Anda di halaman 1dari 12

HEMATEMESIS MELENA

Oleh :
Faisal Gustomy
1102000091

Oponen :
Nisrina Aqila Sari

Narasumber:
Dr. Djoko Wibisono Sp.PD

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto


Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Jakarta, Juni 2007

0
TINJAUAN PUSTAKA

Hematemesis melena merupakan gawat darurat di bidang Penyakit Dalam. Angka


kekerapan 25 (United Kingdom) sampai 100-150 (Amerika Serikat) per 100.000.
Angka kematian 8-10% dan bertahan dalam 40 tahun terakhir.
Sedangkan angka kematian di RSCM pada penelitian tahun 1987-1988
sebesar 26%. Besarnya angka kematian ini sangat mungkin dipengaruhi oleh
penyakit dasar dari penyebab atau sumber perdarahan. Seperti diketahui bahwa
sebagian besar perdarahan di populasi Negara Barat akibat ulkus peptic sedangkan
di Indonesia disebabkan oleh pecahnya varises esophagus atau gastropati hipertensi
portal akibat sirosis hati serta kematian lebih dipengaruhi oleh perburukan penyakit
dasar tersebut.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung jumlah darah yang hilang dan keadaan akut atau kronik.
Hematemesis adalah muntah darah. Warna darah tergantung pada asam lambung
yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat merah segar bila tidak
tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat ataupun hitam bila telah
bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin
mengalami proses oksidasi menjadi hematin.
Melena adalah keluarnya feses warna hitam. Warna harus dibedakan dengan
maroon stools akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah (terutama pada
daerah kolon kanan atau ileosekal) yang berwarna merah kehitaman. Perdarahan
saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi dalam bentuk hematosezia bila
perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna yang cepat.

Etiologi
Tabel Penyebab Tersering Hematemesis Melena
Pustaka Barat RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
1987-1988 1994
Yamada
Ulkus Duodenum 24,3% 7,15% 7,48%
Gastritis Erosif 23,4% 47,00% 20,08%
Ulkus Gaster 21,3% 7,15% 2,36%
Varises Esofagus 10,3% 70,20% 6,46%
Gastropati Kongestif - - 17,32%

Varises Esofagus

1
Varises esofagus merupakan etiologi tersering di Indonesia. Obat-obat vasoaktif
terutama diindikasikan pada kelompok ini untuk mengurangi tekanan portal.
Perdarahan akibat varises esofagus memiliki kecenderungan berulang, bahkan
dalam perawatan, yang mempunyai nilai prognostik buruk. Pembersihan isi usus dari
produk darah perlu mendapat perhatian khusus untuk menghindari terjadinya
ensefalopati hepatik. Bilas lambung yang adekuat, klisma, atau YAL/Fleet enema,
pemberian laktulose, antibiotik intralumen usus (neomisin) harus diprioritaskan.
Pemberian resusitasi cairan atau transfusi harus mempertimbangkan dampaknya
pada tekanan portal. Target hemoglobin yang disepakati adalah 10 g/dL untuk
menghindari peningkatan kembali tekanan portal yang terlalu cepat yang berdampak
pada perdarahan berulang sebelum terapi definitif dikerjakan.

Gastritis Erosif
Dalam pengalaman klinis banyak disebabkan oleh penggunaan obat anti-inflamasi
non-steroid, asam asetil salisilat dan stress ulcer pada penyakit stroke. Obat-obat
yang dipakai untuk terapi bervariasi, seperti antasida, anti-sekresi asam lambung,
sukralfat, misoprostol, dan trepenon.

Etiologi lain yang tidak jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari di ruang
endoskopi adalah sobekan Mallory Weiss akibat muntah-muntah, esofagitis,
keganasan saluran cerna bagian atas, atau angioma.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi hematokrit, hemoglobin, dan trombosit. Bila
diduga ada gangguan koagulasi, waktu protrombin dan D-dimer perlu diperiksa.
Ureum dan kreatinin dapat menggambarkan adanya gangguan fungsi ginjal akibat
hipovolemia atau untuk memprediksi dugaan lokasi perdarahan. Bila rasio nitrogen
urea darah terhadap kreatinin lebih dari 36 mungkin perdarahan terletak di
ligamentum Treitz, sedangkan bila rasio kurang dari 36 perdarahan terletak di
distalnya.
Kadar hemoglobin pada waktu awal perdarahan tidak akurat bila digunakan
untuk memperkirakan volume perdarahan atau kebutuhan transfusi karena proses
hemodilusi baru mulai secara bertahap dalam 24 jam setelah episode perdarahan.

