008012013
Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes - Kupang
Telaah jurnal ini disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang
diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD. Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang
PembimbingKlinik
Ditetapkan di : Kupang
Waktu : September 2016
TERJEMAHAN JURNAL
STEVE P. YU, MD, *JOSHUA G. COHEN, MD, and WILLIAM H. PARKER, MD*
Abstrak: Kehilangan darah Operasi >1000ml atau kehilangan darah yang membutuhkan
transfusi darah biasanya didefinisikan sebagai perdarahan intraoperatif. Perdarahan intraoperatif
telah dilaporkan pada 1% sampai 2% dari histerektomi. Ketidakstabilan kardiovaskular dengan
hipotensi yang signifikan sering terjadi akibat hilangnya 30% sampai 40% dari volume darah
pasien dan >40% kehilangan darah mengancam nyawa. Persiapan, perencanaan, dan pelatihan
untuk pendarahan masif adalah sangat penting untuk semua ahli bedah dan tim ruang operasi
ginekologi. Langkah-langkah penanganan keadaan darurat harus ditulis dan ditempelkan di
operasi kamar serta dilatih setiap tiga bulan sekali.
Pembukaan
Perdarahan adalah komplikasi yang ditakutkan oleh banyak ahli bedah. Perdarahan
selama operasi terjadi pada 1% sampai 2% dari histerektomi. Perdarahan selama operasi
didefinisikan sebagai kehilangan darah >1 L atau kehilangan darah yang membutuhkan transfusi
darah. Perdarahan massif didefinisikan sebagai kehilangan >25% dari volume darah pasien, atau
kehilangan darah mengancam jiwa yang membutuhkan intervensi segera. Syok kardiogenik
dengan hipotensi yang signifikan sering akibat hilangnya 30% sampai 40% dari volume darah
pasien. Kehilangan darah >40% merupakan hal yang mengancam kehidupan kecuali jika
resusitasi dapat dilakukan segera.
Anemia berat setelah operasi dengan hemoglobin <7 g/dL, dapat menyebabkan kematian.
Sebuah penelitian terdiri dari 300 pasien yang menolak transfusi darah dengan alasan keagamaan
ditemukan pasien dengan kadar hemoglobin 5,1 sampai 7,0 g/dL mempunyai angka kematian
sebesar 9%. Angka kematian sebesar 30% pada pasien dengan kadar hemoglobin antara 3,1 dan
5,0 g/dL. Pada kadar hemoglobin <3,0g/dL, angka kematian sebesar 64%. Mengenai angka
kematian pada kadar hemoglobin antara 7 sampai 8g/dL tidak ditemukan.
DAFTAR OBAT
Obat-obatan dapat mempengaruhi kaskade pembekuan darah dan agregasi platelet
sehingga menyebabkan kehilangan darah yang tidak terduga. Obat ini termasuk obat resep, obat
bebas, dan obat herbal. Pasien sering tidak menyebutkan pengobatan alternatif atau herbal saat
anamnesis, namun, hal itu sangat penting untuk ditanyakan secara spesifik tentang penggunaan
produk herbal.
Aspirin menghambat siklooksigenasi (COX) platelet dalam 1 jam setelah diiminum dan
menghambat agregasi platelet. Obat ini merupakan inhibitor non-kompetitif dari COX, sehingga
efeknya bersifat ireversibel dan agregasi platelet dapat menjadi abnormal dalam lebih dari 10
hari setelah dosis terakhir. Sangat penting untuk mengedukasi pasien menghentikan penggunaan
aspirin dalam 10 hari sebelum operasi. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dapat
juga menghambat COX platelet. Namun, NSAIDs adalah kompetitif inhibitor dan bersifat
reversibel. Fungsi platelet kembali normal relatif cepat. Fungsi platelet kembali normal dalam 24
Clopidogrel bisulfat (Plavix), sebuah obat antiplatelet oral jangka panjang menyebabkan
penghambatan tergantung dosis dari agregasi platelet 2 jam setelah dosis pertama. Setelah
penghentian, dibutuhkan sekitar 5 hari untuk waktu perdarahan untuk kembali ke normal. Ada
banyak antiplatelet lainnya obat yang sekarang banyak digunakan. Dokter bedah harus
memastikan bahwa obat tersebut aman dikonsumsi sebelum operasi.
