Anda di halaman 1dari 22

PRE EKLAMSI

& EKLAMSI

Dr. HERU SUSANTO, MMRS


 Kelainan kardiovaskuler dapat terjadi selama
kehamilan atau sebelum saat pembuahan.
 Kelainan kardiovaskuler yang paling sering
ditemukan pada kehamilan adalah hipertensi.
 Sudah ada sebelumnya, hipertensi akibat
kehamilan atau preeklamsi.
 Keadaan ini terus-menerus berdampak pada
mortalitas maternal.
 Normalnya tekanan darah sistolik dan diastolik
akan turun sebanyak 10-15 mmHg selama
pertengahan masa kehamilan.
 Keadaan ini berbalik pada kehamilan yang
menyebabkan tekanan darah mencapai
puncaknya 3-4 hari post partum.
 Bidan harus menjelaskan bahwa observasi dan
setiap tindakan akan dilanjutkan selama periode
ini.
 Bagi ibu hamil : pantau proteinuria dan hipertensi
selama 6-12 minggu sesudah melahirkan.
Pada kehamilan, tekanan darah diastolik normalnya harus
dibawah :
 75 mmHg dalam trimester kedua
 85 mmHg dalam trimester ketiga.

Hipertensi pada kehamilan didefinisikan sebagai :


 Tekanan diastolik 15 mmHg di atas hasil pengukuran
sebelumnya
 Tekanan sistolik 30 mmHg di atas hasil pengukuran
sebelumnya
 Tekanan diastolik di atas 90 mmhg pada dua kali
pengukuran dengan interval waktu empat jama tau lebih
 Tekanan diastolik di atas 110 mmHg.
Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan
bertujuan untuk mengendalikan antara :
1. Hipertensi yang terkontrol sehingga terjadi
iskemia cerebral dan konvulsi atau
serangan stroke
2. Hipotensi yang membahayakan pasokan
darah pada placenta
3. Kerusakan yang mungkin terjadi pada bayi
akibat obat yang diberikan.
PRE EKLAMSI
 Kombinasi tekanan darah yang di atas 140 / 90
mmHg dengan proteinuria yang melebihi 300
mg dalam 24 jam
 Tekanan diastolik yang lebih besar dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran yang
terpisah setelah kehamilan 20 minggu dan
proteinuria yang signifikan, tanpa adanya
hipertensi para-kehamilan.
 Antara kehamilan 20 minggu dan 6 minggu
post partum.
 Sampai saat ini terapi yang efektif adalah
pengeluaran plasenta.
 Pembentukan plasenta gagal → diameter
pembuluh darah yang memasok plasenta
berdiameter sempit → pertumbuhan selama
trimester kedua dan ketiga kehamilan
terganggu.

 Pembuluh arteri spiralis maternal gagal


berdilatasi → mengganggu perkembangan
janin dan menimbulkan iskemia plasenta.
 Plasenta melepaskan sitokin (glosarium) yang
mengaktifkan trombosit, menggalakkan
koagulasi dan merusak sel-sel endotel
materna → memicu vasokonstriksi yang luas
→ mengurangi volume intravaskuler → pasien
menjadi rentan terhadap kelebihan beban
cairan maupun dehidrasi.

 Akhirnya pengendapan fibrin pada dinding


dalam pembuluh darah akan menimbulkan
kerusakan end-organ, khususnya ginjal.
 Kejang eklamsi ditimbulkan oleh vasopasme
yang terus-menerus → terjadi kenaikan
tekanan darah yang melampaui kapasitas
autoregulasi yang dimiliki oleh pembuluh
darah serebral.
 Keadaan ini menimbulkan edema, iskemia,
mikro-infark, dan bercak-bercak perdarahan
yang kecil di daerah korteks serebri pada
batas-batas wilayah pasokan pembuluh arteri
yang besar, khususnya didaerah korteks
oksipitalis.
 Selanjutnya iskemik akan menurunkan
ambang aktivitas serangan kejang. Keadaan ini
dapat terjadi hanya pada kenaikan tekanan
darah yang sedang.
TUJUAN PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan konvulsi
2. Pengendalian hipertensi yang berat
3. Tindakan melahirkan janin dan placenta
1. Tirah baring di rumah atau di rumah sakit disertai
dengan pemantauan yang cermat.
2. Pengendalian tekanan darah akan melindungi ibu
terhadap komplikasi hipertensi pada otak, tetapi
tidak mempengaruhi proses penyakit yang
melandasi pre-eklamsi.
3. Pemantauan ketat pada tanda vital dan produksi
urin
4. Suplemen diit dan aspirin pernah direkomendasikan
sebagai tindakan profilaksis.
5. Obat-obatan golongan sedatif harus dihindari
mengingat terjadinya efek depresan pada sistem
saraf pusat ibu dan janin yang mengganggu
pemantauan.
6.Diuretik akan memperparah keadaan. Pada
pre-eklamsi volume darah yang beredar sudah
mengalami kontraksi (pengecilan). Hal ini akan
menjadi lebih parah dengan pemberian
diuretik.
7.Terapi profilaksis antikonvulsan pada ibu
yangbelum mengalami kejang masih
kontroversi.
8.Pengendalian konvulsi dapat meliputi
pemberian magesium sulfat atau diazepam.
MAGNESIUM SULFAT
 Pemberian magnesium
Magnesium dapat diberikan lewat IM yang dalam
(region gluteus) atau IV untuk mendapatkan efek
yang cepat.
 Distribusi magnesium
Magnesium akan menembus plasenta dan mengenai
janin dengan cara yang serupa seperti orang dewasa.
Pada eklamsi sawar otak / darah mungkin sudah
tidak utuh lagi, sehingga magnesium mengalir masuk
dengan cepat ke dalam SSP.
PENGOBATAN SECARA STROGANOFF

1. Suntikan luminal 100 mg i.m


2. Setengah jam kemudian : 10 cc sulfas
magnesikus 40% i.m
3. Selanjutnya tiap 3 jam berganti-ganti diberi
luminal 50 mg dan sulfas magnesikus 10 cc
40% i.m
 Eliminasi magnesium
Ginjal merupakan organ yang bertanggung
jawab atas proses eliminasi magnesium.
Waktu eliminasi magnesium adalah 4 jam
pada kehamilan. Tetapi waktu itu akan lebih
lama jika laju filtrasi glomerulus mengalami
penurunan. Karena itu, kecepatan pemberian
infuse harus disesuaikan dengan faal ginjal
yang dapat berubah dengan cepat selama
perjalanan penyakitnya.
KERJA MAGNESIUM SULFAT
 Magnesium merupakan unsur yang sangat vital untuk
metabolisme, regulasi otot polos, hantaran saraf dan
transmisi impuls. Peningkatan konsentrasi magnesium
akan menekan aktivitas semua jaringan yang dapat
dieksitasi.
 Diperkirakan bahwa magnesium mengatasi serangan
eklamsi dengan mengurangi spasme pembuluh darah
serebral sehingga perfusi serebral diperbaiki.
Magnesium juga melindungi endotel kapiler dari
kerusakan oleh radikal bebas yang akan dilepas pada
semua proses inflamasi.
EFEK SAMPING
 Gangguan rasa nyaman
 Muntah
 Henti jantung
 Edema paru
 Henti nafas
 Penurunan kesadaran
 Perdarahan
 Tetani
 Kondisi neonatus harus dipantau selama 48
jam pertama untuk memantau efek samping
yang dapat ditimbulkan oleh magnesium,
khususnya depresi pernafasan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai