A. Bentuk Saluran
Dalam menentukan bentuk dan dimensi saluran yang akan digunakan dalam
pembangunan saluran baru maupun dalam kegiatan perbaikan penampang saluran yang sudah
ada, salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan lahan. Mungkin di
daerah pedesaan membangun saluran dengan kapasitas yang besar tidak menjadi masalah
karena banyaknya lahan yang kosong, tapi di daerah perkotaan yang padat tentu bisa menjadi
persoalan yang berarti karena terbatasnya lahan. Oleh karena itu, penampang saluran drainase
perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu
penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah
terkecil dengan hantaran maksimum. Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana
atau dengan kata lain debit yang dialirkan harus sama atau lebih besar dari debit rencana. Untuk
mencegah muka air ke tepi (meluap) maka diperlukan adanya tinggi jagaan pada saluran, yaitu
jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana.
Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa macam antara
lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah lingkaran. Beberapa bentuk
lainnya yang merupakan kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut, misalnya kombinasi antara
empat persegi panjang dan setengah lingkaran, yang mana empat persegi panjang pada bagian
atas yang berfungsi untuk mengalirkan debit maksimum dan setengah lingkaran pada bagian
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bentuk saluran ada berbagai macam dan yang akan
dibahas persamaannya dibatasi hanya pada bentuk empat persegi panjang dan trapesium.
1. Persamaan pada bentuk saluran empat persegi panjang
2. Persamaan pada bentuk saluran trapesium
C. Contoh Perhitungan
Soal 1 !
Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015,
mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran
Manning n= 0,010. Hitung kecepatan aliran dalam saluran, jika debit rencana sebesar 1,25
m3/det ?
Diketahui :
n = 0,010
S = 0,015
Q = 1,25 m3/det
h = 0,45 m
B = 0,50 m
Ditanyakan : V .........?
Penyelesaian :
Soal 2 !
Saluran drainase berbentuk trapesium dengan kemiringan dinding saluran m= 1, mempunyai
kedalaman air 0,65 meter, lebar dasar 1,25 meter, koefisien kekasaran Manning n = 0,010.
Hitung kemiringan dasar saluran jika debit yang mengalir sebesar 3,10 m3/det ?
Diketahui :
m=1
h = 0,65 m
B = 1,25 m
n= 0,010
Q = 3,10 m3
Ditanya : S ..........?
Penyelesaian :
Soal 3 !
Saluran drainase sekunder berbentuk trapesium mengalirkan debit sebesar 2,3 m3/det.
Kemiringan dasar saluran 1 : 5000. Dasar saluran mempunyai koefisien kekasaran n = 0,012.
Diketahui :
Q = 2,3 m3/det
S = 1 : 5000
n = 0,012
Ditanyakan : dimensi penampang yang ekonomis ?
Penyelesaian :
Bentuk trapesium yang paling ekonomis adalah setengah heksagonal, dengan jari-jari
hidraulik setengah dari kedalaman air.
Sumber :
Wesli,Ir.,2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta
seragam, dalam artian hutan semua, aspal dan beton semua. Rumus dari metode Rasional untuk
perhitungan daerah yang homogen dan heterogen sebenanya sama saja, perbedaannya terletak
pada nilai C (koefisien limpasan) karena tutupan permukaanya heterogen. Jika koefisien
limpasan dari suatu daerah pengaliran sungai (DAS) tersebut dibagi-bagi terlebih dahulu
menjadi sub DAS (Ai) sesuai dengan tata guna lahannya (Ci).
yang tidak seragam dengan Metode Rasional itu sudah dibahas pada beberapa waktu yang lalu
(baca disini). Sekarang langsung kita masuk pada cara menghitungnya dengan pendekatan
latihan soal.
Rumus yang akan kita gunakan pada latihan soal kali ini :
Q = 0,278 x IT x (Σ Ai x Ci)
Keterangan :
Ci = Koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke i
Ai = luas sub daerah pengaliran ke i
n = jumlah sub daerah pengaliran
Latihan Soal !