Tata Laksana Awal

2
Kejadian hematemesis melena dapat terjadi dihapadan kita, tetapi lebih sering kasus
datang dengan riwayat muntahdarah dan kita harus membuktikannya.
Anamnesis yang akurat sangat penting untuk menilai apakah benar suatu
hematemesis atau hanya sekedar perdarahan gusi yang diludahkan atau suatu
hemoptoe. Riwayat pemakaian obat anti-inflamasi pada penyakit sendi atau penyakit
koroner, adanya penyakit hati dan lainnya akan menolong memperkirakan penyebab.
Pada pemeriksaan fisik perlu dicari adanya stigmata sirosis, diatesis hemoragik, dan
lainnya.
Status hemodinamik pada saat datang dan observasi secara ketat Sangay
diperlukan karena akan mempengaruhi prognosis. Tilt test positif (penurunan
tekanan sistolik pada perubahan posisi kepala dari telentang kemudian diubah
menjadi 45º) dapat dipakai sebagai parameter kasar terjadinya kehilangan volume
intravaskular yang bermakna (± 20%). Selain itu tanda-tanda gangguan sirkulasi
perifer juga harus diwaspadai.
Pemasangan pipa nasogastrik pada kasus hematemesis
atau diduga hematemesis memiliki manfaat untuk mendeteksi ada tidaknya
perdarahan saluran cerna bagian atas (berupa aspirat hematin atau darah segar),
pemantauan aktivitas atau berat ringannya perdarahan, untuk memasukkan obat-
obatan, atau bilas lambung, serta untuk memprediksi prognosis. Dilaporkan bila
aspirat pipa nasogastrik jernih prediksi angka kematian 10%, aspirat warna hitam 10-
20% dan bila merah 20-30%. Efektivitas bilas lambung dengan air es ataupun larutan
fisiologis lanilla maíz dalam perdebatan. Telah disepakati bahwa teknik pembilasan
yang baik dapat mengeluarkan darah dalam lambung sehingga risiko terjadinya
ensefalopati pada sirosis hati dapat dikurangi. Pengamatan melalui gastroskopi pada
kasus-kasus dengan pipa nasogastrik sering dijumpai bercak-bercak hiperemia bulat
di daerah curvatura mayor dan fundus yang diduga akibat aspirasi aktif (tekanan
negatif) melalui pipa. Hal ini akan berdampak negatif bila terjadi pada mucosa yang
rapuh dan mudah berdarah seperti pada gastropati kongesti / hipertensi portal.

Resusitasi Cairan
Jalar intravena yang adekuat harus dipersiapkan untuk transfusi. Resusutasi dapat
dimulai dengan larutan NaCl fisiologis. Jira terdapat tanda-tanda gangguan sirkulasi
perifer(presyok/syok) maka dapat diberikan volume expander sebelum cairan definitif
(darah) tersedia. Pada perdarahan masif perlu dipasang monitor vena sentral.
Transfusi diberikan sesuai kebutuhan sebagai pengganti volume intravaskular,
perbaikan kadar hemoglobin, atau suplementasi faktor koagulasi. Pada perdarahan
aktif dan masif, darah lengkap merupakan pilihan utama karena masih mengandung

3
faktor pembekuan selain dapat memenuhi kebutuhan koreksi volume intravaskular.
Bila kebutuhan koreksi volume sudah terpenuhi oleh resusitasi cairan fisiologis,
maka peningkatan kadar hemoglobin dapat dipenuhi melalui transfusi pack red cells
(PRC). Bila masih diperlukan faktor pembekuan dapat diberikan plasma beku segar
(fresh frozen plasma). Di Indonesia sirosis hati merupakan penyebab hematemesis
sehingga perlu diwaspadai adanya defisiensi faktor pembekuan atau adanya
koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Pada kepustakaan dilaporkan bahwa larutan salin hipertonik NaCl 3%
mempunyai dampak yang baik untuk restorasi volume intravaskular tanpa
meningkatkan sirkulasi cairan di paru. Parameter keberhasilan resusitasi adalah
terjaminnya tekanan vena sentral antara 7-10 mmHg atau diuresis lebih dari 0,5-1
ml/KgBB/jam.
Pada umumnya indikasi transfusi bila kadar hemoglobin <8 g/dL dan
hematokrit <30% yang disertai adanya gangguan hemodinamik. Transfusi tidak perlu
berlebihan karena iskemia jaringan yang terjadi pada perdarahan lebih dipengaruhi
oleh gangguan perfusi dibandingkan oleh kapasitas angkut oksigen darah.

Obat-obatan
Dengan pertimbangan bahwa proses koagulasi atau pembekuan fibrin akan
terganggu oleh situasi asam di lambung atau bila telah terbentuk fibrin akan cepat
didegradasi, maka dapat diberikan obat anti-sekresi asam lambung, seperti penyekat
H2(simetidin, ranitidin, famotodin, roksatidin, nizatadin) atau penghambat pompa
proton (omeprazol, lanzoprazol, pantoprazol). Obat yang diberikan sebaiknya melalui
intravena. Dapat pula ditambahkan obat yang bekerja untuk meningkatkan defensi
mukosa saluran cerna bagian atas seperti sukralfat. Pemberian obat vasoaktif akan
mengurangi aliran darah splanikus sehingga dapat diharapkan proses perdarahan
berkurang atau berhenti. Dalam hal ini dapat dipakai vasopresin, somatostatin, atau
analog somatostatin (okreotide). Vasopresin bekerja sebagai vasokonstriktor
splanikus, sedangkan somatostatin dan okreotide melalui efek hambatan sekresi
asam lambung dan pepsin, menurunkan aliran darah di lambung dan merangsang
sekresi mukus lambung. Dalam pemilihan jenis obat ini harus mempertimbangkan
faktor farmakokinetik obat, biaya, efek samping dan laporan studi efektivitas obat
tersebut. Salah satu yang terpenting adalah efek vasokonstriksi koroner yang
mungkin dapat timbul pada pemberian vasopresin, sehingga sebaiknya dikombinasi
dengan pemberian vasodilator koroner atau jangan diberikan pada penderita koroner
dan usia lanjut. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa obat vasoaktif dapat
menimbulkan penghentian perdarahan awal yang sama efektifnya dengan tindakan

4
skleroterapi emergensi pada perdarahan varises esofagus. Tetapi mempunyai angka
perdarahan kedua (berulang) yang lebih tinggi dan hal ini dapat dimengerti karena
bukan terapi definitif. Berdasarkan hal ini banyak dianut sistem pemberian obat
vasoaktif pada keadaan gawat darurat yang dilanjutkan dengan terapi definitif
skleroterapi. Bahkan dilakporkan bahwa skleroterapi varises esofagus yang
dikerjakan dengan didahului pemberian somatostatin atau okreotide mempunyai
risiko perdarahan selama/pasca tindakan yang lebih rendah. Kedua jenis obat ini
juga dilaporkan efektif untuk menghentikan perdarahan pada tukak peptik.
Vasopresin (Pitresin) diberikan dalam bentuk drip terus menerus dengan dosis 0,2-
0,4 unit permenit disertai pemberian obat vasodilator koroner (bentuk disc).
Somatostatin (Stilamin) diberikan secara bolus awal 250 mikrogram intravena dan
dilanjutak drip kontinyu 250 mikrogram perjam. Sedangkan okreotide (Sandostatin)
dapat dimulai secara bolus 25-50 mikrogram intravena dilanjutkan drip kontinyu 0,2
mg per jam (50 mikrogram per jam)

Nutrisi
Pasien dipuasakan selama terdapat perdarahan aktif. Adanya aspirat berwarna
merah atau masih banyaknya produksi isi lambung per pipa nasogastrik yang
mengandung hematin dan bekuan darah menandakan perdarahan masih aktif
berlangsung. Pada keadaan ini pasien dipuasakan dan asupan nutrisi secara
parenteral. Pada 24 jam pertama tidak diperlukan nutrisi penuh. Enteral nutrisi
dilaksanakan sedini mungkin dimulai dengan menggunakan diet cair (formula rumah
sakit atau produk farmasi) sewaktu dinilai perdarahan sudah berhenti, yaitu dengan
jernihnya cairan pipa naso gastrik atau hanya terdapat sedikit hematin.

Prosedur Diagnostik
Endoskopi adalah sarana diagnostik yang paling akurat baik dari segi identifikasi lesi
sumber perdarahan ataupun potensi intervensi terapetiknya. Endoskopi gawat
darurat pada perdarahan aktif mempunyai risiko sepuluh kali lebih besar
dibandingkan endoskopi secara elektif. Sikap yang lebih baik adalah melakukan
endoskopi dini (early endoscopy) yaitu endoskopi yang dikerjakan setelah fase
resusitasi dilaksanakan dengan baik. Dalam berbagai kepustakaan cara
pemeriksaan ini rata-rata dapat dikerjakan 24 jam setelah masuk rumah sakit dan
dapat mengidentifikasi sumber perdarahan pada 80-90% kasus.
Angiografi merupakan pilihan lain terutama bila endoskopi gagal
mngidentifikasi sumber perdarahan yang masif. Angiografi viseral yang selektif dapat
melokalisasi perdarahn dan dapat berfungsi pengobatan. Pemeriksaan ini akan jelas

5
hasilnya bila perdarahan lebih dari 0,5 ml per menit dan defisit volume intravaskular
telah dikoreksi.
Nuclear imaging dengan menggunakan sel darah merah yang telah dilabel
dapat dipakai untuk mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan, pemeriksaan ini
dilaporkan dapat mengidentifikasi perdarahan yang intermiten.

