Anda di halaman 1dari 28

MANUSKRIP

HUBUNGAN INTERVENSI GIZI SENSITIF DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BADUTA DI KABUPATEN PANDEGLANG,
PROVINSI BANTEN TAHUN 2020

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

Hanna Kumari 1102014120


Iqbal Muhammad 1102014132
Pembimbing:
Fathimah Ayu Rahimah 1102015075
DR.
Indah Pratiwi 1102015097
Rifqatussa’adah
Monica Octafiani 1102015140
SKM., M.Kes

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
20 JANUARI 2020 – 21 FEBUARI 2020
HUBUNGAN INTERVENSI GIZI SENSITIF DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BADUTA DI KABUPATEN
PANDEGLANG,PROVINSI BANTEN TAHUN 2020
Hanna Kumari1, Iqbal Muhammad1, Fathimah Ayu R1
Indah Pratiwi1, Monica Octafiani1
DR. Rifqatussa’adah SKM., M.Kes2
1
Mahasiswa Kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
2
Dosen Departemen Ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Yarsi

ABSTRAK
Pendahuluan: Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar di dunia.
Dalam rangka mencegah stunting, pemerintah Indonesia melakukan Intervensi Gizi Sensitif yaitu
akses terhadap sanitasi, fortifikasi bahan pangan, akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Persalinan Universal (Jampersal),
Pendidikan pola asuh orang tua, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan gizi masyarakat,
edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja, bantuan dan jaminan sosial bagi
keluarga miskin, serta meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten dengan tujuan untuk mengetahui hubungan intervensi gizi sensitif dengan
kejadian stunting pada baduta
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian non eksperimental dan
desain penelitian analitik dengan uji statistik chi-square. Populasi penelitian ini berjumlah 647
responden baduta, dimana responden adalah anak umur < 2 tahun.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan dari 647 baduta stunting yang memiliki akses sanitasi baik
sebanyak 51,3% (p = 0.532), fortifikasi ketahanan pangan baik 52,1% (p=0,000), akses layanan
kesehatan dan KB baik 62,2% (p=0,590), penyediaan JKN baik 70,6% (p=0.925), Pendidikan pola
asuh orang tua yang baik 100% (p=0,647), PAUD yang baik 96,5% (p=0.874), pendidikan gizi
masyarakat 60,3% (p= 0.733), mendapatkan edukasi kesehatan dan reproduksi serta gizi pada remaja
yang baik 0% (p=0,121), program padat karya tunai yang baik 29,5% (p=0.834).

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan sebuah faktor intervensi gizi sensitif
yaitu fortifikasi ketahanan bahan pangan.

Kata Kunci: Stunting, Baduta, Intervensi Gizi Sensitif, Pandeglang.

THE CORRELATION OF STUNTING IN CHILDREN UNDER TWO YEARS WITH SENSITIVE


NUTRITION INTERVENTION IN PANDEGLANG, PROVINCE OF BANTEN, 2020

ABSTRACT

2
Introduction: Indonesia is a country with the fifth largest prevalence of stunting in the world. In order
to prevent stunting, the government of Indonesia conducts sensitive nutrition interventions, there are
access to sanitation, food fortification, access to health services and family planning (KB), national
health insurance (JKN), Universal childbirth insurance (Jampersal), Education of parental parenting,
playgroup Universal (PAUD), education of public nutrition, sexual and reproductive health education,
and nutrion for adolescents, assistance and social security for poor families, and improving food and
nutrition security. This research being held in Pandeglanng, province of Banten with the aim of
finding out the correlation of sensitive nutrition interventions with the incidence of stunting in children
under two-year-old.

Method: This study uses quantitative method with non experimental research types and analytic
research designs with statistic chi-square test. The population in this study is 647 respondents, the
respondents are children under 2 years old.

Results: the results showed, from 647 of stunted children under two year old who had access to good
sanitation is 51,3% (p = 0.532), fortification of good food security is 52,1% (p=0,000), both of access
to health services and birth control are 62,2% (p=0,590), providing of JKN is 70,6% (p=0.925), good
parenting education is 100% (p=0,647), good playgroup universal is 96,5% (p=0.874), education of
public nutrition is 60,3% (p= 0.733), accept education of good health and reproduction also nutrition
in adolescents are 0% (p=0,121), good cash-intensive programs is 29,5% (p=0.834).

Conclusion : There is a correlation between the incidence of stunting with sensitive nutrition
intervention factor such as fortification of good food security.

Keywords: Stunting, Children, Two-year-old, Sensitive Nutrition Intervention, Pandeglang.

PENDAHULUAN kronis selama 1.000 hari pertama


Pendek (stunting) diidentifikasi kehidupan anak. Kerusakan yang
dengan membandingkan tinggi terjadi mengakibatkan perkembangan
seorang anak dengan standar tinggi anak yang irreversible (tidak bisa
anak pada populasi yang normal sesuai diubah), anak tersebut tidak akan
dengan usia dan jenis kelamin yang pernah mempelajari atau mendapatkan
sama. Anak dikatakan pendek sebanyak yang dia bisa
(stunting) jika tingginya berada (BALITBANGKES, 2015).
dibawah -2 SD dari standar WHO Ancaman permasalahan gizi di
(Dewey & Begum, 2010 dan WHO, dunia, ada 165 juta anak dibawah 5
2005). Pendek (stunting) merupakan tahun dalam kondisi pendek dan 90%
tragedi yang tersembunyi. Pendek lebih berada di Afrika dan Asia. Target
terjadi karena dampak kekurangan gizi global adalah menurunkan stunting

3
sebanyak 40% pada tahun 2025 senjata/peperangan, yang
(WHO, 2012). Untuk itu dibutuhkan menyebabkan anak-anak menjadi
penurunan 3,9% per tahun. Target yatim piatu, diculik, disiksa bahkan
global yang tercapai adalah dijual seperti budak. Selayaknya
menurunkan stunting 39,7% dari tahun Indonesia dengan kekayaan sumber
1990 menjadi 26,7% pada tahun 2010. daya alam yang melimpah bisa
Dalam jangka waktu 20 tahun tersebut menjadi jauh lebih baik daripada
dapat diturunkan 1,6% per tahun. negara-negara yang tengah mengalami
Penurunan yang sangat kecil terjadi di krisis tersebut. Dibandingkan dengan
Afrika (40% menjadi 38%). negara-negara di Asia Tenggara,
Sedangkan penurunan yang cukup prevalensi baduta pendek di Indonesia
besar terjadi di Asia (dari 49% menjadi berada tepat diatas Vietnam. Hasil dari
28%), sekitar 2,9% per tahun. South East Asian Nutrition Survey
Penurunan yang terbesar ada di (SEANUTS) pada tahun 2010-2011
Tiongkok, pada tahun 1990 sebesar menempatkan Indonesia sebagai
30% menjadi 10% pada tahun 2011 negara yang memiliki jumlah anak
(BALITBANGKES, 2015). baduta pendek terbesar, jauh diatas
Negara Indonesia tergambar jika Malaysia, Thailand serta Vietnam
dibandingkan dengan negara lain (BALITBANGKES, 2015).
masuk dalam grup yang mempunyai Kabupaten Pandeglang termasuk
prevalensi cukup tinggi yaitu 30%- dalam 100 kabupaten yang menjadi
39%. Negara Indonesia menempati prioritas intervensi stunting. Menurut
peringkat ke 5 dunia dengan jumlah Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
anak pendek terbanyak. Posisi Pada Dinas Kesehatan Pandeglang,
Indonesia hanya lebih baik dari India, Eni Yati mengatakan, saat ini ada
Tiongkok, Nigeria, dan Pakistan. Akan sekitar 8000 anak menderita stunting
tetapi ada situasi yang berbeda, pada (gagal tumbuh) tersebar di sejumlah
Negara Afrika Tengah, Nigeria, kecamatan di Pandeglang.
Pakistan terjadi situasi konflik

4
Pandeglang memiliki Indonesia bergabung dalam gerakan
angka stunting sebesar 37,9 persen global Scaling-Up Nutrition (SUN)
(berdasar data dan pantauan yang diluncurkan dengan prinsip dasar
Posyandu). Pada hasil pemeriksaan bahwa semua penduduk berhak untuk
pertama, terdapat 54 balita stunting memperoleh akses ke makanan yang
(41,5 persen), dan 13 di antaranya cukup dan bergizi. Pada tahun 2012,
baduta (26,5 persen). Dengan Pemerintah Indonesia terlibat melalui
pemantauan rutin selama 6 bulan sejak perancangan dua kerangka besar
Agustus 2018 termasuk konseling Intervensi Stunting. Kerangka
pemberian sumber protein hewani dari Intervensi Stunting tersebut
telur, ikan, ayam dan susu, dapat kemudian diterjemahkan menjadi
menurunkan 8,4 persen berbagai macam program yang
prevalensi stunting pada balita, dan 6,1 dilakukan oleh Kementerian dan
persen pada badut (Ramadhan, 2019). Lembaga (K/L) terkait.
Diantaranya di Desa Keroncong Kerangka Intervensi Stunting
Kecamatan Keroncong, Desa Kadu yang dilakukan oleh Pemerintah
Maneuh Kecamatan Banjar, Desa Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
Pakuluran Kecamatan Koroncong, Intervensi Gizi Spesifik dan
Desa Pasirkarag Kecamatan Intervensi Gizi Sensitif. Pada
Koroncong, Desa Tegalongok manuskrip ini, topik Intervensi Gizi
Kecamatan Koroncong, Desa Banyu Sensitif dipilih karena dilakukan
Mundu Kecamatan Kaduhejo, Desa melalui berbagai kegiatan
Langensari Kecamatan Sakeuti, Desa pembangunan diluar sektor kesehatan
Koncang Kecamatan Cipeucang, Desa dan berkontribusi pada 70% Intervensi
Kadunggadung Kecamatan Cipeucang, Stunting. Kegiatan terkait Intervensi
Desa Pasir Durung Kecamatan Gizi Sensitif juga dapat
Sindang Resmi (Yusuf, 2019). dilaksanakan melalui beberapa
Untuk mengurangi angka kegiatan yang umumnya makro
kejadian stunting, Pemerintah dan dilakukan secara lintas

5
Kementerian dan Lembaga (TNP2K, Pandeglang Desa Keroncong
2017). Kecamatan Keroncong, Desa Kadu
Maneuh Kecamatan Banjar, Desa
METODE Pakuluran Kecamatan Koroncong,
Desa Pasirkarag Kecamatan
Penelitian ini menggunakan
Koroncong, Desa Tegalongok
metode kuantitatif dengan jenis
Kecamatan Koroncong, Desa Banyu
penelitian non eksperimental dan
Mundu Kecamatan Kaduhejo, Desa
desain penelitian analitik dengan uji
Langensari Kecamatan Sakeuti, Desa
statistik chi-square. Populasi
Koncang Kecamatan Cipeucang, Desa
penelitian ini berjumlah 647
Kadunggadung Kecamatan Cipeucang,
responden baduta, dimana responden
Desa Pasir Durung Kecamatan.
adalah keluarga dengan anak umur
Instrumen pengumpulan data dalam
<2 tahun. Pemilihan sampel untuk
penelitian ini dilakukan dengan
subjek penelitian menggunakan metode
wawancara terpimpin menggunakan
total sampling, dimana peneliti
kuesioner intervensi gizi sensitif pada
mengambil secara keseluruhan dari
keluarga yang memiliki baduta
populasi ibu dengan baduta di Kabupaten
stunting, Penelitian ini menggunakan
Pandeglang sebanyak 647 orang, dengan
analisis multivariat pada semua
kriteria inklusi (ibu dengan anak
variabel yang telah dijelaskan
berusia kurang 2 tahun dan dua
sebelumnya di Kabupaten Pandeglang,
tahun) dan kriteria eksklusi (sikap ibu
Provinsi Banten. Pengolahan data
yang tidak kooperatif, ibu menolak
dilakukan dengan menggunakan SPSS
untuk dijadikan sampel dan baduta
v.22.
atau balita tidak hadir saat
pengambilan data).
HASIL PENELITIAN
Jenis data yang digunakan
merupakan data primer. Data Responden diambil pada 9 Desa
penelitian diambil Kabupaten dengan 647 ibu dengan baduta di

6
Kabupaten Pandeglang, Provinsi stunting sebanyak 527 baduta
Banten. Untuk mengetahui intervensi gizi (81,45%).
sensitif berdasarkan air bersih dan Diagram 1. Angka Kejadian
sanitasi, fortifikasi ketahanan pangan,
Angka Kejadian Stunting pada Baduta di
Akses kepada pelayanan kesehatan dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
KB, JKN, JAMPERSAL, JAMSOS,
24 29
BPJS dan lainnya, Pendidikan pola 91
asuh orang tua, PAUD atau TK,
Pendidikan gizi masyarakat, Edukasi
kespro dan gizi pada remaja, dan
Program padat karya tunai.
Berdasarkan hasil diagram 1, 503

angka Kejadian Stunting pada Baduta


di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Sangat pendek Pendek
Normal Tinggi
Banten didapatkan kriteria sangat
Stunting pada Baduta di Kabupaten
pendek sebanyak 4,48% (29 Baduta),
Pandeglang, Provinsi Banten
Pendek sebanyak 14,06% (91 Baduta),
Normal sebanyak 77,74% (503
Baduta), Tinggi sebanyak 3,7% (24
Sumber: Data primer yang diolah,
Baduta). Pada baduta dengan kriteria
2019.
sangat pendek dan pendek masuk
dalam kategori stunting sebanyak 120
baduta (18,54%), sedangkan Pada
baduta dengan kriteria normal dan
tinggi masuk dalam kategori tidak

7
Tabel 1. Faktor-Faktor Gizi Sensitif pada Baduta di Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten

Faktor-faktor Gizi Sensitif Stunting Tidak Total P value


Stunting
Menyediakan dan
memastikan akses terhadap
sanitasi
Baik 60 (51.3%) 280 (54.5%) 340 (53.9%) 0.532

Buruk 57 (48.7%) 234 (45.5%) 291 (46.1%)


Total 117 (100%) 514 (100%) 631 (100%)

Melakukan fortifikasi
ketahanan bahan pangan
Baik 61 (52.1%) 355 (69.1%) 416 (65.9%) 0.000

Buruk 56 (47.9%) 159 (30.9%) 215 (34.1%)


Total 117 (100%) 514 (100%) 631 (100%)

Menyediakan akses kepada


layanan kesehatan dan
Keluarga Berencana (KB)
Baik 46 (62.2%) 175 (65.5%) 221 (64.8%) 0.590

Buruk 28 (37.8%) 92 (34.5%) 120 (35.2%)


Total 74 (100%) 267 (100%) 341 (100%)

Menyediakan Jaminan
kesehatan Nasional
Baik 36 (70.6%) 82 (71.3%) 118 (71.1%) 0.925

Buruk 15 (29.4%) 33 (28.7%) 48 (28.9%)

Total 51 (100%) 115 (100%) 166 (100%)

Faktor-Faktor Gizi Sensitif Stunting Tidak Total P Value

8
Stunting
Memberikan pendidikan
pengasuhan kepada orang
Tua
Baik 120 (100%) 527 (100%) 647 (100%)
0.647
Buruk 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Total 120 (100%) 527 (100%) 647 (100%)

Memberikan PAUD

Baik 111 (96.5%) 487 (96.8%) 597 (96.8%)


0.874
Buruk 4 (3.5%) 16 (3.2%) 20 (3.2%)
Total
115 (100%) 502 (100%) 617 (100%)
Memberikan pendidikan gizi
masyarakat
Baik 70 (60.3%) 296 (58.6%) 366 (58.9%)
0.733
Buruk 46 (39.7%) 209 (41.4%) 255 (41.1%)
Total
116 (100%) 505 (100%) 621 (100%)

Memberikan edukasi
kesehatan seksual dan
reproduksi serta gizi pada
remaja
Baik 0 (0%) 4 (80%) 4 (66.7%)
0.121
Buruk 1 (100%) 1 (20%) 2 (33.3%)
Total
1 (100%) 5 (100%) 6 (100%)

Faktor-Faktor Gizi Sensitif Tidak


Stunting Total P Value
Stunting

9
Program Padat Karya Tunai

Baik 18 (29.5%) 56 (30.9%) 74 (30.6%)


0.834
Buruk 43 (70.5%) 125 (69.1%) 168 (69.4%)
Total
61 (100%) 181 (100%) 242 (100%)

baduta dengan Fortifikasi ketahanan


Berdasarkan Tabel 1 pada baduta pangan buruk berstatus gizi stunting
dengan akses terhadap sanitasi baik sebanyak 56 (47,9%). Sedangkan pada
berstatus gizi stunting sebanyak 60 baduta dengan Fortifikasi ketahanan
(51,3%) dan baduta dengan akses pangan baik berstatus gizi tidak
terhadap sanitasi buruk berstatus gizi stunting sebanyak 355 (69,1%) dan
stunting sebanyak 57 (48,7%). baduta dengan fortifikasi ketahanan
Sedangkan pada baduta dengan akses bahan pangan buruk berstatus gizi
terhadap sanitasi baik berstatus gizi tidak stunting sebanyak 159
tidak stunting sebanyak 280 (54,5%) (30,9%) dengan nilai p < 0,05 yaitu p
dan baduta dengan akses terhadap value 0,000 yang berarti bahwa ada
sanitasi buruk berstatus gizi t i d a k hubungan bermakna antara baduta
stunting sebanyak 234 (45,5%) dengan fortifikasi ketahanan bahan
dengan nilai p > 0,05 yaitu p value pangan baik dan buruk dengan
0,532 yang berarti bahwa t i d a k kejadian stunting dan tidak stunting.
terdapat hubungan bermakna Sedangkan pada baduta dengan
antara baduta dengan akses terhadap akses kepada layanan kesehatan dan
sanitasi baik dan buruk dengan KB baik berstatus gizi tidak stunting
kejadian stunting dan tidak stunting. sebanyak 175 (65,5%) dan baduta
Pada baduta dengan Fortifikasi dengan akses kepada layanan
ketahanan pangan baik berstatus gizi kesehatan
stunting sebanyak 61 (52,1%) dan

10
dan KB buruk berstatus gizi t i d a k berstatus gizi stunting sebanyak 120
stunting sebanyak 92 (34,5%) dengan (100%) dan baduta dengan pendidikan
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,590 yang pola asuh orang tua yang buruk
berarti tidak terdapat berstatus gizi stunting sebanyak 0
hubungan bermakna antara baduta (0%). Sedangkan pada baduta dengan
dengan akses kepada layanan pendidikan pola asuh orang tua yang
kesehatan dan KB baik dan buruk baik berstatus gizi tidak stunting
dengan kejadian stunting dan tidak sebanyak 527 (100%) dan baduta
stunting. dengan pendidikan pola asuh orang tua
Pada baduta yang memiliki yang buruk berstatus gizi t i d a k
jaminan kesehatan nasional (JKN) stunting sebanyak 0 (0%) dengan nilai
berstatus gizi stunting sebanyak 36 p > 0,05 yaitu p value 0,647 yang
(70,6%) dan baduta yang tidak berarti tidak terdapat hubungan
memiliki JKN berstatus gizi stunting yang bermakna antara baduta
sebanyak 15 (29,4%). Sedangkan pada dengan Pendidikan pola asuh orang tua
baduta yang memiliki JKN berstatus yang baik dan buruk dengan kejadian
gizi tidak stunting sebanyak 82 stunting dan tidak stunting.
(71,3%) dan baduta yang tidak Pada baduta yang mendapatkan
memiliki JKN berstatus gizi t i d a k PAUD Universal yang baik berstatus
stunting sebanyak 33 (28,7%) dengan gizi stunting sebanyak 111 (96,5%)
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,925 yang dan baduta yang mendapatkan PAUD
berarti tidak terdapat hubungan Universal yang buruk berstatus gizi
bermakna antara baduta yang stunting sebanyak 4 (3,5%).
memiliki JKN dan tidak memiliki Sedangkan pada baduta yang
JKN dengan kejadian stunting dan mendapatkan PAUD Universal yang
tidak stunting. baik berstatus gizi tidak stunting
Pada baduta dengan Pendidikan sebanyak 487 (96,8%) dan baduta
pola asuh orang tua yang baik yang mendapatkan PAUD Universal

11
yang buruk berstatus gizi t i d a k Pada baduta yang mendapatkan
stunting sebanyak 16 (3,2%) dengan edukasi kesehatan dan reproduksi serta
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,874 yang gizi pada remaja yang baik berstatus
berarti bahwa tidak terdapat gizi stunting sebanyak 0 (0%) dan
hubungan bermakna antara baduta baduta yang mendapatkan edukasi
yang mendapatkan PAUD Universal kesehatan dan reproduksi serta gizi
yang baik dan buruk dengan kejadian pada remaja yang buruk berstatus
stunting dan tidak stunting. gizi stunting sebanyak 1 (100%).
Pada baduta dengan ibu yang Sedangkan pada baduta yang
mendapat pendidikan gizi masyarakat mendapatkan edukasi kesehatan dan
berstatus gizi stunting sebanyak 70 reproduksi serta gizi pada remaja
(60,3%) dan baduta dengan ibu yang yang baik berstatus gizi tidak
mendapat pendidikan gizi masyarakat stunting sebanyak 4 (80%) dan baduta
buruk berstatus gizi stunting yang mendapatkan edukasi kesehatan
sebanyak 46 (39,7%). Sedangkan pada dan reproduksi serta gizi pada remaja
baduta dengan ibu yang mendapat yang buruk berstatus gizi t i d a k
pendidikan gizi masyarakat baik stunting sebanyak 1 (20%) dengan
berstatus gizi tidak stunting sebanyak nilai p > 0,05 yaitu p value 0,121 yang
296 (58,6%) dan baduta dengan ibu berarti bahwa tidak terdapat
yang mendapat pendidikan gizi hubungan bermakna antara baduta
masyarakat buruk berstatus gizi yang mendapatkan edukasi kesehatan
tidak stunting sebanyak 208 dan reproduksi serta gizi pada remaja
(41,4%) dengan nilai p > 0,05 yaitu p yang baik dan buruk dengan kejadian
value 0,733 yang berarti bahwa tidak stunting dan tidak stunting.
terdapat hubungan bermakna antara Pada baduta dengan program
baduta dengan ibu yang mendapat padat karya tunai yang baik berstatus
pendidikan gizi masyarakat baik dan gizi stunting sebanyak 18 (29,5%) dan
buruk dengan kejadian stunting dan baduta dengan program padat karya
tidak stunting. tunai yang buruk berstatus gizi

12
stunting sebanyak 43 (70,5%). baduta dengan akses terhadap sanitasi
Sedangkan pada baduta dengan buruk berstatus gizi stunting
program padat karya tunai yang baik sebanyak 57 (48,7%). Sedangkan pada
berstatus gizi tidak stunting sebanyak baduta dengan akses terhadap sanitasi
56 (30,9%) dan baduta dengan baik berstatus gizi tidak stunting
program padat karya tunai yang buruk sebanyak 280 (54,5%) dan baduta
berstatus gizi tidak stunting dengan akses terhadap sanitasi buruk
sebanyak 125 (69,1%) dengan nilai p > berstatus gizi tidak stunting
0,05 yaitu p value 0,834 yang berarti sebanyak 234 (45,5%) dengan nilai p >
bahwa tidak terdapat 0,05 yaitu p value 0,532 yang berarti
hubungan bermakna antara baduta bahwa tidak terdapat
dengan program padat karya tunai hubungan bermakna antara baduta
yang baik dan buruk dengan kejadian dengan akses terhadap sanitasi baik
stunting dan tidak stunting. dan buruk dengan kejadian stunting
dan tidak stunting.
PEMBAHASAN Hal ini bertolak belakang dengan
Pada penelitian ini, total penelitian yang dilakukan oleh
sampel adalah sebanyak 647 baduta. Uliyanti, et al (2017) menjelaskan
Pada diagram 1 diperlihatkan baduta bahwa PHBS secara tidak langsung
dengan status gizi stunting sebesar mempengaruhi kejadian stunting
18,54%. Presentase tersebut lebih melalui variabel riwayat penyakit
rendah dibandingkan prevalensi infeksi yaitu dengan nilai koefisien
kejadian stunting nasional berdasarkan 0,056 dengan besar pengaruh 0,31%.
data RISKESDAS 2013 yaitu sebesar Didukung oleh penelitian Nadiyah et
37,2%. al (2014) yaitu terdapat hubungan
yang signifikan antara sanitasi kurang
Pada baduta dengan akses
baik dengan stunting (p<0.005), dan
terhadap sanitasi baik berstatus gizi
menjadi salah satu faktor risiko
stunting sebanyak 60 (51,3%) dan
stunting.

13
Sedangkan, penelitian Sinatrya tinggi badan anak 0.9 cm saat usia 24
et al (2019) yaitu kebiasaan cuci bulan. Pada anak dengan kondisi air
tangan (p<0,001; OR=0,12) adalah dan sanitasi kurang baik 54% lebih
faktor risiko dari stunting pada balita sering mengalami diare daripada anak
dengan besar risiko 0,12 kali lebih yang kondisi air dan sanitasinya paling
tinggi bagi ibu yang memiliki baik.
kebiasaan cuci tangan kurang baik,
Ketika anak-anak mulai
tetapi sumber air minum (p=0,415),
merangkak, berjalan, mencari tahu dan
kualitas fisik air minum (p=0,58),
meletakkan objek di mulut mereka
kepemilikan jamban (p=0,22) bukan
akan sering terkontaminasi kuman,
merupakan faktor risiko dari stunting.
yang meningkatkan risiko bakteri feces
Berdasarkan faktor WASH (water,
pencernaan dari sumber manusia dan
sanitation and hygiene) tidak terdapat
binatang. Hal ini menyebabkan diare
hubungan antara sumber air minum,
dan kecacingan yang berulang, yang
kualitas fisik air minum, dan
pada gilirannya dapat menurunkan
kepemilikan jamban dengan kejadian
status gizi anak (Prendergast et al,
stunting diwilayah kerja Puskesmas
2014). Penelitian menunjukkan bahwa
Kotakulon Kabupaten Bondowoso,
penyebab kunci kekurangan gizi pada
namun ada hubungan yang bermakna
anak merupakan sebuah gangguan sub-
antara kebiasaan cuci tangan dengan
klinis pada usus kecil yang diketahui
kejadian stunting. Cuci tangan yang
sebagai tropical enteropathy, yang
kurang baik pada ibu memiliki risiko
disebabkan oleh bakteri feces yang
stunting pada balitanya sebesar 0,12
tercerna dalam jumlah yang besar oleh
kali lebih tinggi.
anak yang tinggal atau terpapar dengan
Checkley et al. (2004) lingkungan dan hygiene yang buruk
menemukan bahwa kurangnya system (Humphrey J, 2009).
pembuangan air limbah/kotoran yang
Pada baduta dengan Fortifikasi
cukup berhubungan dengan defisitnya