PENGOBATAN HERBAL
Sekitar 18% dari populasi di Amerika Serikat memakai obat herbal. Sebuah tinjauan terbaru dari
obat herbal teridentifikasi 65 obat herbal bersifat antiplatelet atau antikoagulan. Bawang putih,
Ginkgo biloba, dan ginseng adalah obat herbal yang lebih sering diketahui berdampak pada
koagulasi melalui penghambatan agregasi platelet. Individu yang mamakai obat-obatan
tradisional herbal Cina yang dua kali lipat lebih mungkin untuk memiliki gangguan hemostasis
dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya.
Terapi Besi
Pada populasi ginekologi, penyebab paling umum dari anemia adalah anemia karena
kekurangan zat besi akibat menorrhagia atau defisiensi diet. Anemia defisiensi besi harus diterapi
sebelum operasi dengan tablet besi secara oral sebagai terapi lini pertama. Dosis yang cukup
adalah 150 sampai 200 mg /hari. Besi tidak boleh diminum bersama makanan karena banyak zat
yang dikonsumsi dapat mengikat besi dan mengurangi penyerapan. Pemakaian 250 mg vitamin
C dengan zat besi akan meningkatkan penyerapan zat besi. Efek samping dari zat besi yaitu
mual, konstipasi, dan nyeri epigastrium pada sekitar 10% sampai 20% dari pasien. Setelah terapi
zat besi oral, konsentrasi hemoglobin akan naik perlahan-lahan, biasanya dimulai dalam 1
sampai 2 minggu. Hemoglobin biasanya meningkat 2 g/dL selama 3 minggu berikutnya. Dengan
tidak adanya perdarahan lanjutan, hemoglobin kembali normal dalam 6 sampai 8 minggu.
Apabila kadar hemoglobin perlu dikoreksi segera, atau jika pasien memiliki
kontraindikasi untuk zat besi oral (misalnya, penyakit radang usus atau penyakit ginjal kronis),
terapi besi intravena seharusnya dipertimbangkan. Pemberian zat besi intravena saja dapat
meningkatkan kadar hemoglobin 1 sampai 2 g dalam 1 minggu. Sebuah tinjauan dari 14
penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan secara klinis dan secara statistik kadar
hemoglobin pada pasien yang diterapi dengan besi intravena saja.
Saat ini, profil keamanan ANH belum memadai, dan efektifitas berkaitan dengan
terhindar dari transfusi alogenik tidak diketahui. Kesulitan lainnya melibatkan persyaratan dari
staf anestesi yang terlatih dan berdedikasi. Monitoring intensif adalah wajib ketika mengelola
pasien hemodilusi intraoperatif yang agresif.
Meskipun sering tidak dianggap oleh dokter ahli ginekologi, bentuk rekombinan EPO
adalah yang biasa digunakan untuk meningkatkan kadar hemoglobin sebelum operasi di bagian
jantung, ortopedi, dan bedah saraf. Untuk lebih efektif, persediaan besi harus memadai. Bahkan,
besi harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan EPO. Ketika terjadi kehilangan darah
signifikan dapat diantisipasi pada wanita yang menolak menerima produk darah, EPO adalah
pilihan untuk meningkatkan kadar hemoglobin sebelum operasi.
INTERVENSI AWAL
Langkah awal untuk mengontrol perdarahan adalah tampon. Tekanan dengan jari atau
sponge stick ke daerah perdarahan secara sementara ke pembuluh darah sambil dipertimbangkan
langkah-langkah lain yang akan diambil. Selama laparotomi, jika tekanan lokal tidak dapat
mengontrol perdarahan, damp pads laparotomi dapat ditempatkan pada lokasi perdarahan.
Tekanan perlu dilakukan selama 10 sampai 15 menit dan diamati untuk mengkonfirmasi
perdarahan telah berhenti.
