Anda di halaman 1dari 11

OBAT OBATAN EMERGENSI DI BIDANG OBSTETRI Handi Suntama Effendy*, Donni Indra Kusuma**

ABSTRACT Drugs are defined as compounds that are used to prevent, treat, diagnose, disease / disorder, or cause a certain condition, such as making a person infertile, or paralyze skeletal muscles during surgery. While emergency cases are cases that require immediate treatment which in case of any delay can lead to death. In the field of obstetrics would be very dangerous to the mother and the fetus. Health facilities such as blood bank in the hospital were minimal, which influenced the outcome of the cases. Speed and accuracy in action is absolutely necessary in the event of an emergency case. Keywords: medicine, mother, fetus, emergency, obstetric

ABSTRAK Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis, penyakit / gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan. Sedangkan kasus emergensi adalah kasus yang memerlukan penanganan segera yang bila terlambat dapat menyebabkan kematian. Dalam bidang obstetrik tentunya akan sangat membahayakan sang ibu dan juga janin yang dikandungnya. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakit yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasus kasus tersebut kecepatan dan ketepatan dalam bertindak adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam hal terjadinya kasus emergensi. Kata kunci: obat, ibu, janin, emergensi, obstetrik

*Coassistant Anestesiologi FK Tarumanagara Jakarta **Dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di BLUD RSUD Kota Semarang
1

PENDAHULUAN
Gawat darurat adalah suatu hal yang membutuhkankan pertolongan cepat, dimana bila terjadi keterlambatan akan mengakibatkan kematian. Dalam bidang obstetrik, tidak jarang pula sang bayi yang ikut dikandung oleh sang ibu ikut terancam nyawanya. Beberapa keadaan yang termasuk dalam kondisi gawat darurat dalam bidang obstetri adalah: pendarahan post partum, eklamsia, retensi plasenta, prolapsus tali pusat. Untuk mengatasi hal tersebut tentunya dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak. Ketenangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan. Karena panik hanya memperburuk keadaan. Suatu waktu dapat terjadi kenyataan dimana harus mengorbankan satu nyawa untuk menyelamatkan nyawa yang lain. Untuk situasi itu dokter tidak hanya berkemampuan mendiagnosis apa yang diderita sang ibu, dokter juga harus tahu apa yang akan dia lakukan sebagai penatalaksanaannya dan obat obatan yang digunakan agar dapat memberikan yang terbaik bagi pasien serta dapat menjelaskan keuntungan dan kerugian tindakan yang di ambil dengan tepat kepada keluarga pasien. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara negara ASEAN lainnya. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi (Depkes RI, 2001).1 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006 (2008, dalam Depkes RI), AKI Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%. Penyebab kematian bayi yaitu BBLR 38,94%, asfiksia lahir 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,91% kematian perinatal dipengaruhi oleh kondisi ibu saat melahirkan.1 Prinsip obat emergensi dalam bidang obstetrik adalah untuk menanggulangi kegawatdaruratan dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraksi uterus, serta menghentikan pendarahan yang berlebihan.

Jenis Obat emergensi MgSO42,3,4,5


Magnesium sulfat (MgSO4) adalah obat yang paling umum digunakan untuk pengobatan eklampsia dan profilaksis pada pasien dengan pre-eklampsia berat. Hal ini biasanya diberikan melalui IV (4-5g dicairkan dalam 250ml NS/D5W) lalu dilanjutkan maksimal 10g (10ml dari 50% larutan murni) terbagi diberikan IM tiap bokong. Efek klinis dan toksisitas MgSO4 dapat dihubungkan dengan konsentrasi dalam plasma. Konsentrasi 1,8 3,0 mmol/L telah disarankan untuk pengobatan kejang eklampsia. Dosis magnesium yang sebenarnya dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk profilaksis belum pernah diperkirakan. Peringatan pertama adanya toksisitas pada ibu adalah hilangnya refleks patella pada konsentrasi plasma antara 3,5 dan 5 mmol/L. kelumpuhan pernapasan terjadi pada 5 sampai 6,5 mmol/L. Serangan jantung dapat terjadi ketika konsentrasi melebihi 12,5 mmol/L. Ketika terjadi intoksikasi MgSO4, segera hentikan pemakaian dan beri kalsium glukonas 10% 1g (10% dalam 10cc) diberikan intravena selama 3 menit. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemberian magnesium sulfat adalah: Penurunan kontraksi uterus Hiporefleksia Gagal nafas Sirkulasi kolaps Hipotermi Hipotensi Dll.

MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghabat transmisi neuromuskular. Transmisi

neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinap. Pada pemberian MgSO4, magnsesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai sekarang tetap menjadi pilihan utama untuk anti kejang pada eklampsia.
3

MgSO4 pada sistem kardiovaskuler

melambatkan impuls dari SA node dan

memperpanjang waktu konduksi, pada sistem sel mendorong pergerakan kalsium, kalium, dan natrium masuk atau keluar sel dan stabilitas membran eksitabel, pada gastrointestinal mendorong retensi osmotik dari cairan dalam kolon, mengakibatkan distensi dan peningkatan aktifitas peristaltik. Pemberian MgSO4 dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek panas. Pemberian MgSO4 secara parenteral merupakan kontraindikasi pada pasien dengan blok jantung atau kerusakan miokard. Onset antikonvulsannya jika melalui IV akan langsung terlihat, IM 1 jam baru terlihat. Durasinya pada IV hanya 30min, IM 3-4 jam. Pada pembuluh darah 30% MgSO4 akan berikatan dengan protein, 1 2% terdistribusi ke ekstraseluler. Eliminasi MgSO4 akan diekskresikan melalui urin.

Metildopa5,6,7
Metildopa merupakan adrenolitik sentral. Merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Sasaran penggunaan obat ini adalah memperoleh tekanan darah diastolik 90 sampai 105 mmhg. Metildopa merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis, katekolamin dengan hasil akhir -metilorepinefrin. Diduga efek hipertensinya lebih disebebkan oleh stimulasi reseptor -2 di sentral sehingga mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Onset 3-6 jam Efek maksimal dicapai setelah 6-8 jam setelah pemberian oral atau 4-6 jam pemberian IV. Hipotensi ortostatik jarang terjadi selama penggunaan obat ini. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal tidak dipengaruhi oleh metildopa. Pada pemakaian jangka panjang sering terjadi retensi air sehingga efek antihipertensinya semakin berkurang. Hal ini disebut toleransi semu. Dapat diatasi dengan pemberian diuretik.

Efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat ini adalah: Sedasi Mulut kering Hipotensi postural Pusing Sakit kepala

Dapat juga terjadi sindrom seperti lupus dengan pemebentukan antibodi antinukleus (ANA). Bila terjadi hemolisis segera hentikan penggunaan obat. Penghentian mendadak obat ini akan mengakibatkan fenomena rebound berupa peningkatan tekanan darah yang mendadak. Metildopa tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit hati aktif, hipersensitif, feokromositoma, dan tidak boleh diberikan bersama MAOIs. Termasuk pregnensi kategori B. Dosis efektif minimal adalah 2 x 125 mg perhari dan dosis maksimal 3 g perhari. Untuk hipertensi paska bedah sering diberkan secara IV dengan infus intermiten 250 sampai 1000 g tiap 6 jam.

Oksitosin7,8,9
Oksitosis adalah hormon alami yang menyebabkan uterus berkontraksi. Oksitosisn digunakan untuk menginduksi persalinan atau memperkuat kontraksi persalinan saat melahirkan, dan untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Oksitosis juga digunakan untuk merangsang kontraksi uterus pada wanita dengan keguguran tidak lengkap atau terancam. Stimulasi sensoris pada serviks, vagina dan payudara secara reflaks melepaskan hormon oksitosis dari hipofisis posterior. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin meningkat bersamaan bertambahnya umur kehamilan. Pada kehamilan tua dan persalinan spontan, pemberian oksitosisn mengingkatkan kontraksi. Oksitosisn merangsang frekuensi dan kekuatan otot polos uterus. Efek ini tergantung dari konsentrasi esterogen. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Oksitosin
5

dapat memulai atau meningkatkan ritme kontraksi uterus pada setiap saat, namun pada kehamilan muda diperlukan dosis tinggi. Pemberian infus oksitosin harus disertai pemantauan klinis yang serius. Karena pada dosis kecil saja sudah cukup efektif pada presalinan aterm. Oksitosin juga meningkatkan produksi prostaglandin yang merangsang kontraksi uterus. Selain untuk merangsang kontraksi uterus, oksitosin juga berguna untuk proses ejeksi susu. Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian perenteral. Pemberian intranasal kurang efektif. Oksitosin diabsorbsi melalui mukosa mulut, sehingga memungkinkan untuk diabsorbsi melalui tablet hisap. Diduga bahwa sumber oksitosin adalah plasenta. Waktu paruh oksitosin sangat singkat, antara 3-5 menit dan durasinya IM 2-3 jam, IV 1 jam. Oksitosin tidak terikat oleh protein plasma dan dieliminasi oleh ginjal dan hati. Suntikan oksitosin berisi 10 unit USP/ml. Dapat diberikan melalui IM / IV. Satu unit USP oksitosin kira-kira setara dengan 2 mcg hormon murni. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh oksitosin adalah: Denyut jantung yang tidak teratur Pendarahan yang berlebihan Kram otot Neonatal seizure Fetal death dll

setelah melahirkan Muntah-muntah hebat

Jangan diberikan pada KPD, malpresentasi, fetal distres , hipertonik uteri.

Alkaloid Ergot10
Alkaloid ergot yang Jamur ini menyintesis histamin, asetilkolin, tyramine, dan

produk biologis aktif lainnnya. Alkaloid memperngaruhi adrenoreseptor, reseptor dopamin, reseptor 5-HT, dan jenis reseptor mungkin lainnya. Alkaloid serupa dihasilkan oleh jamur parasit ke sejumlah lainnya seperti tanaman rumput. Konsumsi alkaloid ergot dalam biji-bijian yang terkontaminasi dapat ditelusuri kembali lebih dari 2000 tahun dari deskripsi wabah keracunan ergot (ergotism). Efek yang

paling dramatis dari keracunan adalah demensia dengan halusinasi, muka kemerahan, vasospasme berkepanjangan yang dapat mengakibatkan gangeren, dan stimulasi otot polos rahim, yang pada kehamilan dapat menyebabkan aborsi (Pregnancy Category X). Dalam dosis yang sangat kecil, ergot dapat membangkitkan kontraksi berirama dan relaksasi rahim. Pada konsentrasi tinggi, obat ini menginduksi kontraksi kuat dan berkepanjangan. Ergonovine lebih selektif daripada alkaloid ergot lainnya dalam memperngaruhi rahim dan merupakan agen pilihan dalam aplikasi obstetrik. Dosis yang digunakan biasanya 0,2mg IM boleh di ulang 2 4 jam, maksimal 5 dosis. Pemberian IV hanya untuk emergensi karena berpotensial hipertensi dan CVA (Cerebrovascular Accident). Dapat juga diberikan oral 0,2 0,4 mg tiap 6 - 12 jam jika perlu sampai 49 jam / bahaya atoni uteri teratasi. Onsetnya 5 15 menit pada PO, 2 5 menit pada IM, dan langsung pada IV. Durasinya 3 jam pada PO, 3 jam pada IM, dan 45 min pada IV. Dimetabolisme di hati dan di eksresi pada urin dan feses. Efek toksik yang paling umum dari derivat ergot adalah diare, mual, aktivasi pusat muntah. Sebuah efek toksik lebih berbahaya dari overdosis dengan agen seperti ergotamine dan ergonovine adalah vasospasme berkepanjangan. Seperti dijelaskan di atas, ini tanda stimulasi otot pembuluh darah halus dapat menyebabkan gangren dan memerlukan amputasi. Infark usus juga telah dilaporkan dan mungkin memerlukan reseksi. Jangan diberikan pada pasien yang mengalami hipertensi, keracunan, hamil, hipersensitif, atau penggunaan jangka panjang dan saat menyusui.

Prostaglandin10,11,12
Didalam tubuh manusia terdapat banyak jenis prostaglandin dan tempat kerjanya berbeda-beda, serta saling megadakan dengan autakoid lain, neurotransmitter, hormon serta obat-obatan. Prostaglandin ditemukan ovarium, miometrium dan cairan menstrual yang berbeda beda selama siklus haid. Prostaglandin sudah dipastikan bersifat oksitoksik sehingga berinteraksi dengan oksitosin dan memperkuat efek oksitosin. Prostaglandin berfungsi dalam proses ovulasi dan luteolisis, serta mempengaruhi hormon lain seperti LH.