14
ketahanan pangan baik berstatus gizi pada baduta usia 6-23 bulan (p=0,04,
stunting sebanyak 61 (52,1%) dan 95% CI:1,04-7,00).
baduta dengan Fortifikasi ketahanan
Pada baduta dikatakan memiliki
pangan buruk berstatus gizi stunting
akses kurang terhadap pangan jika
sebanyak 56 (47,9%). Sedangkan pada
kualitas dan kuantitas komposisi menu
baduta dengan fortifikasi ketahanan
hariannya kurang lengkap serta
pangan baik berstatus gizi tidak
frekuensi lauk nabati yang lebih
stunting sebanyak 355 (69,1%) dan
dominan (Adriani et al, 2012). Seperti
baduta dengan fortifikasi ketahanan
yang dikatakan Tessema, et al (2013),
bahan pangan buruk berstatus gizi
yaitu kerawanan pangan rumah tangga,
tidak stunting sebanyak 159
komposisi menu yang tidak bergizi,
(30,9%) dengan nilai p < 0,05 yaitu p
tidak berimbang dan tidak bervariasi
value 0,000 yang berarti bahwa ada
baik secara kualitas dan kuantitas
hubungan bermakna antara baduta
dapat menyebabkan keterlambatan
dengan fortifikasi ketahanan bahan
pertumbuhan dan kekurangan gizi
pangan baik dan buruk dengan
pada balita
kejadian stunting dan tidak stunting.

Pada baduta dengan akses


Penelitian ini serupa dengan
kepada layanan kesehatan dan KB
Masrin, et al (2014) yaitu hasil
baik berstatus gizi stunting sebanyak
penelitian membuktikan bahwa
46 (62,2%) dan baduta dengan akses
ketahanan pangan rumah tangga
kepada layanan kesehatan dan KB
sebagai faktor risiko yang signifikan
buruk berstatus gizi stunting
terhadap kejadian stunting pada baduta
sebanyak 28 (37,8%). Sedangkan pada
usia 6-23 bulan. Sedangkan, hasil
baduta dengan akses kepada layanan
analisis menggunakan uji chi-square
kesehatan dan KB baik berstatus gizi
menunjukkan ketahanan pangan rumah
tidak stunting sebanyak 175 (65,5%)
tangga memiliki hubungan yang
dan baduta dengan akses kepada
signifikan dengan kejadian stunting

15
layanan kesehatan dan KB buruk tetapi juga memerlukan upayaupaya
berstatus gizi tidak stunting lain seperti perbaikan keadaan sosial
sebanyak 92 (34,5%) dengan nilai p > ekonomi, perbaikan perilaku
0,05 yaitu p value 0,590 yang berarti (peningkatan pengetahuan, sikap dan
tidak terdapat hubungan tindakan) dan meningkatkan perilaku
bermakna antara baduta dengan hidup bersih dan sehat, perbaikan
akses kepada layanan kesehatan dan kesehatan lingkungan yang
KB baik dan buruk dengan kejadian memerlukan kerja sama lintas program
stunting dan tidak stunting. dan listas sektor. Akses ke pelayanan
kesehatan merupakan salah satu faktor
Hasil di atas, tidak sesuai dengan
yang menentukan tingkat partisipasi
penelitian yang dilakukan oleh Sartika
masyarakat ke pelayanan kesehatan.
2007, yang menemukan hubungan
Perilaku masyarakat sehubungan
antara akses mendapatkan pelayanan
dengan pelayanan kesehatan di mana
kesehatan dengan angka kejadian
masyarakat yang menderita sakit tidak
stunting (p<0.05). Hasil analisis
akan bertindak terhadap dirinya karena
bivariat menunjukkan proporsi
merasa dirinya tidak sakit dan masih
kejadian malnutrisi (BB/U, TB/U, dan
bisa melakukan aktivitas sehari-hari
BB/TB) pada balita lebih tinggi terjadi
dan beranggapan bahwa gejala
pada balita dengan jarak rumah >300
penyakitnya akan hilang walaupun
meter, waktu tempuh >7 menit dan
tidak di obati. Berbagai alasan
tidak mempunyai alat transportasi ke
dikemukakan mengapa masyarakat
pelayanan kesehatan.
tidak mau memanfaatkan fasilitas
Sedangkan, untuk penanganan pelayanan kesehatan seperti jarak
masalah stunting tidak cukup dengan fasilitas kesehatan yang jauh, sikap
hanya melalui upaya perbaikan gizi petugas yang kurang simpati dan biaya
dan kesehatan ibu hamil dan perbaikan pengobatan yang mahal.
gizi balita selama masa kritis tumbuh
kembang pada dua tahun kehidupan, Pada baduta yang memiliki

16
jaminan kesehatan nasional (JKN) dibandingkan dengan anak yang lahir
berstatus gizi stunting sebanyak 36 dari keluarga pesertajaminan
(70,6%) dan baduta yang tidak kesehatan selain ASKESKIN.
memiliki JKN berstatus gizi stunting
Pada baduta dengan ibu yang
sebanyak 15 (29,4%). Sedangkan pada
mendapat pendidikan gizi masyarakat
baduta yang memiliki JKN berstatus
berstatus gizi stunting sebanyak 70
gizi tidak stunting sebanyak 82
(60,3%) dan baduta dengan ibu yang
(71,3%) dan baduta yang tidak
mendapat pendidikan gizi masyarakat
memiliki JKN berstatus gizi t i d a k
buruk berstatus gizi stunting
stunting sebanyak 33 (28,7%) dengan
sebanyak 46 (39,7%). Sedangkan pada
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,925 yang
baduta dengan ibu yang mendapat
berarti tidak terdapat hubungan
pendidikan gizi masyarakat baik
bermakna antara baduta yang
berstatus gizi tidak stunting sebanyak
memiliki JKN dan tidak memiliki
296 (58,6%) dan baduta dengan ibu
JKN dengan kejadian stunting dan
yang mendapat pendidikan gizi
tidak stunting.
masyarakat buruk berstatus gizi
Hasil di atas, tidak sesuai dengan
tidak stunting sebanyak 208
penelitian yang dilakukan oleh Demsa
(41,4%) dengan nilai p > 0,05 yaitu p
S (2014) yaitu kepemilikan jaminan
value 0,733 yang berarti bahwa tidak
kesehatan berdampak pada riwayat
terdapat hubungan bermakna antara
lahir dan kejadian stunting. Penelitian
baduta dengan ibu yang mendapat
ini menemukan bahwa anak yang lahir
pendidikan gizi masyarakat baik dan
dari keluarga peserta jaminan
buruk dengan kejadian stunting dan
kesehatan Non-ASKESKIN sebagai
tidak stunting.
faktor protektif terjadinya stunting
(OR;95% CI =0,78; 0,62- 0,98). Hasil ini didukung oleh
Artinya anak yang lahir dari keluarga penelitian yang dilakukan oleh
yang tidak memiliki jaminan kesehatan Oktaviana H (2016) menjelaskan
berisiko 1,3 kali akan menjadi stunting

17
bahwa balita stunted yang ibunya keluarga mengikuti perilaku gizi yang
berpengetahuan gizi kurang memiliki diterapkan oleh ibu terutama dalam
kecenderungan sama dengan balita konsumsi makanan dan pengasuhan
stunted yang ibunya berpengetahuan anak (Sediaoetama, 2008).
baik. Hasil analisa statistik didapatkan Ketidaktahuan mengenai informasi
nilai ρ sebesar 0,238 (>0,05) sehingga tentang gizi dapat menyebabkan
dapat disimpulkan tidak ada hubungan kurangnya mutu atau kualitas gizi
antara kejadian stunted balita dengan makanan keluarga khususnya makanan
pengetahuan gizi ibu. yang dikonsumsi balita (Sjahmien,
2003).
Hasil tersebut tidak serupa
dengan, penelitian yang dilakukan oleh Pada baduta dengan Pendidikan
Ni’mah, et al. (2015) mengenai faktor pola asuh orang tua yang baik
yang berhubungan dengan kejadian berstatus gizi stunting sebanyak 120
pada stunting balita menunjukkan (100%) dan baduta dengan pendidikan
bahwa pengetahuan gizi ibu pola asuh orang tua yang buruk
merupakan faktor yang berhubungan berstatus gizi stunting sebanyak 0
dengan kejadian stunting pada balita (0%). Sedangkan pada baduta dengan
(p=0,015) dengan OR sebesar 3,877. pendidikan pola asuh orang tua yang
baik berstatus gizi tidak stunting
Asupan gizi balita dipengaruhi
sebanyak 527 (100%) dan baduta
oleh pengetahuan gizi ibu terutama
dengan pendidikan pola asuh orang tua
dalam hal pemilihan makanan dan
yang buruk berstatus gizi t i d a k
variasi makanan yang akan diberikan
stunting sebanyak 0 (0%) dengan nilai
kepada balitanya, karena ibu
p > 0,05 yaitu p value 0,647 yang
bertanggung jawab penuh dalam
berarti tidak terdapat hubungan
penyediaan makanan bagi keluarga
yang bermakna antara baduta
dan pola pengasuhan anak sehingga
dengan pendidikan pola asuh orang tua
masing-masing individu dalam

18
yang baik dan buruk dengan kejadian ASI yang memadai, imunisasi, terapi
stunting dan tidak stunting. rehidrasi oral dan keluarga berencana.

Hal ini sesuai dengan penelitian Berdasarkan penelitian


yang dilakukan oleh Masrul (2019), Setyaningrum dan Indrawan (2014),
dimana tidak terdapat hubungan antara ada kecenderungan bahwa anak
SDM yang sering mengasuh, SDM dengan skor kognitif yang rendah lebih
pengganti (bila ibu tidak ada) dan banyak pada ibu dengan pendidikan
keterlibatan suami dengan kejadian rendah, pengetahuan rendah, dan usia
stunting. Tetapi, diketahui terdapat yang muda (≤ 25 tahun). Penelitian
hubungan antara SDM yang Kementerian Pendidikan Nasional
menggantikan pekerjaan rumah tangga yang menunjukkan bahwa pendidikan
dengan kejadian stunting (p < 0.05). orang tua dan praktik pengasuhan di
rumah dapat menghasilkan
Terkait pendidikan pola asuh
perkembangan anak yang lebih baik.
orang tua, ibu memiliki peran penting
Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk
terkait dengan pendidikan anak.
mendidik anak mereka.
Penelitian Sereebutra, et al (2006)
menyatakan bahwa status pendidikan Berdasarkan penelitian Tentama,
ibu menjadi prediktor penting dalam et al (2018) salah satu permasalahan
pendidikan anak, termasuk pada anak stunting juga terlihat dari kebiasaan
stunting. Hal ini didukung dengan orang tua yang bekerja, seringkali
penelitian oleh Wright et al (2018) mengharuskan mereka meninggalkan
dimana ibu yang berpendidikan anaknya di rumah. Meskipun anak
cenderung menyekolahkan semua mereka masih termasuk baduta yang
anaknya sehingga memutus rantai memerlukan pemberian ASI, namun
kebodohan, serta akan lebih baik tanggungan pekerjaan tidak bisa
dalam menggunakan strategi demi ditinggalkan. Hal ini menyebabkan
kelangsungan hidup anaknya, seperti kurang dalam mendapatkan asupan
gizinya, terutama ASI dan MP-ASI.

19
Sumber daya manusia yang kognitif adalah keikutsertaan dengan
menggantikan bila ibu tidak ada, yaitu PAUD. Namun, untuk mencapai
nenek/kakek dari anak stunting, suami, perkembangan kognitif yang baik
adik / kakak dari ibu, diikuti dengan perlu didukung dengan zat gizi yang
anak ibu yang berusia >15 tahun dan cukup sesuai dengan kebutuhan selain
anak yang belum dewasa. stimulus yang diterima.
Pada baduta yang mendapatkan
Stimulasi pada masa kanak-
PAUD Universal yang baik berstatus
kanak diperlukan untuk pembentukan
gizi stunting sebanyak 111 (96,5%)
dan fungsi sinap dan menentukan
dan baduta yang mendapatkan PAUD
kemampuan literasi, perilaku dan
Universal yang buruk berstatus gizi
kesehatan termasuk pula kognitif.
stunting sebanyak 4 (3,5%).
Anak yang mendapatkan stimulasi
Sedangkan pada baduta yang
terarah lebih cepat berkembang
mendapatkan PAUD Universal yang
dibandingkan dengan anak yang
baik berstatus gizi tidak stunting
kurang stimulasi atau bahkan tidak
sebanyak 487 (96,8%) dan baduta
mendapat stimulasi. Berbagai stimulasi
yang mendapatkan PAUD Universal
melalui pancaindera, seperti
yang buruk berstatus gizi t i d a k
mendengar, melihat, merasa, mencium
stunting sebanyak 16 (3,2%) dengan
dan meraba, yang diberikan selama
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,874 yang
awal kehidupan mempunyai pengaruh
berarti bahwa tidak terdapat
yang besar pada pertumbuhan dan
hubungan bermakna antara baduta
maturasi otak. Stimulasi-stimulasi
yang mendapatkan PAUD Universal
tersebut dapat diterima anak di PAUD.
yang baik dan buruk dengan kejadian
stunting dan tidak stunting. Pada baduta yang mendapatkan

Berdasarkan penelitian edukasi kesehatan dan reproduksi serta

Setyaningrum dan Indrawan (2014), gizi pada remaja yang baik berstatus

terdapat faktor dominan yang gizi stunting sebanyak 0 (0%) dan

berhubungan dengan perkembangan baduta yang mendapatkan edukasi

20
kesehatan dan reproduksi serta gizi anak balita 56,7% yang mengalami
pada remaja yang buruk berstatus stunting dengan tinggi badan pendek
gizi stunting sebanyak 1 (100%). dan 16,7% yang sangat pendek.
Sedangkan pada baduta yang Terdapat remaja yang menikah di usia
mendapatkan edukasi kesehatan dan 14- 16 tahun telah memiliki anak balita
reproduksi serta gizi pada remaja 13,3% yang mengalami stunting
yang baik berstatus gizi tidak dengan tinggi badan pendek dan
stunting sebanyak 4 (80%) dan baduta 13,3% yang sangat pendek dan
yang mendapatkan edukasi kesehatan berdasarkan hasil penelitian
dan reproduksi serta gizi pada remaja menunjukan bahwa tidak terdapat
yang buruk berstatus gizi t i d a k hubungan usia menikah remaja dengan
stunting sebanyak 1 (20%) dengan kategori stunting.
nilai p > 0,05 yaitu p value 0,121 yang Hal ini sejalan dengan penelitian
berarti bahwa tidak terdapat yang dilakukan oleh Khusna dan
hubungan bermakna antara baduta Nuryanto (2017), penelitan tersebut
yang mendapatkan edukasi kesehatan menunjukan bahwa tidak ada
dan reproduksi serta gizi pada remaja hubungan yang signifikan usia ibu
yang baik dan buruk dengan kejadian menikah dini dengan status gizi batita
stunting dan tidak stunting. dengan kesimpulan terdapat
Hasil ini sesuai dengan kecenderungan semakin dini usia ibu
penelitian yang dilakukan oleh menikah, semakin meningkat
Khairunnisa (2020), menjelaskan persentase anak pendek dan gizi
bahwa edukasi kesehatan dan kurang, tetapi secara statistik tidak ada
reproduksi serta gizi pada remaja hubungan antara usia ibu menikah dini
tidak mempengaruhi kejadian dengan status gizi batita di Kabupaten
stunting melalui variabel usia menikah Temanggung.
ibu yang memiliki anak stunting yaitu Ibu yang hamil di usia remaja
menunjukan bahwa remaja yang masih dalam masa pertumbuhan
menikah di usia 17-19 tahun memiliki sehingga dapat terjadi perebutan

21
asupan gizi antara janin dan ibu itu hubungan bermakna antara baduta
sendiri. Perebutan asupan gizi tersebut dengan program padat karya tunai
akan semakin parah jika asupan gizi yang baik dan buruk dengan kejadian
ibu tidak kuat sehingga janin akan stunting dan tidak stunting.
mengalami terlambatnya Sesuai dengan program
perkembangan tubuh. Kejadian pemerintah menargetkan akan
tersebut akan mengingkatkan resiko menurunkan angka gizi buruk
janin lahir dengan berat badan lahir (stunting) menjadi 10 persen untuk
rendah, hal tersebut menjadi faktor tiga tahun ke depan. Target tersebut
terjadinya stunting pada balita. akan direalisasikan melalui program
Kehamilan di usia awal remaja, ketika Padat Karya Tunai yang bertujuan
ibu juga masih tumbuh akan untuk memberikan tambahan upah
meningkatkan resiko bayi yang kepada warga desa, sehingga daya beli
dilahirkan akan menjadi stunting. dan kesejahteraan bisa meningkat.
Pada baduta dengan program Harapannya, asupan gizi dapat
padat karya tunai yang baik berstatus terpenuhi sehingga dapat menekan
gizi stunting sebanyak 18 (29,5%) dan angka stunting (Menko PMK, 2018).
baduta dengan program padat karya Hal ini dicetuskan dikarenakan
tunai yang buruk berstatus gizi status ekonomi yang rendah dianggap
stunting sebanyak 43 (70,5%). memiliki dampak yang signifikan
Sedangkan pada baduta dengan terhadap kemungkinan anak menjadi
program padat karya tunai yang baik kurus dan pendek (UNICEF, 2013).
berstatus gizi tidak stunting sebanyak Menurut Bishwakarma (2011),
56 (30,9%) dan baduta dengan keluarga dengan status ekonomi baik
program padat karya tunai yang buruk akan dapat memeroleh pelayanan
berstatus gizi tidak stunting umum yang lebih baik seperti
sebanyak 125 (69,1%) dengan nilai p > pendidikan, pelayanan kesehatan,
0,05 yaitu p value 0,834 yang berarti akses jalan, dan lainnya sehingga dapat
bahwa tidak terdapat memengaruhi status gizi anak. Selain

22
itu, daya beli keluarga akan semakin Hasil penelitian dapat dijadikan
meningkat sehingga akses keluarga sebagai bahan pertimbangan dalam
terhadap pangan akan menjadi lebih menangani penurunan kejadian angka
baik stunting pada baduta khususnya di
bidang gizi sensitif, sehingga dapat
bekerja sama dengan pihak terkait.
Kepada peneliti selanjutnya terkait
KESIMPULAN
adanya kekurangan seperti masih
Pada penelitian ini ditemukan
banyak responden yang tidak mengisi
sebuah faktor intervensi gizi sensitif
kuesioner dengan sempurna guna
yang memiliki hubungan terhadap
untuk mendapatkan hasil yang lebih
stunting pada baduta yaitu dilakukan
akurat .
fortifikasi ketahanan bahan pangan.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak
UCAPAN TERIMAKASIH
memiliki hubungan bermakna dengan
Penelitian ini tidak lepas dari
kejadian stunting pada baduta adalah
bantuan banyak pihak yang terlibat
ketersediaan akses terhadap sanitasi,
dalam pelaksanannya. Peneliti
ketersediaan Jaminan Kesehatan
mengucapkan terimakasih kepada
Nasional, diberikan pendidikan
masing-masing pihak yang turut
pengasuhan kepada orang tua,
membantu penelitian ini, di antaranya
diberikan pendidikan gizi masyarakat,
Kepala Puskesmas di Kabupaten
tersedianya akses kepada layanan
Pandeglang, dan bagian Ilmu
kesehatan dan KB, diberikan PAUD
Kesehatan Masyarakat Fakultas
universal, dan diberikan edukasi
Kedokteran Universitas Yarsi.
kesehatan seksual dan reproduksi serta
gizi pada remaja dan program padat
DAFTAR PUSTAKA
karya tunai.
Adriani M, Wirjatmadi B.2012.
Pengantar gizi masyarakat. Jakarta:
SARAN
Kencana Prenada Media Group.

23
Atmarita. 2012. Masalah Anak Humphrey J. 2009. Child
Pendek di Indonesia dan Implikasinya Undernutrition, Tropical Enteropathy,
terhadap Kemajuan Negara. Jurnal Toilets, and Handwashing. Lancet
Gizi Indonesia, Vol. 35 No. 2, 2012. 374:1032–1035.
BALITBANGKES. 2015. Khairunnisa, Yuniarti K. 2020.
Stunting di Indonesia, masalah dan Hubungan Usia Menikah Remaja
solusinya. Jakarta dengan Kategori Stunting. Jurnal Darul
Bishwakarma, R. 2011. Spatial Azhar Vol 9, No.1 Februari 2020 –
Inequality in Children Nutrition in Juli 2020 : 40 - 48
Nepal: Implications of Regional Masrin, et al. 2014. Ketahanan
Context and Individual/Household pangan rumah tangga berhubungan
Composition. (Disertasi, University of dengan stunting pada anak usia 6-23
Maryland, College Park, United bulan. Jurnal Gizi dan Dietetik
States). Diakses darihttp:// Indonesia, 2:3(103-115)
hdl.handle.net/1903/11683
Masrul. 2019. Gambaran Pola
Asuh Psikososial Anak Stunting dan
Checkley W, Gilman RH,
Anak Normal di Wilayah Lokus
Black RE, Epstein LD, Ca- , Gilman
Stunting Kabupaten Pasaman dan
RH, Black RE, Epstein LD, Cabrera L,
Pasaman Barat Sumatera Barat.
Sterling CR, & Moulton LH. 2004. Ef-
Padang: Universitas Andalas. Diakses
2004. Effect of water and sanitation on
di
childhood health in a poor Peruvian
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/j
Peri-urban Community. Lancet, 363,
ka/article/view/978 pada tanggal 07
112—18
Februari 2020
Dewey K & Begum K. 2001.
Why Stunting Matters. Alive and Menko PMK, 2018. Persiapan
Thrive Technical Brief, Issue 2, Pelaksanaan Program Padata Tunai.
September 2010. Diakses
https://www.kemenkopmk.go.id/artike

24
l/pemerintah-siap-laksanakan- rnqwr330/uji-coba-di-pandeglang-
program-padat-karya-tunai-di- mampu-turunkan-emstuntingem.
desacash-work pada tanggal 7 Febuari Diakses pada tanggal 6 Febuari 2020
2020 Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2007.
Nadiyah et al. 2014. Faktor Analisis Pemanfaatan Program
Risiko Stunting pada Anak Usia 0-23 Pelayanan Kesehatan Status Gizi
bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Balita. Diakses di
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan https://media.neliti.com/media/publicat
Pangan Vol 9(2): 125-132 ions/39735-ID-analisis-pemanfaatan-
Ni’mah K, et al. 2015. Faktor program-pelayanan-kesehatan-status-
yang Berhubungan dengan Kejadian gizi-balita.pdf pada 06 februari 2020
Stunting pada Balita. Jurnal Media
Sediaoetama, A.D,. 2008. Ilmu
Gizi Indonesia 10(1): 13-19
Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi.
Oktaviana H. 2016. Hubungan
Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
pengetahuan gizi dan perilaku hygiene
Septamarini RG, et al. 2019.
sanitasi terhadap kejadian Stunted pada
Hubungan Pengetahuan dan Sikap
balita usia 7-24 bulan di Desa
Responsive Feeding dengan Kejadian
Hargorejo Kulon Progo. Diakses
Stunting pada Baduta Usia 6-24 bulan
http://eprints.ums.ac.id/42641/30/Nask
di Wilayah Kerja Puskesmas
ah%20Publikasi.pdf pada 7 Februari
Bandarharjo, Semarang. Journal of
2020.
Nutrition College 8(1): 9-20
Prendergast AJ, Humphrey JH,
Sereebutra, P et al. 2006.
2014, The Stunting Syndrome in
Sociodemographic and Enviromental
Developing Countries, Paediatrics and
Predictors of Childhood Stunting in
International Child Health. 2014;
Rural Guatemala. Nutririon Research.
34(4): 250-265.
Ramadhan, 2019. stunting di Setyaningrum S.R, Indrawan,

Pandeglang. Y.M. 2014. Pembelajaran di

https://nasional.republika.co.id/berita/p Pendidikan Anak Usia Dini dengan

25
Perkembangan Kognitif pada Anak. Universitas Ahmad Dahlan . Diakses
Universitas Indonesia: Departemen di
Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas https://www.researchgate.net/publicati
Kesehatan Masyarakat on/330903640_penguatan_keluarga_se
Simbolon D. 2014. Pengaruh bagai_upaya_menekan_angka_stuntin
kepemilikan jaminan kesehatan g_dalam_program_kependudukan_kel
masyarakat miskin terhadap status uarga_berencana_dan_pembangunan_
kelahiran dan kejadian stunting pada keluarga_kkbpk pada tanggal 07
baduta Indonesia (Analisis data IFLS Februari 2020
1993-2007). Jurnal Kebijakan
Tessema, Belachew, Ersino.
Kesehatan Indonesia 3:2 (66-65)
Feeding patterns and stunting during
Sinatrya, A, Muniroh L. 2019. early childhood in rural communities
Hubungan Faktor Water, Sanitation, of Sidama South Ethiopia. Pan Afr
and Hygiene (WASH) dengan Stunting Med J. 2013;14: 1-12.
di Wilayah Kerja Puskesmas The National Team For The
Kotakulon, Kabupaten Bondowoso. Acceleration of Poverty Reduction.
Diakses di https://e- 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas
journal.unair.ac.id/AMNT/article/view untuk Intervensi Anak Kerdil
/13153 pada 6 Februari 2020 (Stunting) Volume 2. Jakarta: TNP2K.
Sjahmien, M. 2003. Ilmu gizi diakses di
jilid 2. Jakarta: PT Bharatara Niaga http://www.tnp2k.go.id/images/upload
Media s/downloads/Binder_Volume2-1.pdf.
Tentama F, Delfores H, et al. pada tanggal 29 Januari 2020
2018. Penguatan Keluarga Sebagai Uliyanti, et al. 2017. Faktor
Upaya Menekan Angka Stunting yang Berhubungan dengan Kejadian
Dalam Program Kependudukan, Stunting pada Balita Usia 2-4
Keluarga Berencana Dan UNICEF. 2013. Improving
Pembangunan Keluarga. Yogyakarta: child nutrition, the achievable

26
imperative for global progress. New
York: United Nations Children’s Fund.
World Health Oirganization.
2005. WHO Child Gold Standards.
WHO. Geneva.
World Health Organization.
2014. Comprehensive implementation
plan on maternal, infant and young
child nutrition. Geneva.
Wright, K et al. 2018.
Nutritional Status of Children In A
Well-Child Clinic In Lagos. Nigeria:
African Journal of Food, Agriculture

Yusuf. 2019. Penderita


Stunting di Pandeglang capai 415
Kasus. di akses
http://centralnews.co.id/2019/02/14/pe
nderita-stunting-di-pandeglang-capai-
415-kasus/ pada tanggal 29 Januari 20

27
28

Anda mungkin juga menyukai