Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

“Liquor Cerebro Spinalis”

Dosen Pengampu:

Hj. Nurul Qomariyah, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :

Rita Mustika Sari (P1337434117093)

DIII ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang serta salam kita curahkan pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW,berkat
rahmat dan limpahanya, Penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Urinalisa dan Cairan Tubuh tentang “ Cairan LCS”.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumber
pemikiran kepada pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan
kami terima dengan senang hati guna penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga dengan
adanya makalah ini dapat bermanfaaat untuk penyusun maupun pembacanya.

Semarang, 31 Agustus 2018

Rita Mustika Sari

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian LCS....................................................................................3

2.2 Anatomi dan Fisologi...........................................................................3

2.3 Pengambilan Cairan LCS...................................................................4

BAB III PEMERIKSAAN TERHADAP LCS

3.1 Macam Pemeriksaan...........................................................................7

3.2 Pemeriksaan Makroskopis..................................................................7

3.3 Pemeriksaan Mikroskopis...................................................................9

3.4 Pemeriksaan Kimiawi

3.4.1 Penentuan Kadar Protein....................................................16

3.4.2 Penentuan Kadar Glukosa..................................................18

3.4.3 Pemeriksaan Chloroda........................................................19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu


proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan
dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar
1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan
serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume
cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan
dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan
serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan
klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-
penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta
menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang
aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme
penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah cairan otak. Lumbal
pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis
cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar
glukosa darah dibandingka dengan kadar glukosa cairan otak, normalnya kadar glukosa cairan
otak 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya
menurun dari nilai normal.

Pada makalah ini akan dibahas secara khusus pemeriksaan laboratorium klinik
terhadap spesimen cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS). Pemeriksaan LCS ini
berperan penting dalam mendiagnosa adanya gangguan terhadap selaput otak/meningia.
Pemeriksaan terhadap LCS terbagi atas pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan kimiawi.

1
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian, anatomi, dan fisiologi LCS


2. Untuk mengetahui cara pengambilan specimen LCS (Lumbal Pungsi)
3. Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan LCS
4. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan-pemeriksaan LCS

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian LCS

Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil melalui lumbal punksi
Cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi
saja dari plasma darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari plexus choriodeus turut
berpengaruh. Karena itu cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan tetapi seperti transudat,
susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi oleh konsentrasi beberapa macam zat dalam
plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik atau untuk
melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil pemeriksaan dapat memberi petunjuk kearah
suatu penyakit susunan saraf pusat, baik yang mendadak maupun yang menahun dan berguna
pula setelah terjadi trauma. Secara makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan serologi.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang
berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal,yaitu:

 Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, amsing-masing ventrikel terdiri
dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornuinferior, badan dan atrium.
Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong
unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus
unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan
diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel
IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum
dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

 Meningen dan ruang subarakhnoid


Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersiaft

3
non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi
seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3
lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.Piameter merupakan selaput tipis
yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan lekukan pada
sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula
spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.
Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter,
tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan
piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-
pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan- lekukan otak, maka di
beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar
adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata.
Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis
di permukaan ventral mesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis.
Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna
serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna
ambiens.Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan
sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2.Ruang
subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan luar
durameter dan lapisan dalam durameter.Lapisan luar dirameter di daerah kepala
menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan
endosteumnya.
 Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural.
 Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit

2.3 Pengambilan Cairan LCS

Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi,


Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro
diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya

4
dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
 Indikasi Lumbal Punksi
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan
bakteriologi
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumordan
spinal anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada
pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi

 Kontra Indikasi Lumbal Punski


1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah
dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

 Persiapan Lumbal Punksi


1. Memeriksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Menjelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien atau
keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi.

 Teknik Lumbal Punksi


1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan
leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala
atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu
setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau
ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5
3. Membersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Menggunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus
dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus
jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian
pinggir yang miring menghadap ke kepala.

5
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila
diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah danjenis sel, kadar
gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.

 Komplikasi Lumbal Punksi


1. Sakit kepala, biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Untrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal

6
BAB III
PEMERIKSAAN TERHADAP LCS

3.1 Macam – macam pemeriksaan LCS

Pemeriksaan terhadap LCS terdiri atas :


a. Pemeriksaan Rutin
 Makroskopis
 Mikroskopis
 Kimia
 Bakteriologi
b. Pemeriksaan Fisik
 Tekanan
c. Pemeriksaan Khusus
 Elektroforesa Protein
 piImunoelektroforesa
 Serologi
 Imunoglobulin

3.2 Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan Makroskopis meliputi :

1. Warna

o Merah oleh adanya darah.


Dalam hal ini penting untuk membedakan apakah darah itu disebabkan oleh
trauma pungsi atau oleh perdarahan subarachnoidal. Jika darah itu berasal dari
pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua
dan ketiga makin kurang jumlahnya. Lagipula jika dibiarkan atau dipusing,
cairan atas menjadi jernih. Darah itu sering menyusun bekuan. Pada pihak lain
jika darah dalam ketiga tabung sama jumlahnya, tidak akan membeku dan
cairan atas berwarna kuning.
o Cokelat
Warna itu menunjukkan kepada perdarahan yang tua dan disebabkan oleh
eritrosit yang mengalami hemolisis; cairan atas berwarna kuning setelah
dipusing.

7
o Kuning.
CSF yang berwarna kuning (xantokromia; Gbr.8.6) dapat disebabkan oleh:
perdarahan lama, ikterus yang berat, stenosis kolumna vertebralis.
o Keabu – abuan; disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat
pada radang purulent.

2. Kekeruhan

Untuk menguji kekeruhan, perlulah juga untuk membandingkan tabung berisi


cairan dengan tabung serupa berisi aqua destilasi. Pada keadaan normal getah otak
sejernih aquadest juga. Umumnya kekeruhan dapat disebabkan oleh darah, oleh sel
– sel peradangan ( epitel dan leukosit ) dan oleh kuman – kuman.

Pada umumnya sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan
yang dapat dilihat, 200 – 500 sel/ul membuat cairan otak sedikit keruh dan lebih
dari 500 sel/ul membuat cairan otak sedikit keruh atau lebih dari 500 sel/ul
menimbulkan kekeruhan yang jelas menunjukkan meningitis purulenta olehs esuatu
sebab.

3. Sediment

Cairan otak normal, biarpun dipusing, tidak memiliki sedimen sedikitpun juga.
Adanya sediment selalu berarti satu hal yang abnormal; jumlah seiment sejajar
dengan ke- keruhan cairan otak.

4. Konsistensi (Bekuan)

Periksa tabung CSF 10 menit sesudah pengambilan spesimen untuk melihat ada-
tidaknya bekuan. Normalnya, tidak ada bekuan dalam CSF, tetapi bekuan bisa saja
ditemukan pada penyakit atau keadaan berikut.:

o meningitis tuberkulosa: satu atau banyak bekuan kecil dan halus, tampak
kasatmata;
o meningitis purulen: suatu bekuan besar;
o stenosis kolumna vertebralis: CSF membeku seluruhnya.

8
3.3 Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopik CSF meliputi:

1. Pemeriksaan preparat basah untuk pendeteksian sel-sel darah;

Pada penyakit-penyakit tertentu, CSF dapat mengandung sel-sel darah yang


jumlahnya bervariasi. Dalam hal ini, tujuan pemeriksaan CSF adalah:

1.untuk mendeteksi eritrosit;

2.untuk menentukan jumlah leukosit total (bitung leukosit);

3.untuk menentukan jumlah tiap-tiap jenis leukosit tersebut (bitung-jenis leukosit).

Ingat: Pemeriksaan eritrosit harus dilakukan sesegera mungkin sesudah pengambilan


spesimen karena eritrosit cepat lisis.

Penentuan hitung leukosit

 Alat dan bahan (Gbr. 8.7)

1. Mikroskop
2. Bilik-hitung Fuehs-Rosenthal (kalau tidak ada, bisa dipakai bilik-hitung
Neubauer yang disempurnakan)
3. Pipet Pasteur dengan pengisap karet.
4. Penutup kaca objek (sudah satu set dengan bilik-hitung)

9
5. Botol, 2-5 ml
6. Larutan Tiirk

 Metode

1. Lapisi bilik-hitung dengan penutup kaca objeknya (Gbr. 8.8).


2. Kocok tabung CSF perlahan-lahan, lalu teteskan CSF pada bilik-hitung
(Gbr. 8.9):
o kalau CSF tampakjemih, tidak perlu diencerkan;
o kalau CSF tampak keruh, eneerkan dulu.
3. Buat pengenceran 1:20 dengan meneampurkan 0,05 ml CSF dan 0,95 ml
larutan Tiirk. Dengan pipet, pindahkan eampuran tersebut ke dalam botol kecil,
lalu koeok hingga homogen.

4. Diamkan sebentar bilik-hitung di atas meja kerja agar sel-sel mengendap,


kira- kira 5 menit. Selanjutnya, letakkan bilik-hitung tersebut pada meja
mikroskop.
5. Hitung banyaknya sel per 1 mm3 CSF, memakai objektif lOX. Kalau
memakai satuan SI, nyatakan dengan "jumlah sel lO x; jumlah sel yang
dituliskan tidak berubah.
Contoh: 150 sel per mm3 bisa juga dinyatakan dengan "150 x lO6/l".

 Catatan: Apabila memakai CSF yang tidak diencerkan, pendeteksian sel


dilakukan dengan objektif 40x untuk memastikan bahwa sel-sel yang
ditemukan benar-benar leukosit. Kalau temyata ditemukan eritrosit,
penghitungan leukosit dilakukan dengan objektif 40x.

 Bilik-hitung Fuchs-Rosenthal

Luas keseluruhan bidang bergaris pada bilik-hitung Fuehs-Rosenthal adalah 9


mm2 (yang sudah dimodifikasi) atau 16 mm2. Ketebalan bilik tersebut adalah
0,2 mm.

Hitung jumlah sel per 5 mm'pada persegi 1, 4, 7, 13, dan 16 (Gbr. 8.10).

10
o Apabila memakai CSF yang tidak diencerkan, jumlah tersebut tidak
perlu dikalkulasi lagi; banyaknya sel yang terlihat sama dengan jumlah
per mm3 CSF.
o Apabila memakai CSF yang diencerkan (1:20), jumlah sel per mm3
CSF sama dengan banyaknya sel yang terlihat dikali 20.

 Bilik-hitung Neubauer yang disempurnakan


o Apabila memakai bilik-hitung Neubauer yang disempurnakan, hitung
jumlah sel pada keseluruhan bidang bergaris, yaitu seluas 9 mm'.
o Apabila memakai CSF yang tidak diencerkan, jumlah sel per mm3 CSF
sama dengan banyaknya sel yang terlihat dikali 10 dan dibagi 9.
 Hasil

CSF yang normal mengandung leukosit kurang dari 5 x 106 per liternya
(kurang dari 5 per mm3). Peningkatan jumlah leukosit dalam CSF dapat
ditemukan pada:

 Meningitis bakterial (meningokokus, Haemophylus injluenzae,


pneumokokus): predominan neutrofil.
 Meningitis viral dan meningitis tuberkulosa: predominan limfosit.
 Tripanosomiasis afrika: predominan limfosit, tetapi bisa juga
ditemukan sel Mott ataupun tripanosoma:

11
Penentuan hitung-jenis leukosif

 Alat dan bahan :

1. Mikroskop
2. Kaca objek .
3. Centrifuge
4. Tabung centrifuge
5. Pipet
6. Larutan pewarna Romanowsky
7. Metanol.

 Cara kerja :
Apabila jumlah sel dalam CSF tidak banyak (kurang dari 200 x 106 /1):
sentrifugasi CSF dengan gaya 30009 selama 10 menit.