Prostaglandin berperan penting dalam proses persalinan. Berbeda dengan oksitosin, prostaglandin dapat merangsang terjadinya persalinan pada setiap usia kehamilan. Sejumlah penelitian telah menunjukan bahwa PGE2, PGF2, dan analog mereka secara efekif memulai dan merangsang persalinan, namun PGF2 keaktifannya hanya sepersepuluh dibanding PGE2. Tampaknya tidak ada perbedaaan dalam keberhasilan PGE2 dan PGF2 ketika diberikan IV, namun mungkin digunakan lokal untuk proses pematangan leher rahim. Prostaglandin dan oksitosin memiliki tingkat keberhasilan yang sama dalam menginduksi persalinan. PGF2 memiliki toksisitas gastrointestinal yang lebih dari PGE2. Bahkan, PGE2 harus digunakan pada tingkat sekitar 20 kali lebih cepat daripada yang digunakan untuk induksi persalinan untuk menurunakan tekanan darah dan detak jantung meningkat. PGF2 adalah bronkokonstriktor dan jangan digunakan pada pasien asma bronchial. Meskipun kedua PGE2 dan PGF2 melewati fetoplasenta barrier, toksisitas janin jarang ditemukan. Juga kontraindikasi dengan PID, penyakit paru, pendarahan vagina profuse. Efek samping pemberian prostaglandin sedikit lebih sering ditemukan daripada pemberian oksitosin. Efek samping dari pemberian prostaglandin adalah mual, muntah, diare, demam, nyeri perut. Selain digunakan pada proses persalinan, prostaglandin juga dapat digunakan sebagai obat untuk menterminasi kehamilan. PGE2 dan PGF2 memiliki efek oksitoksik yang cukup efektif. Kemampuan prostaglandin E dan F dan analog mereka untuk mengakhiri kehamilan pada setiap tahap dengan menginduksi kontraksi rahim telah disesuaikan dengan penggunaan klinis yang umum. Banyak penelitian di seluruh dunia telah menetapkan bahwa pemberian prostaglandin efisien dalam menterminasi kehamilan. Obat-obatan yang digunakan untuk aborsi pertama dan trimester kedua dan untuk pematangan serviks sebelum aborsi. Prostaglandin ini tampaknya melunakan leher rahim dengan meningkatkan isi dari proteoglycan dan mengubah sifat biofisik dari kolagen. Dinoprostone, preparat sintetis PGF2, diberikan vagina untuk penggunaan oksitoksik. Di Amerika Serikat, telah disetujui untuk penggunaanya dalam aborsi pada trimester kedua kehamilan, untuk mola hidatidosa jinak, dan untuk pematangan leher rahim

untuk induksi persalinan. Dosis yang digunakan untuk terminasi kehamilan adalah 20mg suppository intravaginal tiap 3 5 hari sampai aborsi. Carboprost trometamin(15-metil- PGF2) digunakan untuk menginduksi aborsi pada trimester kedua dan untuk mengontrol pendarahan postpartum yang tidak mampu diatasi melalui metode konvensional dari manajemen. Tingkat keberhasilan adalah sekitar 80%. Hal ini diberikan sebagai injeksi 250-mcg tunggal intramuskular, diulang jika perlu. Muntah dan diare terjadi umumnya, mungkin karena stimulasi otot gastrointestinal. Peningkatan suhu dapat terlihat disekitar seperdelapan dari pasien yang menggunakan obat ini. Prostaglandin mencapai puncak dalam plasma 30 45 menit. Onsetnya 10 menit dan durasinya 2 3 jam dengan dinoprostone suppositoria intravaginal. Waktu paruhnya 2,5 5 menit. Di metabolisme dengan cepat pada paru, ginjal, limpa, dan jaringan lain dengan ekskresinya banyak di urin, sedikit di feses. Pemberian prostaglandin mempunyai dua kekurangan. Yang pertama, reaksi yang relatif tidak dapat diprediksi. Dan yang kedua, tingginya angka kemungkinan timbulnya efek samping. Maka dari itu, ada banyak cara untuk memasukan obat tersebut. Dapat melalui intra-amniotik, extra-amniotik. Karena absorbsi yang lambat menyebabkan menurunnya kecepatan dan tingkat efek samping yang dapat ditimbulkan.

