ASITES
A. Definisi
Ascites berasal dari bahasa yunani yang artinya kantong atau tas. Ascites adalah
menumpuknya cairan patoligis dalam rongga abdominal. (Jurnal kesehatan, 2012).
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning
pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut berlokasi dibawah
rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragma. Cairan ascites dapat mempunyai
banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung , atau gagal
ginjal. (Randi, 2009)
Terdapat 3 teori mengenai terbentuknya asites;
1. Teori pengisian; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan
antara jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal
ini mengaktifkan renin plasma, aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan
retensi natrium dan air.
2. Teori overflow; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan adalah
retensi natrium dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk
berdasarkan observasi pada pasien sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
3. Teori yang terakhir hipotesa mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua
teori diatas. Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi
yang akan menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan
penyakit akan terjadi peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi
natrium dan cairan plasma keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan cairan pada
cavum peritoneal. Berdasarkan teori vasodilatasi, teori underfilling berlaku pada
sirosis tahap lanjut.
B. Etiologi
Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut
atau cirrhosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh
cirrhosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti
sepenuhnya, kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang
meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah
serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan luar,
dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan darah
portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam darah) mungkin
bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada ascites perut.
Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan
garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-
sensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan
beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap
kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.
Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien
tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah
lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh.
Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal
dapat disebabkan oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat
pada portal hypertension tanpa cirrhosis. Contoh-contoh dari ini dapat adalah massa
(atau tumor) yang menekan pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian
dalam atau pembentukan bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang
menghalangi aliran normal dan menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-
Chiari syndrome).
Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker-kanker, yang disebut
malignant ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari
kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker
usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker payudara, lymphoma, kanker
paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatitis atau
peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis kronis
adalah penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga
disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.
C. Klasifikasi
Secara tradisi, ascites dibagi kedalam dua tipe-tipe; transudative atau exudative.
Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah dari protein yang ditemukan dalam
cairan. Sistim yang lebih berguna telah dikembangkan berdasarkan pada jumlah dari
albumin dalam cairan ascitic dibanding pada serum albumin (albumin diukur dalam
darah). Ini disebut Serum Ascites Albumin Gradient atau SAAG.
1. Ascites yang berhubungan dengan hipertensi portal (cirrhosis, gagal jantung
congestif, Budd-Chiari) umumnya adalah lebih besar dari 1.1.
2. Ascites yang disebabkan oleh sebab-sebab lain (malignant, pancreatitis) adalah
lebih rendah dari 1.1.
D. Tanda Dan Gejala
Secara klinis asites ditandai dengan perut buncit, gizi kurang, atrofi otot. Pada
saat tidur pembesaran perut membentuk perut kodok, diketemukan pekak beralih pada
pemeriksaan.
E. Patofisiologi
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi
dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang
berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi
splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti
NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi
splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru
akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut
akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus.
Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan
mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan
penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap
perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu
sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan
meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi
air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga
tubuh.
Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang
mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka
penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada
peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi
(peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma
peritoneal dll.
F. Riwayat Perjalanan Penyakit
Penyebab paling sering asites adalah penyakit hati. Pasien menyatakan bahwa
peningkatan cairan abdomen terjadi dalam waktu singkat.
1. Pasien dengan asites harus dinyatakan terdapatnya faktor resiko penyakit hati,
meliputi ;
- Hepatitis virus kronik / iterus
- Penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama
- Penggunaan obat-obatan i.v
- Sex bebas
- Kelainan sexual
- Transfusi darah
- Tatoo
- Bepergian kedaerah endemik hepatitis
2. Pasien dengan sirosis alkoholik yang kadang – kadang berhenti mengkonsumsi
alkohol mungkin mendapatkan asites sesui siklus pemakaian alkohol tersebut. Pasien
dengan riwayat sirosis yang lama dan stabil dan terdapat asites mempunyai
kemungkinan terkena karsinoma hepatoseluler.
3. Obesitas, hiperkolesteronemia dan DM tipe 2, sekarang dinyatakan sebagai penyebab
steato hepatitis non alkoholik yang dapat mengakibatkan sirosis.
4. Pasien dengan riwayat keganasan terutama kanker gastrointestinal memilki resiko
terjadinya asites maligna. Asites yang berhubungan dengan keganasan umumnya
menimbulkan rasa nyeri, sementara asites akibat sirosis biasanya tidak nyeri.
5. Asites yang terdapat pada pasien dengan riwayat diabetes atau sindrom nefrotik
dapat disebut asites nefrotik.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thorax dan abdomen
a. Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik (hepatic
hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih dari 500 ml cairan
asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
b. Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar abdomen buram,
penonjolan panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar intraabdomen
berkurang. Peningkatan kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar
lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas di usus halus.
c. Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada 80% pasien asites,
tepi lateral hati diganti oleh dinding thorax abdomen (Hellmer sign).
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic penumpukan
cairan pada kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa paravesika. Adanya
cairan memberikan gambaran kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung
vesika urinaria yang di sebut ”dog’s ear” atau ”mickey mouse” appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan
pergeseran garis lemak properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan asites
yang signifikan.
2. USG
a. Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan
spesifik. Volume sebesar 5-10 ml dapat dapat terlihat. Asites yang sederhana
terlihat sepertigambar yang homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam
rongga peritoneal yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan akustik.