Data yang kita pakai untuk latihan soal adalah melanjutkan data pada pembahasan yang lalu
dimana kita sudah hitung sampai intensitas curah hujan untuk beberapa periode. Data tersebut
yang akan digunakan untuk menghitung debit untuk masing-masing periode ulang tersebut
yakni 2 tahun, 5, 10, 25, 50, 100. Pada pembahasan yang lalu itu kita menghitung hanya satu
pemukiman yang salurannya merupakan saluran sekunder dan akan menuju sungai utama
(saluran primer), sedangkan pada latihan soal kali ini, gabungan pemukiman yang berdekatan
dengan perbukitan, dengan sungai utama membelah di tengahnya, seperti tertera dalam sketsa
di bawah ini :
Suatu daerah pengaliran sungai mempunyai luas 11,3 Km2 yang terdiri dari 35% hutan berbukit
dan 65% merupakan kawasan pemukiman. Panjang sungai utama yang telah diukur adalah 4,75
PUH Intensitas
(mm/jam)
2 157,67
5 222,79
10 265,86
25 320,39
50 360,80
100 400,92
Pertanyaan :
Diketahui :
Luas daerah pengaliran sungai (A) = 11,3 Km2
Nilai C untuk hutan berbukit = 0,80
Nilai C untuk pemukiman (rumah tinggal) = 0,50
Nilai intensitas hujan : tertera dalam tabel diatas.
Jawaban pertanyaan 1 :
*) Hitung Σ A1C1 = (35% x 11,5 km2 x 0,80) + (65% x 11,5 km2 x 0,30)
= 6,92 km2
*) Dengan memasukan nilai ΣA1C1 dan nilai intensitas hujan masing periode ulang.
Q2 = 0,278 l2 ΣA1C1
= 0,278 x 157,67 x 6,92
= 303,31 m3/detik
Q5 = 0,278 l5 ΣA1C1
= 0,278 x 222,79 x 6,92
= 428,59 m3/detik
Jawaban pertanyaan 2 :
Untuk menghitung hujan rencana dengan rumus mononobe harus tersedia data hujan
Sebagai contoh kita pakai data pada pembahasan yang lalu tapi kita tambah dengan menghitung
periode hujan dengan periode ulanghujan (PUH) untuk periode 2 tahun, 5, 25, 50, dan 100
misalnya 5 menit atau sama dengan 0,08 jam dan ganti nilai R24 pada masing-masing nilai
periode ulang hujan (PUH) tahun. Hitung durasi lainnya, maka hasilnya akan seperti yang ada
dalam tabel.
Berdasarkan persamaan tersebut selanjutnya dapat dihitung intensitas hujan untuk berbagai
Berdasarkan data dalam tabel baru kemudian digambarkan grafik hubungan antara durasi
hujan dan intensitas.
Sumber :
Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha
Ilmu. Yogyakarta
Sumber Pustaka :
Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu. Yogyakarta
Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Mei 04, 2014
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
I. Pendahuluan
hal ini salah satunya adalah hidrologi. Perubahan tata guna lahan (land use) sangat berperan
dalam menaikan jumlah limpasan permukaan. Perubahan tata guna lahan dari kawasan hutan
menjadi kawasan terbangun akan mempengaruhi kuantitas resapan tanah, karena diatas tanah
yang bisa meresap air telah ditutupi bangunan permanen yang kedap air, sehingga air hujan
yang mengalir di permukaan cukup besar. Apabila limpasan permukaan tidak dikelola dan
Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan sarana fisik yang berpotensi
mengubah tata guna lahan perlu dilakukan pendugaan terhadap debit limpasan permukaan
dalam beberapa tahun kedepan (debit rencana). Kemudiaan hasil pendugaan itu dijadikan
acuan untuk merencanakan dimensi saluran drainase, agar saluran drainase tersebut dapat
Untuk menghitung intensitas curah hujan rata-rata diperlukan data curah hujan minimal harus
ada data curah hujan maksimum dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Untuk mengetahui nilai rata-rata curah hujan selama 10 tahun, maka dapat dicari mengunakan
d) Hitung debit rencana puncak (QP) dengan rumus rasional. Masukan semua nilai yang sudah
didapat diatas, yakni C, I, dan A dalam rumus rasional sebagai berikut untuk mendapatkan nilai
debit rencana.
QP = 0,278 x C x I x A
QP = Debit rencana/puncak
C = Coefisien pengaliran/limpasan air
I = Intensitas curah hujan ( mm/jam )
A = Luas daerah tangkapan hujan
Pada lahan seluas 570250 m2 akan dibangun kawasan pemukiman. Diketahui data hujan harian
maksimum 10 tahun pengamatan seperti tercantum dalam kolom 2 pada tabel 3.1. Hitunglah
besarnya hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun dengan berdasarkan pada rumus
Distribusi Gumbel. Kemudian hitunglah debit rencana pada daerah tangkapan hujan (DTH)
Jawab :
(mm)
2004 134
2005 173
2006 241
2007 131
2008 121
2009 126
2010 106
2011 138
2012 234
2013 245
Jumlah 1649
Rata-rata 164,9
b ) Hitung luas daerah tangkapan hujan (DTH)
Luas daerah tangkapan hujan (DTH) = 570250 m2 = 0,57025 km2
Karena areal tersebut akan tertutup permukaan kedap air (bangunan, aspal, dll) maka nilai C
QP = 0,278 x C x I x A
A = 0,570250 km2
I = 3,10 mm/jam
C = 0,95
Maka QP = 0,278 x 0,95 x 3,10 mm/jam x 0,570250 km2
= 0,46 m3/dtk
Jadi debit rencana dengan periode ulang 5 tahun adalah 0,46 m3/detik.
III. Kesimpulan
Debit rencana bersifat probabilistik (mengandung unsur kemungkinan). Debit rencana
periode ulang 5 tahun (Q5) = 0,46 m3/detik, tidak berarti debit sebesar 0,46 m3/detik akan terjadi
secara periodik 1 kali dalam setiap 5 tahun. Dalam 5 tahun ada kemungkinan 1 kali terjadi debit
yang besarnya sama atau lebih dari 0,46 m3/detik. Dalam 10 tahun ada kemungkinan 2 kali
terjadi debit yang besarnya sama atau lebih dari 0,46 m3/detik.
Debit rencana berguna dalam perencanaan dimensi saluran drainase. Perhitungan debit
rencana menjadi bagian yang sangat penting dalam perencanaan teknis dimensi saluran
drainase, karena nilai (besar-kecilnya) debit rencana akan menentukan besar kecilnya dimensi
saluran drainase. Dimensi hidrolis saluran yang lebih besar akan lebih aman dalam mengalirkan
debit tertentu, namun dimensi yang lebih besar akan berdampak pada pembengkakan biaya.
Sebaliknya dimensi hidrolis yang lebih kecil akan menjadi kurang aman dalam mengalirkan
debit tertentu. Muara dari perhitungan dari debit rencana adalah mendapatkan dimensi hidrolis
(kapasitas) yang ideal dan terbaik, terbaik dari segi teknis maupun ekonomi. (*)
Sumber Pustaka :
Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu. Yogyakarta
Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Mei 04, 2014
"Kondisi seimbang suatu lahan apabila besarnya laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah"
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai penggendalian dampak erosi tanah.
Dampak-dampak yang timbul akibat erosi itu sangat merugikan manusia, baik dari sisi teknik, ekonomi
maupun sosial.
Erosi sendiri adalah pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses penghanyutan tanah
oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun
Bentuk lahan (landscape) yang ada saat ini merupakan hasil dari proses erosi yang
berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Kelokan-kelokan pada sungai (meander), itu juga
merupakan hasil dari proses erosi yang berlangsung di sungai. Selama hujan masih turun dan masih
ada tanah di muka bumi ini erosi akan terus berlangsung. Air hujan itu ibarat pahat yang senantiasa
terus memahat tanah (mengikis tanah), yang harus diupayakan adalah agar tanah yang terkikis (hilang)
jumlahnya kecil.
Untuk itu guna menghindari terjadinya degradasi pada tanah di suatu lahan perlu diciptakan
kondisi yang seimbang. Apa yang dimaksud dengan kondisi yang seimbang ? Kondisi seimbang suatu
lahan apabila besarnya laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah
secara alami akan memakan waktu yang cukup lama. Untuk membentuk lapisan atas tanah sebesar
2,5 cm (25 mm) membutuhkan waktu 300 tahun. Namun dengan pengelolaan tanah yang baik maka
waktu tersebut dapat diperpendek menjadi 30 tahun saja (Suripin 2002, dalam Kodoatie dan Sjarief,
2008).
Laju erosi dengan besaran tertentu masih bisa diijinkan apabila disertai dengan pengolahan
tanah yang benar, pengaturan tata air, dan penambahan bahan organik yang tepat.
Tabel. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Apabila Dilihat dari jumlah Kehilangan Tanah
(ton/ha/th)
Sumber : Dangler (dalam Greenland dan Lal, 1977 dalam Sitanala Arsyad, 1989)
dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah dan tidaknya
3. Faktor bentuk kewilayahan (topografi) menentukan kecepatan lajunya air di permukaan yang mampu
4. Faktor kegiatan manusia selain dapat mempercepat terjadinya erosi karena perlakuan-perlakuannya
yang negatif, dapat pula memegang peranan yang penting dalam usaha pencegahan erosi yaitu
5. Faktor tanah Penutup vegetasi memiliki sifat melindungi tanah dari timpaan-timpaan keras titik-titik
curah hujan ke permukaannya, selain itu dapat memperbaiki susunan tanah dengan bantuan akar-
ET = EU + EG + EB
Dimana :
EU ini umumnya menjadi sumber utama erosi lahan sedangkan EG dan EB untuk DAS yang
Dalam persamaan diatas tidak dimasukan erosi alur (rill erosion) dan erosi lembaran (sheet
erosion) secara parsial. Nah, untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar dan alur pada
keadaan tertentu digunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) atau persamaan umum
kehilangan tanah yang merupakan gabungan 6 parameter utama (lihat gambar 1 diatas).
EU = R K L S C P
Dimana :
EU = Erosi tiap satuan area upland erosion dari erosi lembaran dan erosi rill (tons/acre).
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas tanah (ton/acre)
L = faktor panjang area (field)
S = faktor kemiringan lahan
C = faktor pengelolaan penanaman
P = faktor konservasi lapangan
Chay Asdak (1995) juga mengemukakan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam
1 USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur dan tidak ditunjukan untuk menghitung erosi
parit.
2 USLE hanya memperkirakan besarnya tanah yang tererosi, tapi tidak memperhatikan deposisi sedimen
Sumber Pustaka :
Arsyad Sitanala., Konservasi Tanah & Air, IPB Press, Bogor, 1989
Kodoatie & Sjarief., Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Andi, Yogyakarta, 2008
Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Kamis, Februari 27, 2014 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Alam
(pendangkalan) akibat tingginya laju sedimentasi, sehingga sungai tidak mampu menampung debit
banjir.
Mengapa laju sedimentasi bisa meningkat ? Penyebap utama tingginya laju sedimentasi
adalah rusaknya daerah tangkapan air dan pengelolaan tanah yang kurang memperhatikan kaidah-
kaidah konservasi tanah. Jika laju sedimentasi di suatu sungai atau badan air tinggi, itu bisa menjadi
sebuah indikator bahwa tingkat erosi tanah pun tinggi. Jumlah kehilangan tanah akibat erosi
berbanding lurus dengan laju sedimentasi, dimana jika jumlah kehilangan tanahnya besar maka
semakin besar pula laju sedimentasi. Sedimentasi dan mendangkalnya sungai, waduk, saluran irigasi
dan badan air lainnya merupakan dampak langsung dari erosi tanah. Dampak tersebut merupakan
dampak di luar tempat kejadian erosi, dimana erosi terjadi di hulu (daerah tangkapan air) dan
Mendangkalnya sungai dan badan air lainnya akibat sedimentasi adalah salah satu dampak
dari erosi tanah. Dalam tabel berikut dijelaskan mengenai dampak dari erosi tanah lainnya, baik itu
dampak langsung maupun tidak langsung dan juga dampak di tempat kejadian erosi maupun dampak
Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Erosi Dampak di Luar Tempat Kejadian
Erosi
- Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang relatif - Pelumpuran atau sedimentasi dan
kaya unsur hara dan bahan organik, pendangkalan waduk, sungai, saluran
memiliki sifat-sifat fisik yang baik bagi irigasi, muara sungai, pelabuhan dan
tempat akar tanaman berjangkar. badan air lainnya.
Dalam tabel diatas terlihat bahwa dampak yang timbul akibat aktivitas erosi tanah sungguh
sangatlah merugikan manusia. Oleh karena itu dianggap penting untuk dilakukan upaya pengendalian
terhadap dampak erosi, agar dampak-dampak negatif yang timbul bisa diminimalisir atau dicegah
sedini mungkin.
Dalam tabel berikut dijelaskan mengenai upaya pengendalian atau penanganan dampak erosi
3 Hukum & - Mempidanakan pelaku pengerusakan hutan agar memberikan efek jera.
Sosial
- Membuat regulasi khusus terkait dengan penyelamatan hutan, zonasi
kawasan, penggunaan tanah serta konservasi tanah.
- Memberdayakan serta melibatkan masyarakat untuk ikut serta dalam
program-program penghijauan.
- Mengkampanyekan gerakan menanam pohon one man one tree (satu
orang satu pohon).
- Memasang tanda larangan menebang pohon dan membakar hutan di
areal-areal konservasi (conservation zone), serta melakukan monitoring
secara rutin di areal konservasi guna mencegah terjadinya aktivitas
pembalakan liar.
- Memberikan penghargaan (award) bagi individu, kelompok masyarakat
maupun lembaga yang telah terlibat dan berjasa dalam usaha pelestarian
dan penyelamatan hutan.
- Penguatan kelembagaan pada lembaga atau instansi yang tupoksinya
menangani bencana agar lebih tanggap dan responsif dalam
penangulanggan bencana, terutama bencana yang terkait dengan dampak
erosi seperti banjir, tanah longsor,dll.
4 Riset & - Penelitian tentang tanah dan erosi serta dampak yang ditimbulkan perlu
Penelitian
dilakukan dan hasilnya bisa menjadi acuan dalam menangani dampak
erosi.
Sketsa Potongan Melintang dan Memanjang Bendung Penahan Sedimen (Check Dam). Check Dam
Fungsinya Mengendalikan Laju Angkutan Sedimen serta Menampung Sedimen Secara Tetap
Maupun Sementara. Sedimen yang Tertampung di Check Dam Bisa Dimanfaatkan untuk Bahan
Bangunan
Demikian pembahasan mengenai pengendalian dampak erosi tanah. Sekian dan Terima Kasih
(*).
Sumber :
Peranan Tumbuh-tumbuhan dalam Mengurangi dan Menghambat Laju
Limpasan Permukaan
Salah satu faktor dari sekian faktor penyebap terjadinya banjir di daerah hilir DAS adalah
maraknya aktivitas penebangan pohon yang tak terkendali dalam kawasan hutan di hulu DAS. Hal ini
sangat disayangkan karena pepohonan yang tumbuh dalam suatu kawasan hutan sangat berperan
dalam mengurangi dan menghambat laju limpasan permukaan, sehingga ancaman erosi, tanah
longsor, banjir serta sedimentasi yang berdampak pada pendangkalan sungai bisa diminimalisir.
Tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dalam suatu kawasan hutan yang tidak terganggu sangat
berperan dalam mengurangi dan menghambat laju limpasan permukaan, sehingga dampak negatif
yang timbul akibat besarnya jumlah dan kecepatan limpasan permukaan dapat dicegah ataupun
Hujan yang turun diatas kawasan ekosistem hutan sampainya ke permukaan tanah akan
ditahan dan dihambat oleh daun-daunan dan ranting-ranting pohon yang tinggi di kawasan itu
sehingga permukaan tanah akan terlindung dari timpaan-timpaan titik-titik hujan yang berdaya
tumbuk (energi kinetik) berat. Air hujan yang tertahan oleh daun-daun dan ranting-ranting tersebut
pohon-pohon yang tinggi itu yang menutupi permukaan tanah, maka air tak berdaya menghancurkan
agregat-agregat tanah menjadi partikel-partikel yang kecil. Sebagian air yang berinfiltrasi ke dalam
tanah setelah diisap oleh akar-akar tanaman ada yang ditranspirasikan (diuapkan kembali) dan yang
masih tertahan di sekitar permukaan tanah sebagian mengalir secara lambat memasuki sungai yang
Tutupan lahan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan kecepatan limpasan permukaan.
Berikut disajikan hubungan antara kondisi lahan dengan jumlah massa air permukaan dan jumlah
Tebel Hubungan antara kondisi lahan dengan jumlah air permukaan dan jumlah massa tanah yang
tererosi (Benner, 1939)
Kondisi Tetumbuhan Massa tanah yang tererosi Persentase air permukaan
(ton/acre) dari curah hujan (%)
Melihat data yang disajikan dalam tabel diatas, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika
hutan menjadi gundul ? Jika hutan menjadi gundul jumlah dan daya air hujan yang mengalir diatas
permukan tanah akan meningkat cukup signifikan, sehingga potensi terjadinya erosi, banjir, dan tanah
longsor serta pendangkalan sungai akibat sedimentasi akan semakin besar. Ketika suatu lahan
merupakan hutan lebat presentase air hujan yang run off sekitar 0,12%, kondisi tersebut sangat
bertolak belakang apabila suatu lahan dalam kondisi gundul, karena limpasan permukaan (run off)
Tumbuh-tumbuhan dalam suatu kawasan hutan mempunyai peranan dalam mengurangi dan
menghambat laju lmpasan permukaan. Tentu situasinya akan sangat kontras apabila suatu lahan
dalam kondisi gundul, karena jumlah air hujan yang run off (mengalir diatas permukaan) akan
meningkat signifikan dan kecepatan air pun bertambah, dimana kecepatannya berkisar antara dari
0,1 – 1 m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik tergantung dari kemiringan lahan, tinggi
aliran dan penutup lahan, sehingga peluang terjadinya erosi dan banjir sangat besar.
Melihat peran tersebut, maka sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan, secara khusus
hutan di kawasan hulu DAS. Lahan-lahan yang sudah terlanjur gundul atau dalam kondisi kritis perlu
dihijaukan kembali (reboisasi) guna meminimalisir dampak-dampak negatif yang mungkin akan terjadi
terhadap kawasan hutan di hulu DAS itu sendiri maupun kawasan bawahannya, baik yang sifatnya
jangka pendek maupun jangka panjang. Diharapkan setiap aktivitas pembangunan, perladangan,
maupun usaha perkayuan (HPH) memperhatikan zonasi dan fungsi kawasan yang tertera dalam RUTR
(Rencana Umum Tata Ruang) provinsi/kabupaten/kota. Jika suatu kawasan hutan telah ditetapkan
sebagai kawasan perlindungan, maka harus bersih dari kegiatan budidaya yang sifatnya dapat
Sumber :
- Rahim, SE. 2012. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksra. Jakarta
Label: LINGKUNGAN
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu
(intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada
atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan). Sedangkan
jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung kepada luas areal tangkapan, koefisien run
permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebapkan pemindahan atau
pengangkutan massa tanah secara besar-besaran dan berujung pada terjadinya musibah banjir di
daerah yang rendah, terutama daerah yang merupakan dataran banjir (flood plain).
Atas alasan tersebut jumlah limpasan sangat penting untuk diketahui. Adapun tujuannya yakni
1 Untuk merancang jumlah dan dimensi saluran atau struktur lainnya dalam rangka menyimpan
limpasan permukaan;
2 Untuk mengetahui besarnya laju limpasan permukaan di suatu daerah yang digunakan sebagai dasar
untuk antisipasi penanganannya.
1 Jumlah keseluruhan air hujan yang mungkin jatuh, katakanlah setiap tahunnya. Sebaiknya data
tersebut bersumber dari data iklim untuk periode ulang yang lama, misalnya 30 tahun ke atas;
2 Laju maksimum limpasan permukaan yang mungkin terjadi
2. Curah hujan yang menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan permukaan). Besarnya nilai
faktor ini bergantung kepada topografi, kemiringan lereng, tekstur tanah, dan juga bergantung kepada
Dalam pendugaan laju puncak limpasan permukaan setidaknya ada tiga metode yang umum
digunakan yakni, metode Rasional, metode Cook, dan metode USSCS (Biro Pelayanan Konservasi
Tanah Amerika). Namun, kali ini kita hanya akan menduga limpasan permukaan dengan menggunakan
metode Rasional yang merupakan rumus empiris yang paling tua dan sering digunakan. Rumusnya
sebagai berikut :
Q (m3/dt) = 0,278 C x I x A
Dimana :
C= Koefisien limpasan
terhadap kondisi hidrologi di suatu kawasan yakni terjadi kenaikan pada debit limpasan permukaan.
Berikut contoh soal dan jawabannya mengenai pendugaan limpasan permukaan yang dijelaskan dan
Contoh soal :
Di suatu daerah tangkapan seluas 20 hektare akan dibangun pusat bisnis dan perkantoran.
Sebelum dibangun kawasan ini sebelumnya berupa hutan primer, dimana nilai koefisien limpasan
permukaan (Ctp – C tanpa proyek) 0,30 (topografi datar dan tanahnya bertekstur liat dan lempung
berdebu). Jika ketika telah selesai dibangun, 50% areal tersebut akan tertutup oleh permukaan kedap
air (bangunan,aspal, beton,dll) maka Cdp (C dengan proyek) adalah 0,55. Apabila intensitas hujan
sama, katakanlah 70 mm/jam dan luas areal tetap sama 20 hektare maka limpasan permukaan
= 0,278 x 0,30 x 70 x 20
= 116,76 m3/dt
= 214,06 m3/dt
Selisih debit
Q = Qdp – Qtp
= 214,06 – 116,76
= 97,3 m3/dt
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa sebelum ada proyek (masih hutan primer) debit
limpasan permukaan adalah 116,76 m3/dt dan setelah dilakukan pembangunan debit puncak limpasan
permukaan menjadi 214,06 m3/dt. Artinya, terjadi kenaikan sebesar 97,3 m3/dt dari debit sebelum
ada proyek (hutan primer). Hasil pendugaan ini nantinya dijadikan acuan dalam membuat saluran
drainase agar kapasitasnya melebihi potensi banjir yang dapat terjadi (debit banjir maksimum).
bawah ini :
Sumber :
- Rahim, SE. 2012. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta