Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan
sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Pada manusia, panjang kantung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna
hijau gelap, bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubung dengan hati dan duodenum
melalui saluran empedu.1
Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu. Penyakit ini dibagi
menjadi kolesistitis akut dan kronik. Pada kepustakaan barat sering dilaporkan
bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia diatas 40
tahun, tetapi menurut Lesmana LA, dkk hal ini sering tidak sesuai untuk pasienpasien di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis
akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung
empedu. Penyebab utama kolesistitis akut yakni batu kandung empedu yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus).2,3
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan
dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada pada wanita dibandingkan pada pria. 1
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan
batu empedu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien
dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan
pancreatitis. Diperkirakan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu
empedu antara lain kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding saluran empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.4

Keluhan yang khas untuk serangan kolesistitis akut yaitu kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.
Kadang rasa sakit menjalar sampai ke pundak atau scapula kanan dan dapat
berlangsung selama 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisik teraba massa
kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (Murphys
sign).5
Pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk membantu mendiagnosis
kolesistitis adalah ultrasonografi (USG) abdomen karena dapat dilihat besar,
bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra
hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%. Pemeriksaan
laboratorium akan menunjukkan leukositosis. Kadang juga terdapat kenaikan
ringan bilirubin dan faal hati kemungkinan akibat kompresi local pada saluran
empedu.6
Kolesistitis yang disebabkan oleh kolelitiasis pada umumnya dapat
ditangani secara konservatif. Namun sekitar 35% pasien dengan kolelitiasis pada
akhirnya dapat mengalami komplikasi atau gejala berulang sehingga memerlukan
intervensi bedah. Terapi pilihan yang utama untuk batu saluran empedu adalah
kolesistektomi.7
Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik, dengan
tingkat kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut
memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien
memerlukan operasi atau menderita beberapa komplikasi, seperti perforasi dan
gangren yang menyebabkan prognosis menjadi buruk.8
Berikut ini adalah laporan kasus yang membahas tentang kolesistitis yang
disebabkan oleh batu saluran empedu (kolelitiasis).

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien SM, laki-laki, 50 tahun, menikah, suku Minahasa,
wiraswasta, alamat Desa Tapa, masuk rumah sakit RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado pada tanggal 29 Juli 2016 dengan keluhan utama nyeri perut.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri perut kuadran kanan
atas sejak 1 minggu SMRS, sifat nyeri seperti tertusuk dan hilang timbul.
Demam (+) sejak 4 hari SMRS. Mual (+), muntah (+) 2 hari SMRS dengan
frekuensi 4 kali sehari, isi sisa makanan dan cairan, volume 200 cc . Batuk (-),
nyeri dada (-), sesak napas (-), penurunan berat badan (-), BAK dan BAB biasa
Riwayat penyakit hipertensi, DM, penyakit paru-paru, jantung dan ginjal
disangkal pasien.
Riwayat sosial, saat ini pasien tinggal dengan istri dan 2 orang anaknya di
Desa Tapa. Pasien memiliki usaha warung di rumah. Rumah tersebut memiliki
satu lantai dan merupakan rumah milik sendiri. Riwayat merokok dan alkohol
disangkal penderita. Riwayat keluarga, tidak ada yang pernah sakit seperti ini
dalam keluarga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
dengan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi
92 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu
badan aksila 37,6oC. Berat badan 62 kg, tinggi 167 cm, indeks massa tubuh (IMT)
22,3 kg/m2, kesan gizi cukup. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-). Pada mulut didapatkan mukosa mulut basah (+).
Pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak
tengah, jugular venous pressure (JVP) 5+0 cmH2O.
Pada pemeriksaan thorax didapatkan pergerakan dinding dada simetris saat
statis dan dinamis, tidak ada retraksi. Palpasi stem fremitus kiri = kanan, perkusi
paru sonor pada kedua lapangan paru, suara pernapasan vesikuler dan tidak
ditemukan ronkhi dan wheezing pada kedua lapang paru. Pemeriksaan jantung,
pada inspeksi iktus kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba. Pada
perkusi didapatkan batas jantung kanan di sela iga IV linea sternalis dekstra, batas
3

jantung kiri di sela iga V linea midklavikularis sinistra. Pada auskultasi bunyi
jantung I dan II regular, tidak ditemukan murmur dan gallop. Pada pemeriksaan
abdomen, tampak datar, lemas, Murpyhs sign (+), hepar dan lien tidak teraba.
Bising usus (+) normal. Pada ekstremitas, akral hangat dan tidak ditemukan
edema.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Juli 2016 didapatkan hasil
leukosit 16400/uL; eritrosit 5.98x106/uL; hemoglobin 16.2 g/dL; hematokrit
46.7%; trombosit 250x103/uL; MCH 30.3 pg; MCHC 35.4 g/dL dan MCV 85.5
fL; SGOT 44 U/L; SGPT 48 U/L; ureum darah 31 mg/dL; kreatinin darah 1.1
mg/dL; gula darah sewaktu 84 mg/dL; klorida darah 100.0 mEq/L; kalium darah
4.10 mEq/L; natrium darah 133 mEq/dL. Pada pemeriksaan urinalisis tidak
ditemukan kelainan. Pemeriksaan EKG didapatkan kesan normal sinus rhytm.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien didiagnosis dengan suspek kolesistitis dengan
diferensial diagnosis suspek abses hepar. Penatalaksanaan pasien ini yaitu IVFD
NS 0,9% - 20 gtt/menit, injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV (ST), injeksi metronidazole
3x500 mg IV (ST), injeksi ranitidine 2x1 ampul IV, sistenol 3x1 tablet per oral.
Pada hari kedua perawatan, keluhan nyeri perut (+). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 84 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,7oC. Pemeriksaaan
fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
suspek kolesistitis dengan diferensial diagnosis suspek abses hepar. Terapi sistenol
dihentikan, ekstra ketorolac 1 ampul IV bila nyeri perut meningkat, terapi lainnya
dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana pemeriksaan: darah lengkap, kimia
klinik, USG abdomen.
Pada hari ketiga perawatan, keluhan nyeri perut (+), demam (-). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan
kesadaraan compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 86
x/menit, reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila
36,4oC. Pemeriksaaan fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien
didiagnosis dengan suspek kolesistitis dengan diferensial diagnosis suspek abses
4

hepar. Terapi dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana pemeriksaan: darah


lengkap, kimia klinik, USG abdomen.
Hari keempat perawatan, keluhan nyeri perut (+). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 76 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 37oC. Pemeriksaaan
fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 01 Agustus 2016 didapatkan hasil leukosit 9397/uL;
eritrosit 5.02x106/uL; hemoglobin 15.7 g/dL; hematokrit 45.7%; trombosit
244x103/uL; MCH 31.3 pg; MCHC 34.4 g/dL dan MCV 91.0 fL; SGOT 40 U/L;
SGPT 60 U/L; gamma GT 232 U/L; bilirubin total 1.11 mg/dL; bilirubin direct
0.42 mg/dL; ureum darah 25 mg/dL; kreatinin darah 0.9 mg/dL; gula darah
sewaktu 96 mg/dL; klorida darah 96.0 mEq/L; kalium darah 4.14 mEq/L; natrium
darah 134 mEq/dL. Hasil pemeriksaan USG tampak kolelitiasis pada neck dari
kandung empedu serta terlihat penebalan disertai edema pada kandung empedu.
Pasien didiagnosis dengan kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti
hari sebelumnya.
Pada hari kelima perawatan, nyeri perut (+), mual (+). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,6oC. Pemeriksaaan
fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti hari sebelumnya dengan
ekstra lansoprazole 2x30 mg per oral. Rencana pemeriksaan: kultur darah.
Pada hari keenam perawatan, nyeri perut (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan

20 x/menit, suhu badan aksila 36,7oC. Pada

pemeriksaaan fisik abdomen, nyeri tekan di kuadran kanan atas (-). Pasien
didiagnosis dengan kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti hari
sebelumnya. Rencana pemeriksaan: kultur darah (menunggu hasil).

Pada hari ketujuh perawatan, nyeri perut (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaraan compos mentis.
Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, reguler, isi cukup,
frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,4oC. Pemeriksaaan fisik
lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana
pemeriksaan: kultur darah (menunggu hasil).
Pada hari kedelapan perawatan, keluhan (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaraan compos mentis.
Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, reguler, isi cukup,
frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,4oC. Pemeriksaaan fisik
lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana
pemeriksaan: kultur darah (menunggu hasil).
Pada hari kesembilan perawatan, keluhan (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,2oC. Pemeriksaaan
fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi ceftriaxone diganti dengan injeksi ciprofloxacin
2x400 mg IV (H1), terapi yang lain dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana
pemeriksaan: kultur darah (menunggu hasil).
Pada hari kesepuluh perawatan, keluhan (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, reguler, isi
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,2oC. Pemeriksaaan
fisik lainnya relatif sama dengan hari sebelumnya. Pasien didiagnosis dengan
kolesistitis ec kolelitiasis. Terapi dilanjutkan seperti hari sebelumnya. Rencana
tindakan: aff infus, ganti dengan obat per oral, kultur darah (menunggu hasil).
Pada hari kesebelas perawatan, keluhan (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan kesadaraan compos
mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, reguler, isi
6

cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu badan aksila 36,5oC. Pemeriksaaan


fisik lainnya dan status lokalis relatif sama dengan hari sebelumnya. Terapi pada
pasien ini yaitu levofloxacin 1x500 mg per oral, metronidazole 3x500 mg per oral,
lansoprazole 2x30 mg per oral, sistenol 3x1 tablet per oral. Rencana tindakan:
rawat jalan.

BAB III
PEMBAHASAN
Kolesistitis akut adalah peradangan kandung empedu yang dapat terjadi
akibat stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyakit ini paling sering merupakan komplikasi dari kolelitiasis. Diagnosis
kolesistitis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik
umum serta pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis.9,10,11
Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan
sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Prevalensi
kolelitiasis (faktor resiko predominan kolesistitis) lebih tinggi pada orang-orang
keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan kurang umum
ditemukan pada orang-orang yang berasal dari daerah sub Sahara Afrika dan
Asia. Di Amerika Serikat , orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi dari
pada orang kulit hitam. Insidens kolesistitis di Indonesia relatif lebih rendah di
banding negara-negara barat.3
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu.
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu
empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah dan
drainase limfatik menurun dan menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis.
Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.4
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu
mungkin merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu empedu. Stasis
empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia
8

dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau


spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal
terutama pada kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu
yang lebih lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan
mukus. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering sebagai akibat adanya
batuempedu daripada menjadi penyebab terbentuknya batu empedu.5
Gejala klinis kolesistitis akut yakni demam, mual dan muntah, nyeri perut
khususnya di kuadran kanan atas dan nyeri tekan abdomen pada regio
hipokondrium dextra saat inspirasi (Murphys sign).12,13 Berdasarkan hasil
anamnesis pada kasus, ditemukan bahwa pasien mengeluh nyeri perut di kuadran
kanan atas sejak 1 minggu SMRS dan ada riwayat demam 4 hari SMRS. Pada
pemeriksaan fisik abdomen ditemukan Murphys sign (+).
Pemeriksaan laboratorium pada kolesistitis akut akan menunjukkan hasil
leukositosis dan terkadang juga didapatkan kenaikan ringan bilirubin dan faal hati,
kemungkinan akibat kompresi lokal pada saluran empedu.14 Pemeriksaan
laboratorium pada kasus didapatkan leukositosis, peningkatan SGOT, SGPT dan
Gamma GT. Pemeriksaan USG yang rutin bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%. 8 CT Scan
dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat mengidentifikasi
kelainan kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis akut seperti
gangrene, formasi gas dan perforasi.16 Pada kasus, hasil USG abdomen tampak
kolelitiasis pada neck dari kandung empedu serta terlihat penebalan disertai edema
pada kandung empedu.
Terapi umum kolesistitis akut yaitu istirahat total, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodik. Pemberian antibiotik fase awal sangat penting untuk mencegah
komplikasi

peritonitis,

kolangitis

dan

septisemia.

Golongan

ampisilin,

sefalosporin dan metronidazole cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman


yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. coli, Sterp. faecalis dan
Klebsiella.10 Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesistitis tanpa komplikasi
9

dengan memberikan terapi antibiotic, analgesic, dan control untuk follow up.16
Pada kasus, pasien selama dirawat di rumah sakit diterapi menggunakan IVFD
NaCl 0,9% - 20gtt/menit, injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV dan injeksi
metronidazole 3x500 mg IV. Saat pasien akan pulang diberi obat levofloxacin
1x500 mg dan metronidazole 3x500 mg per oral serta dianjurkan untuk kontrol di
poliklinik bedah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kolesistitis akut yaitu proliferasi
bakteri pada kandung empedu yang dapat menimbulkan empiema, sepsis,
pankreatitis, dan pada kasus yang jarang dapat terjadi kolesistitis emfisematosa
dan gallstone ileus.14,15
Prognosis kolesistitis akut umunya baik jika pada awal serangan langsung
diberikan antibiotic yang adekuat. Penyembuhan spontan didapatkan pada 85%
kasus sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan
tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Tindakan bedah
akut pada pasien usia tua (> 75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek
disamping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.7,8
.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Ginting S. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis disease in
the Colombia Asia Medan hospital 2011. Jurnal darma agung.2011: 39-46.
2. Malet PF. Complications of Cholelithiasis, dari Liver and Biliary Diseases,
Edisi II, hal 673-691, Editor Kaplowitz N., Williams & Wilkins, 1996.
3. Beckingham., 2001. ABC of Disease of Liver, Pancreas, and Biliary System
Gallstone Disease. Dalam BMJ (British Medical Journal) V. 322, 13 Januari
2001. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Akses 11 Feb 2016.
4. Channa NA, Khand F, Ghanghro AB, Soomro AM. Quantitative analysis of
serum lipid profil in gallstone patients and controls.2010;11:59-65.
5. Girsang GH, Hiswani, Jemadi.Karakteristik penderita kolelitiasi yang dirawat
inap di Rumah sakit Santa Elizabeth Medan pada tahun 2010-2011.[diunduh
16 Februari 2016]. Tersedia di
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/450/264.
6. Barak O, Elazary R, Appelbaum L, Rivkind A, Almogy G. Conservative
treatment for acute cholecystitis: clinical and radiographic predictors of
failure.2009;11:739-43.
7. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.Buku ajar: Ilmu penyakit dalam.E disi
ke-4.Jakarta: Interna publishing; 2014.p.2020-22.
8. Gaby AR. Nutritional approaches to prevention and treatment of
galltones.2009;14:258-67.
9. Fikry AA, Kassem AA, Shanin D, Shabana HAS. Elevated liver enzymes in
patients with cholecystitis.2014;2:38-41.

11

10. Prydady FX. Kolesistitis. Dalam: Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Edisi
ke- 4.Jakarta: Interna publishing; 2014.p.2018.
11. Reshetnyak VI. Concept of the pathogenesis and treatment of cholelithiasis.
Hepatology. 2012;4(2):18-34.
12. Marsall HU,Einarrson C. Gallston disease. Journal of interna medicine. 2007;
261:529-42.
13. Marschall
HU,

Einarrson

C.

Gallstone

disease.

Internal

medicine.2007;261:529-42.
14. Abraham S, Rivero HG, Erlikh IV, Griffith LF, Kondamudi VK. Surgical and
nonsurgical management of gallstones. 2014;89(10):795-802.
15. Djojoningrat D. Dispepsia Fundsional. Dalam: Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.Buku ajar: Ilmu penyakit dalam.E disi
ke-4.Jakarta: Interna publishing;2014.p.1806.
16. http://www.medicinestuffs.com/2013/11/kolesistitis-terapi.html Copyright
MedStuffs

12

Anda mungkin juga menyukai