Anda di halaman 1dari 33

REFARAT

LAPORAN KASUS
STROKE INFARK
Trigeminal Neuralgia

Refarat ini dibuat untuk melengkapi


Laporanpersyaratan
kasus ini dibuat
dalamuntuk melengkapi
menjalani kepaniteraan
persyaratan dalam menjalani kepaniteraan
klinik
klinik senior di SMF Ilmu Kesehatan Neurologi
senior di SMF Ilmu Kesehatan
RSUD Dr. Pirngadi
NeurologiMedan
RSUD Dr. Pirngadi
Medan

DISUSUN OLEH:

Doni Kadafi

71200891042
DISUSUN OLEH :

DOKTER PEMBIMBING

dr. Goldfried
Gabriella Maria P. Sianturi, Sp.S
C. Sipahutar
218210067

DOKTER PEMBIMBING
SMF ILMU PENYAKIT NEUROLOGI
dr. Anyta Prisca D,M.Ked,Neu,Sp.S
RSUD Dr. PIRNGADI

MEDAN

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Refarat” ini guna memenuhi
persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Neurologi
RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjudul “Trigeminal Neuralgia”.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada


pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr. Goldfried P. Sianturi,
Sp.S atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani KKS dan dalam
pembuatan refarat ini.

Penulis menyadari bahwa refarat ini masih banyak kekurangannya, oleh


sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
memperbaiki refarat ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga refarat ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, April 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6

2.1 Anatomi.................................................................................................7

2.2 Definisi..................................................................................................8

2.3 Epidemiologi..........................................................................................9

2.4 Etiologi.................................................................................................10

2.5 Klasifikasi…………………………………………………………………...10

2.5 Patofisiologi.........................................................................................11

2.6 Penegakan diagnosa............................................................................14

2.7 Diagnosa Banding……........................................................................18

2.8 Pentalaksanaan....................................................................................20

2.9 Prognosis.............................................................................................33

BAB III PENUTUP.......................................................................................31

3.1 Kesimpulan...........................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34

iv
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Nyeri muka atau yang lebih dikenal sebagai trigeminal neuralgia


merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut
Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf
dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan
membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya
fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu
cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik


sampai dua menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti
ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri
seperti saat terkena setrum listrik.

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi


sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian
obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan
memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya
saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia
Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga
pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.

Insiden neuralgia trigeminal terjadi berkisar 70 dari 100.000 populasi dan


paling sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia.
Insidennya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Pada usia muda
lebih banyak disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial
ditemukan pada 4% kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi

5
pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. Gejala dan tanda dari neuralgia
trigeminal adalah rasa nyeri berat paroksismal tajam, yang terbatas di daerah
dermatom nervus trigeminus dan berlangsung selama beberapa detik sampai
beberapa menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
bebas nyeri dan umumnya unilateral. Penegakkan diagnosis neuralgia trigeminal
dapat dilakukan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis, serta pemeriksaan penunjang. Neuralgia trigeminal perlu dibedakan
dengan nyeri wajah lainnya. Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk
membedakan neuralgia trigeminal yang klasik atau simptomatik. Terapi pada
pasien ini ada 2 macam, yaitu medikamentosa dan pembedahan

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal


neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. Terapi pada pasien ini ada 2 macam
yaitu medikamentosa dan pembedahan. Perawatan secara medikamentosa berupa
pemberian obat-obatan anti konvulsan dengan cara menurunkan hiperaktivitas
nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. Pengobatan efektif pada 80%
kasus. Pemberian obat dimulai dengan dosis yang paling minimal, kemudian
karena penyakit ini memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin berat dan
lebih sering maka dibutuhkan penambahan dosis dimana akan menimbulkan suatu
efek samping atau kontrol rasa sakit yang tidak adekuat. Pemberian obat-obatan
ini dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasi dengan lainnya. Jika
perawatan dengan obat-obatan sampai dosis maksimal dan dengan kombinasi
beberapa obat sudah tidak mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan
pembedahan menjadi pilihan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Anatomi Nervus trigeminus

Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial
merupakan saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena
terdiri dari komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang
disebut portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut
portio minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral
bagian tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior
melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen
sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion
gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima.

Gambar 1 anatomi nervus trigeminus

7
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta
wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus
adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan.
Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis
ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.

Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang


disebut ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang
kearah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan
terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal.
Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses
sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan
diturunkan.

2.2 Definisi

Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang

menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens,

nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu

dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti

dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.

Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the

study of Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya

unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih

cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International Headache Society

trigeminal neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat

seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri

8
biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok

gigi, berbicara.

Tabel. Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS

Definisi menurut IASP Definisi menurut HIS


Tiba-tiba, biasanya unilateral, sifat Nyeri unilateral pada wajah, nyeri
nyeri hebat, menusuk, berulang dan seperti sengatan listrik yang
berdistribusi di salah satu atau lebih berdistribusi ke salah satu atau lebih
cabang dari nervus 5. dari nervus 6.
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-
hal sepele seperti mencuci muka,
bercukur, merokok, berbicara, dan
menggosok gigi. Namun juga dapat
terjadi secara mendadak.

2.3 Epidemiologi

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah

wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria

sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia,

dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun

kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder.

Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia

trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan

etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.

Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan .

Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita

baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin

tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan

meningkat.

9
2.4 Etiologi

Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal penyebabnya idiopatik, meskipun

tidak sedikit yang berhubungan dengan kompresi pada saraf trigeminal.

Penyebab-penyebab dari terjadinya neuralgia trigeminal adalah penekanan

mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan

oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus

trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah

faktor yang tidak diketahui. Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus

ketika masuk ke batang otak yang paling sering terjadi, sedangkan di atas bagian

nervus trigeminus atau portio minor jarang terjadi.

2.5 Klasifikasi

IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal

menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus

yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat

diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.

Trigminal Neuralgia Idiopatik:

1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,

sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

10
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena

dibanding laki-laki.

Trigeminal Neuralgia Simptomatik:

1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus

atau nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul

kembali.

3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak

terbatas pada golongan usia.

2.6 Patofisiologi

Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak

jelas dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan

hipotesis yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun

perifer. Pada awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit

fungsional karena tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus

trigeminus. Sekitar 40 tahun yang lalu, Kerr mengamati spesiment rhizotomi

pasien secara histologi dan menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara

morfologi yang mirim dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan

sklerosis perineural dan endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat

diterima dari gangguan mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang

diajukan oleh Dott pada tahun 1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal

11
dimulai dari interkoneksi akson demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls

ektopik yang spontan. Kemudian ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan

morfologi nervus di perifer tetapi juga terjadi perubahan di struktur sentral dari

nervus trigeminus. Teori mekanisme sentral menyatakan, trigeminal neuralgia

dimulai dari thalamus, nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada

korteks serebri. Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan

perjalanan klinis penyakit.

Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang

melibatkan beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan

retikularis, nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti

mengindikasikan bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal

dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi

impuls eferen ke perifer. Meskipun masih terdapat dua pertanyaan utama yang

belum terjawab.

Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan

berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan

penyakit, progresifitas distropi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus

tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa

reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi

sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain

bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi. Degranulasi

sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai

ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast.

12
Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga

mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,

konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan

tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh

karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami inflamasi

pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada periode

trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas struktur saraf

fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa nervus trigeminus

adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini mungkin menjelaskan

mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun lokal akan segera

terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular pada saraf trigeminus

terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh

peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel syndrome". Ini berarti bahwa

kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang dapat

menyebabkan trigeminal neuralgia.

Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem

saraf trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan

pada formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini mampu menghambat

pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori

patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka

membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang

membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan

dalam segmental batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan

13
demikian, distrofi di TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia.

Tidak diragukan lagi, harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk

mekanisme patogenetik.

2.7 Penegakan Diagnosis

Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara

teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat.

Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri , kapan

dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek

samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit

lain seperti ada penyakit herpes atau tidak. Berikut adalah kriteria diagnostik dari

neuralgia trigeminal:

A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang

berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:

1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada

cabang mandibularis atau maksilaris.

2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa

menikam atau membakar.

3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.

4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti

makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area

picu dapat ipsilateral atau kontralateral.

5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

14
C. Serangan bersifat stereotipik/ pola serangan sama terus

D. Tidak ada kelainan neurologis.

E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan. Neuralgia trigeminal

hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria A,B dan C

 Pemeriksaan Neurologis

 Sensorik dari N.V

Pemeriksaan sensibilitas pada daerah dermatom N.V, yakni daerah V1

oftalmikus, V2 maksilaris, dan V3 mandibularis.

 Motorik dari N.V

Ada beberapa permeriksaan, yaitu:

• Merapatkan gigi: raba m. masseter dan m. temporalis, bandingkan

kiri dan kanan.

• Buka mulut: melihat adanya deviasi rahang dan jika ada trismus.

• Menggerakan rahang ke kiri-kanan melawan tahanan pemeriksa

dan

menonjolkan rahang(cameh): untuk mengetahui sisi yang paresis.

• Menggigit tongue spatula dengan geraham: membandingkan

kedalaman bekas gigitan kiri-kanan.

 Reflek

• Reflek masseter: letakkan satu jari di dagu pasien dan diketuk dengan

palu reflek. Positif bila mulut tertutup akibat kontraksi m. masseter dan

m. temporalis.

15
• Reflek kornea: ada 2, reflek kornea langsung dan konsensuil. Pasien

melirik ke lateral, dengan kapas pemeriksa mengusapkan ujung kapas

pada limbus. Positif atau normalnya pasien berkedip.

• Reflek menetek: bila bibir penderita disentuh dengan pensil, ada

kecenderungan penderita menyedot pensil tersebut.

• Reflek bersin: penggelitikan mukosa hidung, positif bila responnya

bersin.

 Nyeri Tekan

Perhatikan bila ada nyeri tekan pada daerah keluarnya cabang

nervus trigeminus, yaitu pada foramen supraorbitale, foramen

infraorbitale, dan foramen mentale.

16
 PEMRIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI

kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor

yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat

ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi

tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri

yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan

17
pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda,

terutama bila jarang – jarang ada saat – saat remisi dan terdapat gangguan

sensisibilitas yang obyektif. Pada Neuralgia Trigeminal idiopatik, CT Scan dan

MRI tidak terdapat kelainan yang bermakna , begitu juga dengan pemeriksaan

arteriography.

2.8 Diagnosis Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul

pada wajah dan kepala.Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai

neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan

kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya

terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang

bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi

hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis

temporomandibular dan maloklusi gigi

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.

Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering

ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan

menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke

bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi

ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian

analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan

18
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik

mungkin.

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri

paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan

berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal

yang lebih lama.

Faktor yang
Diagnosis
Persebaran Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding
Memperburuk

Neuralgia Daerah Laki- laki/ perempuan = 1:3, Titik-titik rangsang


Trigeminal persarafan Lebih dari 50 tahun, sentuh,
cabang IIParoksismal (10-30 detik), mengunyah,
dan IIInyeri bersifat menusuk-nusuk senyum, bicara,
nervus atau sensasi terbakar, dan menguap
trigeminus, persisten selama berminggu-
unilateral minggu atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik
maupun sensorik.
Neuralgia Unilateral Lebih banyak ditemukan Tidak ada
Fasial atau pada wanita usia 30-50 tahun
Atipik bilateral, Nyeri hebat berkelanjutan
pipi atau umumnya pada daerah
angulus maksila
nasolabialis,
hidung
bagian
dalam

Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan,


Post Biasanya Nyeri seperti sensasi pergerakan
herpetikum pada daerah terbakar, berdenyut-denyut
persebaran Parastesia, kehilangan
cabang sensasi sensorik keringat
oftalmikus Sikatriks pada kulit
nervus V
Sindrom Unilateral, Nyeri berat berdenyut-denyut Mengunyah,
19
Costen dibelakang diperberat oleh proses tekanan sendi
atau di mengunyah, temporomandibular
depan Nyeri tekan sendi temporo-
telinga, mandibula.
pelipis,
wajah
Migren Orbito- Nyeri kepala sebelah Alkohol pada
frontal, beberapa kasus
rahang atas,
angulus
nasolabial

2.9 Tatalaksana
Medikamentosa
Seperti diketahui terapi dari neuralgia trigeminal ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Penanganan lini pertama untuk neuralgia
trigeminal adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan
apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan.
Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang
makin menjadi berat dan lebih sering, penambahan dosis dan kombinasi obat-
obatan sangatlah dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau
kontrol rasa sakit yang tidak edekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang
berbeda terhadap obat-obatan dan rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam pemberian obat anti konvulsi untuk pengobatan
trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan secara bertahap, diawali dengan
dosis minimal, jika terjadi peningkatan progresivitas rasa sakit maka dosis
dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi tubuh. Pada penggunaan
dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus dilakukan secara
bertahap. Pemberian obat umumnya dimulai dengan pemberian 1 jenis. Dosisnya
ditambah sesuai dengan kebutuhan dan toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak
menunjukan efektifitasnya, obat-obatan alternatif lain dapat dicoba secara tunggal
atau kombinasi.
Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti
konvulsi seperti carbamazepine (tegretol), phenitoin (dilantin), Oxcarbazepine
(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya,
20
neuralgia trigeminal hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti
depresan atau opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan neuralgia
trigeminal dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam
brain stem.
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini
mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini terutama menyerang
mereka yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, pemilihan dan pemakaian obat
harus diperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar
penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah
kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang
menimbulkan serangan nyeri.

1. Carbamazepine

21
Carbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada
tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa.
Awalnya obat ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,
kemudian ternyata obat ini efektif juga terhadap bangkitan parsial kompleks dan
bangkitan tonik-klonik seperti epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi
penggunaan carbamazepine maka tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan
yang dapat diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita neuralgia
trigeminal mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini.
Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya
gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka
pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama
pengobatan.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental
confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea, dan anorexia. Terdapat
juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash,
gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia,
keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.
Pemberian carbamazepine dihentikan jika jumlah lekosit abnormal (rendah). Jika
efek samping yang timbul parah, dosis carbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3
per hari, sebelum mencoba menambah dosis per harinya lagi.
Carbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200 – 1600 mg, dimana
hampir 70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi
carbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis
dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat
ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode
remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.

2. Oxcarbazepine
Oxcarbazepine merupakan ketoderivat karbamasepine dimana mempunyai
efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamasepine dan dapat meredakan

22
nyeri dengan baik. Trileptal atau oxcarbazepine merupakan suatu bentuk dari
trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.
Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara bertahap
ditingkatkan untuk mengkontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 1200 mg per
hari. Efek samping yang paling sering adalah mual, dizziness, fatique dan tremor.
Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan,
pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure
lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap.

3. Phenytoin
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau
aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-
klonik. Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.
Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh phenitoin juga
terlihat pada syaraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu
misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan lebih
mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan
parsial dapat pulih secara sempurna.
Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan carbamazepine
karena dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam
plasma, sebaiknya dikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien
neuralgia trigeminal dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut di atas
dipertahankan selama 3 minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat
dihentikan karena dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan toksisitas.
Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita neuralgia
trigeminal dengan dosis 200-300 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin
dapat juga diberikan secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan
eksaserbasi yang berat. Dosis maksimum tergantung keparahan efek samping

23
yang ditimbulkannya. Efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah
nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta kebingungan.
Efek lainnya adalah hiperplasia gingival dan hypertrichosis. Komplikasi serius
tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes, kerusakan liver dan gangguan
darah.

4. Baclofen
Baclofen tidaklah seefektif carbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan, tidak dapat mentoleransi
carbamazepin, dan pada penderita multiple sclerosis. Dosis awalnya 2 sampai 3 x
5 mg dalam sehari, dan secara bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan
rasa sakit secara komplit 50-80 mg per hari. Baclofen memiliki durasi yang
pendek sehingga penderita neuralgia trigeminal yang berat membutuhkan dosis
setiap 2-4 jam.
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian Baclofen
adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baclofen tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi
atau serangan jantung.

5. Gabapentin
Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-
aminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi
saluran kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium channel.
Dosis yang dianjurkan 1800-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya
dengan carbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya
3 x 300 mg per hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan
paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua
obat, penghentian secara cepat harus dihindari.
Non Medikamentosa

24
Secara umum, bedah saraf dapat membantu penderita neuralgia trigeminal
yang memiliki nyeri yang paroksismal dan pada penderita neuralgia
trigeminalyang mengenai satu cabang atau lebih, bukan neuralgia trigeminalyang
bersifat difus. Tindakan bedah biasanya kurang efektif pada penderita neuralgia
trigeminal yang disebabkan oleh multipel sklerosis. Indikasi operasi pada
penderita neuralgia trigeminal adalah penderita neuralgia trigeminalyang tidak
dapat ditangani lagi dengan medikamentosa, dan pada mereka yang telah
melakukan prosedur operasi sebelumnya namun gagal.
Terdapat beberapa teknik operasi pada penderita neuralgia
trigeminaldewasa ini. Ablasi lokal nervus preifer dan eksisi luas dari radiks
sensorik sudah tidak diperbolehkan untuk dilakukan lagi. Beberapa teknik operasi
yang direkomendasikan kini adalah sebagai berikut:
a. Prosedur perkutaneus (Percutaneous procedures)
Tiga prosedur perkutaneus untuk neuralgia trigeminaladalah
percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG),
percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR), dan
percutaneous balloon microcompression (PBM). Pada setiap prosedur,
ahli bedah memasukkan trocar atau jarum ke bagian lateral sudut mulut,
dan dengan tuntunan fluoroskopik, menuju ke foramen ipsilateral.
Ganglion Gasserian segaris dengan lokasi tersebut.

Gambar . Selama prosedur PRTG memberikan aliran panas yangdigunakan untuk


menghancurkan rasa sakit yang disebabkan serat saraf
1) Percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG)
PRTG merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan menempatkan
jarum pada ganglion Gasserian, kemudian mengalirinya dengan arus
listrik yang akan memanasi probe, dan membuat suatu lesi termal pada

25
ganglion. Melalui prosedur ini, kejadian nyeri yang rekuren dilaporkan
sangat rendah. PRTG, sama halnya dengan PBM, merupakan tindakan
yang relatif tidak mahal dan menggunakan teknik yang mudah diakses,
dan merupakan tindakan minimal invasif, dengan rasio rekurensi nyeri
sangat rendah, meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa
tindakan ini memiliki rekurensi yang tinggi. Selain itu, tindakan ini
dapat membuat wajah penderita menjadi mati rasa pasca dilakukannya
tindakan. Saat melakukan tindakan PRTG, pasien dapat dalam keadaan
sadar, cepat pulih, dan dapat pulang ke rumah sehari setelah operasi
dilaksanakan. Hasil akhirnya sangat tergantung pada keahlian ahli bedah.
2) Percutaneous balloon microcompression (PBM)
Dengan menggunakan teknik PBM, operator akan memasukkan sebuah
balon kateter melalui foramen ovale ke dalam ganglion kemudian
mengembangkannya selama 1-10 menit. Beberapa ahli bedah
melaporkan hasil akhir yang baik sehubungan dengan penggunaan teknk
PMB, dan dapat dibandingkan dengan PRTG.
3) Percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR)
Injeksi gliserol ke dalam ganglion Gasserian untuk merusak serabut saraf
yang menghantar nyeri telah digunakan sejak lama. Teknik ini mudah
dilakukan dan memiliki efisiensi yang tinggi, serta memiliki angka
rekurensi yang rendah. Pada teknik PRGR, seperti pada prosedur
perkutaneus lainnya, jarum spinal dimasukkan menembus wajah, masuk
ke cisterna trigeminal, di mana suatu cistenogram diperoleh dengan
menggunakan larutan kontras. Setelah menghilangkan larutan kontras,
ahli bedah akan menginjeksi gliserol anhidrat, kemudian meminta pasien
untuk duduk sekitar 2 jam sampai saraf tersebut terablasi.
b. Gamma Knife Surgery (GKS)
Stereotatic Gamma Knife Surgery (GKS) adalah salah satu teknik terbaru
dalam menangani neuralgia trigeminus. Teknik ini merupakan tindakan
yang minimal invasif dibandingkan semua teknik operasi, dan tidak
terlalu bergantung pada keahlian ahli bedah. Teknik ini lebih efektif

26
dibandingkan dengan prosedur perkutaneus, tetapi teknik ini
membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk
memperoleh kesembuhan dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar.
GKS terdiri dari beberapa sinar foton (> 200) yang terkonsenttasi tinggi
disertai dengan akurasi yang tinggi untuk memberikan dosis 70-90 Gy
pada target, yaitu radiks nervus trigeminus. Teknik ini merusak
komponen spesifik dari nervus sehingga nervus ini berhenti mengirim
sinyal nyeri ke otak. GKS dapat diindikasikan pada penderita neuralgia
trigeminalyang tidak berhasil dengan pengobatan dan prosedur yang telah
disebutkan di atas.

Gambar . Radiasi merusak nervus trigeminus (area yang berwarna) agar nervus tersebut
berhenti mengirim sinyal nyeri

Dari semua penderita neuralgia trigeminalyang ditangani dengan GKS,


60% penderita segera terbebas dari nyeri, dan lebih dari 75% penderita
terbebas dari nyeri sekitar 1,5 tahun kemudian. Rekurensi terjadi pada
25% penderita dalam rentang waktu 1-3 tahun. Angka rekurensi rendah
pada penderita yang telah sembuh sempurna.
c. Dekompresi mikrovaskular
Dekompresi mikrovaskular adalah prosedur bedah yang klasik pada
neuralgia trigeminus, dan merupakan tindakan yang paling efektif.
Tindakan ini berdasarkan hipotesis bahwa kompresi vaskular di sekitar

27
nervus trigeminus akan mengakibatkan abnormalitas dari fungsi nervus
tersebut. Dekompresi mikrovaskular diindikasikan pada penderita
neuralgia trigeminalyang usianya lebih muda, terutama pada penderita
neuralgia trigeminalyang nyerinya terisolasi pada area oftalmika atau
pada seluruh cabang nervus trigeminus dan pada penderita dengan
neuralgia trigeminal sekunder. Kini, dekompresi mikrovaskular
merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan untuk
neuralgia trigeminus. Pada dekompresi mikrovaskular, kulit di belakang
telinga diinsisi dan dibuat kraniotomi sebesar 3 cm. Buka duramater agar
nervus trigeminus terlihat, dan indentifikasi pembuluh darah yang
menekan nervus saat pembuluh darah masuk ke pons. Teflon felt
digunakan untuk mengalasi nervus agar nervus tersebut menjauhi arteri
dan vena.

Gambar . Ilustrasi tindakan dekompresi mikrovaskular

28
Gambar . Dekompresi mikrovaskular (Jannetta procedure) yang digunakan untuk menangani
neuralgia trigeminus. Arteri cerebellar anteroinferior berkontak dengan nervus trigeminus

Pasca operasi, penderita harus dirawat di ruang intensif, dan nyeri


bekas sayatan operasi dapat ditangani dengan analgetik. Hanya ada 2
kematian yang dilaporkan oleh Peter Jannetta pasca operasi ini.
Selain nyeri kepala pasca operasi, mati rasa pada daerah wajah, dan
gangguan pendengaran juga dapat terjadi.

d. Sensory Rhizotomy
Sensory Rhizotomy adalah pemotongan irreversibel dari cabang
nervus trigeminus yang memberikan koneksi pada batang otak.
Tekniknya dengan membuat lubang kecil di belakang tengkorak.
Stimulasi probe digunakan untuk mengidentifikasi cabang saraf
motorik. Cabang saraf motorik dimana berfungsi mengontrol otot
pengunyah harus dipertahankan. Cabang saraf sensorik dimana
berfungsi yang mengirimkan sinyal nyeri dari otak di potong.
Pemotongan saraf akan menyebabkan mati rasa pada bagian wajah
secara permanen sehingga harus dipertimbangkan karena adanya
nyeri kambuhan yang tidak berespon dengan pengobatan lain.

29
Gambar Selama prosedur sensory rhizotomy, cabang saraf sensory dipotong dan cabang
saraf motorik tetap dipertahankan.
2.10 Prognosis

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa.

Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan

penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana

medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya.

BAB III

kesimpulan

Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu

30
sisi yang berulang karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari

tiga cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi

saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf

trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus,

tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di

dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada

pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.

Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah

distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif

lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering

menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan

nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit),

dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau

sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang

(trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping

hidung atau sudut mulut.

Obat untuk mengatasi Neuralgia trigeminal biasanya cukup efektif. Obat

ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang.

Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.

Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol,

Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin) atau Oxcarbazepine

(Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau

31
Gabapentin (Neurontin). Pasien Neuralgia trigeminal yang tidak cocok dengan

obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.

Daftar Pustaka

32
1. Zakrzewska JM, McMillan R. Trigeminal Neuralgia:The Diagnosis

and Management of This Excruciating and Poorly Understood

Facial Pain. Postgraduation Medical Journal 2011. 87: 410-6.

2. Tew J, McMahon N. Neuralgia trigeminal [online]. 2012. [cited

2013 January 19]. Available from:

http://www.mayfieldclinic.com/PE-TRIN.htm

3. Gunawan, Pricilla Y., and Annisa Dina. "Trigeminal Neuralgia

Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana." Medicinus 7.2 (2019):

53-60.

4. Maarbjerg, Stine, et al. "Trigeminal neuralgia–diagnosis and

treatment." Cephalalgia 37.7 (2017): 648-657.

5. Tursinawati, Yanuarita, Arif Tajally, and Arum Kartikadewi.

"BUKU AJAR: Sistem Syaraf." (2017).

6. Yadav, Y. R., Nishtha, Y., Sonjjay, P., Vijay, P., Shailendra, R., &

Yatin, K. (2017). Trigeminal neuralgia. Asian journal of

neurosurgery, 12(4), 585.

33

Anda mungkin juga menyukai