Gambaran Endoskopi

Upper gastrointestinal bleeding. Ulcer Upper gastrointestinal bleeding.


with a clean base Diagram of ulcer with a clean base.

Upper gastrointestinal bleeding. Ulcer Upper gastrointestinal bleeding. Ulcer


with a black spot with an overlying clot

6
Upper gastrointestinal bleeding.
Ulcer with a clean base
Upper gastrointestinal bleeding. Ulcer Upper gastrointestinal bleeding.
with a visible vessel Diagram of an ulcer with a visible
vessel.

Upper gastrointestinal bleeding. Ulcer


with active bleeding

Tata Laksana Khusus


Tata laksana khusus berkaitan dengan pengobatan preendoskopik. Mulai dari
penyuntikan larutan adrenalin pada ulkus yang berdarah, penyemprotan tissue
adhesive atau trombin, penjepitan tempat yang berdarah dengan menggunakan
hemoclip, penyuntikan larutan sklerosan pada varises samapi penggunaan alat
elektrokoagulan, heater probe dan sinar laser.
Pemasangan pipa Sengstaken Blakemore dapat dikerjakan pada perdarahan akibat
varises esofagus. Tindakan ini sudah banyak ditingglakan dan mempunyai risiko
komplikasi yang relatif tinggi.
Teknik angiografi juga dapat digunakan untuk terapi melalui cara infus obat
vasokonstriktor atau embolisasi pada pembuluh darah yang menjadi sumber
perdarahan.

7
ILUSTRASI KASUS

Nama Lengkap : Tn. M


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tgl lahir : Ciawi / 8 Aguatus 1937
Suku Bangsa : Sunda
Status : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Rakyat
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Taman Wisma Asri Blok 8/97, RT.05/10

Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari SMRS pasien berobat ke dokter dengan keluhan mencret berwarna hitam
selama 3 hari, dua kali sehari, banyaknya tidak ingat. Diserati perasaan mual yang
hebat, lemas, pusing seperti mau jatuh, nyeri perut melilit, sulit makan dan minum,
BAK tidak ada keluhan dalam kualitas dan kuantitas. Tidak ada demam, tidak ada
batuk-pilek, tidak ada sesak napas, tidak ada nyeri yang menjalar. Sudah diberi obat
namun pasien tak kunjung membaik dan kembali ke dokter tersebut. Kemudia
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil lab, dokter menganjurkan agar
pasien dirawat.
Selain itu pasien mengaku memiliki riwayat sakit maag yang diobati dengan
promag jika sekali-kali kambuh. Pasien mengaku suka memium prednison yang
dibelinya di apotek secara bebas jika kakinya terasa nyeri. Pasien meminum obat
tersebut selama +/- 15 tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), DM (-), Peny. Jantung (-), Asma (-)
Gastritis (+)

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan Gizi : Baik TB: 168 cm, BB: 83 kg
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/90 mmHg

8
Nadi : 76 kali/menit
Suhu : 36,4°C
Pernapasan : 24 kali/menit
Status Generalis
Kulit : sawo matang, tidak tampak ikterik, suhu raba normal
Kepala : deformitas (-)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : deformitas (-), serumen (-), membran timpani intak +/+
Hidung : deformitas (-), deviasi septum nasi (-), sekret (-)
Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1
Gigi dan mulut : higiene oral cukup
Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak membesar
Paru : vesikuler, Ronkhi -/- , Wheezing -/-

Jantung : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen : datar, supel , nyeri tekan epigastrium(+)
Ekstremitas : akral hangat, udem +/+ (tungkai bawah).

Pemeriksaan Laboratorium
19 Mei ’07 20 Mei ’07 25 Mei’07 Nilai Rujukan

Hematologi Hematologi Hematologi


Hb 5,1 Hb 6,1 Hb 9 (12 – 16 )
Ht 15 Ht 19 Ht 30 (37 – 47)
Eri 1,5jt Eri 2jt Eri 3,4 (4,3jt – 6,0jt)
Leuko Leuko Leuko (4400 – 11300)
15900 17100 15800 (150000-400000)
Trombo Trombo Trombo (80 – 96 fL)
260000 187000 130000 (27 – 32 pg)
MCV 101 MCV 94 MCV 89 (32 – 36 g/dL)
MCH 34 MCH 30 MCH 27
MCHC 33 MCHC 32 MCHC 30 ( 6 – 8,5 )
Kimia Kimia Kimia ( 3,5 – 5,0 )
Ureum 135 Prot.total 4,7 Prot.total 5,4 ( 2,5 – 3,5 )
Kreatinin 3,9 Albumin 2,7 Albumin 3,0 (< 200 mg/dl)
Klorida 117 Globulin 2,0 Globulin 2,4 (< 1,5)
Kalium 5,7 Cholesterol 116 Cholesterol 134 (< 0,3)
GDS 142 Bilirubin total 0,5 Bilirubin total 0,5 (< 1,1)
Aceton darah (-) Bilirubin dir. - Bilirubin dir. - (<258)
Bilirubin indir. - Bilirubin indir. - (<40)
Alk.Fosfatase 157Alk.Fosfatase (<35)
SGPT 10 201 (20 – 50)
SGOT 12 SGPT 12 (0,5 – 1,5)
SGOT 16 (100 – 106)
Ureum 58 (3,5 – 5,3)
Kreatinin (135 – 145)

9
3,2 GDS ( < 140 mg
Klorida
115
Kalium 4,3
Natrium
143

Pemeriksaan Penunjang

USG Abdomen (26 Mei 2007):


 Fatty liver
 Hidrops Vesica Felea (suspect?)
 Pankreas – Lien dalam batas normal
 Ginjal: Chronic renal disease bilateral, tidak tampak obstruksi
 Vesica urinaria & prostat normal

Endoskopi (26 Mei 2007):


 Gastropati Ulserativum
 Ulkus duodeni bekas berdarah

Daftar Masalah
1. Melena e.c gastropati ulserativa e. ulkus duodeni
2. Anemia normositik normokrom e.c hemorargi
3. Dyspepsia
4. Hipertensi
5. Edema perifer
Pengkajian
1. Melena: Melena pada pasien ini dikarenakan adanya erosi di mukosa gaster
dan ulkus besar diduodeni. Erosi mukosa dan ulkus mungkin dikarenakan
pemakaian obat NSAID dalam jangka lama
untuk meningkatkan defensi mukosa saluran cerna bagian atas seperti sukralfat.
Th/ -. Ulsidex tablet 4x 1g selama 4 mgg
Transamin( asam traneksamat) kapsul 250 mgx 2
Vit. K 3x1 amp

2. Anemia:Anemia timbul karena adanya perdarahan aktif pada buang air besar
sehingga munurunkan kadar Hb dalam darah. Dan ditemukan pula tanda
klinis berupa konjungtiva anemis.
Jalur intravena yang adekuat harus dipersiapkan untuk transfusi. Resusitasi dapat
dimulai dengan larutan NaCl fisiologis.
Th/ Nacl 0,9 % 20 tpm
Vasopresin (Pitresin) diberikan dalam bentuk drip terus menerus dengan dosis 0,2-
0,4 unit permenit disertai pemberian obat vasodilator koroner (bentuk disc).
Somatostatin (Stilamin) diberikan secara bolus awal 250 mikrogram intravena

Transfusi diberikan sesuai kebutuhan sebagai pengganti volume intravaskular,


perbaikan kadar hemoglobin, atau suplementasi faktor koagulasi.
Th/ tranfusi PRC bertahap sampai Hb ≥10

3. Dyspepsia: Gejala dispepsia muncul karena adanya ulkus di duodeni yang


juga muncul mungkin karena adanya riwayat penggunaan obat NSAID yang
bersifat mengiritasi saluran cerna
obat anti-sekresi asam lambung

10
penyekat H2(simetidin, ranitidin, famotodin, roksatidin, nizatadin) atau penghambat
pompa proton (omeprazol, lanzoprazol, pantoprazol). Obat yang diberikan sebaiknya
melalui intravena. Dapat pula ditambahkan obat yang bekerja untuk meningkatkan
defensi mukosa saluran cerna bagian atas seperti sukralfat.
Th/ -. Omeperazol 2x20mg selama 4 mgg
-. Ranitidin 2x 150 mg

4. Hipertensi:
Th/ Captopril 2 x 12,5 mg

5. Edema Perifer
Th/ Lasix
• Non Medikamentosa
– Makan makanan lunak selama 4 minggu
– Asupan makanan guna perbaikan gizi
– Diet rendah garam rendah protein

Prognosis
Quo vitam : dubia ad bonam
Quo fungsionam : dubia ad bonam
Quo sanationam : bonam

11

Anda mungkin juga menyukai