Anda di halaman 1dari 8

PEMERIKSAAN CAIRAN ASITES

Kata asites berasal dari bahasa Yunani (askos) yang artinya kantung. Asites adalah
keadaan terkumpulnya cairan patologis di dalam rongga abdomen. Lelaki yang sehat hanya
memiliki sedikit atau tidak sama sekali cairan intraperitoneal, sedangkan wanita masih normal
kurang lebih 20 mL.

Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis, tetapi dapat pula disebabkan
penyakit lain, seperti gagal jantung, sindrom nefrotik, atau carcinoma diseminata. Yang
penting adalah menentukan ada tidaknya factor lain yang menyebabkan asites selain yang
disebutkan di atas.

Parasentesis diagnostik ( 50-100 ml ) : kadar protein, jumlah sel, hitung jenis sel,
pewarnaan gram dan BTA, kultur harus dikerjakan. Pemeriksaan sitologi dapat memberi
petunjuk adanya carcinoma. Transudat khas untuk sirosis (< 25 g/L, BJ < 1.016) sedangkan
untuk peritonitis bersifat eksudat Gradien serum-asites albumin > 1,1 g/dL khas untuk sirosis
uncomplicated akibat hipertensi portal, gardien < 1,1 g/dL menunjukkan asites bukan
disebabkan hipertensi portal.Cairan bercampur darah dengan protein > 25 g/L menunjukkan
peritonitis TB atau keganasan. Cairan keruh dengan dominasi PMN menunjukkan peritonitis
bacterial sedangkan dominasi MN menunjukkan TBC. Laparoskopi dan biopsy digunakan
untuk kasus tertentu..

Chylous asites sering akibat suatu obstruksi limfa, tumor, tuberculosis, filariasis,
nefrotik atau kelainan congenital. Cairan musinosa menunjukkan suatu pseudomyxoma
peritoneum atau carcinoma koloid dari lambung atau kolon.

1
High gradient asites (transudat) tanpa sebab yang jelas umumnya disebabkan oleh sirosis,
hipertensi vena sisi kanan yang meningkatkan tekanan sinusoid hepatic, keadaan
hipoalbuminemia. Pemeriksaan fungsi hati, scan lien dan hepar, CT scan atau USG dan
biopsy kadang diperlukan.

Low gradient asites (eksudat) menunjukkan infeksi atau tumor di peritoneum. Kultur
bakteri cairan asites dapat menunjukkan organisme penyebab peritonitis infeksi.Peritonitis TB
paling baik didiagnosa dengan biopsy peritoneum baik secara perkutaneus atau melalui
laparoskopi.Karena kultur dan biopsy untuk TB memerlukan waktu 6 minggu, maka biasanya
terapi TB dapat dimulai berdasarkan pemeriksaan histopatologi.Diagnosa tumor di
peritoneum berdasarkan analisa sitologi dan biopsy. Test-test lain dapat dipakai untuk
menentukan letak tumor primer. Asites karena penyakit pancreas biasanya akibat ektravasasi
cairan pancreas dari sistem duktus pancreas yang rusak biasanya dari pseudokista. USG, CT
scan dan ERCP dapat menunjukkan letak kerusakan secara tepat.

Analisa fisiologi dan faktor metabolik yang terlibat dalam produksi cairan asites
digabung dengan evaluasi lengkap dari cairan asites umumnya dapat menentukan etiologi
asites dan terapi yang sesuai dapat dimulai.

Gambar 1. Analisa Cairan Asites

Patogenesis
2
Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :
Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom Budd-Chiari),
obstruksi vena cafa infefrior, perikarditis konstriktif, penyakit jantung kongestif.
Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan gangguan
sintesis protein, sindrom nefrotik, malbutrisi, protein loosing enteropahty.
Peningkatan permeabilitas kalpiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis bakteri,
penyakit keganasan pada peritoneum.
Kebocoran cairan di cavum peritoneal : Bile ascites, pancreatic ascites (secondary to a
leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites.
Misscellaneous : Myxedema, ovarian disease (Meigs syndrome), chronic
hemodialysis.

Patofisiologi
Terjadinya asites dapat diterangkan sebagai berikut :
Peningkatan tekanan portal yang diikuti oleh perkembangan aliran kolateral melaui
lower pressure pathways. Hipertensi portal memacu pelepasan nitric oxide,
menyebabkan vasodilatasi dan pembesaran ruang intavaskuler. Tubuh berusaha
mengoreksi hipovolemia yang terdeteksi (perceived hypovolemia) ini dengan memacu
faktor-faktor antinatriuretik dan vasokonstriktor yang memicu retensi cairan dan
garam, dengan demikian mengganggu keseimbangan Starling forces yang
mempertahankan hemostasis cairan. Lalu, cairan itu mengalir (seperti berkeringat) dari
permukaan hati (liver) dan mengumpul di rongga perut (abdominal cavity).
Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esopahagus, maka kadar plasma
protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian
terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya
akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.
Hal ini meningkatkan aktifitas plasma renin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium,
dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan.
Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada
keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka
pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan
koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah
dapat merupakan tandan kritis untuk timbulnya asites.

3
Gambar 2. Patofisiologi Asites

DIAGNOSIS
Asites atau cairan berlebih dalam tubuh pada tempat yang tidak semestinya bisa ada di
mana saja, termasuk abdomen. Untuk pemeriksaan cairan di abdomen, dapat dilakukan
dengan 4 cara, yaitu Shifting Dullness, knee chest position, teknik gelombang cairan, dan
pudle sign

Shifting Dullness
Pasien diminta berbaring dan membuka baju. Lakukan perkusi dari umbilikus ke sisi
lateral. Apabila terdapat perubahan suara dari timpani ke redup, tandai tempat terjadinya
perubahan suara tersebut
Minta pasing miring ke arah kontralateral dari arah perkusi. Tunggu 30 - 60 detik.
Lakukan perkusi kembali pada daerah yang ditandai tadi sampai terjadi perubahan bunyi dari
redup ke timpani

Knee chest position


Minta pasien tidur telengkup dan menungging (bertumpu pada tangan dan lutut.
Lakukan perkusi dari dari lateral ke medial. Perhatikan perubahan bunyi dari timpani ke redup

Teknik gelombang cairan.

4
Minta pasien berbaring telentang dan meletakkan kedua tangan di atas perut sambil
menekan. Letakkan tangan pemeriksa di kedua sisi perut pasien. Tangan kiri mendorong perut
pasien dan tangan kanan mencoba merasakan getarannya

Pudle sign
Minta pasien dalam posisi menungging (knee chest position). Letakkan stetoskop pada
bagian terendah dari abdomen. Ketuk perut pasien dan dengarkan melalui stetoskop.

Riwayat Penyakit
Perut membesar pertama kali diketahui penderita dari ukuran ikat pinggang dan
pakaian yang semakin besar, timbulnya hernia abdominal dan inguinal, atau pembesaran
abdomen setempat. Distensi perut yang progressive umumnya diikuti perasaan menekan atau
tegang pada pinggang dan nyeri pada pinggang bawah. Nyeri local umumnya berasal dari
keterlibatan suatu organ abdomen (misalnya bendungan pasif hati, lien yang membesar atau
tumor colon).

Nyeri tidak umum terdapat pada asites, umumnya terdapat pada pankreatitis,
hepatoseluler carcinoma atau peritonitis. Asites yang besar atau tumor abdomen dapat
mengakibatkan heart burn dan keluhan indigesti akibat reflux gastroesofageal atau dispnea,
ortopnea ,dan takipnea akibat diafragma yang tinggi. Pleural effusi yang terjadi bersamaan
pada umumnya terletak di kanan, diakibatkan kebocoran cairan asites melalui suatu celah di
diafragma. Penderita perlu ditanyakan tentang riwayat intake alcohol, riwayat sakit kuning
atau hematuria sebelumnya dan adanya perubahan BAB.

Pemeriksaan Fisik
Eritema palmaris dan spider naevi memberi petunjuk adanya sirosis, adenopati
supraklavikula (Virchows node ) memberi petunjuk adanya keganasan gastrointestinal.

Inspeksi abdomen sangat penting peranannya. Dengan melihat kontur abdomen ,dapat
dibedakan pembesaran local atau diffus dari abdomen. Distensi abdomen yang tegang,
pinggang yang membonjol kesamping, umbilicus yang menonjol merupakan tanda khas
adanya asites. Venektasi dengan arah aliran darah menjauhi umbilicus merupakan tanda
hipertensi portal, sedangkan arah aliran darah dari bawah menuju umbilicus menunjukkan
obstruksi vena cava inferior, sedangkan pada obstruksi vena cava superior arahnya dari atas
menuju umbilicus. Obstruksi usus dan obstruksi pylorus dapat diketahui dengan melihat
5
adanya suatu kontur dari massa. Massa noduler di kuadran kanan atas yang ikut bergerak
dengan pernapasan menunjukkan suatu keganasan di hati.

Auskultasi dapat menunjukkan adanya obstruksi usus, bruit dan friction rub terdapat
pada hepatoseluler carcinoma. Bising vena merupakan tanda hipertensi portal atau
meningkatnya aliran kolateral di hati. Gelombang cairan, pekak samping dan pekak pindah
merupakan tanda adanya cairan di pertitoneum. Untuk jumlah cairan asites yang sedikit dapat
dideteksi dengan posisi penderita menyangga pada tangan dan kaki. Jumlah cairan yang
sedikit kadang hanya dapat dideteksi dengan USG.

Perkusi abdomen harus dapat membedakan pembesaran perut local dengan diffus,
memperkirakan ukuran hati dan tanda adanya udara bebas akibat perforasi usus.
Palpasi pada keadaan asites massif sulit dilakukan, metode ballottement dipergunakan untuk
menilai hati dan lien. Hepar dengan konsistensi lunak menunjukkan obstruksi ekstrahepatik,
konsistensi kenyal menunjukkan sirosis, konsistensi keras dan noduler menunjukkan suatu
tumor. Nodul keras disekitar umbilicus (Sister Mary Josephs Nodule) menunjukkan suatu
metastase keganasan di pelvis atau gastrointestinal ke peritoneum. Pulsasi hati disertai asites
sering terdapat pada insufisiensi trikuspidal.

Massa yang tidak ikut bergerak pada pernafasan menunjukkan letaknya di


retroperitoneum. Nyeri local menunjukkan adanya abses, regangan peritoneum visceral atau
nekrosis tumor. Rectal touch dan pemeriksaan pelvis dapat menunjukkan adanya massa
karena tumor atau adanya infeksi.
Foto polos abdomen, USG, CT scan diperlukan sesuai keadaan. Pemeriksaan dengan
barium atau kontras lainnya digunakan untuk mencari tumor primer.

Derajat asites dapat ditentukan sebagai berikut :


Derajat 1: Mild, hanya dapat terdeteksi dengan ultrasonografi
Derajat 2: Moderate, symetrical distension, mudah diketahui demgam pemeriksaan
fisik biasa.
Derajat 3: Gross or large with marked distension, biasanya dengan nyeri atau perasaan
tidak nyaman

TERAPI

6
Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah garam sangat
efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi atau keganasan tidak
memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium turun hingga < 120 mmol/L.

Obat
Kombinasi spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites dalam
waktu singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah 1-3 mg/kg/24 jam dibagi 2-4 dosis dan
furosemid sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat ditingkatkan sampai 6
mg/kgBB/dosis.

Pada asites yang tidak memberi respon dengan pengobatan diatas dapat dilakukan cara
berikut :

Parasentesis
Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver
Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus

Berdasarkan penelitian, spironolakton 2x50 mg selama 1 bulan terbukti efektif pada


penderita asites. Spironolakton tidak boleh diberikan pada penderita asites yang disertai
dengan ginekomasti (pembesaran payudara) yang nyeri.

Paracentesis
Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak adalah
sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin intravena untuk tiap 1 liter
cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan volume plasma dan gangguan
keseimbangan elektrolit.

Monitoring
Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan
pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan
monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin.
Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan. Keberhasilan
manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah keseimbangan Na negatif dengan
penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari.

7
Diet
Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada
pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu
pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88 mmol/hari).

Anda mungkin juga menyukai