Cairan asites tidak akan menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara
organ-organ tersebut. Akan terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada
perbatasan antara cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan
terkumpul pada kantung morison dan mengelilingi hsti membentuk gsmbar
karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau arcuate appearance di karenakan cairan
tersebut tersusn secara vertikal pada sisi mesenterium.
b. Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang terinfeksi,
inflamasi, atau adanya keganasan. Gambar tersebut meliputi echoes internal
kasar (darah), echoes internal halus (chyle), septal multiple (peritonitis
tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei), distribusi cairan terlokalisir atau atipik,
gumpalan lengkung usus, dan penebalan batas antara cairan dan organ yang
berdekatan.
c. Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara bebas, tetapi
tertambat pada dinding posterior abdomen, melekat pada hati atau oargan
lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi oleh cairan yang terlokalisir.
d. Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis mempunyai ketebalan
dinding empedu kurang dari 3mm. Penebalan kantung empedu berhubungan
dengan asites jinak pada 82 % kasus. Penebalan kantung empedu secara umum
akibat sirosis dan HT portal.
3. CT-Scan
a. Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites terdapat
pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior (kantung morison),
dan kantung douglas. Bebarapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya
neoplasia, hepatik, adrenal, splenik, atau lesi kelenjar limfe berhubungan
dengan adanya massa yang berasal dari usus, ovarium, atau pankreas, yang
menunjukkan adanya asites maligna.
b. Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang yang
lebih besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites benign cairan
terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan tidak pada bursa omental
yang lebih kecil.
4. Pemeriksaan Lain
a. Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna.
Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
b. Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk
mendiagnosa penyebab asites.
c. Transjugular intrahepatik portacaval shunt (TIPS)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang paracarval shunt dari sisi kesisi
melalui radiologis dibawah anestesi lokal. Metode ini sering digunakan untuk
asites yang berulang.
5. Derajat
Secara Semikuantitatif
a. Derajat 1+ terdeteksi hanya pada pemeriksaan yang secara seksama.
b. Derajat 2+ dapat mudah terlihat tetapi dengan volume relatif sedikit.
c. Derajat 3+ asites jelas tetapi belum masif.
d. Derajat 4+ asites masif.
H. Komplikasi Ascites
Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya.
Akumulasi dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh
penekanan diaphragma dan pembentukan dari pleural effusion.
Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada
pasien-pasien dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension, bakteri-
bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan
menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi
adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada cairan ascites adalah
sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan
menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih atau bukti dari pertumbuhan bakteri.
Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan
berpotensi mematikan (angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu
sampai kira-kira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus pada
gagal ginjal yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui
dengan baik, namun ini mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan, aliran darah ke
ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-
pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin berbahaya untuk ginjal.
(Unngul Budihusodo, 2012).
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pembatasan pemberian Na (20-30 mEq/hr) dan diuretik merupakan terapi standar
untuk asites dan efektif pada 95% pasien.
a. Pembatasan cairan dilakukan jika terdapat hiponatremi.
b. Parasentesis terapetik harus dipersiapkan pada pasien yang menunjukkan
adanya asites masif.
c. TIPS adalah metode radiologis yang dapat menurunkan tekanan portal dan
merupakan tindakan yang paling efektif pada pasien asites yang resisten
terhadappemberian diuretik.
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum panjang dari V.Jugularis
kanan ke V.Hepatik. ini merupakan terapi standar pada pasien asites berulang.
2. Pembedahan
Peritoneovenous shunt merupakan tindakan alternatif pada pasien asites yang
resisten terhadap pemberian obat-obatan. Penggunaan megalymphatik shunt yang
berfungsi untuk mengembalikan cairan asites ke vena. Efek positif pemasangan
shunt ini meliputi peningkatan CO, aliran darah ginjal, FGR, volume urin, eksresi
Na, dan penurunan aktivitas renin plasma dan konsentrasi aldosteron plasma. Belum
ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa pemasangan shunt ini dapat
meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup. Dengan adanya prosedur TIPS,
metode ini sudah tidak terpakai.
3. Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis gastrointestinal dan atau hepatolog diperlukan untuk
pasien dengan asites, terutama pada asites yang resisten terhadap pengobatan
4. Diet
Pembatasn Na 500 mg/hr (22 mmol/hr) dapat dilakukan dengan mudah jika pasien
di rawat di RS. , akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan, oleh karena itu
pembatasan cairan Na sebesar 2000 mg/hr (88 mmol/hr). Pembatasan cairan tidak
diperlukan kecuali jika kadar Na dibawah 120 mmol/l.
5. Perawatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Inap
a. Pantau keadaan asites jika pemakaian Na < 10 mmol/hr.
b. Pengukuran Na urin 24 jam berguna pada pasien dengan asites yang berhubungan
dengan HT portal sehingga dinilai kadar Na, respon terhadap diuretik , dan
menilai kepatuhan diet.
c. Untuk pasien asites derajat 3 dan 4 parasentesis terapi dilakukan secara
intermiten.
6. Perwatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
a. Metode untuk menilai keberhasilan terapi diuretik dilakukan dengan cara
memantau berat badan dan kadar Na urin.
b. Secara umum pemberian diuretik harus dapat mengurangi 300-500 g/hr pada
pasien tanpa udem dan 800-1000 g/hr pada pasien dengan udem.
c. Apabila asites mulai menghilang pemberian diuretik harus di atur untuk
menjaga pasien bebas asites.
7. Obat-Obatan Pada Pasien Rawat Inap/Jalan
Diuretik mulai diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap Na.
Agen pertama dimulai dengan pemberian spironolakton100 mg/hr. Penambahan loop
diuretik diperluka pada beberapa kasus dimana terjadi peningkatan natriuretik. Jika
respon tidak terlihat selama 4-5 hr dosis dinaikkan sampai 400 mg/hr di tambah
furosemid 160 mg/hr.