Selama operasi laparoskopi, instrumen atraumatic laparoscopic grasper dapat
diaplikasikan pada lokasi perdarahan di pembuluh darah kecil. Spons kasa dapat dimasukan
melalui lubang 10-mm dan sering digunakan untuk tamponasi area perdarahan yang luas. Jika
timbul perdarahan pada pembuluh darah besar, jenis cedera ini sepertinya tidak dapat diperbaiki
secara laparaskopi; oleh karena itu insisi midline secara vertikal harus dibuat. Strategi terbaik
yang digunakan adalah penggunaan atraumatic laparoscopic grasper untuk tamponasi pembuluh
darah besar secara laparaskopi pada awalnya, kemudian dilakukan insisi midline. Insisi vertikal
akan memberikan akses bagi ahli bedah vaskular ke aorta, vena kava, dan pembuluh darah iliaka,
dimana pembuluh darah besar tersebut lebih sering mengalami cedera selama operasi ginekologi.
Akan lebih bermanfaat jika pasien diposisikan dalam posisi trendelenberg untuk meningkatkan
aliran darah ke otak dan mempertahankan tekanan tinggi pada pneumoperitoneal, yang dapat
membantu tamponasi pada cedera pembuluh darah vena kecil.
Abdomen dapat dimasuki secara cepat dengan menempatkan probe tumpul kedalam
lubang umbilikus dan menarik ke atas dinding anterior abdomen sementara ahli bedah akan
memotong kulit pada daerah midline. Memasuki kavum abdomen akan secara langsung
dibuktikan dengan keluarnya karbondioksida dari cavum peritoneal. Meskipun mengamankan
hemostasis merupakan hal yang penting, tindakan yang hati-hati perlu dilakukan untuk
mencegah nekrosis jaringan, cedera organ, trombosis vaskular atau disfungsi saraf. Sekali area
perdarahan berhasil diidentifikasi dan tampon berhasil diaplikasikan, identifikasi ureter dan
pembuluh darah mayor dapat membantu menghindarkan cedera pada struktur tersebut.
Kebutuhan akan tenaga tambahan harus dipertimbangkan sejak awal. Tambahan ahli
anestesi untuk membantu pemasangan jalur arteri maupun vena; penambahan perawat dapat
membantu memindahkan peralatan operasi, spesimen laboratorium, dan produk darah; serta
bantuan ahli bedah yang memiliki keahlian di bedah vaskular dapat sangat berharga.
Jika bank darah tidak memiliki sampel darah yang sesuai, sampel yang dikirim berupa
jenis dan crossmatched. Pemeriksaan darah lengkap dan pembekuan darah harus dicek.
Komunikasi yang sering antara anggota tim ruangan operasi dan bank darah harus terus berlanjut
hingga hemostasis sudah dipastikan.
KONTROL PERDARAHAN
Elektrokauter, penjahitan, atau klem bedah dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan yang berasal dari pembuluh darah kecil. Pembuluh darah tersebut harus dipisahkan
dan struktur vital harus diidentifikasi sebelum dilakukan ligasi untuk menghindari cedera yang
Perdarahan Vena
Jika sumber perdarahan berasal dari vena, lakuan penekanan dengan menggunakan jari
atau sponge sticks dan telusuri aliran vena secara teliti sampai defek ditemukan. Klem vaskular
seperti klem bulldog atau Satinsky dapat juga digunakan untuk mencapai kontrol pada proksimal
dan distal. Klem Allis dapat digunakan untuk mengelevasi defek dan baru dilepaskan jika
defeknya sudah ditutup. Prolene 4-0 sampai 5-0 digunakan untuk menutup defek dengan 8
jahitan atau metode cepat lainnya namun dengan hati-hati untuk mencegah penyempitan lumen.
Klem bedah merupakan salah satu pilihan yang digunakan jika terdapat vena kecil yang
tersembunyi dimana defek baru bisa ditutup secara V.
Pada saat tersebut jika terjadi perdarahan yang hebat atau lapangan pandang yang tidak
adekuat pada area yang dalam, maka diperlukan pembebatan. Saat pembebatan sudah dilakukan,
manfaatkan proses hemostasis natural, dan tunggu setidaknya 10 menit sebelum dilepaskan. Pada
saat pelepasan, secara perlahan buka area tersebut untuk mengidentifikasi perdarahan yang
spesifik. Jika perdarahan vena menetap akibat DIC, pembebatan harus diteruskan selama 48 jam
kemudian kembali ke ruang operasi begitu faktor pembekuan sudah tergantikan dan kaskade
koagulasi sudah meningkat. Intervensi radiologi diperlukan untuk melihat kemungkinan
embolisasi sebelum kembali ke ruang operasi.
b. Agen biologikal
Trombin topikal dalam bentuk cairan dapat digunakan langsung dan efektif untuk
perdarahan yang luas pada daerah yang relatif besar. Meskipun demikian, akan
lebih efektif jika digunakan bersama matriks gelatin (FloSeal, Surgiflo) karena
menyediakan secara langsung untuk pembentukan klot.