1.Cairan supernatan dipisahkan ke tabung lain (bisa dipakai untuk uji yang
lain) .
2.Mengetuk-etuk ujung bawah tabung untuk meratakan endapan. Pada kaca
objek yang bersih, buat apusan dari endapan tersebut dan biarkan mengering.
3·Memfiksasi apusan dengan metanol dan pulas dengan pewarna Romanowsky. Amati sel-
sel tersebut di bawah mikroskop dengan objektif 40x.

Apabila jumlah sel dalam CSF banyak:

1.Memipet setetes CSF yang sudah homogen dan tidak disentrifugasi pada
kaca objek.
2.Membuat apusan tipis dan biarkan mengering.
3.Memfiksasi apusan dengan metanol dan pulas dengan pewarna
RomanowskY.

2. Pemeriksaan preparat basah untuk pendeteksian tripanosoma, terutama pada


daerah endemik tripanosomiasis Mrika;

 Metode

12
Memipetkan setetes endapan CSF pad a kaca objek lalu tutup dengan penutup
kaca objek. Periksa preparat tersebut di bawah . mikroskop dengan objektif
40x.

Pada tripanosomiasis stadium lanjut, yang berarti infeksi sudah mengenai


susunan saraf pusat, Tripanosoma motil dapat ditemukan dalam CSF. Dalam
hal ini, terjadi peningkatan kadar protein CSF dan uji Pandy menunjukkan
hasil positif. Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah leukosit CSF.

Pada preparat basah yang dipulas dengan pewarna Romanowsky, jenis


leukosit dapat diidentifikasi, yi., limfosit (L), sering kali ditemukan bersama-
sama sel Mott (M) (Gbr. 8.11). Sel Mott merupakan sel besar yarig memiliki
banyak vakuola dan imunoglobulin M (IgM); pewarna Romanowsky
mengandung eosin yang membuat IgM ini terwarnai lebih gelap.

3. Pemeriksaan pulasan Gram untuk pendeteksian berbagai organism penyebab


meningitis, seperti Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, dan
Haemophylus infiuenzae

 Metode

1. Membuat apusan dari endapan CSF dan biarkan mengering. Pulas apusan
tersebut dengan pewarna Gram.

2. Melaporkan setiap organisme yang ditemukan pada pulasan Gram tersebut,


dengan menyebutkan :

o positif-Gram atau negatif-Gram

Morfologinya: kokus, diplokokus, basil, dU dan Jumlahnya.

Identitas spesies secara tepat tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan hasil
pemeriksaan pulasan Gram saja; kultur organisme perlu dilakukan untuk
tujuan tersebut.

 Berikut ini diberikan deskripsi mengenai organisme-organisme penyebab


meningitis (yang lazim).

13
Neisseria meningitidis (meningokokus) (Gbr. 8.12)

o Negatif-Gram
o Diplokokus , sisinya berhadapan
o Intraseluler, di dalam neutrofil.

Catatan: Diplokokus kadang-kadang tampak di luar sel, tetapi biasanya hanya


beberapa.

Streptococcuspneumoniae (pneumokokus) (Gbr. 8.13)

o Positif-Gram
o Diplokokus, ujungnya berhadapah
o Terbungkus dalam kapsul, yang tidak tampak pada pulasan Gram.
o Tidak intraseluler
o Biasanya banyak.

Haemophylus influenzae (terutama pada anak kecil) (Gbr. 8.14) .

o Negatif-Gram
o Basil kecil (kokobasil)
o Tidak intraseluler
o Biasanya banyak.

Semua organisme yang dideskripsikan di atas ditemukan bersama~sama


dengan leukosit, yr., berupa neutrofil.

Basil positif-Gram

Bakteri genus Listeria yang sangat jarang ditemukan Pengidentifikasiannya


harus melalui kultur.

14
4. Pemeriksaan pulasan Ziehl-Neelsen pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis tuberkulosa; pemeriksaan jamur, seperti Cryptococcus neoformans
dan Candida albicans, apabila dicurigai penyebabnya adalah jamur.

 Metode

Pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis tuberkulosa, CSF jangan


langsung diperiksa. Diamkan sebentar spesimen tersebut lalu perhatikan
apakah terbentuk endapan; apabila ada endapan, buang dahulu endapan
tersebut. Selanjutnya, buat apusan dari spesimen yang sudah bebas-endapan
tersebut dan pulas dengan pewarna Ziehl-Neelsen.

Apabila ditemukan organisme (Gbr. 8.15) pada pulasan ini, laporkan


"ditemukan basil tahan-asam".

 Jamur dalam CSF

Meskipun sangat jarang, jamur (Cryptococcus neoformans dan Candida


albicans) dapat ditemukan pada pulasan Gram.

Cryptococcus neoformans dapat ditemukan bersama-sama dengan limfosit


dalam CSF yang keruh.

15
 Metode
1. Pada kaca objek, campurkan: setetes endapan CSF setetes tinta India.
2. Periksa preparat di bawah mikroskop.

Gambaran Cryptococcus neoformans (Gbr. 8.16):

Spora bulat dengan tunas, mengandung granula-granula kelabu;tiap


kelompokan, terdiri dari 1-3 spora, terbungkus dalam kapsul yang tidak
berwarna.

Candida albicans dapat ditemukan pada preparat-basah endapan CSF yang


tidak· diwarnai. Gambarannya sebagai berikut (Gbr. 8.17): spora oval dengan
tunas, fihimen micelium, pendek-pendek.

3.4 Pemeriksaan Kimiawi

3.4.1 Penentuan kadar protein

 Prinsip

Kadar protein total dalam CSF ditentukan dengan mengencerkan CSF dalam
asam sulfosalisilat, lalu membandingkan kekeruhannya dengan set standar

16
protein. Peningkatan kadar globulin dalam CSF dapat dibuktikan melalui uji
Pandy;yaitu dengan menambahkan CSF ke dalam larutan fenol.

 Alat dan bahan (Gbr. 8.l8)

1. CSF: sentrifugasi CSF dengan gaya 2000g selama 5 menit, lalu ambil
supernatannya.
2. Pipet ukur
3. Pipet tetes
4. Tabung reaksi Rak tabung reaksi
5. Karton berwarna hitam
6. Larutan asam sulfosalisilat 3%
7. Reagen Pandy
8. Set standar protein.

 Metode penentuan kadar protein total

1. Dengan pipet, teteskan 3 ml asam sulfosalisilat ke dalam tabung reaksi yang


sesuai dengan tabung standar .
2 .Menambahkan 1 ml cairan supematan CSF yang jernih dan
kocok hingga homogen.Diamkan tabung selama 5 menit.
3 . Membandinkan kekeruhan larutan uji ini dengan set standar protein (Gbr.
8.19) . Laporkan kadar protein CSF dalam satuan g/l.

Normalnya, kadar protein dalam CSF adalah 100-450 mg/I. Peningkatan kadar
protein CSF terjadi pada:

o meningitis, perdarahan subaraknoid, atau stenosis kolumna vertebralis.


o tripanosomiasis Afrika.

17
 Metode pendeteksian globulin (uji Pandy)
1. Memasukkan 1 ml reagen Pandy ke dalam tabung reaksi kecil.
2. Meletakkan tabung di depan karton berwarna hitam
3. Menggunakan pipet tetes, teteskan perlahan-lahan tiga tetes CSF (Gbr.
8.20). Mengamati larutan setiap penambahan satu tetes CSF,
4. Membaca hasilnya.
o Apabila larutan menjadi keruh dan berwama putih setelah CSF
diteteskan ke dalam reagen, berarti ter,dapat globulin (Gbr. 8,21 [a]).
o Apabila larutan tidak keruh , atau sedikit keruh seperti kabut, tetapi
cepat menghilang, setelah CSF diteteskan ke dalam reagen, berarti tidak
terdapat globulin (Gbr. 8,21 [b]),

Laporkan hasil uji ini dengan menuliskan"uji Pandy positif' atau, "uji Pandy
negatif':

3.4.2 Penentuan kadar glukosa

Normalnya, kadar glukosa dalam CSF adalah sekitar 60% dari kadarnya dalam
darah, yi., 2,5-4,2 mmoljl (45-75 mg/ml).

Pada pasien meningitis (terutama meningitis tuberkulosa dan purulen), terjadi


penurunan kadar glukosa dalam ·CSF secara signifikan.

18
 Metode

Penentuan kadar glukosa dalam CSF dapat menggunakan metode apa saja.
Ketika menggunakan metode ortotoluidin untuk uji glukosa CSF, jumlah
spesimen yang diperlukan empat kali lebih banyak dibandingkan jumlah
spesimen untuk uji glukosa darah.

Catatan: Karena glukosa dalam CSF cepat rusak, penentuan kadar glukosa
harus dilakukan sesegera mungkin setelah spesimen diambil. Kalau ternyata
pemeriksaan ditunda, CSF harus diawetkan dengan fluorida –oksalat.

3.4.3 Pemeriksaan Chlorida

Seperti juga kadar glukosa , kadar chlorida dalam cairan otak turut naik turun dengan
kadar chlorida dalam plasma darah. Dalam keadaan normal terdapat 720 -750 mg
chlorida per dl ( disebut sebagai NaCl) dalam cairan otak. Bandingkanlah nilai normal
dalam plasma darah; 550 – 620 mg/dl sebagai NaCl.

Penetapan kadar chlorida berguna pada diagnosis meningitis, pada menngitis akut
kadar itu akan merendah hingga kurang dari 680 mg/dl. Pada meningitis tuberculosa
didapat penyusutan yang sangat besar, biasanya sampai kurang dari 600mg/dl.

Peradangan setempat, peradangan non-bakterial, tumor otak,encephalitis,


poliomyelitis dari neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam kadar chlorida.

Pendapat; cairan otak jernih dengan tekanan meninggi, pleiositosis, kadar protein
meninggi, kadar glukoa dan chlorida kedua – duanya merendah mengarahkan
persangkaan kepada meningitis tuberculosa.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil melalui lumbal punksi
Cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh proses
ultrafiltrasi saja dari plasma darah.
 Pengambilan cairan serebrospinal dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal
Punksi atau Lateral Cervical Punksi
 Jenis – jenis pemeriksaan LCS :

1. Makroskopis : Warna, kekeruhan, sedimen dan konsistensi

2. Mikroskopis ;a. Pemeriksaan preparat basah untuk pendeteksian sel sel


darah;

b. Pemeriksaan preparat basah untuk pendeteksian tripanosom;

c. Pemeriksaan pulasan Gram;

d. Pemeriksaan pulasan Ziehl-Neelsen.

3. Kimiawi : Penentuan kadar protein, glukosa, dan chlorida.

20
DAFTAR PUSTAKA

Chairlan dan Estu Lestari. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan,Ed.2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gandasoebrata, R.1969. Penuntun Laboratorium Klinik . Jakarta : Dian Rakyat
Pearce, Evelyn C.2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarat : PT.
Gramedia Pustaka
Ravael, R. Clinical Laboratorary Medicine,4thed. Chicago : Year Book Medical.
1984. 203 – 210.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

21

Anda mungkin juga menyukai