Anda di halaman 1dari 64

PRARANCANGAN ANGGARAN BIAYA PEMBUATAN DRAINASE UNTUK

DAERAH PERKOTAAN DENGAN LEBAR 50CM DAN PANJANG 100M


(Skripsi)

Oleh :

MUSTAKIM

15103105201038

Jurusan Teknik Sipil

(Strata 1)

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDRAGIRI RENGAT

201
2

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman,


Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar”
(Al-Baqarah: 153)

“Maka sesungguhnya beserta kesukaran


ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari suatu urusan), maka
kerjakanlah (urusan yang lain) dengan
sungguh‐sungguh, dan hanya kepada Tuhanmu
hendaknya kamu berharap”.
(Al Insyiraah : 5‐8)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak


mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil
melakukannya dengan baik.

“EvElyn UndErHill”

“Berangkat dengan penuh keyakinan


Berjalan dengan penuh keikhlasan
Istiqomah dalam menghadapi cobaan”

“ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “


( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )
88
8
8

PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini teruntuk :

Bapak dan Ibu yang tak lelah


mengasihiku
Keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang, doa
dan dukungan baik moril maupun materil
Guru serta dosen yang selalu menuntun & membuka wawasan
penulis tentang tak terbatasnya ilmu Untuk inspirasi hidupku, dan
almamaterku tercinta
99
9
9

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan program strata-1 (S-1) Program Studi Jurusan Teknik Sipil.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima saran,

bimbingan serta doa dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam menyelesaikan masalah dan hambatan yang dihadapi penulis.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

pihak-pihak yang telah memberi dukungan dalam penulisan skripsi ini:

1. Bapak Muhamad Kadavi, SH., MH., selaku Rektor Universitas Malahayati

Bandar Lampung.

2. Bapak Weka Indra Darmawan S.T.,M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik dan

pembimbing akademik mahasiswa angkatan 2008 Jurusan Teknik

Lingkungan Universitas Malahayati.

3. Ibu Dra. Hj. Sulastri, M.TA., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati Bandar Lampung


101
100

4. Ibu Natalina, S.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati.

5. Bapak Dr. Ir. Hardoyo Marsad M.Eng., selaku pembimbing I dalam tugas

akhir.

6. Ibu Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum, S.T., selaku pembimbing II

dalam tugas akhir.

7. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar Universitas Malahayati Bandar Lampung.

8. Kedua orang tuaku Dalijo (Almarhum) dan Sriyati, Kakak-kakakku Wahid

Oki Darmawan, Dwi Marliyana dan Neli Tri Sundari yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat demi keberhasilan penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku di jurusan Teknik Lingkungan angkatan

2008: Arman Rachmad, Ekwan Dedy Joni Irawansyah, Indri Hadi, Eko

Febrianto, Ketut Widiana, Talata Jimi Ariko, Regiantara Eka Cahya, Arif

Rahman Hakim, R. Andi Andriawan, Fahrul Rozi, Fitri Dewiyanti, Nongsis

Marni Putri dan Rika Ramayanti.

10. Rekan-rekan Fakultas Teknik yang telah banyak memberikan bantuan

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

11. Kepada semua rekan-rekan satu almamater yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini, masih jauh dari sempurna,

mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan serta masukkan saran yang dapat

membangun guna perbaikan dan kesempurnaan dari skripsi ini, penulis juga
111
111
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis

sendiri dan pihak yang memerlukannya. Amin.

Wassalammua’alaikum Wr.Wb.

Rengat, Mai 2019

Penulis
121
122
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


MOTTO .................................................................................................................... ii
PERSEMBAHAN..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah............................................................................................. 3

1.4. Tujuan............................................................................................................. 4
1.5. Manfaat........................................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Umum .......................................................................................................... 5
2.2. Sistem Drainase ........................................................................................... 6
2.3. Permasalahan Drainase ................................................................................ 7
2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase .......................................... 8
2.4.1. Analisis Hidrologi ........................................................................................ 9
2.4.2. Debit............................................................................................................. 14
2.4.3. Sistem Pengaliran Air .................................................................................. 17

2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran ............................................................................. 24


2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran .............................................................................. 28
2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase........................................................ 31
2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan ..................................... 37
131
13
313
13

III. METODE PENELITIAN


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 39
3.2. Jenis Penelitian............................................................................................. 39
3.3. Kerangka Pemikiran..................................................................................... 40

3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase ....................... 41


3.5. Tahapan Penelitian ....................................................................................... 42
3.5.1. Ide Penelitian ............................................................................................... 42
3.5.2. Pengumpulan Data ....................................................................................... 42

3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksiting................................................. 44


3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase ................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air adalah suatu zat yang mempunyai rumus kimia H2O terdapat di atas,

ataupun di bawah permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan,

dan air laut. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup

manusia, hewan maupun tumbuhan yang ada di atas permukaan bumi ini. Oleh

karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan air tidak dapat diabaikan

tetapi harus ada pengelolaan. Air yang tidak dikelola akan menimbulkan

permasalahan pada manusia dan lingkungan.

Air hujan dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.

Dalam kondisi normal air hujan sebagian besar masuk ke dalam tanah, sebagian

lainnya dialirkan, dan sebagian lainnya menguap. Permasalahan muncul ketika

air tersebut tidak masuk ke dalam tanah (infiltrasi), tidak dialirkan dan

mengakibatkan timbulnya genangan atau dalam kapasitas besarnya biasa di sebut

banjir. Permasalahan lain juga muncul dari air buangan rumah tangga. Wilayah

perkotaan yang padat tidak bisa mengolah air buangan secara individu, sehingga

air buangan akan dialirkan pada sistem drainase perkotaan. Air buangan yang

tercampur dengan air hujan idealnya harus masuk ke sistem IPAL terpadu

sebelum dibuang ke badan air penerima.

Peristiwa banjir hampir setiap tahun berulang, namum permasalahan sampai

saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat baik

frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Kondisi ini


2

dipengaruhi oleh sistem drainase cenderung menganut pada paradigma lama,

yakni suatu model yang didesain agar aliran runoff secepat mungkin dibuang ke

badan air penerima. Prinsip tersebut juga tidak didukung oleh dimensi bangunan

yang cukup. Banyak sistem drainase yang dibangun terlalu kecil untuk debit

runoff yang terus meningkat sehingga timbul permasalahan.

Akar permasalahan banjir berawal dari peningkatan jumlah penduduk,

perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan. Peningkatan penduduk yang

tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang

memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak tertib, itu yang

menyebabkan permasalahan drainase menjadi sangat kompleks. Iklim yang

sering berubah-ubah juga bisa mengakibatkan permasalahan banjir, seperti hujan

yang turun terlalu lama. Tata guna lahan yang tidak memperhatikan kegunaan

wilayah bisa mengakibatkan permasalahan banjir. Dalam mengatasi

permasalahan ini perlu sistem drainase yang baik, dengan didukung berbagai

aspek yang terkait didalamnya.

Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap penting dan

perlunya pemecahan permasalahan banjir yang dihadapi kota, masih belum

mengakar kesadaran terhadap hukum; perundangan serta kaidah-kaidah yang

berlaku menambah kompleks masalah banjir yang dihadapi kota-kota di

Indonesia. Salah satu daerah yang bermasalah dengan banjir adalah Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Daerah ini merupakan salah satu

wilayah yang rentan dalam permasalahan banjir. Hampir setiap musim penghujan

musibah banjir mengancam pemukiman penduduk. Seperti diberitakan Tribun

lampung (22/1/2012) “Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandar


3

Lampung meminta warga untuk waspada di musim penghujan seperti saat ini.

Terutama yang tinggal di daerah rawan bencana banjir dan longsor. Kepala BPBD

Sudirman didampingi Kasi Tanggap Darurat BPBD Sutarno menuturkan, untuk

potensi banjir ada di daerah Tanjungkarang Timur, Tanjungkarang Pusat, dan

Telukbetung Selatan”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diambil perumusan

masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat dalam

menghadapi permasalahan-permasalahan yang disebabkan banjir.

2. Bagaimana merencanakan pengembangan sistem drainase di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat dan memberi solusi menghadapi permasalahan-

permasalahan yang disebabkan banjir.

1.3. Batasan Masalah

Untuk menghindari melebarnya permasalahan, maka perlu dibuat batasan-

batasan terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun

batasan permasalahan yaitu :

1. Penelitian terbatas pada sistem drainase Kecamatan Tanjungkarang Pusat,

Bandar Lampung.

2. Evaluasi terbatas pada kondisi daerah pengaliran, kapasitas drainase,

kondisi eksisting dan kelayakan bangunan sistem drainase.


4

3. Rencana pengembangan menggunakan sistem tercampur meliputi perbaikan

saluran drainase dan performa aliran pada bangunan drainase serta upaya-

upaya pemeliharaan dan pengoperasian sistem drainase.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi kondisi

sistem drainase eksisting pada daerah berpotensi banjir.

2. Merencanakan pengembangan sistem drainase yang memenuhi kriteria

standar sistem drainase sehingga dapat mengatasi permasalahan banjir.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan evaluasi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat,

Bandar Lampung.

2. Sebagai masukan dalam rencana pengembangan sistem drainase di

Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung.

3. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang akan melanjutkan penelitian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih

(urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan

(strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya

dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas

dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.

Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment),

dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik,

komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya

sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil,

industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk

mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan

“sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa,

dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary

sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.


6

2.2. Sistem Drainase

Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air

dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal

(Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari

saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran

pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima

(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,

seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,

bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap,

sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air

limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah

memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga

tidak merusak lingkungan.

Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah-

olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan

dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal pekerjaan

drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi memerlukan

biaya, tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan

pengendalian banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas sistem

drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan

bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau

sungai.
7

Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah

meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan

konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang

komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat

struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem

Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk

mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk

menahan air hujan.

2.3. Permasalahan Drainase

Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada

musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana

banjir. Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki

hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak

faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya

banjir di berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :

1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan

nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen.

Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana

dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan

perkotaan menjadi tidak teratur.

2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan

mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya

disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air
8

laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang

badai yang hebat.

3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahan

dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir.

Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara.

Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi

banjir pada lokasi-lokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses

urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada

kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah

menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan

permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari

permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya

banjir sangat besar.

4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi

sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran

permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.

2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase

Tujuan perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang terjadi pada

musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil buangan dari rumah tangga.

Kelebihan air atau genangan air sesaat terjadi karena keseimbangaan air pada daerah

terentu terganggu. Disebabkan oleh air yang masuk dalam daerah tertentu lebih besar dari

air keluar. Pada daerah perkotaan, kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas

infiltrasi pada daerah perkotaan sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah

hujan turun. Dalam


9

perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran

tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan

cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan

yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.

Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang

umum (Suripin, 2004) yaitu :

1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas

drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya

berdaya guna dan berhasil guna.

2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor

ekonomis dan faktor keamanan.

3. Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan

dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase.

2.4.1. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah dijelaskan di

bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan, temperature,

penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka

air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data

hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan

menggunkan prosedur tertentu.


10

1. Analisis Hujan

Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi

pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Mengingat

hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan sangat luas

tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal ini diperlukan hujan

kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa pos pengukuran

hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3 macam cara yang umum

dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar, (2)

poligon thiessen dan (3) isohyet.

2. Curah Hujan Maksimum Harian rata-rata

Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang

digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan

yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum rata-rata

dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan maksimum harian

rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan.

3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang

luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya

peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar

biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi

adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan

dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data


11

hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan

terdistribusi secara acak serta bersifat stokastik.

Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos

pengukuran hujan, baik manual maupun otomatis. Analisis frekuensi ini

didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh

probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa

sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik

kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam

analisis frekuensi, yaitu :

a. Data maksimum tahunan

Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap

berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal dengan seri

data maksimum (maximum anual series). Jumlah data dalam seri akan sama

dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara ini, besaran data maksimum

kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum

dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis.

b. Seri parsial

Data dalam seri dapat ditetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas

bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut

diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis seperti biasa.

Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat, di mana

semua besaran data yang cukup besar diambil, kemudian diurutkan dari besar ke

kecil. Data yang diambil untuk analisis selanjutnya adalah sesuai dengan panjang

data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini
12

dimungkinkan dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara

tahun yang lain tidak ada data yang di ambil.

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan

panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang

terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

a. Distribusi Normal,

b. Distribusi Log Normal,

c. Distribusi Log-Person III, dan

d. Distribusi Gumbel.

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data

yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien variasi, dan koofisien

skewness (kecondongan atau kemencengan).

4. Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of

fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang

yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi. Pengujian

parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat

5. Analisis Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula

intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan


13

biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=Intensity-

Duration-Frequency Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5

menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung

IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.

Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat

dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :

a. Rumus Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan

a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.


a
I= ..................................................................................................(1)
t+b

Di mana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi

b. Rumus Sherman

Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya

lebih dari 2 jam.


a
I= .....................................................................................................(2)
tn

Di mana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

n = konstanta
14

c. Rumus Ishiguro
a
I= ...............................................................................................(3)
t+b

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (mm)

a & b = konstanta

d. Rumus Manonobe

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan

harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.


2
R 24 24 3
I= .........................................................................................(4)
24 t

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)

2.4.2. Debit

1. Debit Rencana

Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan

kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana tetapi

memberikan hasil yang baik.

Q = A . V = A . 1 n . R2 3 . S 1 2
...............................................................(5)
15

Dimana :

Q = debit saluran (m3/detik)

V = kecepatan aliran (m/detik)

n = angka kekasaran saluran

R = jari-jari hidrolis saluran (m)

S = kemiringan dasar saluran

A = luas penampang saluran (m2)

2. Debit Limpasan (Run Off)

Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh

permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air

lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap,

berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti

cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung di

atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam perencanaan drainase,

bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff),

sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi

limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan,

aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan

(subsurface flow).

Ketepatan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui

saluran drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan dimensi

saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar tidak ekonomis, namun bila terlalu

kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi. Perhitungan debit

puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mengunakan


16

rumus rasional atau hidrograf satuan. Perhitungan debit rencana berdasar periode

ulang hujan tahunan, 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan

meliputi data batas dan pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data

hujan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah

ditetapkan baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,

tinggi jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain

saluran drainase.

Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase

Luas DAS (ha) Periode Ulang Metode perhitungan


(Tahun) Debit banjir
< 10 2 Rasional
10 – 100 2–5 Rasional
101 – 500 5 – 20 Rasional
> 500 10 – 25 Hidrograf Satuan

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.

Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya

dilakukan dengan metode rasional. Hal ini karena daerah aliran tidak terlalu luas,

kehilangan air sedikit dan waktu genangan relatif pendek. Metode rasional ini

sangat simpel dan mudah digunakan namun terbatas pada DAS dengan ukuran

kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah

hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrogaf. Hidrograf satuan adalah

hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi

merata di seluruh DAS dan intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan,

yang disebut hujan satuan. Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode

rasional.

Qp = 0,002778 C I A ...............................................................................(6)
17

Dimana :

Qp = debit puncak (m3/detik)

C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas DAS (ha atau m2)

2.4.3. Sistem Pengaliran Air

1. Jenis Pengaliran

a. Saluran Terbuka

Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface flow) atau

aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas mempunyai

tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi mengalirkan air

limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai

luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak membahayakan

kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh saluran terbuka antara lain :

Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan estuari. Persamaan bernoulli untuk

aliran terbuka dalam saluran yaitu :


P1 V12 P2 V 2
2
h1 + + = h2 + + ............................................................(7)
ρg 2g ρg 2g

Dimana :
h = ketinggian (m)
P = tekanan hidrostatis (N/m2)
ρ = rapat massa air (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)
18

b. Saluran Tertutup

Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas dan aliran

dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Saluran tertutup

kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada saat yang

berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui

media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa). Hal ini dikarenakan tuntutan

artistik atau tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya

saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang dan

lain-lain. Saluran ini umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang

mengganggu kesehatan / lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di

tengah kota. Contoh saluran tertutup antara lain : terowongan, pipa, aquaduct,

gorong-gorong dan siphon. Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam

saluran yaitu :
V12 V22
h1 + 2g
= h2 + 2g
.............................................................................(8)

Dimana :

h = ketinggian (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)

Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa.

Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran. Untuk

mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan energi (hf).

Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan gaya kekentalan

(viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut.


19

f l v2
hf = .............................................................................................(9)
2g d

dimana :

f = koefisien gesekan
l = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
d = diameter pipa (m)
g = gaya grafitasi (m/detik)

Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini

ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach

berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.

2. Bentuk Saluran

Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air

lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan

dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang erlalu

besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat

kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang

saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :

a. Bentuk trapesium

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi

dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang

yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga

maupun air irigasi.

Luas penampang basah trapesium :

A = (B + zh)h ......................................................................................(10)
20

Keliling basah trapesium :

P = B + 2h 1 + z2 ..............................................................................(11)

Jari-jari hidrolis trapesium


(B +zh )h
R= ...................................................................................(12)
B +2h 1+z 2

b. Bentuk persegi panjang

Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak

membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran

harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran

air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah persegi panjang

A = Bh ..................................................................................................(13)

Keliling basah persegi panjang

P = B + 2h ............................................................................................(14)

Jari-jari hidrolis persegi panjang


Bh
R= .............................................................................................(15)
B +2h

c. Bentuk lingkaran

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi

pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat

memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran

demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air

irigasi.

Luas penampang basah lingkaran

A = ½(θ − sinθ)d0 2 ............................................................................(16)


21

Keliling basah lingkaran

P = ½ θ d0 2 .........................................................................................(17)

Jari-jari hidrolis lingkaran


Sin θ
R = ¼(1 − )do ...............................................................................(18)
θ

d. Bentuk parabola

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi

pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan

pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi

sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah parabola

A = ½Th ...............................................................................................(19)

Keliling basah parabola

8h 2
P=T+ 3T
...........................................................................................(20)

Jari-jari hidrolis parabola


2T 2 h
R= .........................................................................................(21)
3T 2 +8h 2

e. Bentuk segitiga

Saluran drainase bentuk segitiga tidak banyak membutuhkan ruang, Sebagai

konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini

juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air

irigasi.

Luas penampang basah segitiga

A = zh2 .................................................................................................(22)
22

Keliling basah segitiga

P = zh 1 + z2 ......................................................................................(23)

Jari-jari hidrolis segitiga


zh
R= ..........................................................................................(24)
2 1+z 2

3. Klasifikasi aliran

Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe

tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau

kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi aliran

permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan berdasarkan sifat-

sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen.

a. Aliran permanen dan tidak permanen

Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka

aliranya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada

suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut aliran tidak

permanen atau tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan

mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan

mengacu pada koordinat referensi yang bergerak. Penyederhanaan ini

menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan

penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya. Penyederhanaan ini hanya

mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah dalam perambatanya. Misalnya,

bentuk gelombang kejut (surge) tidak berubah ketika merambat pada saluran

halus dan konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen


23

dapat dikonversi menjadi alira permanen dengan koordinat referensi yang

bergerak dengan kecepatan absolut gelombang kejut.

b. Aliran laminer dan turbulen

Jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak

seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis pararel, maka alirannya

disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika zat cair bergerak mengikuti alur yang

tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya

disebut aliran turbulen. Saluran terbuka dan tertutup mempunyai bilangan reynold

yang berbeda. Saluran terbuka bilangan reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang

dari sama dengan 500, sedangkan bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih

dari sama dengan 1000. Saluran tertutup bilangan reynold (Nre) untuk aliran

laminer kurang dari sama dengan 2000, sedangkan bilangan reynold untuk aliran

turbulen lebih dari sama dengan 4000. Faktor yang menentukan keadaan aliran

adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika

gaya viskositas yang dominan maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya

inersia yang dominan maka alirannya turbulen.

c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis

Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan

gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat

dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari

kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran lebih

besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter yang

menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia dan grafitasi

yag dikenal sebagai bilangan Fronde :


24

V
F= ................................................................................................(25)
g l

l = h untuk saluran terbuka

l = D untuk saluran tertutup

Aliran dikatakan kritis jika :

F = 1,0 disebut aliran kritis

F < 1,0 disebut aliran sub-kritis (aliran tenang)

F > 1,0 disebut aliran super kritis (aliran cepat)

2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran

1. Syarat Kecepatan

Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik ke titik

lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di dasar saluran, dinding

saluran dan keberadaan permukaan bebas. Kecepatan aliran mempunyai tiga

komponen arah menurut koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan

lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan aliran yang

searah dengan arah aliran yang diperhitungkan. Komponen kecepatan ini

bervariasi terhadap kedalaman dari permukaan air. Kecepatan minimum yang

diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan

tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada umumnya,

kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan dengan amam apabila

prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa

mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut

saluran.
25

Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan

didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar kontruksi saluran

tetap aman. Persamaan Manning sebagai berikut.

V = 1 n . R2 3 . S 1 2
..............................................................................(26)

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/detik)

n = Koefisien kekasaran manning

R = Jari-jari hidrolik

S = Kemiringan memanjang saluran

Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien

kekasaran Manning terlampir (Lampiran I).

Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material

Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)


Pasir Halus 0,45
Lempung kepasiran 0,50
Lanau Aluvial 0,60
Kerikil Halus 0,75
Lempung Kokoh 0,75
Lempung Padat 1,10
Kerikil Kasar 1,20
Batu-batu besar 1,50
Pasangan Batu 1,50
Beton 1,50
Beton Bertulang 1,50
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2. Syarat Tekanan

Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi aliran.

Seperti kondisi aliran berikut.


26

a. Aliran statis

Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya

yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.

Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = ��∆��.

Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya

vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :

p. ∆A = ρ. g. h. ∆A .................................................................................(27)

atau

p = ρ. g. h

dengan kata lain intensitas tekanan berbanding langsung dengan kedalaman

air darilinier
adalah permukaan. Hubungan
(garis lurus) antara
apabila rapat intensitas
massa tekanankonstan.
air (ρ) adalah dan kedalaman

b. Aliran horizontal pararel

Asumsi tidak ada percepatan ke arah aliran dan kecepatan aliran sejajar

dengan dasar saluran dan seragam keseluruh penampang saluran, sehingga

garis aliran sejajar dasar saluran. Karena tidak ada percepatan ke arah

aliran, maka resultan komponen gaya ke arah ini adalah nol. Resultan

komponen gaya vertikal juga sama dengan nol, sehingga :

ρ. g. h. ∆A = p. ∆A..................................................................................(28)

atau

p = ρ. g. h = γ. h

dimana γ adalah berat spesifik air. Perlu diicatat bahwa distribusi tekanan

adalah sama jika air dalam kondisi stasioner dan hal ini disebut distribusi

tekanan hidrostatis.
27

c. Aliran permanen tidak seragam

Aliran ini terjadi misalnya pada tikungan dan terjunan, maka garis aliran

tidak sejajar dasar saluran. Distribusi tekanan tidak hidrosatatis karena ada

percepatan dan perlambatan. Jika jari-jari kelengkungan (curvature) garis

aliran = r dan kecepatan aliran V, maka percepatan sentrifugal (��𝑐 ) adalah :


V2
��𝑐 = ................................................................................................(29)
r

dan gaya sentrifugal (Fc ) adalah :


V2
Fc = ρ. hs . ∆A. ..................................................................................(30)
r

tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air akibat percepatan sentrifugal

adalah :
1 V2
g
ha = hs r
...........................................................................................(31)

tekanan akibat gaya sentrifugal bekerja searah dengan gaya berat air untuk

lengkung konvek dan arahnya berlawanan untuk lengkung konkaf, sehingga

total tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air adalah :
2
1 V
h = hs 1 ± .................................................................................(32)
g r

tanda positif untuk aliran konvek dan negatif untuk bentuk garis aliran

konkaf.

3. Syarat Kemiringan Dasar Saluran

Kemiringan dasar saluran arah memanjang dipengaruhi kondisi topografi

serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan

kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang

diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung bahan saluran yang digunakan.


28

Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005

untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan). Kemiringan dasar

saluran yang ideal dapat diperoleh berdasarkan rumus Manning

(V = 1 n . R2 3 . S 1 2 ) pada syarat kecepatan.

4. Syarat freeboard (jagaan)

Freeboard atau jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak

tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan direncanakan

untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan

air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang surut. Jagaan tersebut

direncanakan antara kurang dari 5 % sampai dengan 30 % lebih dari dalamnya

aliran.

2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran

Beberapa contoh model tata letak jalur saluran yang dapat diterapkan dalam

perencanaan drainase sebagai berikut.

1. Pola Alamiah

Letak conveyor drain ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah

(alam) yang efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang

ada (collector drain).


29

Gambar 2.1. Pola alamiah

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2. Pola Siku

Conveyor drain terletak di bagian terendah (lembah). Sedangkan collector

drain dibuat tegak lurus conveyor drain.

Gambar 2.2. Pola Siku

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

3. Pola Pararel

Collector drain menampung debit air yang lebih kecil. Collector drain

dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian debit air yang lebih kecil masuk ke

conveyor drain.
30

Gambar 2.3. Pola Pararel

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

4. Pola Grid Iron

Beberapa interceptor drain dibuat sejajar satu sama lain, kemudian

ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.

Gambar 2.4. Pola Grid Iron

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

5. Pola Radial

Satu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari sat

titik meyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).


31

Gambar 2.5. Pola Radial

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

6. Pola Jaring-jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran di suatu daerah terhadap

daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang kemudian

ditampung ke dalam saluran collector drain dan selanjutnya dialirkan menuju

saluran conveyor drain.

Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase

Spesifikasi Teknik merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pemborong

untuk mengerjakan bangunan saluran air buangan pada sektor perencanaan. Pada
32

dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan dengan

keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan spesifikasi yang

telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk menunjang fungsi

bangunan dan umur bangunan. Apabila menyimpng dari spesifikasi yang

ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan bertahan lama karena

pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi pelaksanaan pekerjaan

meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang digunakan, dan jenis pekerjaan

yang dilakukan.

1. Macam Material

Macam pipa drainase yang umum digunakan antara lain (Dedi Kusnadi

Kaslim dkk, 2006) :

a. Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter

dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu

collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa.

b. Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau

20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu

dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat,

sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa

tanah liat, disini air masuk melalui celah-celah antar sambungan pipa.

c. Pipa plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl

chloride (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa

halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan

panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat

fleksibel (lentur) dan dapat digulung.


33

Sedangkan untuk saluran drainase terbuka material yang digunakan untuk

lapisan dasar dan dinding saluran drainase agar tahan erosi bisa dibuat dari :

beton, pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik

dll. Pilihan material tergantung pada tersedianya serta harga bahan dan cara

konstruksi saluran. Penampang melintang saluran drainase perkotaan, pada

umumnya dipakai bentuk segi empat, karena dipandang lebih efisien di dalam

pembebasan tanahnya jika dibandingkan bentuk trapesium.

Uraian pekerjaan dalam pembuatan drainase meliputi pembangunan saluran

drainase untuk air buangan dan gorong-gorong. Bahan-bahan yang harus

dipersiapkan dan dipergunakan pada pekerjaan adalah sebagai berikut:

a. Semen

Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan

SNI.

b. Agregat Halus (pasir)

- Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur

tidak boleh melebihi 5%.

- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3 mm.

c. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah)

- Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai

hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh

dari pemecahan batu.

- Yang mengandung butir-butir pipih tidak melampaui 20% dari berat

- Agregat seluruhnya, dapat digunakan.


34

- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat

kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1%.

- Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja.

- Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.

- Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara

bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak

bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.

- Penyimpangan dari batuan tersebut dapat dilakukan dengan seijin tenaga

ahli.

d. Batu kali

- Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan

harus pecah.

- Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.

e. Kapur

Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi

berbentuk serbuk dengan mutu tinggi.

f. Air

Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam,

dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.

2. Pekerjaan

Pekerjaan ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh

pembangunan sistem penyaluran air buangan.

a. Pekerjaan Tanah

(1). Galian Tanah


35

- Patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai

- Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah

ditentukan.

- Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya

dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.

- Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotoran-

kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya.

- Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan

dan konstruksi lainya.

- Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa

sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut

dalam keadaan kering.

(2). Timbunan Tanah.

- Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih

dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan

luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas

yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.

- Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harus dibuat

lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) dan lebih lebar 1/10 B

(dimana B = lebar timbunan) dari ukuran-ukuran yang sebenarnya

sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.

- Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu

ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.


36

(3). Pemadatan Tanah

- Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatannya dilakukan

lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.

- Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari

besi/kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm –

40 cm.

b. Pekerjaan Pasangan Batu

- Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak

adanya rongga-rongga.

- Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25

Hair dan bagian dasar adalah 0.4 - 0.5 Hair

- Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus

rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 –

15 cm dan tebalnya minimal 10 cm.

- Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc : 4ps. Sedangkan

untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc : 3ps.

- Bidang atas dari pasangan dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah

masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.

- Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8 - 10 cm untuk bangunan

kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.

- Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan

saluran dengan tebal maksimum 2 cm.


37

c. Pekerjaan Plesteran

- Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat

kasar dan bersih.

- Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc : 3 ps.

d. Pekerjaan Beton

Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah

Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 Mutu:

(1). Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas

(2). Beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(3). Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125

dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(4). Tulangan beton dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan

selama pengecoran tidak berubah bentuknya.

(5). Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus

selalu dibasahi terus menerus.

e. Pekerjaan Bekisting/Cetakan

Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan

bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.

2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan

1. Operasi Sistem Drainase

Kegiatan Operasi dalam rangka memanfaatkan prasarana drainase secara

optimal. Kegiatan operasi diantaranya pengaturan bangunan drainase saluran

drainase primer, sekunder, tersier, gorong-gorong, lubang kontrol dan lain-lain.


38

Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air buangan dari wilayah pemukiman, dan

mengalirkan air buangan ke saluran pembuang hingga badan air penerima.

2. Pemeliharaan Sistem Drainase

Kegiatan pemeliharaan yaitu usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana

drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, selama jagka waktu

pelayanan yang direncanakan. Ruang lingkup pemeliharaan sistem drainase

meliputi:

a. Kegiatan pengamanan dan pencegahan

Kegiatan ini merupakan usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau

fungsi dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini

meliputi, antara lain:

- Inspeksi rutin.

- Melarang membuang sampah di saluran/kolam.

- Melarang merusak bangunan drainase.

b. Kegiatan perawatan

Kegiatan perawatan adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi

dan/atau fungsi sistem tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti.


III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar

Lampung. Penelitian di mulai dari survei kondisi daerah penelitian, pengumpulan

data-data, analisis hidrologi, analisis sistem pengaliran, evaluasi sistem drainase

yang ada, rencana pengembangan sistem drainase untuk kondisi sistem drainase

yang tidak memenuhi kriteria standar. Pelaksanakan penelitian pada tanggal

30 Agustus – 30 Oktober 2012.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Metode yang dipakai adalah

deskriptif, yaitu metode yang menjelaskan kondisi obyektif (sebenarnya) pada

suatu keadaan yang menjadi objek studi.


40

3.3. Kerangka Pemikiran

Permasalahan Banjir

Kondisi sistem drainase eksisting belum mampu mengatasi air


buangan dan air hujan

Perlu Dilakukan Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem


Drainase

Perencanaan Sistem Drainase Memenuhi Kriteria Standar

Lingkungan Menjadi Bebas dari Permasalahan Banjir

Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Permasalahan Banjir.


41

3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase

Survei
Kondisi
Sistem
Data yang dibutuhkan :
Peta daerah penelitian
Pengumpulan Data : Peta sistem drainase
1. Primer Peta topografi
2. Sekunder Data genangan banjir
Data curah hujan
Data kependudukan
Evaluasi Kondisi
Sistem Drainase Evaluasi terdiri dari :
Eksisting
- Daerah pengaliran
- Kapasitas saluran
- Kondisi saluran
Acuan standar yang digunakan yaitu SNI
03-2406-1991

Sesuai Kriteria Tidak Sesuai Kriteria Dasar-dasar Perencanaan


Desain Standar Desain Standar - Analisis hidrologi
Sistem Drainase Sistem Drainase - Debit
- Sistem pengaliran
- Bentuk saluran
- Dimensi bangunan
pelengkap (opsional)
Rencana - Tata letak jalur saluran
Pengembangan - Spesifikasi teknis
Sistem Drainase - Usaha konservasi air

Sistem Drainase Sesuai Kriteria Desain Standar

Gambar 3.2. Diagram Alir Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem

Drainase
42

3.5. Tahapan Penelitian

3.5.1. Ide Penelitian

Banjir merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di wilayah

perkotaan. Karena pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan sarana

dan prasana perkotaan yang memadai. Hal ini yang mendorong penulis untuk

mencari solusi dalam mengatasi banjir di wilayah perkotaan.

3.5.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang mendukung dalam penelitian ini, yaitu :

1. Survei Lapangan

Peninjauan langsung ke lapangan dengan tujuan mengetahui kondisi terkini

dari daerah penelitian.

2. Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, data

tersebut antara lain adalah :

a. Melakukan pendataan langsung lokasi koordinat stasiun curah hujan yang

berpengaruh pada daerah penelitian.

b. Mengetahui kondisi sistem drainase yang telah ada di daerah penelitian.

c. Mengetahui kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.

3. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi setempat dan jaringan internet

yang berkenaan langsung dengan tugas akhir seperti :


43

a. Data iklim dan hidrologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

atau Dinas Pengairan.

b. Peta Kemampuan Tanah, Peta Jaringan Drainase dan Irigasi, Peta Geologi.

c. Citra satelit yang memvisualisasikan daerah penelitian.

d. Data genangan banjir yang pernah terjadi di daerah penelitian.

e. Data penunjang lainnya seperti jaringan jalan dari dinas PU setempat.

Tabel 3.1. Kebutuhan Data

Sasaran Aspek yang Data yang Kegunaan


Jenis Data Sumber Data
Penelitian Diteliti Dibutuhkan data
 Peta wilayah
administrasi
Kecamatan
Tanjungkarang
 BPS
Pusat Untuk
 Dinas
Mengevaluasi  Peta sistem mengetahui
Pekerjaan
Kondisi dan  Aspek drainase Kota batas
Umum
Kinerja Sistem Wilayah Bandar Lampung wilayah
 Dinas Tata
Drainase Studi dan  Tata guna lahan administrasi Primer
Kota
Kecamatan Kondisi Kota Bandar dan kondisi Sekunder
 Bappeda
Tanjungkarang Sistem Lampung sistem
 Wawancara
Pusat Kota Drainase  Peta Topografi drainase
 Langsung
Bandar Eksisting Kota Bandar eksisting
 Observasi
Lampung Lampung wilayah
 Kondisi eksisting studi
sitem drainase
Kecamatan
Tanjung Karang
Pusat

Sumber : Analisis
44

Lanjutan Tabel 3.1.

Sasaran Aspek yang Data yang Kegunaan


Jenis Data Sumber Data
Penelitian Diteliti Dibutuhkan data
 Data genangan
banjir yang
terjadi di Kota
Bandar Lampung Untuk
 BMKG
Merencanakan  Data curah hujan menganalisis
 BPS
pengembangan 3-5 pos dalam
 Dinas
Sistem Drainase  Aspek pengukuran yang rangka
Pekerjaan
Kecamatan Perencana berada disekitar perencanaan
Sekunder Umum
Tanjungkarang an Sistem Kecamatan pengembang
 Dinas Tata
Pusat Kota Drainase Tanjungkarang an sistem
Kota
Bandar Pusat drainase
 Bappeda
Lampung  Data wilayah
 Wawancara
Kependudukan studi
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat

Sumber : Analisis

3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksisting

Evaluasi dilakukan pada daerah penelitian dengan maksud mengetahui

kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi sistem drainase mana yang

memenuhi kriteria desain standar atau tidak memenuhi kriteria desain standar.

Apabila kondisi sistem drainase eksisting tidak memenuhi kriteria desain standar

maka perlu rencana pengembangan sistem drainase sehingga dapat mengatasi

banjir.
45

Tahapan evaluasi kondisi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang

Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :

1. Survei langsung kondisi sistem drainase eksisting.

2. Pengevaluasian daerah pengaliran atau daerah tangkapan hujan.

3. Pengevaluasian kapasistas drainase dan air limpasan.

4. Pengevaluasian kondisi kelayakan saluran drainase.

5. Survei kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.

3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Perencanaan sistem drainase suatu daerah, terlebih dahulu harus ditentukan

dasar-dasar atau kriteria-kriteria perencanaan. Hal ini berguna sebagai bahan

pemikiran bagi penetapan alternatif saluran dan perencanaan drainase modern.

Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan merupakan rumus-rumus dan

ketentuan-ketentuan yang umunya dipakai dalam merencanakan sistem

penyaluran air hujan. Pemakaian rumus-rumus serta ketentuan-ketentuan tersebut

disesuaikan dengan kondisi lokal, berupa kondisi topografi, geologi, klimatologi,

dan tata guna lahan. Dengan mempertibangkan faktor-faktor pembatas di atas,

dikembangkan beberapa alternatif sistem yang meliputi segi teknis dan ekonomis.

Alternatif terpilih merupakan hasil paling optimum dari berbagai kriteria yang di

tetapkan, dengan sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang timbul.

Hasil yang diharapkan dari alternatif terpilih adalah tercapainya

perencanaan sistem drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu

sistem drainase yang berwawasan lingkungan, sehingga selain masyarakat

terhindar dari bahaya banjir, ataupun genangan air yang merugikan masyarakat,

juga turut serta dalam konservasi sumber daya air.


46

Tahapan rencana pengembangan sistem drainase di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :

1. Menentukan debit rencana saluran draianase.

2. Menentukan bentuk saluran drainase.

3. Mengembangkan jalur saluran drainase.

4. Mengembangkan profil memanjang saluran drainase.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No.


008/T/BNKT/1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Anonim. 1997. Drainase Perkotaan. Penerbit Gunadarma, Jakarta.

Defence, Sea Consultants. 2009. Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan. BRR


dan Royal Netherlands Emmbasy. Aceh.

Kusnadi, Kaslim D. Indra, Setiawan B. Sapei, Asep. Pratowo. Erizal. 2006.


Perancangan Irigasi dan Drainase Interaktif Berbasis Teknologi
Informasi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

Machairiyah. 2007. Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak


dengan Metode Rasional pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara (USU). Medan.

Marsyad, Hardoyo. 2009. Mekanika Fluida Dasar. Fakultas Teknik Universitas


malahayati. Bandar lampung.

Marsyad, Hardoyo. 2010. Mekanika Fluida Lanjut. Fakultas Teknik Universitas


malahayati. Bandar lampung.

Peraturan daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Tahun 2011 – 2030.

SNI 03.2406.1991 Tentang Tata Cara Perencanaan Drainase.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi,


Semarang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya
Air.

Yusuf, Adi M. 2006. Kinerja Sistem Drainase Yang Berkelanjutan Berbasis


Partisipasi Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang.

Zaky, Akhmad A. dan Nirmala, Ina. 2008. Identifikasi Fenomena Banjir


Tahunan menggunakan SIG dan Perencanaan Drainase, Universitas
Islam Indonesia (UII), Yogjakarta.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1

Tabel Koefisien Kekasaran Manning


Kondisi
Tipe Saluran
Baik Cukup Buruk
a. Saluran buatan :

1. Saluran tanah, lurus beraturan 0,020 0,023 0,025

2. Saluran tanah, digali biasanya 0,028 0,030 0,025

3. Saluran batuan, tidak lurus & tidak beraturan 0,040 0,045 0,045

4. Saluran batuan, lurus beraturan 0,030 0,035 0,035

5. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya 0,030 0,035 0,040

6. Dasar tanah, sisi batuan koral 0,030 0,030 0,040

7. Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0,025 0,028 0,030

b. Saluran alam :

1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir & tanpa celah 0,028 0,030 0,033

2. Berliku, bersih, tetapi berpasir & berlubang 0,035 0,040 0,045

3. Idem 2, tidak dalam, kurang beraturan. 0,045 0,050 0,065

4. Aliran lambat, banyak tanaman & lubang dalam 0,060 0,070 0,080

5. Tumbuh tinggi & padat 0,100 0,125 0,150

c. Saluran dilapisi :

1. Batu kosong tanpa adukan 0,030 0,033 0,035

2. Idem 1, dengan adukan semen 0,020 0,025 0,030

3. Lapisan beton sangat halus 0,011 0,012 0,013

4. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 0,014 0,014 0,015

5. Idem 4, tetapi tulangan kayu 0,016 0,016 0,018


Lampiran 1I

Tabel Nilai K untuk Distribusi Log Person III

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)


1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)
Koof G 99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -0,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,558 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,773 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,954 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,954 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004


Lampiran 33

Tabel Reduce Mean Yn

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353

30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436

40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004


Lampiran IV

Tabel Reduced Standard Deviation Sn

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1225 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004


Lampiran 5

Tabel Reduced Variate YTr sebagai fungsi periode ulang

Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004


Lamiran VI

Tabel Koefisien Limpasan untuk Metode Rasional

Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien Aliran C


Bisnis
- Perkotaan 0,70 – 0,90
- Pinggiran 0,50 – 0,70
Perumahan
- Rumah tunggal 0,30 – 0,50
- Multiunit, terpisah 0,40 – 0,60
- Multiunit, tergabung 0,60 – 0,75
- Perkampungan 0,25 – 0,40
- Apartemen 0,50 – 0,70
Industri
- Ringan 0,50 – 0,80
- Berat 0,60 – 0,90
Perkerasan
- Aspal dan beton 0,70 – 0,95
- Batu bata,paving 0,50 – 0,70
Atap 0,75 – 0,95
Halaman, tanah berpasir
- Datar 2 % 0,05 – 0,10
- Rata-rata, 2 – 7 % 0,10 – 0,15
- Curam 7 % 0,15 – 0,20
Halaman, tanah berat
- Datar 2 % 0,13 – 0,17
- Rata-rata, 2 – 7 % 0,18 – 0,22
- Curam 7 % Halaman 0,25 – 0,35
kereta api Taman 0,10 – 0,35
tempat bermain 0,20 – 0,35
Taman, pekuburan 0,10 – 0,25
Hutan
- Datar 0 – 5 % 0,10 – 0,40
- Bergelombang 5 – 10 % 0,25 – 0,50
- Berbukit 10 – 30 % 0,30 – 0,60

Sumber : (McGuen, 1989) Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,

2004

Anda mungkin juga menyukai