Fibrin sealant (Tisseel, Cryoseal, Evicel) merupakan campuran fibrinogen, faktor
XII, trombin, dan kalsium. Sediaan beku harus dicairkan sebelum digunakan dan
dicampur langsung sebelum diaplikasikan. Produk akhir berupa fibrin clot.
Karena merupakan produk plasma, maka kontraindikasi untuk pasien dengan
riwayat anafilaksis terhadap produk plasma atau yang mengalami defisiensi IgA.
EMBOLISASI
Embolisasi arteri merupakan teknik radiologi intervensi untuk menyumbat pembuluh darah
pelvis. Prosedur ini memerlukan waktu beberapa jam, karena itu hanya diindikasikan untuk
pasien dengan hemodinamik yang stabil dengan kecurigaan perdarahan arteri.
Kesimpulan
Persiapan, perencanaan, dan penatalaksanaan terhadap perdarahan massif merupakan hal penting
bagi semua ahli bedah. Memiliki team room operasi ginekologi sangat diperlukan untuk
persiapan kondisi darurat. Ahli bedah harus mengedukasi tim dengan langkah-langkah yang
dibutuhkan selama kondisi darurat. Rencana yang jelas dan sederhana harus diformulasikan
sehingga semua anggota tim mengerti. Selama kondisi darurat, ahli bedah harus segera
menginformasikan ahli anestesi dan mengingatkan perawat untuk menghubungi ahli bedah
vaskular juga segera meminta persediaan darah. Saat ahli anestesi menyediakan bantuan untuk
permasalahan cairan dan akses melalui jalur lainnya, tim bedah harus fokus pada prosedur
1. Harris WJ. Early complications of abdominal and vaginal hysterectomy. Obstet Gynecol Surv.
1995;50:795805.
2. Santoso JT, Saunders BA, Grosshart K. Massive blood loss and transfusion in obstetrics and
gynecology.ObstetGynecol Surv. 2005;60:827837.
3. Carson JL, Noveck H, Berlin JA, et al. Mortality and morbidity in patients with very low
postoperative Hb levels who decline blood transfusion. Transfusion. 2002;42:812818.
4. Patrono C, Ciabattoni G, Pinca E, et al. Low dose aspirin and inhibition of thromboxane B2
production in healthy subjects. Thromb Res. 1980;17:317327.
5. Goldenberg NA, Jacobson L, Manco-Johnson MJ. Brief communication: duration of platelet
dysfunction after a 7-day course of ibuprofen. Ann Intern Med. 2005;142:506509.
6. Kroenke K, Goobey-Toedt D, Jacksno JL. Chronic medications in the perioperative period.
South Med J. 1998;91:358364.
7. Long J. FDA GMP Inspectors Cite 70% of Dietary Supplement Firms. Available at: http://
www.naturalproductsinsider.com/news/2013/05/fda-gmp-inspectors-cite-70-of-dietary-
supplement. aspx. Accessed on September 9, 2013.
8. Cordier W, Steenkamp V. Herbal remedies affecting coagulation: a review. Pharm Biol.
2012;50:443452.
9. Ang-LeeMK,Moss J,Yuan CS. Herbalmedicines and perioperative care. JAMA.
2001;286:208216. 10. Lee A, Chui PT, Aun CS, et al. Incidence and risk of adverse
perioperative events among surgical patients taking traditional Chinese herbal medicines.
Anesthesiology. 2006;105:454461.
11. Crosby WH. The rationale for treating iron deficiency anemia. Arch Intern Med.
1984;144:471.
12. Werner E, Kaltwasser JP, lhm P. Oral iron treatment: intestinal absorption and the influence
of a meal (authors transl). Dtsch Med Wochenschr. 1977;102:10611064.
13. Auerbach M, Goodnough LT, Picard D, et al. The role of intravenous iron in anemia
management and transfusion avoidance. Transfusion. 2008;48:9881000.