LAPORAN KASUS
STROKE INFARK
Trigeminal Neuralgia
DISUSUN OLEH:
Doni Kadafi
71200891042
DISUSUN OLEH :
DOKTER PEMBIMBING
dr. Goldfried
Gabriella Maria P. Sianturi, Sp.S
C. Sipahutar
218210067
DOKTER PEMBIMBING
SMF ILMU PENYAKIT NEUROLOGI
dr. Anyta Prisca D,M.Ked,Neu,Sp.S
RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Dokter Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Refarat” ini guna memenuhi
persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Neurologi
RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjudul “Trigeminal Neuralgia”.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5
2.1 Anatomi.................................................................................................7
2.2 Definisi..................................................................................................8
2.3 Epidemiologi..........................................................................................9
2.4 Etiologi.................................................................................................10
2.5 Klasifikasi…………………………………………………………………...10
2.5 Patofisiologi.........................................................................................11
2.8 Pentalaksanaan....................................................................................20
2.9 Prognosis.............................................................................................33
3.1 Kesimpulan...........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34
iv
BAB I
Pendahuluan
5
pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. Gejala dan tanda dari neuralgia
trigeminal adalah rasa nyeri berat paroksismal tajam, yang terbatas di daerah
dermatom nervus trigeminus dan berlangsung selama beberapa detik sampai
beberapa menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
bebas nyeri dan umumnya unilateral. Penegakkan diagnosis neuralgia trigeminal
dapat dilakukan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis, serta pemeriksaan penunjang. Neuralgia trigeminal perlu dibedakan
dengan nyeri wajah lainnya. Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk
membedakan neuralgia trigeminal yang klasik atau simptomatik. Terapi pada
pasien ini ada 2 macam, yaitu medikamentosa dan pembedahan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial
merupakan saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena
terdiri dari komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang
disebut portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut
portio minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral
bagian tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior
melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen
sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion
gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima.
7
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta
wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus
adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan.
Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis
ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.
2.2 Definisi
menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens,
nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu
dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti
unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih
trigeminal neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat
seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri
8
biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok
gigi, berbicara.
2.3 Epidemiologi
wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria
sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia,
dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun
kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder.
Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia
trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan
Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita
baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin
meningkat.
9
2.4 Etiologi
oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus
trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah
faktor yang tidak diketahui. Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus
ketika masuk ke batang otak yang paling sering terjadi, sedangkan di atas bagian
2.5 Klasifikasi
10
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena
dibanding laki-laki.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
2.6 Patofisiologi
jelas dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan
fungsional karena tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus
pasien secara histologi dan menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara
morfologi yang mirim dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan
sklerosis perineural dan endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat
diterima dari gangguan mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang
diajukan oleh Dott pada tahun 1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal
11
dimulai dari interkoneksi akson demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls
ektopik yang spontan. Kemudian ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan
morfologi nervus di perifer tetapi juga terjadi perubahan di struktur sentral dari
dimulai dari thalamus, nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada
korteks serebri. Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan
dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi
impuls eferen ke perifer. Meskipun masih terdapat dua pertanyaan utama yang
belum terjawab.
penyakit, progresifitas distropi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus
tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa
reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi
sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain
sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai
ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast.
12
Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga
mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,
konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan
tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh
karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami inflamasi
trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas struktur saraf
fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa nervus trigeminus
mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun lokal akan segera
terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh
kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang dapat
patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka
13
demikian, distrofi di TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia.
Tidak diragukan lagi, harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk
mekanisme patogenetik.
lain seperti ada penyakit herpes atau tidak. Berikut adalah kriteria diagnostik dari
neuralgia trigeminal:
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area
14
C. Serangan bersifat stereotipik/ pola serangan sama terus
Pemeriksaan Neurologis
• Buka mulut: melihat adanya deviasi rahang dan jika ada trismus.
dan
Reflek
• Reflek masseter: letakkan satu jari di dagu pasien dan diketuk dengan
palu reflek. Positif bila mulut tertutup akibat kontraksi m. masseter dan
m. temporalis.
15
• Reflek kornea: ada 2, reflek kornea langsung dan konsensuil. Pasien
bersin.
Nyeri Tekan
16
PEMRIKSAAN PENUNJANG
kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor
yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat
ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi
tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri
yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan
17
pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda,
terutama bila jarang – jarang ada saat – saat remisi dan terdapat gangguan
MRI tidak terdapat kelainan yang bermakna , begitu juga dengan pemeriksaan
arteriography.
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan
terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.
bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
18
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik
mungkin.
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal
Faktor yang
Diagnosis
Persebaran Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding
Memperburuk
2.9 Tatalaksana
Medikamentosa
Seperti diketahui terapi dari neuralgia trigeminal ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Penanganan lini pertama untuk neuralgia
trigeminal adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan
apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan.
Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang
makin menjadi berat dan lebih sering, penambahan dosis dan kombinasi obat-
obatan sangatlah dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau
kontrol rasa sakit yang tidak edekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang
berbeda terhadap obat-obatan dan rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam pemberian obat anti konvulsi untuk pengobatan
trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan secara bertahap, diawali dengan
dosis minimal, jika terjadi peningkatan progresivitas rasa sakit maka dosis
dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi tubuh. Pada penggunaan
dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus dilakukan secara
bertahap. Pemberian obat umumnya dimulai dengan pemberian 1 jenis. Dosisnya
ditambah sesuai dengan kebutuhan dan toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak
menunjukan efektifitasnya, obat-obatan alternatif lain dapat dicoba secara tunggal
atau kombinasi.
Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti
konvulsi seperti carbamazepine (tegretol), phenitoin (dilantin), Oxcarbazepine
(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya,
20
neuralgia trigeminal hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti
depresan atau opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan neuralgia
trigeminal dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam
brain stem.
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini
mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini terutama menyerang
mereka yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, pemilihan dan pemakaian obat
harus diperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar
penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah
kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang
menimbulkan serangan nyeri.
1. Carbamazepine
21
Carbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada
tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa.
Awalnya obat ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,
kemudian ternyata obat ini efektif juga terhadap bangkitan parsial kompleks dan
bangkitan tonik-klonik seperti epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi
penggunaan carbamazepine maka tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan
yang dapat diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita neuralgia
trigeminal mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini.
Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya
gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka
pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama
pengobatan.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental
confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea, dan anorexia. Terdapat
juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash,
gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia,
keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.
Pemberian carbamazepine dihentikan jika jumlah lekosit abnormal (rendah). Jika
efek samping yang timbul parah, dosis carbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3
per hari, sebelum mencoba menambah dosis per harinya lagi.
Carbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200 – 1600 mg, dimana
hampir 70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi
carbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis
dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat
ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode
remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.
2. Oxcarbazepine
Oxcarbazepine merupakan ketoderivat karbamasepine dimana mempunyai
efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamasepine dan dapat meredakan
22
nyeri dengan baik. Trileptal atau oxcarbazepine merupakan suatu bentuk dari
trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.
Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara bertahap
ditingkatkan untuk mengkontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 1200 mg per
hari. Efek samping yang paling sering adalah mual, dizziness, fatique dan tremor.
Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan,
pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure
lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap.
3. Phenytoin
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau
aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-
klonik. Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.
Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh phenitoin juga
terlihat pada syaraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu
misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan lebih
mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan
parsial dapat pulih secara sempurna.
Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan carbamazepine
karena dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam
plasma, sebaiknya dikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien
neuralgia trigeminal dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut di atas
dipertahankan selama 3 minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat
dihentikan karena dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan toksisitas.
Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita neuralgia
trigeminal dengan dosis 200-300 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin
dapat juga diberikan secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan
eksaserbasi yang berat. Dosis maksimum tergantung keparahan efek samping
23
yang ditimbulkannya. Efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah
nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta kebingungan.
Efek lainnya adalah hiperplasia gingival dan hypertrichosis. Komplikasi serius
tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes, kerusakan liver dan gangguan
darah.
4. Baclofen
Baclofen tidaklah seefektif carbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan, tidak dapat mentoleransi
carbamazepin, dan pada penderita multiple sclerosis. Dosis awalnya 2 sampai 3 x
5 mg dalam sehari, dan secara bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan
rasa sakit secara komplit 50-80 mg per hari. Baclofen memiliki durasi yang
pendek sehingga penderita neuralgia trigeminal yang berat membutuhkan dosis
setiap 2-4 jam.
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian Baclofen
adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baclofen tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi
atau serangan jantung.
5. Gabapentin
Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-
aminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi
saluran kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium channel.
Dosis yang dianjurkan 1800-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya
dengan carbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya
3 x 300 mg per hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan
paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua
obat, penghentian secara cepat harus dihindari.
Non Medikamentosa
24
Secara umum, bedah saraf dapat membantu penderita neuralgia trigeminal
yang memiliki nyeri yang paroksismal dan pada penderita neuralgia
trigeminalyang mengenai satu cabang atau lebih, bukan neuralgia trigeminalyang
bersifat difus. Tindakan bedah biasanya kurang efektif pada penderita neuralgia
trigeminal yang disebabkan oleh multipel sklerosis. Indikasi operasi pada
penderita neuralgia trigeminal adalah penderita neuralgia trigeminalyang tidak
dapat ditangani lagi dengan medikamentosa, dan pada mereka yang telah
melakukan prosedur operasi sebelumnya namun gagal.
Terdapat beberapa teknik operasi pada penderita neuralgia
trigeminaldewasa ini. Ablasi lokal nervus preifer dan eksisi luas dari radiks
sensorik sudah tidak diperbolehkan untuk dilakukan lagi. Beberapa teknik operasi
yang direkomendasikan kini adalah sebagai berikut:
a. Prosedur perkutaneus (Percutaneous procedures)
Tiga prosedur perkutaneus untuk neuralgia trigeminaladalah
percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG),
percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR), dan
percutaneous balloon microcompression (PBM). Pada setiap prosedur,
ahli bedah memasukkan trocar atau jarum ke bagian lateral sudut mulut,
dan dengan tuntunan fluoroskopik, menuju ke foramen ipsilateral.
Ganglion Gasserian segaris dengan lokasi tersebut.
25
ganglion. Melalui prosedur ini, kejadian nyeri yang rekuren dilaporkan
sangat rendah. PRTG, sama halnya dengan PBM, merupakan tindakan
yang relatif tidak mahal dan menggunakan teknik yang mudah diakses,
dan merupakan tindakan minimal invasif, dengan rasio rekurensi nyeri
sangat rendah, meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa
tindakan ini memiliki rekurensi yang tinggi. Selain itu, tindakan ini
dapat membuat wajah penderita menjadi mati rasa pasca dilakukannya
tindakan. Saat melakukan tindakan PRTG, pasien dapat dalam keadaan
sadar, cepat pulih, dan dapat pulang ke rumah sehari setelah operasi
dilaksanakan. Hasil akhirnya sangat tergantung pada keahlian ahli bedah.
2) Percutaneous balloon microcompression (PBM)
Dengan menggunakan teknik PBM, operator akan memasukkan sebuah
balon kateter melalui foramen ovale ke dalam ganglion kemudian
mengembangkannya selama 1-10 menit. Beberapa ahli bedah
melaporkan hasil akhir yang baik sehubungan dengan penggunaan teknk
PMB, dan dapat dibandingkan dengan PRTG.
3) Percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR)
Injeksi gliserol ke dalam ganglion Gasserian untuk merusak serabut saraf
yang menghantar nyeri telah digunakan sejak lama. Teknik ini mudah
dilakukan dan memiliki efisiensi yang tinggi, serta memiliki angka
rekurensi yang rendah. Pada teknik PRGR, seperti pada prosedur
perkutaneus lainnya, jarum spinal dimasukkan menembus wajah, masuk
ke cisterna trigeminal, di mana suatu cistenogram diperoleh dengan
menggunakan larutan kontras. Setelah menghilangkan larutan kontras,
ahli bedah akan menginjeksi gliserol anhidrat, kemudian meminta pasien
untuk duduk sekitar 2 jam sampai saraf tersebut terablasi.
b. Gamma Knife Surgery (GKS)
Stereotatic Gamma Knife Surgery (GKS) adalah salah satu teknik terbaru
dalam menangani neuralgia trigeminus. Teknik ini merupakan tindakan
yang minimal invasif dibandingkan semua teknik operasi, dan tidak
terlalu bergantung pada keahlian ahli bedah. Teknik ini lebih efektif
26
dibandingkan dengan prosedur perkutaneus, tetapi teknik ini
membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk
memperoleh kesembuhan dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar.
GKS terdiri dari beberapa sinar foton (> 200) yang terkonsenttasi tinggi
disertai dengan akurasi yang tinggi untuk memberikan dosis 70-90 Gy
pada target, yaitu radiks nervus trigeminus. Teknik ini merusak
komponen spesifik dari nervus sehingga nervus ini berhenti mengirim
sinyal nyeri ke otak. GKS dapat diindikasikan pada penderita neuralgia
trigeminalyang tidak berhasil dengan pengobatan dan prosedur yang telah
disebutkan di atas.
Gambar . Radiasi merusak nervus trigeminus (area yang berwarna) agar nervus tersebut
berhenti mengirim sinyal nyeri
27
nervus trigeminus akan mengakibatkan abnormalitas dari fungsi nervus
tersebut. Dekompresi mikrovaskular diindikasikan pada penderita
neuralgia trigeminalyang usianya lebih muda, terutama pada penderita
neuralgia trigeminalyang nyerinya terisolasi pada area oftalmika atau
pada seluruh cabang nervus trigeminus dan pada penderita dengan
neuralgia trigeminal sekunder. Kini, dekompresi mikrovaskular
merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan untuk
neuralgia trigeminus. Pada dekompresi mikrovaskular, kulit di belakang
telinga diinsisi dan dibuat kraniotomi sebesar 3 cm. Buka duramater agar
nervus trigeminus terlihat, dan indentifikasi pembuluh darah yang
menekan nervus saat pembuluh darah masuk ke pons. Teflon felt
digunakan untuk mengalasi nervus agar nervus tersebut menjauhi arteri
dan vena.
28
Gambar . Dekompresi mikrovaskular (Jannetta procedure) yang digunakan untuk menangani
neuralgia trigeminus. Arteri cerebellar anteroinferior berkontak dengan nervus trigeminus
d. Sensory Rhizotomy
Sensory Rhizotomy adalah pemotongan irreversibel dari cabang
nervus trigeminus yang memberikan koneksi pada batang otak.
Tekniknya dengan membuat lubang kecil di belakang tengkorak.
Stimulasi probe digunakan untuk mengidentifikasi cabang saraf
motorik. Cabang saraf motorik dimana berfungsi mengontrol otot
pengunyah harus dipertahankan. Cabang saraf sensorik dimana
berfungsi yang mengirimkan sinyal nyeri dari otak di potong.
Pemotongan saraf akan menyebabkan mati rasa pada bagian wajah
secara permanen sehingga harus dipertimbangkan karena adanya
nyeri kambuhan yang tidak berespon dengan pengobatan lain.
29
Gambar Selama prosedur sensory rhizotomy, cabang saraf sensory dipotong dan cabang
saraf motorik tetap dipertahankan.
2.10 Prognosis
BAB III
kesimpulan
30
sisi yang berulang karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari
tiga cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi
saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf
tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada
distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif
lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering
nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit),
dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau
sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang
(trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping
ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang.
Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
31
Gabapentin (Neurontin). Pasien Neuralgia trigeminal yang tidak cocok dengan
Daftar Pustaka
32
1. Zakrzewska JM, McMillan R. Trigeminal Neuralgia:The Diagnosis
http://www.mayfieldclinic.com/PE-TRIN.htm
53-60.
6. Yadav, Y. R., Nishtha, Y., Sonjjay, P., Vijay, P., Shailendra, R., &
neurosurgery, 12(4), 585.
33