Anda di halaman 1dari 6

LAKI-LAKI USIA 23 TAHUN DENGAN HEMATEMESIS MELENA ET CAUSA

ILEUS PEPTIKUM DISERTAI DENGAN ANEMIA


dr Mardame Waladin Sinaga
dr Fransiscus Agustinus Wabia SpPD
RSUD Manokwari Papua Barat
Laporan Tugas Untuk Memenuhi Tugas Program Internship Dokter Indonesia

I PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas(SCBA) adalah perdarahan saluran makan
proksimal dari ligamentum Treitz. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian
atas(SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang,
dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang
dengan 1) Anemia defesiensi besi akibat perdarahan yang tersembunyi yang berlangsung
lama, 2) hematemesis(muntah darah) dan atau melena(berak darah) disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien. Penyebab SCBA yang paling sering adalah pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan.1
Hematemesis, dan melena merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan
saluran cerna bagian atas(upper gastrointestinal tract). Perdarahan saluran cerna bagian
atas(SCBA) termasuk salah satu kegawatdaruratan yang banyak ditemukan di rumah sakit di
seluruh dunia yang banyak menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.2
Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit dan menimbulkan 8-
14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian
adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.3
II LAPORAN KASUS

Laki-laki, Tn SS, usia 23 tahun, pekerjaan mahasiswa, datang ke RSUD Manokwari


dengan bawa rujukan dari puskesmas Ransiki tanggal 23/09/2022 (no rekam medis ) dengan
keluhan muntah dan berak darah. Berak hitam dialami pasien ± 3 hari SMRS, isi ampas
bercampur lender. Saat itu pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 1
hari yang lalu, hilang timbul. Sebelumnya pasien sempat pernah kena penyakit yang sama di
bulan desember 2021. Dan saat itu pasien sempat di rawat inap.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital Tekanan
darah(TD) 119/65 mmHg, nadi 87 kali/menit regular, frekuensi pernafasan 20 kali/menit,
suhu 36,70C, SpO2 97%, visual analog scale (VAS) 7/10. Glasgow Coma Scale (GCS) 15,
Eye 4 Motoric 6 Verbal 5, kondisi umum lemah, keadaan umum lainnya nutrisi baik, hidrasi
kurang, kulit pucat kepala mesosefal. Pada mata konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
Pada telinga dalam batas normal, hidung dalam batas normal. Pada dada gerak simetris,
retraksi sela iga tidak ada. Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada, suara nafas veikuler. Pada
abdomen tampak cembung , simetris, ikut gerak nafas, tidak ada massa, tidak ada spider navi,
pada auskultasi peristaltic usus kesan meningkat, pada palpasi ditemukan nyeri tekan
epigastrium. Hepar lien tidak teraba, tumor tidak ada, asites tidak ada. Ekstremitas CRT<2’
deitk, akral dingin, kulit tampak pucat.

Hasil Pemeriksaan darah rutin

Hasil 23/9/2022

Hb 2,0

Leukosit

Eritrosit

Trombosit

Segmen

Limfosit

Monosit

MCV

MCH

MCHC

Malaria negative

Golongan darah A+
SGOT/SGPT

Hasil Elektrolit

Hasil 23/9/2022 Nilai Normal

Natrium

Kalium

Chloride

III PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan hematemesis melena berdasarkan data
anamnesis bahwa pasien mengeluhkan BAB hitam sejak 3 hari yang lalu, muntah darah
kehitaman sejak 2 hari yang lalu, nyeri ulu hati, dan riwayat mengkonsumsi obat pereda nyeri
piroxicam(NSAID) sejak kurang lebih lima tahun yang lalu dan baru berhenti sekitar 2
minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan terdapat nyeri
tekan epigastrium. Tidak ditemukan stigmata penyakit kronis(ikterus, spider nevi, ascites,
splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
hemoglobin 6,3 g/dL, Leukosit 21.800/mm3, Ht 18,7%, Trombosirt 53.000/mm3

Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan pengertian hematemesis melena.


Hematemesis adalah muntah darah dari mulut, bisa dalam bentuk
segar(bekuan/gumpalan/cairan merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung
menjadi kecoklatan dan berbebntuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang
lenket dan hitam seperti aspal(ter) dengan bau yang khas, yang menandakan perdarahan
SCBA serta dicernanya darag pada usus halus, di mana penyebab kelainan di atas dapat
berasal dari kelainan esofagus, kelainan lambung, dan kelainan duodenum.4,5

Kasus ini mengarah pada kelainan lambung yaitu adanya gastritis erosif atas dasar
riwayat pasien meminum obat antinyeri golongan NSAID yaitu piroxicam sejak 2 tahun yang
lalu sampai sekarang. Piroxicam bekerja dengan cara mnenghambat enzim yang
memproduksi prostaglandin, yaitu hormon yang memicu munculnya gejala radang saat tubuh
mengalami cedera. NSAID dapat merusak mukosa lambung secara topikal dan sistemik.
Prevalensi NSAID dapat menginduksi kerusakan lambung antara 10-25% dan itu merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas. NSAID bersifat lipofilik dan asam,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan secara topikal, sedangkan efek sistemik NSAID
disebabkan karena perusakan mukosa yang terjadi akibat penurunan produksi prostaglandin.
Produksi prostaglandin menurun juga dapat menyebabkan kerusakan lambung dan usus dua
belas jari. Akibat penggunaan NSAID adalah gangguan fisiokimia pertahanan mukosa
lambung dan inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa lambung melalui inhibisi aktivitas
siklooksigenase(COX) mukosa lambung. NSAID bekerja menghambat sintesis prostaglandin.
Prostaglandin merupakan salah satu mediator inflamasi, pada saat prostaglandin dihambat
mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi. Meskipun demikian, prostaglandin merupakan
zat yang dapat melindungi mukosa slambung dengan bentuk ringan sampai berat. NSAID
yang bersifat lipofilik dan asam mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan
menimbulkan ulserasi.6

Terhambatnya enzim (COX-1 dan COX-2) mengakibatkan penurunan PGE2 dan


PGI1. Penurunan produksi prostaglandin ini menyebabkan peningkatan retensi natrium.
Peningkatan retensi natrium ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hipertensi, gangguan
fungsi ginjal, edema, dan perdarahan gastrointestinal. Peningkatan retensi natrium dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah.7 Tekanan darah akan meningkat dengan umur yang
semakin menua dan hipertensi (peningkatan tekanan darah secara persisten) sering terjadi
pada umur yang semakin tua.8

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu non-medikamentosa.


Penatalaksanaan non-medikametosa antara lain bed rest, puasa hingga perdarahan berhenti
dan diet cair. Penatalaksanaan medikamentosa antara lain infus Ringer Laktat 20 tpm,
pemasangan NGT(Nasogastric tube), Paracetamol 3x500 mg, Pantoprazole 2x40 mg injeksi,
Ondansentron 4mg 3x1 injeksi, Asam tranexamat 500 mg 3x1 injeksi, Ceftriaxone 2x1 gr
injeksi, Inj. Furosemid 1 amp (sebelum transfusi jika TD sistole>110 mmHg), dan rencana
transfusi PRC 1 kolf/hari.

Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang


berlangsung. Untuk analgetik diberikan Paracetamol 3x500 mg. Doberikan juga obat
golongan Proton Pump Inhibitor(PPI) yaito pantoprazole, di mana PPI berfungi mengurangi
sekeresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphospate
(ATPase) (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel paroetal
enzim pompa proton bekerja memecah KH+aTP yang kemudian akan menghasilkan enegri
yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikui sel parietal ke dalam lumen
lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugugs sulfihidri dari enzim ini yang
menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja ezim. Kemudian dilanjutkan dengan
terhentinya produksi asam lambung.9

Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja bekerja pada
lingkungan yang asam, bereaksi dengan asam klorida dalam lambung membentuk kompleks
kental seperti pasta yang bertindak sebagai penyangga asam selama 6-8 jam. Kompleks ini
berfungsi sebagai penghalang dan pelindung permukaan ulkus, mencegah serangan faktor
agresif seperti asam klorida, pepsin, dan empedu.

Pada pasien dilakukan transfusi karena Hb pasien < 8 gr/dL.

Simpulan, telah ditegakkan diaignosis Hematemesis melena e.c. Gastric Ulcer pada
Tn H, laki-laki 51 tahun atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
serta telah ditatalaksana dengan pemberian edukasi dan pengobatan.

Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar
Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
angka kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh
faktor Hemoglobin(Hb) waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hari
seperti ikterus dan ensefalopati.11

Prognosis cukup0 baik apabila dilakukan penanganan yang tepat, mengingat


tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna
bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang ber4sifat preventif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam: Setiati S, Alwi I,
Sudaya AW, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing. 1873
2. Simadibrata M. Penatalaksaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non-Varises-Peran
Penghambat Pompa Proton. Dalam: Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, editor.
Proceeding Symposium Emergency in Gastroenterology. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2006
3. Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:Erlangga.
36-7\
4,. Hastings GE, 2005. Hematemesis dan Melena. http://wichita.kumc.rdu/
hastings/hematemesis.pdf
5. Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan: Dalam Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni.
Hlm 281-305
6. Amrulloh, F. M. Dan Utami, N. 2016. Hubungan Konsumsi OAINS terhadap Gastritis.
Jurnal Majority; 5 18-21
7. Landefeld, K. Gonzales, H. dan Sander, G. E. 2016. Journal of Clinical Case Reports
Hypertensive Crisis: The Causative Effects of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs.
Journal of Clinical Case Reports; 6: 10-12
8. Kosugi T, Nakagawa T, Kamath D dan Johnson R. J. 2009. Uric Acid and Hypertension:
An Age Related Relationship?. Journal of Human Hypertension; 23; 75-76
9. Purwadianto A, Budi S. 2000. Hematemesis dan Melena: dalam Kedaruratan Medik.
Jakarta: Binarupa Aksara. Hlm 105-10
10. Lacy. 2009. Drug Information Handbook 17th Edition, Lexi’s-comp’s Drug Reference
Handbooks, American Pharmacists Association
11. Astera IWM, Wubawa IDN. 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas:
dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta. ECG. Hlm 53-62

Anda mungkin juga menyukai