Anda di halaman 1dari 41

Bentuk dan Dimensi Saluran Terbuka

A. Bentuk Saluran

Dalam menentukan bentuk dan dimensi saluran yang akan digunakan dalam

pembangunan saluran baru maupun dalam kegiatan perbaikan penampang saluran yang sudah

ada, salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan lahan. Mungkin di

daerah pedesaan membangun saluran dengan kapasitas yang besar tidak menjadi masalah

karena banyaknya lahan yang kosong, tapi di daerah perkotaan yang padat tentu bisa menjadi

persoalan yang berarti karena terbatasnya lahan. Oleh karena itu, penampang saluran drainase

perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu

penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah

terkecil dengan hantaran maksimum. Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana

atau dengan kata lain debit yang dialirkan harus sama atau lebih besar dari debit rencana. Untuk

mencegah muka air ke tepi (meluap) maka diperlukan adanya tinggi jagaan pada saluran, yaitu

jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana.

Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa macam antara

lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah lingkaran. Beberapa bentuk

saluran dan fungsinya dijelaskan pada tabel berikut ini;

Tabel bentuk-bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya


Selain bentuk-bentuk yang tertera dalam tabel, masih ada bentuk-bentuk penampang

lainnya yang merupakan kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut, misalnya kombinasi antara

empat persegi panjang dan setengah lingkaran, yang mana empat persegi panjang pada bagian

atas yang berfungsi untuk mengalirkan debit maksimum dan setengah lingkaran pada bagian

bawah yang berfungsi untuk mengalirkan debit minimum.

B. Persamaan yang Digunakan untuk Menghitung Dimensi Saluran

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bentuk saluran ada berbagai macam dan yang akan

dibahas persamaannya dibatasi hanya pada bentuk empat persegi panjang dan trapesium.
1. Persamaan pada bentuk saluran empat persegi panjang
2. Persamaan pada bentuk saluran trapesium

C. Contoh Perhitungan

Soal 1 !
Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015,

mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran

Manning n= 0,010. Hitung kecepatan aliran dalam saluran, jika debit rencana sebesar 1,25

m3/det ?

Diketahui :
n = 0,010
S = 0,015
Q = 1,25 m3/det
h = 0,45 m
B = 0,50 m
Ditanyakan : V .........?
Penyelesaian :

Soal 2 !
Saluran drainase berbentuk trapesium dengan kemiringan dinding saluran m= 1, mempunyai

kedalaman air 0,65 meter, lebar dasar 1,25 meter, koefisien kekasaran Manning n = 0,010.

Hitung kemiringan dasar saluran jika debit yang mengalir sebesar 3,10 m3/det ?

Diketahui :
m=1
h = 0,65 m
B = 1,25 m
n= 0,010
Q = 3,10 m3
Ditanya : S ..........?
Penyelesaian :

Soal 3 !
Saluran drainase sekunder berbentuk trapesium mengalirkan debit sebesar 2,3 m3/det.

Kemiringan dasar saluran 1 : 5000. Dasar saluran mempunyai koefisien kekasaran n = 0,012.

Tentukan dimensi tampang saluran yang paling ekonomis ?

Diketahui :
Q = 2,3 m3/det
S = 1 : 5000
n = 0,012
Ditanyakan : dimensi penampang yang ekonomis ?
Penyelesaian :

Bentuk trapesium yang paling ekonomis adalah setengah heksagonal, dengan jari-jari
hidraulik setengah dari kedalaman air.

Sumber :
Wesli,Ir.,2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta

Menghitung Debit Rencana pada Daerah Pengaliran yang Tidak Seragam


dengan Menggunakan Metode Rasional

Kenyataan di lapangan sulit menemukan daerah pengaliran yang permukaannya

seragam, dalam artian hutan semua, aspal dan beton semua. Rumus dari metode Rasional untuk

perhitungan daerah yang homogen dan heterogen sebenanya sama saja, perbedaannya terletak

pada nilai C (koefisien limpasan) karena tutupan permukaanya heterogen. Jika koefisien

limpasan dari suatu daerah pengaliran sungai (DAS) tersebut dibagi-bagi terlebih dahulu

menjadi sub DAS (Ai) sesuai dengan tata guna lahannya (Ci).

Nah, bagaimana langkah-langkah perhitungan debit rencana pada daerah pengaliran

yang tidak seragam dengan Metode Rasional itu sudah dibahas pada beberapa waktu yang lalu

(baca disini). Sekarang langsung kita masuk pada cara menghitungnya dengan pendekatan

latihan soal.

Rumus yang akan kita gunakan pada latihan soal kali ini :

Q = 0,278 x IT x (Σ Ai x Ci)

Keterangan :
Ci = Koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke i
Ai = luas sub daerah pengaliran ke i
n = jumlah sub daerah pengaliran

Latihan Soal !
Data yang kita pakai untuk latihan soal adalah melanjutkan data pada pembahasan yang lalu

dimana kita sudah hitung sampai intensitas curah hujan untuk beberapa periode. Data tersebut

yang akan digunakan untuk menghitung debit untuk masing-masing periode ulang tersebut

yakni 2 tahun, 5, 10, 25, 50, 100. Pada pembahasan yang lalu itu kita menghitung hanya satu

pemukiman yang salurannya merupakan saluran sekunder dan akan menuju sungai utama

(saluran primer), sedangkan pada latihan soal kali ini, gabungan pemukiman yang berdekatan

dengan perbukitan, dengan sungai utama membelah di tengahnya, seperti tertera dalam sketsa

di bawah ini :
Suatu daerah pengaliran sungai mempunyai luas 11,3 Km2 yang terdiri dari 35% hutan berbukit

dan 65% merupakan kawasan pemukiman. Panjang sungai utama yang telah diukur adalah 4,75

Km dengan kemiringan rata-rata 0,032%.

Apabila diketahui intensitas hujan rencana seperti tertera dalam tabel

Tabel intensitas hujan rencana beberapa periode

PUH Intensitas
(mm/jam)
2 157,67
5 222,79
10 265,86
25 320,39
50 360,80
100 400,92

Pertanyaan :

Berapakah debit rencana untuk masing-masing periode ulang ?

Berapakah waktu konsentrasi pada sungai utama ?

Diketahui :
Luas daerah pengaliran sungai (A) = 11,3 Km2
Nilai C untuk hutan berbukit = 0,80
Nilai C untuk pemukiman (rumah tinggal) = 0,50
Nilai intensitas hujan : tertera dalam tabel diatas.

Jawaban pertanyaan 1 :

*) Hitung Σ A1C1 = (35% x 11,5 km2 x 0,80) + (65% x 11,5 km2 x 0,30)
= 6,92 km2

*) Dengan memasukan nilai ΣA1C1 dan nilai intensitas hujan masing periode ulang.

Q2 = 0,278 l2 ΣA1C1
= 0,278 x 157,67 x 6,92
= 303,31 m3/detik

Q5 = 0,278 l5 ΣA1C1
= 0,278 x 222,79 x 6,92
= 428,59 m3/detik

Q10 = 0,278 l10 ΣA1C1


= 0,278 x 265,86 x 6,92
= 511,45 m3/detik

Q25 = 0,278 l25 ΣA1C1


= 0,278 x 320,39 x 6,92
= 616,35 m3/detik

Q50 = 0,278 l50 ΣA1C1


= 0,278 x 360,80 x 6,92
= 694,09 m3/detik

Q100 = 0,278 l100 ΣA1C1


= 0,278 x 400,92 x 6,92
= 771, 27 m3/detik

Jawaban pertanyaan 2 :

Diketahui panjang sungai utama yang telah diukur (L) = 4,75 Km


Kemiringan rata-rata (S) = 0,032

*) Hitung waktu konsentrasi (tc) :


*) Grafik intensitas curah hujan rencana dan grafik debit rencana

Menghitung Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe

Untuk menghitung hujan rencana dengan rumus mononobe harus tersedia data hujan

harian. Bentuk umum dari rumus mononobe adalah :

Sebagai contoh kita pakai data pada pembahasan yang lalu tapi kita tambah dengan menghitung

periode hujan dengan periode ulanghujan (PUH) untuk periode 2 tahun, 5, 25, 50, dan 100

tahun lalu kita hitung curah hujannya dengan metode mononobe.


Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan tinggal ganti nilai t dengan nilai durasi waktu,

misalnya 5 menit atau sama dengan 0,08 jam dan ganti nilai R24 pada masing-masing nilai

periode ulang hujan (PUH) tahun. Hitung durasi lainnya, maka hasilnya akan seperti yang ada

dalam tabel.

Berdasarkan persamaan tersebut selanjutnya dapat dihitung intensitas hujan untuk berbagai

durasi hujan seperti yang diperlihatkan dalam tabel :

Tabel Metode Mononobe curah hujan 24 jam


Durasi 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 50 100 Tahun
(Jam) Tahun Tahun
157,67 222,79 265,86 320,39 360,81 400,92
0,08 294,40 416,00 496,42 598,24 673,72 748,61
0,17 178,12 251,68 300,34 361,94 407,60 452,91
0,25 134,18 189,60 226,25 272,66 307,06 341,19
0,34 112,20 158,55 189,20 228,01 256,77 285,32
0,5 76,83 108,57 129,56 156,13 175,83 195,38
1 54,66 77,23 92,16 111,07 125,08 138,99
2 34,43 48,65 58,06 69,97 78,79 87,55
4 21,69 30,65 36,57 44,07 49,64 55,15
5 18,69 26,41 31,52 37,98 42,77 47,53

Berdasarkan data dalam tabel baru kemudian digambarkan grafik hubungan antara durasi
hujan dan intensitas.

Sumber :
Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha
Ilmu. Yogyakarta

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Mei 04, 2014


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: LINGKUNGAN

Sumber Pustaka :
Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu. Yogyakarta
Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Mei 04, 2014
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Pendugaan Limpasan Permukaan dalam Perencanaan Drainase (Debit


Rencana)

I. Pendahuluan

Pembangunan umumnya mempunyai dampak terhadap lingkungan fisik-kimia dalam

hal ini salah satunya adalah hidrologi. Perubahan tata guna lahan (land use) sangat berperan

dalam menaikan jumlah limpasan permukaan. Perubahan tata guna lahan dari kawasan hutan

menjadi kawasan terbangun akan mempengaruhi kuantitas resapan tanah, karena diatas tanah

yang bisa meresap air telah ditutupi bangunan permanen yang kedap air, sehingga air hujan

yang mengalir di permukaan cukup besar. Apabila limpasan permukaan tidak dikelola dan

ditangani dengan baik akan terjadi banjir.

Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan sarana fisik yang berpotensi

mengubah tata guna lahan perlu dilakukan pendugaan terhadap debit limpasan permukaan

dalam beberapa tahun kedepan (debit rencana). Kemudiaan hasil pendugaan itu dijadikan

acuan untuk merencanakan dimensi saluran drainase, agar saluran drainase tersebut dapat

menampung debit banjir.

II. Langkah Perhitungan Debit Rencana

a) Hitung intensitas curah hujan rata-rata (I)

Untuk menghitung intensitas curah hujan rata-rata diperlukan data curah hujan minimal harus
ada data curah hujan maksimum dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Untuk mengetahui nilai rata-rata curah hujan selama 10 tahun, maka dapat dicari mengunakan

rumus sebagai berikut:


b) Hitung luas daerah tangkapan Hujan (A)

c) Masukan nilai koefisien pengaliran/limpasan air (C)

d) Hitung debit rencana puncak (QP) dengan rumus rasional. Masukan semua nilai yang sudah

didapat diatas, yakni C, I, dan A dalam rumus rasional sebagai berikut untuk mendapatkan nilai

debit rencana.

QP = 0,278 x C x I x A

QP = Debit rencana/puncak
C = Coefisien pengaliran/limpasan air
I = Intensitas curah hujan ( mm/jam )
A = Luas daerah tangkapan hujan

III. Contoh Perhitungan

Pada lahan seluas 570250 m2 akan dibangun kawasan pemukiman. Diketahui data hujan harian

maksimum 10 tahun pengamatan seperti tercantum dalam kolom 2 pada tabel 3.1. Hitunglah

besarnya hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun dengan berdasarkan pada rumus

Distribusi Gumbel. Kemudian hitunglah debit rencana pada daerah tangkapan hujan (DTH)

seluas 570250 m2 dengan menggunakan Metode Rasional.

Jawab :

a) Hitung besarnya hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun

Tabel 3.1. Curah hujan maksimum dalam 10 tahun pengamatan

ket : data hujan hanya Tahun Curah hujan Xi permisalan

(mm)

2004 134
2005 173
2006 241
2007 131
2008 121
2009 126
2010 106
2011 138
2012 234
2013 245
Jumlah 1649
Rata-rata 164,9
b ) Hitung luas daerah tangkapan hujan (DTH)
Luas daerah tangkapan hujan (DTH) = 570250 m2 = 0,57025 km2

c) Tetapkan koefisien pengaliran/limpasan permukaan

Karena areal tersebut akan tertutup permukaan kedap air (bangunan, aspal, dll) maka nilai C

adalah 0,95 (koefisien untuk perkerasan aspal dan beton).

d) Hitung debit rencana/puncak (QP)

Hitung debit rencana menggunakan metode rasional

QP = 0,278 x C x I x A

Masukan nilai C, I, A dalam rumus metode rasional lalu dikalikan :

A = 0,570250 km2
I = 3,10 mm/jam
C = 0,95
Maka QP = 0,278 x 0,95 x 3,10 mm/jam x 0,570250 km2
= 0,46 m3/dtk

Jadi debit rencana dengan periode ulang 5 tahun adalah 0,46 m3/detik.

III. Kesimpulan
Debit rencana bersifat probabilistik (mengandung unsur kemungkinan). Debit rencana

periode ulang 5 tahun (Q5) = 0,46 m3/detik, tidak berarti debit sebesar 0,46 m3/detik akan terjadi

secara periodik 1 kali dalam setiap 5 tahun. Dalam 5 tahun ada kemungkinan 1 kali terjadi debit

yang besarnya sama atau lebih dari 0,46 m3/detik. Dalam 10 tahun ada kemungkinan 2 kali

terjadi debit yang besarnya sama atau lebih dari 0,46 m3/detik.

Debit rencana berguna dalam perencanaan dimensi saluran drainase. Perhitungan debit

rencana menjadi bagian yang sangat penting dalam perencanaan teknis dimensi saluran

drainase, karena nilai (besar-kecilnya) debit rencana akan menentukan besar kecilnya dimensi

saluran drainase. Dimensi hidrolis saluran yang lebih besar akan lebih aman dalam mengalirkan

debit tertentu, namun dimensi yang lebih besar akan berdampak pada pembengkakan biaya.

Sebaliknya dimensi hidrolis yang lebih kecil akan menjadi kurang aman dalam mengalirkan

debit tertentu. Muara dari perhitungan dari debit rencana adalah mendapatkan dimensi hidrolis

(kapasitas) yang ideal dan terbaik, terbaik dari segi teknis maupun ekonomi. (*)

Keterangan nilai yang dimbil dalam tabel yang merupakan tetapan :


Nilai Yn untuk data 10 tahun = 0,4952
Nilai Sn untuk data 10 tahun = 0,9496
Nilai Ytr PUH 5 tahun = 1.5004
Nilai Koefisien limpasan untuk metode rasional (C), bagi perkerasan aspal dan beton = 0,95

Sumber Pustaka :

Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu. Yogyakarta
Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Mei 04, 2014

Persamaan dalam Menghitung Jumlah Kehilangan Tanah Akibat Erosi

"Kondisi seimbang suatu lahan apabila besarnya laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah"

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai penggendalian dampak erosi tanah.

Dampak-dampak yang timbul akibat erosi itu sangat merugikan manusia, baik dari sisi teknik, ekonomi

maupun sosial.
Erosi sendiri adalah pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses penghanyutan tanah

oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun

sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia (Sitanala Arsyad, 1989).

Bentuk lahan (landscape) yang ada saat ini merupakan hasil dari proses erosi yang

berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Kelokan-kelokan pada sungai (meander), itu juga

merupakan hasil dari proses erosi yang berlangsung di sungai. Selama hujan masih turun dan masih

ada tanah di muka bumi ini erosi akan terus berlangsung. Air hujan itu ibarat pahat yang senantiasa

terus memahat tanah (mengikis tanah), yang harus diupayakan adalah agar tanah yang terkikis (hilang)

jumlahnya kecil.

Untuk itu guna menghindari terjadinya degradasi pada tanah di suatu lahan perlu diciptakan

kondisi yang seimbang. Apa yang dimaksud dengan kondisi yang seimbang ? Kondisi seimbang suatu

lahan apabila besarnya laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah

secara alami akan memakan waktu yang cukup lama. Untuk membentuk lapisan atas tanah sebesar

2,5 cm (25 mm) membutuhkan waktu 300 tahun. Namun dengan pengelolaan tanah yang baik maka

waktu tersebut dapat diperpendek menjadi 30 tahun saja (Suripin 2002, dalam Kodoatie dan Sjarief,

2008).

Laju erosi dengan besaran tertentu masih bisa diijinkan apabila disertai dengan pengolahan

tanah yang benar, pengaturan tata air, dan penambahan bahan organik yang tepat.

Tabel. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Apabila Dilihat dari jumlah Kehilangan Tanah
(ton/ha/th)

Jumlah Kehilangan Tanah


Kelas (ton/ha/th) Tingkat Bahaya Erosi

1 0 - 14,6 Sangat ringan (SR)


2 14,7 - 36,6 Ringan (R)

3 36,7 - 58,6 Sedang (S)

4 58,7 - 80,6 Berat (B)

5 > 80,7 Sangat berat (SB)

Sumber : Dangler (dalam Greenland dan Lal, 1977 dalam Sitanala Arsyad, 1989)

Faktor-Faktor Penyebap Erosi

Gambar 1. Hubungan Klasifikasi Faktor-faktor Penyebap Erosi

1. Faktor Iklim menentukan nilai indeks erosivitas hujan.


2. Faktor tanah dengan sifat-sifatnya itu dapat menentukan besar kecilnya laju pengikisan (erosi) dan

dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah dan tidaknya

tanah tersebut tererosi).

3. Faktor bentuk kewilayahan (topografi) menentukan kecepatan lajunya air di permukaan yang mampu

mengangkut atau menghanyutkan partikel-partikel tanah.

4. Faktor kegiatan manusia selain dapat mempercepat terjadinya erosi karena perlakuan-perlakuannya

yang negatif, dapat pula memegang peranan yang penting dalam usaha pencegahan erosi yaitu

dengan perbuatan atau perlakuan-perlakuannya yang positif.

5. Faktor tanah Penutup vegetasi memiliki sifat melindungi tanah dari timpaan-timpaan keras titik-titik

curah hujan ke permukaannya, selain itu dapat memperbaiki susunan tanah dengan bantuan akar-

akarnya yang menyebar.

Persamaan Untuk Menghitung Jumlah Kehilangan Tanah

Gambar 2. Erosi Parit (Gully Erosion) pada Daereh Perbukitan


Besarnya erosi tahunan ET dapat diperkirakan dengan persamaan berikut (Julien 1995,

dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008) :

ET = EU + EG + EB

Dimana :

EU = Erosi bagian hulu yang ditinjau (upland)


EG = Erosi dari pembentukan parit/selokan (gully) pada daerah perbukitan
EB = Erosi Tebing sungai.

EU ini umumnya menjadi sumber utama erosi lahan sedangkan EG dan EB untuk DAS yang

dengan karakteristik sistem fluvial yang stabil dapat diabaikan.

Dalam persamaan diatas tidak dimasukan erosi alur (rill erosion) dan erosi lembaran (sheet

erosion) secara parsial. Nah, untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar dan alur pada

keadaan tertentu digunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) atau persamaan umum

kehilangan tanah yang merupakan gabungan 6 parameter utama (lihat gambar 1 diatas).

EU = R K L S C P

Dimana :

EU = Erosi tiap satuan area upland erosion dari erosi lembaran dan erosi rill (tons/acre).
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas tanah (ton/acre)
L = faktor panjang area (field)
S = faktor kemiringan lahan
C = faktor pengelolaan penanaman
P = faktor konservasi lapangan
Chay Asdak (1995) juga mengemukakan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam

pemakaian persamaan USLE :

1 USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur dan tidak ditunjukan untuk menghitung erosi

parit.

2 USLE hanya memperkirakan besarnya tanah yang tererosi, tapi tidak memperhatikan deposisi sedimen

dalam perhitungan besarnya perkiraan erosi.

Sumber Pustaka :

 Arsyad Sitanala., Konservasi Tanah & Air, IPB Press, Bogor, 1989
 Kodoatie & Sjarief., Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Andi, Yogyakarta, 2008

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Kamis, Februari 27, 2014 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: Alam

Jumat, 21 Februari 2014

Pengendalian Dampak Erosi Tanah


Salah satu penyebap terjadinya banjir adalah berkurangnya kapasitas tampung sungai

(pendangkalan) akibat tingginya laju sedimentasi, sehingga sungai tidak mampu menampung debit

banjir.

Mengapa laju sedimentasi bisa meningkat ? Penyebap utama tingginya laju sedimentasi

adalah rusaknya daerah tangkapan air dan pengelolaan tanah yang kurang memperhatikan kaidah-

kaidah konservasi tanah. Jika laju sedimentasi di suatu sungai atau badan air tinggi, itu bisa menjadi

sebuah indikator bahwa tingkat erosi tanah pun tinggi. Jumlah kehilangan tanah akibat erosi

berbanding lurus dengan laju sedimentasi, dimana jika jumlah kehilangan tanahnya besar maka

semakin besar pula laju sedimentasi. Sedimentasi dan mendangkalnya sungai, waduk, saluran irigasi

dan badan air lainnya merupakan dampak langsung dari erosi tanah. Dampak tersebut merupakan

dampak di luar tempat kejadian erosi, dimana erosi terjadi di hulu (daerah tangkapan air) dan

sedimentasi terjadi di bagian tengah dan hilir sungai.

Mendangkalnya sungai dan badan air lainnya akibat sedimentasi adalah salah satu dampak

dari erosi tanah. Dalam tabel berikut dijelaskan mengenai dampak dari erosi tanah lainnya, baik itu

dampak langsung maupun tidak langsung dan juga dampak di tempat kejadian erosi maupun dampak

di luar tempat kejadian erosi.

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah

Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Erosi Dampak di Luar Tempat Kejadian
Erosi

- Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang relatif - Pelumpuran atau sedimentasi dan
kaya unsur hara dan bahan organik, pendangkalan waduk, sungai, saluran
memiliki sifat-sifat fisik yang baik bagi irigasi, muara sungai, pelabuhan dan
tempat akar tanaman berjangkar. badan air lainnya.

- Meningkatnya pengunaaan energi - Tertimbunnya lahan pertanian, jalan


untuk berproduksi. dan rumah atau bangunan lainnya.
- Kemerosotan produktivitas tanah atau - Menghilangnya mata air dan
bahkan menjadi tidak dapat digunakan memburuknya kualitas air
untuk berproduksi
- Kerusakan ekosistem perairan
- Kerusakan bangunan konservasi dan (tempat bertelur ikan, terumbu
bangunan lainnya karang dan sebagainya)

- Pemiskinan petani penggarap - Kehilangan nyawa oleh banjir dan


dan/atau pemilik tanah tertimbun longsor

- Meningkatnya areal banjir dan


frekuensi serta lamanya waktu banjir
di musim hujan, dan meningkatnya
ancaman kekeringan pada musim
kemarau.

- Tidak Langsung - Berkurangnya alternatif penggunaan - Kerugian sebagai akibat


lahan memendeknya umur guna waduk
dan saluran irigasi dan tidak
- Timbulnya dorongan atau tekanan
berfungsinya badan air lainnya.
untuk membuka lahan baru dengan
membabat hutan

- Timbulnya keperluan penyediaan dana


untuk perbaikan bangunan konservasi
yang rusak

Sumber : Arsyad Sitanala, 1989

Dalam tabel diatas terlihat bahwa dampak yang timbul akibat aktivitas erosi tanah sungguh

sangatlah merugikan manusia. Oleh karena itu dianggap penting untuk dilakukan upaya pengendalian

terhadap dampak erosi, agar dampak-dampak negatif yang timbul bisa diminimalisir atau dicegah

sedini mungkin.

Dalam tabel berikut dijelaskan mengenai upaya pengendalian atau penanganan dampak erosi

tanah yang meliputi beberapa aspek.

Tabel 2. Upaya Pengendalian/Penanganan Dampak Erosi


No Aspek Upaya Pengendalian/Penanganan Dampak Erosi

1 Struktur - Membangun bendung penahan sedimen (check dam) guna mengendalikan


laju angkutan sedimen serta menampung sedimen secara tetap maupun
sementara.
- Pembuatan sumur resapan untuk meningkatkan laju infiltrasi air kedalam
tanah, agar run off berkurang dan dengan demikian laju erosi tanah pun
berkurang.
- Membangun talud pada daerah curam yang berdekatan dengan jalan atau
pemukiman penduduk guna meminimalisir terjadinya longsoran tanah
atau gerakan massa tanah lainnya.
- Membangun talud dan memasang bronjongan kawat pada tepi (tebing)
sungai guna mencegah terjadinya erosi pada tebing sungai (river bank
erosion).

2 Non Struktur - Melakukan penghijauan (reboisasi) di lahan-lahan kritis (gundul).


- Penanaman pohon/penghijauan di sepanjang bantaran sungai (riparian
strip) guna mencegan terjadinya longsoran tanah pada tebing sungai.
- Menambah areal ruang terbuka hijau (RTH).
- Mengeruk sampah dan sedimentasi yang mengendap di dasar sungai dan
badan air lainnya secara teratur, guna mencegah terjadinya banjir secara
dini.

3 Hukum & - Mempidanakan pelaku pengerusakan hutan agar memberikan efek jera.
Sosial
- Membuat regulasi khusus terkait dengan penyelamatan hutan, zonasi
kawasan, penggunaan tanah serta konservasi tanah.
- Memberdayakan serta melibatkan masyarakat untuk ikut serta dalam
program-program penghijauan.
- Mengkampanyekan gerakan menanam pohon one man one tree (satu
orang satu pohon).
- Memasang tanda larangan menebang pohon dan membakar hutan di
areal-areal konservasi (conservation zone), serta melakukan monitoring
secara rutin di areal konservasi guna mencegah terjadinya aktivitas
pembalakan liar.
- Memberikan penghargaan (award) bagi individu, kelompok masyarakat
maupun lembaga yang telah terlibat dan berjasa dalam usaha pelestarian
dan penyelamatan hutan.
- Penguatan kelembagaan pada lembaga atau instansi yang tupoksinya
menangani bencana agar lebih tanggap dan responsif dalam
penangulanggan bencana, terutama bencana yang terkait dengan dampak
erosi seperti banjir, tanah longsor,dll.

4 Riset & - Penelitian tentang tanah dan erosi serta dampak yang ditimbulkan perlu
Penelitian
dilakukan dan hasilnya bisa menjadi acuan dalam menangani dampak
erosi.
Sketsa Potongan Melintang dan Memanjang Bendung Penahan Sedimen (Check Dam). Check Dam
Fungsinya Mengendalikan Laju Angkutan Sedimen serta Menampung Sedimen Secara Tetap
Maupun Sementara. Sedimen yang Tertampung di Check Dam Bisa Dimanfaatkan untuk Bahan
Bangunan

Demikian pembahasan mengenai pengendalian dampak erosi tanah. Sekian dan Terima Kasih

(*).

Sumber :
Peranan Tumbuh-tumbuhan dalam Mengurangi dan Menghambat Laju
Limpasan Permukaan

Salah satu faktor dari sekian faktor penyebap terjadinya banjir di daerah hilir DAS adalah

maraknya aktivitas penebangan pohon yang tak terkendali dalam kawasan hutan di hulu DAS. Hal ini

sangat disayangkan karena pepohonan yang tumbuh dalam suatu kawasan hutan sangat berperan

dalam mengurangi dan menghambat laju limpasan permukaan, sehingga ancaman erosi, tanah

longsor, banjir serta sedimentasi yang berdampak pada pendangkalan sungai bisa diminimalisir.

Tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dalam suatu kawasan hutan yang tidak terganggu sangat

berperan dalam mengurangi dan menghambat laju limpasan permukaan, sehingga dampak negatif

yang timbul akibat besarnya jumlah dan kecepatan limpasan permukaan dapat dicegah ataupun

diminimalisir sifat destruktifnya.

Hujan yang turun diatas kawasan ekosistem hutan sampainya ke permukaan tanah akan

ditahan dan dihambat oleh daun-daunan dan ranting-ranting pohon yang tinggi di kawasan itu

sehingga permukaan tanah akan terlindung dari timpaan-timpaan titik-titik hujan yang berdaya

tumbuk (energi kinetik) berat. Air hujan yang tertahan oleh daun-daun dan ranting-ranting tersebut

sampainya ke permukaan tanah kebanyakan mengalir ke bawah mengikuti batang-batang pohon

sehingga daya tumbuknya dapat dikatakan relatif sangat lemah.


Sedangkan tanaman-tanaman rendah, seperti semak belukar dan rumput-rumputan dibawah

pohon-pohon yang tinggi itu yang menutupi permukaan tanah, maka air tak berdaya menghancurkan

agregat-agregat tanah menjadi partikel-partikel yang kecil. Sebagian air yang berinfiltrasi ke dalam

tanah setelah diisap oleh akar-akar tanaman ada yang ditranspirasikan (diuapkan kembali) dan yang

masih tertahan di sekitar permukaan tanah sebagian mengalir secara lambat memasuki sungai yang

ada di sekitar kawasan tersebut.

Tutupan lahan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan kecepatan limpasan permukaan.

Berikut disajikan hubungan antara kondisi lahan dengan jumlah massa air permukaan dan jumlah

massa tanah yang tererosi pada tabel di bawah ini.

Tebel Hubungan antara kondisi lahan dengan jumlah air permukaan dan jumlah massa tanah yang
tererosi (Benner, 1939)
Kondisi Tetumbuhan Massa tanah yang tererosi Persentase air permukaan
(ton/acre) dari curah hujan (%)

Hutan lebat 0,00 0,12

Rumput 0,04 6,50

Ladang (tanah gembur) 73,20 41,95

Lahan gundul (tanah padat) 69,00 48,80

Melihat data yang disajikan dalam tabel diatas, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika

hutan menjadi gundul ? Jika hutan menjadi gundul jumlah dan daya air hujan yang mengalir diatas

permukan tanah akan meningkat cukup signifikan, sehingga potensi terjadinya erosi, banjir, dan tanah

longsor serta pendangkalan sungai akibat sedimentasi akan semakin besar. Ketika suatu lahan

merupakan hutan lebat presentase air hujan yang run off sekitar 0,12%, kondisi tersebut sangat

bertolak belakang apabila suatu lahan dalam kondisi gundul, karena limpasan permukaan (run off)

naik menjadi 48,80 %.


Jumlah dan Kecepatan Limpasan Permukaan (Run Off) akan Meningkat Apabila Suatu Lahan dalam
Kondisi Gundul

Tumbuh-tumbuhan dalam suatu kawasan hutan mempunyai peranan dalam mengurangi dan

menghambat laju lmpasan permukaan. Tentu situasinya akan sangat kontras apabila suatu lahan

dalam kondisi gundul, karena jumlah air hujan yang run off (mengalir diatas permukaan) akan

meningkat signifikan dan kecepatan air pun bertambah, dimana kecepatannya berkisar antara dari

0,1 – 1 m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik tergantung dari kemiringan lahan, tinggi

aliran dan penutup lahan, sehingga peluang terjadinya erosi dan banjir sangat besar.
Melihat peran tersebut, maka sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan, secara khusus

hutan di kawasan hulu DAS. Lahan-lahan yang sudah terlanjur gundul atau dalam kondisi kritis perlu

dihijaukan kembali (reboisasi) guna meminimalisir dampak-dampak negatif yang mungkin akan terjadi

terhadap kawasan hutan di hulu DAS itu sendiri maupun kawasan bawahannya, baik yang sifatnya

jangka pendek maupun jangka panjang. Diharapkan setiap aktivitas pembangunan, perladangan,

maupun usaha perkayuan (HPH) memperhatikan zonasi dan fungsi kawasan yang tertera dalam RUTR

(Rencana Umum Tata Ruang) provinsi/kabupaten/kota. Jika suatu kawasan hutan telah ditetapkan

sebagai kawasan perlindungan, maka harus bersih dari kegiatan budidaya yang sifatnya dapat

menganggu fungsi lindung. (*)

Sumber :
- Rahim, SE. 2012. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksra. Jakarta

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Jumat, November 29, 2013


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: LINGKUNGAN
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Menduga Limpasan Permukaan dengan Metode Rasional

A. Defenisi Limpasan Permukaan

Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan

tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu

(intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada

atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan). Sedangkan

jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung kepada luas areal tangkapan, koefisien run

off dan intensitas hujan maksimum.

Mengapa perlu dilakukan pendugaan terhadap limpasan permukaan ? Karena limpasan

permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebapkan pemindahan atau

pengangkutan massa tanah secara besar-besaran dan berujung pada terjadinya musibah banjir di

daerah yang rendah, terutama daerah yang merupakan dataran banjir (flood plain).

Atas alasan tersebut jumlah limpasan sangat penting untuk diketahui. Adapun tujuannya yakni

1 Untuk merancang jumlah dan dimensi saluran atau struktur lainnya dalam rangka menyimpan
limpasan permukaan;
2 Untuk mengetahui besarnya laju limpasan permukaan di suatu daerah yang digunakan sebagai dasar
untuk antisipasi penanganannya.

Informasi dasar yang dibutuhkan dalam melakukan pendugaan yaitu :

1 Jumlah keseluruhan air hujan yang mungkin jatuh, katakanlah setiap tahunnya. Sebaiknya data
tersebut bersumber dari data iklim untuk periode ulang yang lama, misalnya 30 tahun ke atas;
2 Laju maksimum limpasan permukaan yang mungkin terjadi

B. Pendugaan Limpasan Permukaan

Pendugaan limpasan permukaan bergantung pada tiga faktor yakni,

1. Jumlah maksimum curah hujan per satuan waktu (intensitas maksimum);

2. Curah hujan yang menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan permukaan). Besarnya nilai

faktor ini bergantung kepada topografi, kemiringan lereng, tekstur tanah, dan juga bergantung kepada

tipe penutupan tanah serta pengelolaannya;

3. Luas areal tangkapan (catchment area).

Dalam pendugaan laju puncak limpasan permukaan setidaknya ada tiga metode yang umum

digunakan yakni, metode Rasional, metode Cook, dan metode USSCS (Biro Pelayanan Konservasi

Tanah Amerika). Namun, kali ini kita hanya akan menduga limpasan permukaan dengan menggunakan

metode Rasional yang merupakan rumus empiris yang paling tua dan sering digunakan. Rumusnya

sebagai berikut :

Q (m3/dt) = 0,278 C x I x A

Dimana :
C= Koefisien limpasan

I = intensitas maksimum (mm/jam)


A= luas areal (hektare)

C. Contoh Soal Pendugaan Limpasan Permukaan

Pembangunan umumnya mempunyai dampak terhadap lingkungan, salah satunya dampak

terhadap kondisi hidrologi di suatu kawasan yakni terjadi kenaikan pada debit limpasan permukaan.

Berikut contoh soal dan jawabannya mengenai pendugaan limpasan permukaan yang dijelaskan dan

diselesaikan secara garis besar.

Contoh soal :

Di suatu daerah tangkapan seluas 20 hektare akan dibangun pusat bisnis dan perkantoran.

Sebelum dibangun kawasan ini sebelumnya berupa hutan primer, dimana nilai koefisien limpasan

permukaan (Ctp – C tanpa proyek) 0,30 (topografi datar dan tanahnya bertekstur liat dan lempung

berdebu). Jika ketika telah selesai dibangun, 50% areal tersebut akan tertutup oleh permukaan kedap

air (bangunan,aspal, beton,dll) maka Cdp (C dengan proyek) adalah 0,55. Apabila intensitas hujan

sama, katakanlah 70 mm/jam dan luas areal tetap sama 20 hektare maka limpasan permukaan

sesudah dan sebelum proyek adalah sebagai berikut :

 Limpasan Permukaan Tanpa Proyek :

Q = 0,278 x C (tanpa proyek) x I x A

= 0,278 x 0,30 x 70 x 20

= 116,76 m3/dt

 Limpasan Permukaan Dengan Proyek :

Q = 0,278 x C (dengan proyek) x I x A


= 0,278 x 0,55 x 70 x 20

= 214,06 m3/dt

 Selisih debit

Q = Qdp – Qtp

= 214,06 – 116,76

= 97,3 m3/dt

Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa sebelum ada proyek (masih hutan primer) debit

limpasan permukaan adalah 116,76 m3/dt dan setelah dilakukan pembangunan debit puncak limpasan

permukaan menjadi 214,06 m3/dt. Artinya, terjadi kenaikan sebesar 97,3 m3/dt dari debit sebelum

ada proyek (hutan primer). Hasil pendugaan ini nantinya dijadikan acuan dalam membuat saluran

drainase agar kapasitasnya melebihi potensi banjir yang dapat terjadi (debit banjir maksimum).

Langkah-langkah proses pendugaan limpasan permukaan tersebut digambarkan dalam bagan di

bawah ini :
Sumber :

- Rahim, SE. 2012. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta

- Wesli,Ir.,2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Sabtu, November 23, 2013

Anda mungkin juga menyukai