Obat obatan lain13 Antikonvulsan


Mencegah kejang pada saat hamil adalah cara terbaik mengatasi kejang pada kehamilan karena semua obat antikonvulsan memiliki efek teratogenik (pregnensi kategori D). Jika kejang tetap tidak dapat terkontrol, resiko harus diambil untuk menghentikan kejang dan harus melalui konseling terlebih dahulu terhadap keluarga pasien sebelum menggunakan agen yang teratogenik. Beberapa contoh obat dengan hubungan teratogeniknya: o Trimethadion berhubungan kuat dengan malformasi dan mental retardasi.
9

o Asam valproat menyebabkan resiko tinggi spinabifida, prenatal tes untuk defek neural tube harus dilakukan pada pasien yang menggunakan agen ini saat hamil. o Carbamazepine memiliki resiko yang tinggi terhadap malformasi kraniofasial dan tungkai bawah minor dan keterlambatan perkembangan. o Phenytoin mengakibatkan fetal hydantoin sindrom termasuk anomali kraniofasial, deformitas tungkai bawah, gagal tumbuh, retardasi mental.

Kardiovaskuler o Adenosine digunakan untuk mengatasi SVT pada kehamilan o Verapamil sukses digunakan tetapi memiliki resiko hipotensi, bradikardi, atau asistol dengan fetal efek sekunder. o Heparin digunakan untuk pasien hamil dengan resiko trombosis intravaskuler. Heparin aman jika dimonitor ketat dan heparin tidak menembus plasenta. o Warfarin kontraindikasi terhadap kehamilan karena tercatat baik memiliki efek teratogenik (pregnensi kategori X).

KESIMPULAN
Obat-obat emergency sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi-kondisi gawat darurat. Obat-obat ini menghasilkan efek life saving pada kondisi dimana tindakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Obat-obata ini harus tersedia di rumah sakit, puskesmas, serta klinik. Obat-obatan tersebut harus ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh petugas medis. Petugas medis juga diharapkan tahu obat apa saja yang harus diberikan serta tahu kapan obat tersebut harus diberikan. Emergensi dalam bidang obstetrik ada dua nyawa yang terancam. Walaupun nyawa pasien telah terselamatkan, obat obatan yang kita berikan tidak lepas dari resiko yang akan diterima oleh pasien, maka dari itu setidaknya sebagai dokter kita dapat menjelaskan resiko tersebut walau tak bisa dihindari.
10

Daftar Pustaka
1. Angka
kematian ibu, bayi, dan Balita Indonesia. Available from : http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/17198/5/chapter%20I.pdf. pada tanggal 22 Desember 2013. Diunduh

2. Magnesium sulfate in eclamsia and pre-eclamsia: pharmacokinetic principles. Available


from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10803454. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

3. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka: 2008 4. Magnesium


Sulfate (MgSO4), Medscape. Available from:

http://reference.medscape.com/drug/mgso4-magnesium-sulfate-344444#4. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

5. Chestnut, David. Obstetric Anesthesia: Principle and Practice. Elsevier. 2004 available from:
http://ebookee.org/Obstetric-Anesthesia-principles-andPractice-by-David-HChestnut_710038.html. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

6. Metyldopa, Medscape. Available from: http://reference.medscape.com/drug/aldometmethyldopa-342385. diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

7. Departemen Farmakologi dan terapeutik FKUI, Farmakologi dan terapi. Jakarta: Penerbit
Gaya Baru, 2007

8. Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine Treatment & Management, Medscape.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/796785-treatment. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

9. Oxytocin. Available from: http://www.drugs.com/mtm/oxytocin.html. Diunduh pada tanggal


22 Desember 2013.

10. Katzung, B, dkk. Basic and clinical pharmacology. Singapore: McGraw-hill. 2007 11. Prostaglandins
Desember 2013. in obstetrics. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc1504222/?page=1. Diunduh pada tanggal 22

12. Elective

Abortion

Medication,

Medscape.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/252560-medication#showall. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.

13. Swartz, Principle and Practice of Emergency Medicine 4th, Chapter 56 Obstetric Emergency,
Medication Use in Pregnancy. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai