Anda di halaman 1dari 101

https://forms.

gle/y2RL7UR9Hhzpx78i7

https://forms.gle/y2RL7UR9Hhzpx78i7

[Type here]
BUKU PROCEEDING
Virtual Medical Discussion
Ars University

Aspek Penting Epidemiologi Covid – 19

Bandung, Minggu 24 Januari 2021

Penerbit:
KSM/DEP OBSTETRI & GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN RSUP Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
BUKU PROCEEDING
Virtual Medical Discussion Webinar
Ars University
Aspek Penting Epidemiologi Covid – 19
Minggu, 24 Januari 2021

Susunan Kepanitiaan :

Pembina : Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes


Penanggung Jawab : Dr. Rian Andriani, S.Pd, M.M
Ketua Pelaksana : Muhamad Adafiah, S.ked
Sekertaris : dr. Anetta Lesmana
Humas : dr. Raudatul Jannah
Seksi Perlengkapan : Detty Novia Regina., S.Ked

Steering Committee:
Prof. Dr. H. Purwadhi, M.Pd
Dr. Rian Andriani, S.Pd., M.M
Editor :

Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes


dr. Ngudiarto, Sp.PD
dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
Muhamad Adafiah, S.Ked

Reviewer:

Prof. Dr. Tono Djwantono., dr. SpOG(K), MKes


NARASUMBER:
1. Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes
2. Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Si, Med., M.Kes.
3. dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
4. dr. R Gatri Andini
5. dr. Devina Gracia P
6. dr. Randy Sebastian, Sp.B
7. drg. Deni Syafri
8. dr. Ngudiarto, Sp.PD
9. dr. Andri Kurniawan
10. drg. Purnama Jaya, Sp.PM

Penerbit:
KSM/DEP OBSTETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PADJADJARANRSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

i
BUKU PROCEEDING

Virtual Medical Discussion WebinarArs University


Aspek Penting Epidemiologi Covid – 19
Minggu, 24 Januari 2021

Cetakan : Pertama

ISBN : 97860269354 27

Edisi Asli
Jl. Sekolah Internasional No. 1-2, Antapani, Bandung
Telp. : 0853-2068-5496
Website : http://mmrumahsakit.ars.ac.id
E-mail : mmrumahsakit@ars.ac.id

Isi e - procedding ini milik Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya baik sebagian
atau seluruh isi, e – procedding ini diperuntukan untuk umum ataupun bagian
kesehatan dan tidak untuk diperjual belikan.

Penerbit:

KSM/DEP OBSTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PADJADJARANRSUP Dr. HASAN SADIKIN
Jl. Pasteur No. 38 BANDUNG

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau
seluruh isi buku tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

PEMBICARA WEBINAR................................................................................................. vi

RANGKAIAN ACARA ..................................................................................................... x

ABSTRAK WEBINAR ...................................................................................................... 1

ii
KATA PENGANTAR KETUA KELAS MAHASISWA
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
PRODI MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Assalamualaikum wr.wb

Rekan & Teman yang terhormat,


Dengan bangga kami umumkan acara webinar pertama kami yaitu
Medical Discussion Ars University yang diadakan pada tanggal 23 Januari 2021
secara online.
Tujuan diadakan acara webinar Ars University yaitu untuk menyelesaikan
salah satu tugas dalam menempuh program strata-2 magister manajemen rumah
sakit di Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS Univeristy) serta dirancang
untuk mempromosikan pengetahuan ilmiah, dan pemberian wawasan kesehatan
mengenai aspek Epidemiologi Covid–19. Pertemuan ilmiah pada acara webinar
ini diikut sertakan oleh berbagai kalangan medis seperti dokter umum, dokter gigi,
dokter spesialis seperti dokter bedah umum, patologi klinik, penyakit dalam, dan
lainnya, juga paramedis. Tema pertemuan ilmiah kita pada Medical Discussion
ARS University adalah:
“ASPEK PENTING EPIDEMIOLOGI COVID – 19”

Kami berharap agar semua yang telah kami berikan dapat bermanfaat dan
mohon maaf jika ada kata–kata yang kurang berkenan, terakhir kami ucapkan
terima kasih banyak.

Wassalamualaikum wr.wb

Bandung, 23 Januari 2021

Kelas 3C-Program Studi Magister Manajemen


Konsentrasi Rumah Sakit

iii
KATA PENGANTAR DOSEN EPIDEMIOLOGI
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA PRODI
MANAJEMEN RUMAH SAKIT
(Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes)

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga berkesempatan untuk sharing atau
bertukar ilmu dan berdiskusi dalam kegiatan Webinar pertama kami yaitu Medical
Discussion Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS University) dengan
tema “Aspek Penting Epidemiologi COVID-19”
Tepat sudah sepuluh bulan Indonesia dilanda pandemi Corona Virus
Disease atau yang biasa dikenal dengan sebutan Covid-19 Peningkatan kasus
positif Covid-19 pun masih terjadi. Menilik sembilan bulan ke belakang, pada 2
Maret 2020, adanya kasus pertama positif Covid-19 diumumkan Presiden
Indonesia Joko Widodo. Saat itu, dua orang WNI dikonfirmasi terinfeksi virus
corona. Sampai sekarang, angka kematian dan angka positif masih terus
meningkat.
Menyikapi hal tersebut, Medical Discussion yang bertemakan seputar
perkembangan Covid-19 ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memenuhi
tugas dalam menempuh pendidikan kami pada Strata-2 Magister Manajemen
Konsentrasi Rumah Sakit di Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS
University), serta dirancang untuk mempromosikan pengetahuan ilmiah dan
berbagi wawasan Kesehatan mengenai aspek Epidemiologi Covid-19. Pertemuan
ilmiah pada acara webinar ini tentunya diikuti oleh berbagai macam kalangan
mulai dari dunia Kesehatan seperti dokter umum, dokter spesialis, paramedis
lainnya, dan terbuka pula untuk umum.

iv
Penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Panitia Webinar dari
Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS University), para key note speaker,
para presenter, para reviewer, para moderator, para peserta, dan seluruh pihak
yang turut terlibat aktif mensukseskan acara ini.

Bandung, 23 Januari 2021

Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes

v
KATA SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
(Prof.Dr.H. Purwadhi, M.Pd)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan adalah hak setiap warga

negara. Lebih jauh lagi, setiap insan juga mempunyai hak untuk sukses dalam

kehidupannya. Sayangnya, belum semua menyadari bahwa keberhasilan dan

kesuksesan tersebut, perlu direncanakan sejak awal. ARS University, yang

mempunyai tagline which focuses on your dream, membimbing ARSnesia (civitas

akademika ARS) untuk mempunyai mimpi besar dan secara terencana dan

bertahap dapat mewujudkannya.

Dunia saat ini telah memasuki era digital dan industri 4.0. Untuk

menjembatani lulusan ARS University dengan dunia usaha dan dunia industri,

maka seluruh program studi telah mengadopsi Kurikulum Digital.

Dengan demikian, alumni ARS akan menjadi Digital Talent yang siap

bekerja di industri, atau menjadi Digitalpreuneur yang siap berwirausaha yang

memberi pekerjaan kepada sesamanya. Kami juga menyadari bahwa karakter

sangat penting dalam kesuksesan.

vi
Semoga upaya kami dalam bidang pendidikan ini dapat memberikan

manfaat bagi para mahasiswa dan juga turut berkontribusi bagi kemajuan

Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, 23 Januari 2021

Prof.Dr.H. Purwadhi, M.Pd

vii
SAMBUTAN KETUA PRODI MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
(Dr. Rian Andriani, S.Pd, M.M)

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga berkesempatan untuk bertukar ilmu

dan berdiskusi dalam kegiatan Webinar yang diadakan oleh mahasiswa

Pascasarjana Program Studi Manajemen Konsentrasi Rumah Sakit Universitas

Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS University) dengan tema Medical Discussion:

“Aspek Penting Epidemiologi COVID-19”

Dengan terselenggaranya webinar ini diharapkan peserta dan presentan

dapat saling bertukar ilmu dan menambah wawasan terkait dengan perkembangan

Covid-19 di Indonesia. Penghargaan dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya

disampaikan kepada Tim Panitia Webinar dari Universitas Adhirajasa Reswara

Sanjaya (ARS University), para key note speaker, para presenter, para reviewer,

para moderator, para peserta, dan seluruh pihak yang turut terlibat aktif

mensukseskan acara ini. Tetap sehat. Tetap semangat. Tetap produktif di masa

pandemi Covid-19 ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi khalayak.

Wassalamualaikum wr.wb

Bandung, 23 Januari 2021

Dr. Rian Andriani, S.Pd, M.M

viii
PEMBICARA WEBINAR

1. Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes


2. Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Si, Med., M.Kes.
3. dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
4. dr. R Gatri Andini
5. dr. Devina Gracia P
6. dr. Randy Sebastian, Sp.B
7. drg. Deni Syafri
8. dr. Ngudiarto, Sp.PD
9. dr. Andri Kurniawan
10. drg. Purnama Jaya, Sp.PM

ix
RANGKAIAN ACARA
WAKTU KEGIATAN
08.00 – 08.15 Sambutan dan Pembukaan Acara oleh Rektor Ars University –
Prof. Dr. Purwadhi, M.Pd
08.15 – 09.05 Aspek Penting Epidemiologi Covid – 19
Pembicara : Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Si, Med., M.Kes
Moderator : Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid,
MH.Kes
09.05 – 09.20 Diskusi
09.20 – 09.45 Update Screening dan Pemeriksaan Diagnostik Covid – 19
Pembicara : dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
Moderator : dr. Devina Gracia P
09.45 – 10.00 Diskusi
10.00 – 10.25 Gambaran Epidemiologi Kasus Covid – 19 di Wilayah Jawa
Barat
Pembicara : dr. R Gatni Andini
Moderator : dr. Devina Gracia P
10.25 – 10.40 Diskusi
10.40 – 11.05 Kesiapan Kamar Oprasi dan Anestesi Era Covid – 19 dan
Menuju New Normal
Pembicara : dr. Randy Sebastian, Sp.B
Moderator : drg. Deni Syafri
11.05 – 11. 20 Diskusi
11.20 – 11.35 Update Covid – 19 Terkini
Pembicara : dr. Ngudiarto, Sp.PD
Moderator : drg. Purnama Jaya, Sp.PM
11.35 – 11.50 Diskusi
11.50 – 12.15 Update Seputar Pelaksanaan Vaksin Covid – 19
Pembicara : dr. Andri Kurniawan
Moderator : drg. Purnama Jaya, Sp.PM
12.15 – 13.00 Penutupan

x
ABSTRAK WEBINAR

A. Gambaran Epidemiologi Kasus Covid-19 di Jawa Barat

(dr. R Gatri Andini)

Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat
dengan penyebab yang belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina
kepada World Health Organization (WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia
yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, tepatnya di
hari terakhir tahun 2019 Cina. Dugaan awal hal ini terkait dengan pasar basah
yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari 2020
penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus
corona baru.
Penelitian selanjutnya menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus
corona penyebab Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di
Hongkong pada tahun 2003,1 hingga WHO menamakannya sebagai novel corona
virus (nCoV19).2 Tidak lama kemudian mulai muncul laporan dari provinsi lain
di Cina bahkan di luar Cina, pada orangorang dengan riwayat perjalanan dari Kota
Wuhan dan Cina yaitu Korea Selatan, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Makau,
Hongkong, Singapura, Malaysia hingga total 25 negara termasuk Prancis, Jerman,
Uni Emirat Arab, Vietnam dan Kamboja. Ancaman pandemik semakin besar
ketika berbagai kasus menunjukkan penularan antar manusia (human to human
transmission) pada dokter dan petugas medis yang merawat pasien tanpa ada
riwayat berpergian ke pasar yang sudah ditutup
Laporan lain menunjukkan penularan pada pendamping wisatawan Cina
yang berkunjung ke Jepang disertai bukti lain terdapat penularan pada kontak
serumah pasien di luar Cina dari pasien terkonfirmasi dan pergi ke Kota Wuhan
kepada pasangannya di Amerika Serikat. Penularan langsung antar manusia
(human to human transmission) ini menimbulkan peningkatan jumlah kasus yang
luar biasa hingga pada akhir Januari 2020 didapatkan peningkatan 2000 kasus
terkonfirmasi dalam 24 jam. Pada akhir Januari 2020 WHO menetapkan status
Global Emergency pada kasus virus Corona ini dan pada 11 Februari 2020 WHO

1
menamakannya sebagai COVID-19. Gambar 1 menunjukkan alur waktu kejadian
virus corona di dunia.

Informasi tentang virus ini tentunya masih sangat terbatas karena banyak
hal masih dalam penelitian dan data epidemiologi akan sangat berkembang juga,
untuk itu tinjauan ini merupakan tinjauan berdasarkan informasi terbatas yang
dirangkum dengan tujuan untuk memberi informasi dan sangat mungkin akan
terdapat perubahan kebijakan dan hal terkait. lainnya sesuai perkembangan hasil
penelitian, data epidemiologi dan kemajuan diagnosis dan terapi.

Gambar 1. Alur Waktu Kejadian Virus Corona

Dilansir dari buku panduan pencegahan coronavirus (2020) karya Wang


Zhou,di dapatkan bahwa dinamika transmisi: pada tahap awal epidemi, priode
inkubasi rata-rata ada;ah 5,2 hari; waktu penggandaan epidemi adalah 7,4 hari;
interval kontinu rata-rata (waktu interval rata-rata penularan dari satu orang ke
orang lain) adalah 7,5 hari; indeks regenerasi dasar (R0) dipekirakan 2,2-3,8, yang
berari bahwa setiap pasien menfeksi rata-rata 2,2-3,8 orang.
Sebagaimana kita tahu, perkembangan penyebaran COVID-19 terjadi
begitu cepat. Kasus pertama dan kedua COVID-19 diumumkan Pemerintah Pusat
pada tanggal 2 Maret 2020, dan kasus ketiga dan keempat diumumkan pada
tanggal 6 Maret 2020. Sementara, Keputusan Presiden (Keppres) No. 7/2020
tentang pembentukan Rapid-Response Team yang dipimpin oleh Kepala Badan

2
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baru dikeluarkan pada tanggal 13
Maret 20204 , saat jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia tercatat telah
berjumlah 69 orang.
Kepala BNPB selanjutnya mengumumkan COVID-19 sebagai situasi
darurat non-alam6 , di hari yang sama saat Menteri Perhubungan Budi Karya
diumumkan terjangkit COVID-19 pada tanggal 14 Maret 20207 , ketika jumlah
pasien positif COVID-19 di Indonesia tercatat sebanyak 96 orang . Sehari
berikutnya, Presiden dan seluruh anggota kabinet10 menjalani test, di hari di
mana jumlah pasien positif corona di Indonesia telah bertambah menjadi 117
orang.
Kasus pertama dan kedua di Indonesia adalah peserta sebuah acara klub
dansa di Jakarta. Keduanya diduga terjangkit COVID-19 dari seorang warga
negara asing peserta acara klub tersebut yang ditemukan positif COVID-19 di luar
negeri seusai mengikuti acara itu. Dinas Kesehatan dan Kepolisian melakukan
tracing dan menemukan bahwa paling tidak terdapat 80 orang yang terekspose
dengan pasien pertama dan kedua dalam acara tersebut. Setelah dilakukan
pengujian, dua orang dinyatakan positif corona, selanjutnya menjadi kasus ketiga
dan keempat. Kemudian diketahui bahwa kasus kelima masih berhubungan
dengan kluster Jakarta/klub dansa ini.
Setelah kasus kelima, mulai ditemukan imported cases seperti pada kasus
keenam yang merupakan warga Indonesia anak buah kapal (ABK) dari kapal
pesiar Diamond Princess yang sebelumnya di karantina selama 14 hari di Jepang
karena berpenumpang positif COVID-19. Saat itu juga mulai ditemukan banyak
imported cases lain, dari warga Indonesia yang pulang dari bepergian ke luar
negeri.
Apa yang tampaknya sederhana di lima kasus awal, ditemukan belakangan
bahwa ia hanya merupakan puncak gunung es karena pertumbuhan kasus-kasus
baru bergerak secara eksponensial.
Hingga mencapai jumlah kasus 1000 secara nasional, lebih dari 50 persen
kasus positif berada di Jakarta. Di antara penambahan kasus baru sebesar 153
orang pada tanggal 27 Maret 2020 saat angka kasus positif di Indonesia

3
melampaui titik 1000 kasus, 83 di antara kasus baru tersebut ditemukan di DKI
Jakarta.
Setelah itu, mulai teridentifikasi kluster-kluster besar lain, di mana proses
infeksi virus ini diduga terjadi bahkan sebelum kasus pertama diumumkan.
Kluster-kluster ini berasal dari forum-forum pertemuan yang melibatkan banyak
orang, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Paling tidak ada empat kluster besar yang teridentifikasi, terbentuk di
wilayah provinsi Jawa Barat. Empat kluster ini berkembang menjadi super
spreader, menjadi carrier ke daerah lain.
Kluster pertama dari empat kluster ini adalah acara Seminar Bisnis Syariah
yang berlangsung di Kota Bogor pada 25- 28 Februari 2020 dan dihadiri 200
orang peserta. Empat orang peserta seminar yang berasal dari Solo, Jawa Tengah,
kemudian teridentifikasi positif dan dua di antaranya meninggal dunia pada
tanggal 10 Maret 2020.
Kluster kedua adalah seminar keagamaan Gereja Bethel Indonesia (GBI)
di Lembang, Bandung Barat, 3-5 Maret 2020. Pendeta pimpinan GBI tersebut
dinyatakan positif corona dan meninggal dunia. Dari hasil test terhadap 637
jemaat GBI itu, 226 di antaranya dinyatakan positif COVID-19.
Kluster ketiga adalah acara Persidangan Sinode Tahunan GPIB di Kota
Bogor yang berlangsung pada 26-29 Februari 2020, dihadiri kurang lebih 600
peserta. Walikota Bogor Bima Arya yang kemudian dinyatakan positif COVID-19
diketahui ikut menghadiri acara ini. Paling tidak satu peserta yang berasal dari
kota Bandar Lampung di Sumatera kemudian dinyatakan positif mengidap
COVID19. Sementara hasil tes dari paling tidak empat jemaatnya yang berasal
dari kota Bogor dinyatakan positif.
Kluster keempat adalah acara Musyawarah Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (HIPMI) Jawa Barat di Karawang yang berlangsung pada 9-10 Maret
2020. Acara ini dihadiri oleh 400 orang peserta. Paling tidak tujuh orang peserta
pertemuan ini belakangan dinyatakan positif COVID-19. Termasuk di antaranya
adalah Bupati Karawang Cellica Nurrachdiana, Wakil Walikota Bandung Yana
Mulyana, dan juga Walikota Bogor Bima Arya.

4
Kurang lebih enam kluster awal penyebaran COVID-19 telah
diidentifikasi, empat di antaranya bisa dikategorikan sebagai super spreader
kepada lebih banyak orang dan daerah di Indonesia.
Hingga 23 Januari 2021, di Provinsi Jawa Barat, jumlah kasus infeksi
COVID-19 terkonfirmasi sebesar 123.048 kasus. terdapat 20.965 isolasi, 100.574
kasus sembuh, dan 1.509 kasus meninggal. Terdapat 218.135 kontak erat, 120.089
suspek dan 2.900 kasus probable.
Analisis berdasarkan jenis kelamin didapatkan kasus terkonfirmasi pada
wanita lebih banyak daripada pria dengan proporsi sebesar 49,9%. Analisis
berdasarkan kelompok usia, didapatkan proporsi terbesar pasien covid-19 di Jabar
berada pada rentang usia 30-39th pada pria dan 20-29th pada wanita.

Gambar 2. Statistik Kasus Covid-19


Provisi Jawa Barat

Gambar 3. Distribusi Kasus Covid-19 Berdasarkan Usia

5
Gambar 4. Gambaran Data Kasus Covid-19 Jawa Barat

Gambar 5. Distribusi Kasus Covid-19 Berdasarkan Usia

6
Daftar Pustaka

1. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian


COVID-19. 2020. Diakses dari https://covid19.go.id/p/protokol/pedoman-
pencegahan-dan pengendaliancoronavirus-disease-covid-19-revisi-ke-5
2. Khaedir, Y. Perspektif Sains Pandemi Covid-19:Pendekatan Aspek
Virologi dan Epidemiologi Klinik. Maarif Institute. 2020. Diakses dari
https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/download/76/45
3. Susilo, A. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan literatur terkini. 2020.
Diakses dari
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/415
4. Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat. Diakses dari
https://pikobar.jabarprov.go.id/
5. Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri. Pedoman Umum Menghadapi
Pandemi Covid19 Bagi Pemerintah Daerah. 2020. Diakses dari
https://covid19.go.id/p/panduan/ kemendagripedoman-umum-
menghadapi-pandemi-covid-19-bagi-pemerintah-daerah
6. Vermonte. P. 2020. Karakteristik Persebaran COVID-19 di Indonesia :
Temuan Awal. CSIS Commentaries. Diakses dari
https://www.csis.or.id/publications/ karakteristik- dan-persebaran-covid-
19-di-indonesia-temuan-awal
7. WHO. 2020. Weekly Epidemiological Update-19 January 2021. Diakses
dari https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-
update---19-january-2021

7
B. UPDATE PEMERIKSAAN LABORATORIUM COVID-19
(SKRINING DAN DIAGNOSTIK)

(dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK)

Penyakit infeksi virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2


(SARS-CoV-2) pertama kali dilaporkan terjadi di Tiongkok pada akhir tahun
2019. Penyakit ini memiliki gejala klinis mirip dengan infeksi SARS tahun 2004
dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) tahun 2013,
diantaranya demam tinggi, batuk kering dan sesak nafas, namun SARS CoV-2
memiliki virulensi yang lebih hebat.

Penyakit ini pada awalnya merupakan jenis penyakit zoonosis yang


menular dari hewan ke manusia, namun belakangan dapat menular dari manusia
ke manusia dengan cara droplet. Pada bulan Februari 2020, badan kesehatan dunia
(WHO) memberikan nama resmi untuk virus penyebab pandemi ini, yaitu SARS-
CoV 2, dan nama resmi penyakitnya, yaitu COVID 19 (Coronavirus Infection
Disease 2019). Penyakit ini terus meluas sampai ke 244 negara di dunia, termasuk
di Indonesia.

Gambar 1. Grafik tren nasional kasus COVID 19 di Indonesia

8
Kasus COVID 19 di Indonesia mulai dilaporkan pada bulan Maret 2020,
dan kasusnya terus meningkat sampai awal tahun 2021. Tercatat di awal tahun
2021, kasus positif mencapai 900.000 kasus lebih, dengan jumlah kasus aktif yang
juga meningat setiap harinya, dan angka kematian yang terbilang cukup tinggi bila
dibandingkan negara lain di wilayah ASEAN. Beberapa masalah terkait
penanganan COVID-19 di Indonesia antara lain adalah kepatuhan masyarakat
yang masih kurang, dan juga kemampuan pemeriksaan yang terbilang kurang, dan
tidak tepat. Hal ini tentu diperlukan suatu edukasi terkait dengan protokol
kesehatan dan pemeriksaan deteksi yang lebih masif.

Pemeriksaan Laboratorium deteksi SARS-CoV-2

Pemeriksaan laboratorium pada kasus COVID-19 memiliki peranpenting


dalam penegakan diagnosis. Pemeriksaan yang banyak beredar antara lain
pemeriksaan deteksi antibodi, antigen dan pemeriksaan molekuler seperti PCR.
Pada aplikasinya pemeriksaan laboratorium ini masih seringkali keliru
penggunaannya, misalnya pemeriksaan antibodi yang dijadikan alat diagnostik,
dasar transportasi, dan tolak ukur kesembuhan.

Terkait dengan masih banyaknya kekurang pahaman terkait aplikasi


pemeriksaan laboratorium, maka buku ini, salah satunya akan membahas secara
ringkas pemeriksaan yang sering digunakan untuk mendeteksi COVID 19 di masa
pandemi ini.

Gambar 2. Tipe pemeriksaan deteksi SARS-CoV-2

9
Pemeriksaan Antibodi

Pemeriksaan antibodi pada prinsipnya adalah mendeteksi infeksi


COVID-19 secara tidak langsung, yaitu bukan mendeteksi virusnya melainkan
melihat adanya respon tubuh terhadap virus yang masuk ke dalam tubuh. Saat
ini, pemeriksaan deteksi antibodi memiliki beberapa metode pemeriksaan,
diantaranya rapid test dengan imunokromatografi, dan juga deteksi dengan
metode Chemiluminescence immunoassay (CLIA) yang lebih spesifik.

Pembentukan antibodi diawali dengan masuknya antigen ke dalam


tubuh yang kemudian akan ditangkap oleh sel APC (Antigen Presenting Cell)
yang kemudian akan dipresentasikan kepada sel limfosit T naif. Proses ini
selanjutnya akan menimbulkan sinyal kepada limfosit B untuk membentuk
antibodi, disamping juga menimbulkan sinyal berupa sitokin untuk
”memanggil” sel sel inflamasi untuk mengeliminasi virus. Pembentukan
antibodi oleh sel limfosit B ini tentu tidak terjadi dalam waktu yang singkat.
Pada kasus COVID-19, menurut penelitian, pembentukan antibodi terjadi pada
hari ke 7 pasca paparan.

Gambar 3. Kinetika infeksi dan pemeriksaan COVID-19

10
Mempertimbangkan waktu munculnya antibodi, maka pemeriksaan
berbasis deteksi antibodi tidak bisa dijadikan modalitas diagnosis COVID-19.
Hasil pemeriksaan dapat berisiko negatif palsu yang cukup tinggi, oleh karena
penderita masih dalam tahap window period, yaitu waktu yang dibutuhkan dari
virus masuk, sampai terbentuknya antibodi. Pada penderita dengan status imun
yang buruk, hasil pemeriksaan antibodi juga dapat negatif palsu, hal ini karena
kemampuannya membentuk antibodi kurang adekuat. Selain kasus negatif
palsu, kasus positif palsu juga cukup sering terjadi. Terdapatnya infeksi virus
lain misalnya Dengue pernah dilaporkan dapat menyebabkan pemeriksaan
rapid antibodi menjadi reaktif.

Proses pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi akurasi


pemeriksaan. Menurut penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung terhadap alat rapid tes antibodi merek Wondfo, didapatkan
bahwa pengambilan melalui sampel vena yang diputar dan diambil serumnya
memiliki akurasi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 77,1%, sedangkan sampel
yang diambil melalui kapiler memiliki akurasi 54,6%. Hal ini dapat dipahami
karena, di dalam darah, protein termasuk antibodi terletak pada bagian plasma
atau serum, sehingga hasil akan lebih baik jika pemeriksaan menggunakan
serum/plasma dibandingkan sampel kapiler yang menggunakan whole blood.

SATGAS COVID-19 di Indonesia sendiri pernah mengeluarkan


rekomendasi alat rapid test antibodi pada masa awal pandemi, dan direvisi
beberapa kali, namun pada akhirnya rekomendasi tersebut dicabut, sehingga
tidak ada satu alat pemeriksaan rapid antibodi yang direkomendasikan untuk
dipakai. Hal ini sebetulnya senada dengan WHO yang tidak pernah
merekomendasikan penggunaan rapid test antibodi untuk alat diagnostik
COVID-19.

Pemeriksaa Antigen

Pemeriksaan deteksi antigen, sebenarnya sudah banyak dilakukan


pada penyakit infeksi lainnya, misalnya pemeriksaan NS1 pada infeksi demam
berdarah Dengue. Pemeriksaan dinilai lebih baik dibandingkan deteksi antibodi

11
karena yang dideteksi adalah bagian “tubuh” dari virus tersebut, umumnya
adalah bagian nucleocapside protein yang terletak lebih luar dibandingkan
material genetik. Pada awal pandemi, pemeriksaan antigen dikatakan dapat
mendeteksi infeksi sejak awal terpapar dengan kemampuan yang hampir sama
dengan pemeriksaan molekuler seperti PCR.

Gambar 4. Struktur virus SARS-CoV 2

Pemeriksaan deteksi antigen pada awalnya tidak direkomendasikan


oleh WHO untuk digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik atau skrining pada
COVID-19, namun belakangan hasil penelitian terhadap pemeriksaan antigen
dinilai cukup baik, sehingga pada bulan September 2020, WHO mengeluarkan
edaran terkait dengan dimasukkannya pemeriksaan rapid antigen sebagai alat
diagnostik yang dapat digunakan pada kasus tertentu, misalnya saat
pemeriksaan berbasis NAAT tidak tersedia, atau misalnya pada suatu wilayah
yang kasus COVID-19 nya tinggi.

Berikut rekomendasi penggunaan rapid antigen yang dikeluarkan oleh WHO :

1. Bila akses NAAT sulit atau tidak tersedia; atau waktu ketersediaan hasil
lama. Syarat tes antigen SARS-CoV-2 mempunyai sensitivitas ≥80%
dan spesifisitas ≥97%
2. Investigasi kelompok berisiko dan terisolasi yang terkonfirmasi positif
di daerah wabah (misalnya di kelompok tertutup atau semi tertutup

12
seperti sekolah, panti wreda, kapal pesiar, lembaga permasyarakatan,
tempat kerja, asrama, dll)
3. memantau tren insidensi penyakit di masyarakat, terutama pada pekerja
esensial dan tenaga kesehatan selama wabah atau di daerah dengan
transmisi komunitas meluas.
4. Deteksi dan isolasi dini kasus positif di fasyankes, pusat/tempat tes
COVID-19, panti wreda, lembaga pemasyarakatan, dan sekolah; pada
tenaga garis depan dan tenaga kesehatan; dan pelacakan kontak pada
situasi transmisi komunitas meluas
5. Tracing kontak pasien terkonfirmasi positif

Meskipun WHO memperbolehkan penggunaan rapid antigen untuk


mendiagnosis COVID 19 pada kasus tertentu, namun panduan penatalaksanaan
COVID-19 dari Kementrian Kesehatan belum memuat hal ini, sementara
perhimpunan dokter spesialis patologi klinik dan kedokteran laboratorium
(PDS PatKLIn) mengeluarkan edaran terkait dengan penggunaan rapid antigen
sebagai alat diagnostik.

Gambar 5. Alur pemeriksaan menggunakan rapid antigen COVID 19

13
Pemeriksaan Antigen memiliki beberapa kewaspadaan diantaranya,
pemeriksaan rapid antigen memiliki kesesuaian dengan pemeriksaan PCR pada
CT value < 25 (pada cut off CT 40) atau salinan genomik > 106 virus/mL. Hal
ini memungkinkan hasil yang false negatif pada penderita yang memiliki CT
value lebih tinggi pada pemeriksaan PCR. Hasil positif palsu bisa saja terjadi
pada beberapa merek, terutama pada yang bukan rekomendasi WHO. Hal ini
disebabkan karena adanya reaksi silang terhadap jenis coronavirus lainnya.
Namun, pada pemeriksaan rapid antigen, harus dipastikan dahulu bahwa
seseorang terinfeksi atau tidak dengan SARS-CoV-2, sebelum kita curigai
adanya reaksi silang terhadap jenis coronavirus lain.

Pemeriksaan Molekuler / Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)

Pemeriksaan deteksi asam nukelat yang diamplifikasi merupakan


pemeriksaan yang saat ini dianggap memiliki akurasi paling baik untuk
mendiagnosis infeksi SARS-CoV-2. Berdasarkan suhu yang digunakan selama
proses pemeriksaan, maka pemeriksaan NAAT dibagi menjadi thermal, untuk
metode yang menggunakan perubahan suhu tinggi saat ekstraksi, dan juga iso
thermal yang suhunya tidak tinggi dan tidak berubah selama proses
pemeriksaan. Contoh yang menggunakan metode thermal diantaranya adalah
RT-PCR, dan metode thermal diantaranya iiPCR, RT-LAMP, NEAR, yang
saat ini umum disebut sebagai pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM).

Gambar 6. Struktur genetik virus SARS-CoV-2

Pemeriksaan NAAT yang umum digunakan saat ini adalah metode


PCR. Pemeriksaan ini mendeteksi adanya material genetik (RNA) virus SARS-
CoV-2 pada sampel saluran napas yang diperiksa. Gen yang umum digunakan
untuk mendeteksi adanya infeksi SARS-CoV-2 diantaranya adalah gen RdRP,

14
ORF1ab, E, N, dan S. Biasanya setiap alat / reagen PCR akan memadukan gen
gen tersebut yang dinilai bisa mewakili satu struktur genetik lengkap SARS-
CoV-2. Hasil positif pada pemeriksaan PCR dikatakan apabila gen yang
diperiksa seluruhnya terdeteksi, sedangkan hasil negatif dikatakan apabila
seluruh gen tidak terdeteksi, dan apabila terdeteksi hanya 1 dari 2 atau 3 gen
yang diperiksa, maka akan disimpulkan sebagai inkonklusif atau presumtif.
Pada hasil inkonklusif ini bisa disebabkan oleh berbagai macam kemungkinan
diantaranya, pengambilan sampel swab naso/orofaring yang kurang adekuat,
atau lebih sering disebabkan oleh kondisi pasien terhadap waktu paparan. Pada
pasien yang baru terpapar dalam 1-2 hari, umumnya jumlah virus belum
banyak, sehingga ketika diperiksa hasil dapat negatif atau inkonklusif. Pada
kondisi yang demikian disarankan untuk mengulang pemeriksaan dalam 3-7
hari dengan asumsi jika memang terinfeksi, maka hasil akan berubah menjadi
positif. Hasil inkonklusif dapat juga terjadi pada seseorang yang sudah dalam
masa penyembuhan, dimana jumlah virus sudah sedikit, jika dilakukan
pemeriksaan ulang, maka harapannya hasil akan berubah menjadi negatif.

Hasil pemeriksaan PCR positif dinyatakan bila gen yang dideteksi


melampaui treshold kopian virus dalam siklus amplifikasi yang dilakukan oleh
alat PCR. Ketika gen virus yang terdeteksi ini sampai melebihi treshold, maka
dilihat berapa siklus yang terjadi selama proses amplifikasi, siklus inilah yang
disebut sebagai nilai CT (cycle treshold value). Apabaila nilai CT dibawah cut
off yang ditentukan alat, maka dikatakan hasil positif. Misalnya suatu alat
memiliki cut off CT 40, sedangkan siklus yang didapat sampai kopi virus
melebihi treshold copy adalah 30, maka hasil PCR adalah positif. Semakin
banyak material genetik virus, maka nilai CT akan semakin kecil.

15
Gambar 7. Proses pemeriksaan metode PCR

Dalam menginterpretasi hasil PCR, terutama nilai CT perlu


memperhatikan beberapa hal termasuk berkonsultasi pada dokter penanggung
jawab lab tersebut. Hal ini dikarenakan nilai cut off CT dan gen yang
diddeteksi pada setiap alat tidak sama, misalnya pada hasil pemeriksaan PCR
positif yang memiliki nilai CT 30, tentu dapat berbeda artinya jika dilakukan
pada alat / reagen PCR yang memiliki cut off 40 dan 35. Nilai CT juga tidak
selalu berbanding lurus dengan berat ringannya klinis pasien, lebih jauh lagi
perlu dipahami bahwa pemeriksaan PCR tidak bisa membedakan antara virus

16
yang hidup dan mati. Oleh karenanya, pemeriksaan PCR sebaiknya tidak
dijadikan tolak ukur kesembuhan yang mutlak pada penderita COVID-19.

Update pemeriksaan diagnostik COVID-19

1. Studi penelitian terkait CT Value


Badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan edaran pada bulan Juni
2020 tentang syarat pasien selesai masa isolasi yang tidak menyertakan
pemeriksaan PCR, sebagai pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun
menggunakan keluhan klinis atau gejala. Hal ini mengacu pada beberapa
penelitian dimana didapatkan hasil PCR yang prolonged positif dan juga hasil
inkonsisten PCR.

Gambar 8. Grafik penelitian menunjukkan kultur virus negatif pada CT


value > 34 penderita COVID-19

Penentuan bebas isolasi yang menggunakan klinis, hari bergejala dan onset
juga didasarkan pada beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
Bullard,dkk menyatakan bahwa pada hari ke 8 setelah infeksi, dengan CT value >
24, tidak didapatkan lagi kultur positif pada penderita COVID-19. Penelitian lain
yang dilakukan oleh La Scola, dkk mengatakan bahwa pada CT value 13-15
kultur virus yang dilakukan memiliki hasil 100% positif, sedangkan pada CT
Value > 34, didapatkan 100% hasil yang negatif pada kultur virus penderita
COVID-19.

17
2. Rapid antigen sebagai pemeriksaan diagnosis COVID-19 pada kasus
tertentu
Badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan edaran pada bulan
Desember 2020 terkait definisi baru kasus COVID-19. Pada edaran
tersebut selain dibahas mengenai kasus probable, suspect dan konfirm,
diebutkan pula pada kategori kasus konfirmasi yang dapat ditentukan oleh
pemeriksaan rapid antigen, namun pada kondisi khusus, misalnya pada
orang bergejala, orang dengan status probable dan suspect, juga orang
yang terkontak dengan kasus suspect dan konfirm. Hal ini menjadikan
pemeriksaan antigen dapat dipakai pada kasus kasus tertentu sebagai
penentu diagnosis COVID-19.

Gambar 9. Edaran WHO terkait definisi kasus COVID-19.

18
Daftar Pustaka

1. Bullard J et al. Predicting infectious SARS-CoV-2 from diagnostic


samples. DOI: 10.1093/cid/ciaa638/5842165
2. Lauer SA, Grantz KH, Bi Q, et al. The Incubation Period of Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) From Publicly Reported Confirmed Cases:
Estimation and Application. Ann Intern Med. 2020;172(9):577‐582.
3. Satgas Penanganan COVID-19. Diakses dari www.covid19.go.id
4. Shereen M, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19
infection: Origin, transmission, and characteristics of human
coronaviruses. Journal of Advanced Research 24 (2020) 91–98
5. WHO. Advice on the use of point-of-care immunodiagnostic tests for
COVID-19. 2020
6. WHO. Criteria releasing COVID-19 patients from isolation. Scientific
brief. 2020
7. WHO. COVID-19 : Case Definitions. 2020

19
C. Kesiapan Kamar Operasi dan Anestesi di Era Covid-19

(dr. Randy Sebastian,Sp.B)


Pelayanan Kesehatan dalam penanganan wabah Covid-19 ini menjadi
prioritas dari semua layanan termasuk pelayanan pembedahan. Semua pasien
memiliki hak untuk mendapatkan terapi pembedahan dan perioperatif yang
optimal termasuk pasien berstatus positif COVID-19. Pelayanan pembedahan
sangat beresiko dalam penularan Covid-19 ,yang ditularkan antar manusia melalui
kontak erat, aerosol dan droplet

Alur Operasi Emergensi


- Pasien datang ke IGD
- Anamnesis : Algoritma + Deteksi dini COVID-19
- Pasien terindikasi COVID-19 ?
- Jika Tidak, lakukan operasi dengan APD Grneral precaution
- Jika Ya, lakukan test skrining rapid test / RT PCR , kemudian hasil
bagaiman hasil skriningnya
- Jika hasil skrining COVID-19 positif : operasi dengan level APD level
3
- Jika hasil skrining COVID-19 negative : operasi dengan APD General
pracaution

Gambar 1. Rekomendasi Alur Operasi Emergensi

20
Alur Operasi Elektif
- Pasien datang untuk operasi
- Jika prosedur dengan risiko tinggi , dan prosedur dengan risiko rendah
- Lakukan anamnesisi : Algoritma deteksi dini COVID -19
- Pasien terindikasi COVID -19
- Jika iya, pertimbangan untuk menunda operas tidak dapat ditunda
- Jika tidak, dan dengan risiko tinggi maka lakukan tes skrining rapid
test / RT PCR
- Jika hasil skrining COVID -19 positif , oprerasi dengan level APD
level 3
- Jika hasil skrining COVID -19 negatif, operasi dengan APD General
Pracaution
- Jika tidak, dan dengan risiko rendah operasi dengan APD General
Pracaution
- Apakah syarat terpenuhi?
 APD lengkap
 Personal prosedur memadai
 Alat dan bahan medis cukup
 ICU memadai
 Ruang perawatan pasca – operasi memadai
- Jika ya, operasi dapat dilaksanakan
- Jika tidak, operasi ditunda

21
Gambar 2. Rekomendasi Alur Operasi Elektif

Kewaspadaan di Kamar Bedah


- Kondisi lingkungan kamar bedah
- Pasien
- Tim bedah
- Alur pasien di kamar bedah

Kamar Operasi yang Didedikasi Khusus Untuk Pasien Covid-19


- Memiliki tekanan negatif yang dibentuk dari sumber udara bersih, filtrasi,
exhaust dan tertutup.
- Tekanan negatif berfungsi untuk mencegah kontaminasi pada area di luar
kamar operasi. Tidak melindungi staf di dalam kamar operasi
- Terpisah dengan kamar operasi bersih lainnya.
- ACH lebih dari 25 diharapkan mampu mendilusi partikel droplet di kamar
operasi.
- Terdapat alat kesehatan yang diperuntukan khusus untuk pelayanan bedah
dan anestesi pasien covid-19, dibersihkan dan dibungkus setiap kali selesai
pembedahan
- Dilakukan Protokol pembersihan kamar operasi

22
Gambar 3. Kondisi Ruangan Bedah

Anteroom adalah ruang transisi yang menghubungkan area terkontaminasi


dan area tidak terkontaminasi. Di tempat ini, tenaga kesehatan memakai atau
melepas APD sebelum berpindah. Bila di fasilitas kesehatan tidak terdapat
Anteroom maka dapat digunakan area lainnya, misalnya doorway, asalkan tidak
mencemari lingkungan di luar area terkontaminasi

- Perawat yang bertugas harus standby di luar kamar operasi dan semua
barang yang dibutuhkan untuk diantarkan ke ruang operasi ditaruh di
ruang persiapan depan kamar operasi (anteroom).
- Selama prosedur berlangsung atau selama pasien masih berada di kamar
operasi, tidak diperkenankan untuk keluar-masuk kamar operasi.
- Kebutuhan alat dan bahan tambahan akan diinformasikan ke bagian
farmasi dan perawat runner yang akan mengantarkan dan meletakkan alat
dan bahan di anteroom

Pencegahan infeksi pada pelayanan anestesi

- Peralatan anestesi yang didedikasikan khusus untuk pasien covid-19,


dibersihkan dan dibungkus dengan plastik.
- Merencanakan teknik anestesi yang mengurangi risiko penularan kepada
nakes

23
- Membatasi staf saat intubasi dan ekstubasi. Kamar operasi tertutup selama
kurang lebih 10 menit, pada ACH 25
- Menggunakan filter antibacterial pada sirkuit pernafasan (3buah)
- Minimalisasi penggunaan alkes reusable

Gambar 4. Persiapan Alat

Alur Pelepasan APD


1. Lepaskan sarung tangan Panjang
2. Lepaskan surgical gown
3. Lepaskan apron
4. Disinfektan sepatu boot menggunakan sikat Panjang
5. Disinfektan sarung tangan bagian luar dan handrub alcohol
6. Lepaskan tutup cover all bagian kepala, kemudian lepaskan face shield
7. Cuci tangan
8. Lepaskan google
9. Cuci tangan
10. Lepaskan masker bedah
11. Cuci tangan
12. Lepaskan cover shoes

24
13. Lepaskan cover all jumpsuit dengan cara menggapai resiteting, buka
seluruhnya tanpa menyentuh kulit
14. Lepaskan sarung tangan keduanya
15. Cuci tangan
16. Lepaskan sarung tangan pendek pertama
17. Cuci tangan
18. Lepaskan masker N95
19. Cuci tangan
20. Lepaskan surgical cap
21. Cuci tangan
22. Lakukan kebersihan diri

Gambar 5. Standar APD

25
Gambar 6. Alur Pelepasan APD

Alur Pemakaian APD


1. Lepaskan barang pribadi
2. Kenakan baju kerja dan sepatu tertutup
3. Cuci tangan
4. Kenakan masker N95
5. Memakai masker bedah
6. Kenakan google
7. Kenakan cover all jumpsuit, tetapi bagian kepala tidak ditutupi dahulu
8. Kenakan apron
9. Kenakan cover shoes
10. Kenakan sepatu boots
11. Cuci tangan
12. 12 kenakan sarung tangan pertama
13. Kenakan sarung tangan kedua ( lebih Panjang )
14. Kenakan face shield dan tutup cover all bagian kepala
15. Cuci tangan
16. Kenakan surgical gown
17. Kenakan sarung tangan Panjang

26
Gambar 7. Alur Pelepasan APD

Gambar 8. Alur Terminasi

Alur Pasien
- Lakukan hand over melalui telepon / rekam medik elektronik
- Pasien langsung masuk ke kamar operasi tanpa melalui ruang persiapan
- Pasien yang tidak memerlukan perawatan ICU post operasi ditunggu di
kamar operasi sampai sadar penuh.

27
- Post operasi tidak melalui recovery room/ruang pemulihan
- Pasien langsung ditranser ke ruangan isolasi atau ruang perawatan khusus
Covid-19

Prinsip pelayanan anestesi dan bedah pada masa pandemi Covid-19


- Keselamatan Tenaga Kesehatan
- Keselamatan Pasien
- Risiko prosedur yang dapat menginfeksi
- Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)
- Risiko melakukan tindakan pada pasien Covid-19

28
Daftar Pustaka

1. American College of Surgeons, 2020, COVID-19: Recommendations for


Management of Elective Surgical Procedures. https://www.facs.org/about-
acs/covid- 19/information-for- surgeons (accessed March 14, 2020).
2. AORN, 2013, Perioperative standard and recomendedepractice: For
Inpatient And ambulatory Setting. Denver: AORN
3. CDC, 2020, What Law Enforcement Personnel Need to Know about
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
4. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2020, Skrining terduga COVID-19
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5. Direktorat Jendertal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020,
Pencegahan dan Pengendalian
6. Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVIDForrester JD,
Nassar AK, Maggio PM, Hawn MT., 2020, Precautions for operating
room team members during the COVID-19 pandemic. March 30. J Am
Coll Surgeons
7. Ti LK, Ang LS, Foong TW, Ng BSW, 2020, What we do when a COVID-
19 patient needs an operation: operating room preparation and guidance.
Can J Anaesth. doi: 10.1007/s12630-020-01617-4
8. COVID-19 GTPP. Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan
Masyarakat COVID-19 di Indonesia. 1 ed. Setiawan AH, Rachmayanti S,
Kiasatina T, Laksmi IAKRP, Santoso B, Huda N, et al., editors. Jakarta:
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID- 19; 2020 23 Maret 2020.

29
D. UPDATE SEPUTAR PELAKSANAAN VAKSIN COVID-19

(dr. Andri Kurniawan)

Kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya pertama kali


dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada Desember 2019. Penyakit ini
berkembang sangat pesat dan telah menyebar ke berbagai provinsi lain di Cina,
bahkan menyebar hingga ke Thailand dan Korea Selatan dalam kurun waktu
kurang dari satu bulan. Pada 11 Februari 2020, World Health Organization
(WHO) mengumumkan nama penyakit ini sebagai Virus CoronaDisease (Covid-
19) yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang sebelumnya disebut 2019-
nCoV, dan dinyatakan sebagai pandemik pada tanggal 12 Maret 2020.

Saat ini Covid-19 menjadi perhatian utama dunia. Cepatnya penyebaran


penyakit disertai penambahan kasus yang masih terus melonjak, termasuk di
Indonesia, serta beragamnya manifestasi klinis Covid19 berpotensi pada
kolapsnya sistem kesehatan. Seiring dengan terus meningkatnya kasus
terkonfirmasi Covid-19, penelitian mengenai Covid19 masih berlanjut hingga saat
ini. ditemukan bahwa agen penyebab Covid-19 berasal dari genus
betacoronavirus, yang merupakan genus yang sama dengan agen penyebab Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome
(MERS). Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan
laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius dan
selanjutnya menuju organ target.

Tentunya pemerintah Indonesia menetapkan pandemik covid-19 sebagai


bencana non alam. Pandemic covid-19 memberikan dampak pada beberapa sektor
yaitu kesehatan, social - ekonomi, pariwisata dan pendidikan. Saat ini belum
ditemukannnya obat anti-virus untuk melawan SARS-CoV-2. Untuk menangani
pandemi Covid-19, pemerintah membuat berbagai kebijakan guna melindungi
masyarakat dari penularan dan dampak Covid-19 mulai dari pembatasan sosial
berskala besar termasuk pembatasan sekolah, tempat kerja, tempat peribadatan,
tempat umum dan transportasi; pemberian bantuan sosial; pemberian insentif bagi
tenaga kesehatan; kebijakan masker untuk semua; dan kebijakan penerapan

30
protokol kesehatan di berbagai tempat yang terus digaungkan selagi menanti
vaksin.

I. Virologi Covid-19

Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140 nm.
Xu dkk. (2020) melakukan penelitian untuk mengetahui agen penyebab terjadinya
wabah di Wuhan dengan memanfaatkan rangkaian genom 2019-nCoV, yang
berhasil diisolasi dari pasien yang terinfeksi di Wuhan. Rangkaian genom 2019-
nCoV kemudian dibandingkan dengan SARSCoV dan MERS-CoV. Hasilnya,
beberapa rangkaian genom 2019-nCoV yang diteliti nyaris identik satu sama lain
dan 2019-nCoV berbagi rangkaian genom yang lebih homolog dengan SARS-
CoV dibanding dengan MERSCoV. Penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk. (2020)
dilakukan untuk mengetahui asal dari 2019-nCoV dan hubungan genetiknya
dengan virus Corona lain dengan menggunakan analisis filogenetik. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa 2019-nCoV termasuk dalam genus
betacoronavirus. Penelitian serupa untuk mengetahui agen penyebab wabah di
Wuhan juga dilakukan oleh Zhu dkk. (2020). Hasil mikrograf elektron dari
partikel untai negatif 2019-nCoV menunjukkan bahwa morfologi virus umumnya
berbentuk bola dengan beberapa pleomorfisme. Diameter virus bervariasi antara
60-140 nm. Partikel virus memiliki protein spike yang cukup khas, yaitu sekitar 9-
12 nm dan membuat penampakan virus mirip seperti korona matahari. Morfologi
yang didapatkan oleh Zhu dkk. (2020) serupa dengan family Coronaviridae.

Hasil analisis filogenetik yang dilakukan oleh Zhu dkk.(2020)


menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Xu dkk. (2020), bahwa virus ini
masuk dalam genus betacoronavirus dengan subgenus yang sama dengan virus
Corona yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome(SARS)
pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. International Virus Classification
Commisson menamakan agen kausatif ini sebagai SARS-CoV-2.

Mekanisme virulensi virus corona berhubungan dengan protein struktural


dan protein non struktural. Virus Corona menyediakan messenger RNA (mRNA)
yang dapat membantu proses translasi dari proses replikasi/transkripsi. Gen yang

31
berperan dalam proses replikasi/transkripsi ini mencakup 2/3 dari rangkaian RNA
5’-end dan dua Open Reading Frame (ORF) yang tumpang tindih, yaitu ORF1a
dan ORF1b. Dalam tubuh inang, virus Corona melakukan sintesis poliprotein
1a/1ab (pp1a/pp1ab). Proses transkripsi pada sintesis pp1a/pp1ab berlangsung
melalui kompleks replikasi-transkripsi di vesikel membran ganda dan juga
berlangsung melalui sintesis rangkaian RNA subgenomik. Terdapat 16 protein
non struktural yang dikode oleh ORF. Bagian 1/3 lainnya dari rangkaian RNA
virus, yang tidak berperan dalam proses replikasi/transkripsi, berperan dalam
mengkode 4 protein struktural, yaitu protein S (spike), protein E (envelope),
protein M (membrane), dan protein N (nucleocapsid).

Gambar 1. Struktur Virus Corona

Gambar 2. Mekanisme Penularan

Jalan masuk virus ke dalam sel merupakan hal yang esensial untuk
transmisi. Seluruh virus Corona mengode glikoprotein permukaan, yaitu protein
spike (protein S), yang akan berikatan dengan reseptor inang dan menjadi jalan
masuk virus ke dalam sel. Untuk genus betacoronavirus, terdapat domain receptor

32
binding pada protein S yang memediasi interaksi antara reseptor pada sel inang
dan virus. Setelah ikatan itu terjadi, protease pada inang akan memecah protein S
virus yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya fusi peptida spike dan
memfasilitasi masuknya virus ke dalam tubuh inang.

Mekanisme virulensi virus Corona berhubungan dengan fungsi protein


non-struktural dan protein struktural. Penelitian telah menekankan bahwa protein
nonstruktural mampu untuk memblok respon imun innate inang. Protein E pada
virus memiliki peran krusial pada patogenitas virus. Protein E akan memicu
pengumpulan dan pelepasan virus.

II. Patogenesis

Patogenesis Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa


nasal dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem
renal dan traktus gastrointestinal (Gennaro dkk., 2020). Protein S pada SARS-
CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus
bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor
membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada
priming protein S ke protease selular, yaitu TMPRSS2.

33
Gambar 3. Patogenesis SARS-CoV

Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga


dimensi yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein S pada
SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 pada manusia. Pada
analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2 memiliki pengenalan yang
lebih baik terhadap ACE2 pada manusia dibandingkan dengan SARS-CoV.

Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar
leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum
merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah,
terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai
merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien
mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan
perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis
berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas. Sistem imun

34
innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-Ilike receptors, NOD-like
receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi
interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel CD8+, sel
Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-
CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan produksi
IFN yang terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi
yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring
dengan progress penyakit.

Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada
inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai
sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana
terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon
dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya
penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade
oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya
lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β,
CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan
sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK,
bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin
proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan
paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel.
Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ
yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.

Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah melalui


droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral.
Penelitian oleh Xiao dkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat
karena Covid19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif RNA SARS- CoV-2
pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi positif
RNA SARS- CoV-2 pada fesesnya meskipun pada sampel pernafasan sudah
menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa
terdapat ekspresi ACE2 yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan

35
epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster,
duodenum, dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat
menginfeksi saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi
melalui fekal-oral.

III. Vaksin Secara Umum dan Spesifik Covid-19


1. Vaksin
a. Pengertian Vaksin
Vaksin berasal dari Bahasa Latin “Vaccine” dari bakteri Variolae
vaccinae yang pertama kali didemonstrasikan pada 1798 dapat mencegah
dampak dari smallpox atau cacar pada manusia. Kata vaksin saat ini
digunakan pada seluruh preparasi biologis dan produksi material
menggunakan makhluk hidup yang meningkatkan imunitas melawan
penyakit, mencegah (prophylactic vaccines) atau perawatan penyakit
(therapeutic vaccines). Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh dalam bentuk
cairan baik melalui injeksi, oral, maupun rute intranasal.
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen yang bila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara
aktif terhadap penyakit tertentu.
b. Tujuan Vaksin
Produk biologi atau vaksin tersebut bertujuan untuk merangsang
pembentukan zat anti penyakit sehingga tubuh diharapkan akan kebal
terhadap penyakit tersebut atau hanya sakit ringan. Pada covid-19, Tujuan
utama vaksinasi COVID-19 adalah mengurangi transmisi/penularan
COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kamatian akibat COVID-19.
Mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd imunity) dan
melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial
dan ekonomi.
c. Proses Vaksin
Setelah dilakukan vaksinasi, terdapat bebrapa proses yang terjadi
pada tubuh kita dimana antigen yang diberikan dibuat sedemikan rupa

36
sehingga tidak menimbulkan sakit, akan tetapi mampu merangsang sel
limfosit untuk menghasilkan antibody.
d. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya pembentukan kekebalan tubuh
seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terkena
dengan penyakit yang sama tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan.
e. Hubungan Vaksin, Imunisasi, dan Kekebalan Kelompok (Herd
Immunity)
Vaksin akan membuat tubuh seseorang mengenali bakteri/virus
penyebab penyakit tertentu, sehingga bila terpapar bakteri/virus tersebut
akan menjadi lebih kebal. Cakupan imunisasi yang tinggi dan merata akan
membentuk kekebalan kelompok (Herd Immunity) sehingga dapat
mencegah penularan maupun keparahan suatu penyakit.
Herd Immunity atau kekebalan kelompok akan terbentuk jika sebagian
besar masyarakat divaksinasi. Cakupan vaksinasi yang tinggi
membutuhkan partisipasi dan kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi
keengganan dan keraguan (hesitancy) masyarakat terhadap vaksinasi,
meningkatkan penerimaan (acceptance) dengan memastikan ketersediaan
akses pada informasi yang akurat tentang vaksinasi COVID-19.

2. Instruksi Presiden Untuk program Vaksinasi Covid-19


Adapun beberapa intruksi Presiden Republik Indonesia untuk program
vaksinasi Covid-19, yaitu:
1. Vaksin Covid-19 diberikan secara gratis dan masyrakat tidak dikenakan
biaya sama sekali.
2. Seluruh jajaran cabinet, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah
agar memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021.
3. Memprioritaskan dan merelokasi anggaran lain terkait ketersedian dan
vaksinasi secara gratis.

37
4. Presiden akan menjadi yang pertama mendapat vaksin Covid-19.
Tujuannya untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada
masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman.
5. Meminta masyarakat untuk terus menjalankan disiplin 3M yaitu memakai
masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

3. Prinsip Pelaksanaan Vaksin Covid-19


1. Pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan
yang memiliki kompetensi.
2. Pelaksanaan pelayanan vaksinasi COVID-19 tidak mengganggu pelayanan
imunisasi rutin dan pelayanan Kesehatan lainnya.
3. Melakukan skrining/penapisan terhadap status Kesehatan sasaran sebelum
dilakukan pemberian vaksinasi.
4. Menerapkan protokol Kesehatan.
5. Mengintegrasikan dengan kegiatan surveilans COVID-19 terutama dalam
mendeteksi kasus dan Analisa dampak.

4. Tahapan Pembuatan Vaksin


Berikut merupakan beberapa tahapan dari pembuatan vaksin secara umum,
yaitu:
a. Riset preklinik, yaitu menetapkan kandidat vaksin, konsistensi.
b. Studi hewan, yaitu menilai respons imun dan daya lindung, dan keamanan.
c. Fase I, yaitu <100 relawan, menilai keamanan.
d. Fase II, yaitu ratusan relawan berbagai, keamanan, efikasi.
e. Fase III, yaitu ribuan relawan, keamanan, konsistensi dan dipasarkan.
f. Fase IV atau Post Marketing Surveillance (PMS) yaitu untuk mendeteksi KIPI
yang jarang dan menilai daya lindung jangka panjang.

5. Jenis-jenis Vaksin
Vaksin terdiri dari mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit,
maupun beberapa komponen yang ada pada mikroorganisme seperti DNA atau
RNA. Pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana

38
ditunjuk dan pembuatan vaksin secara umum pada gambar dibawah.
Pembuatan vaksin dari organisme hidup yang dilemahkan dapat dibuat
pengolahan di bawah kondisi sub-optimal atau attenuation process maupun
modifikasi genetic yang memiliki kemampuan untuk mereduksi kemampuan
infeksi. Selain itu dapat pula dilakukan dari keseluruhan organisme yang
terdeaktivasi melalui proses kimia, termal, maupun proses lainnya dan dari
toksin yang telah terdeaktivasi. Vaksin dari komponen mikroorganisme yang
menjadi penyebab penyakit seperti protein spesifik, polisakarida, atau asam
nukleat. Serta vaksin yang dibuat dengan konjugasi polisakarida terhadap
protein yang dapat meningkatkan efektivitas vaksin polisakarida.

Gambar 4. Tipe Vaksin Secara Umum

Tabel 1. Jenis Vaksin


Dalam pembuatan vaksin secara umum melalui proses pencampuran
dengan fluida (air atau garam), bahan aditif atau pengawet, dan beberapa
adjuvant (bahan pembantu). Secara umum bahan ini disebut dengan excipient.

39
Hal ini memastikan kualitas dan potensi dari vaksin dalam melengkapi
kemampuan vaksin itu sendiri. Vaksin harus memiliki tingkat keamanan dan
imunogenisitas yang baik jika diinjeksikan ke dalam manusia. Dikarenakan
vaksin biasa diigunakan dalam bentuk cairan, dapat menyebabkan terjadinya
freeze-dried (lyophilized) sehingga membutuhkan waktu recovery sebelum
digunakan.

Tabel 2. Bahan Pengawet


Preservative atau bahan pengawet untuk vaksin berfungsi dalam
memastikan kesterilan vaksin selama masa vaksin tersebut dapat digunakan.
Bahan ini digunakan untuk mencegah kontaminasi pada proses pembuatan,
ketika dosis pertama diekstraksi, akan melindungi produk sisa dari bakteri yang
akan mempengaruhi media pembuatan.

Tabel 3. Bahan Tambahan Vaksin


Penambahan bahan ini ditambahkan selama pembuatan untuk mencegah
kontaminasi mikroba. Namun, tidak semua bahan pengawet ini dapat
digunakan pada seluruh vaksin. Contoh bahan pengawet yang telah digunakan
pada vaksin ditunjukkan oleh table 2. Selain bahan pengawet, digunakan pula
bahan pembantu yang bertugas untuk meningkatkan pengaruh imun dari
antigen vaksin, namun tidak berperan sebagai antigen. Adjuvant yang biasa
digunakan dalam pembuatan vaksin adalah garam alminium. Vaksin yang
menggunakan adjuvant memiliki kecepatan yang lebih tinggi dalam mengatasi
reaksi yang merugikan seperti rasa sakit pada sisi injeksi, malaise (tidak enak

40
badan), dan demam. Contoh adjuvant yang telah digunakan pada vaksin
ditunjukkan pada tabel 3.

6. Platform Vaksin Covid-19


Pengembangan vaksin oleh berbagai instansi menunjukkan penggunaan
berbagai platform teknologi untuk Covid-19, di antaranya penggunaan asam
nukleat termasuk DNA dan RNA, partikel yang menyerupai virus, peptida,
vektor virus (replikasi dan non-replikasi), protein rekombinan, serta pendekatan
virus yang dilemahkan dan virus yang tidak aktif. Platform tersebut tidak
seluruhnya dapat dijadikan landasan untuk pembuatan vaksin, namun
digunakan sebagai pelajaran untuk mendalami dalam berbagai bidang, seperti
onkologi yang dapat mendorong pengembangan vaksin untuk pendekatan
generasi selanjutnya yang dapat vaksin tersebut dapat dicocokkan untuk
kelompok-kelompok manusia yang didasarkan pada umur, kehamilan, maupun
kelainan pada pasien seperti kelainan imun.
Platform terbaru yang digunakan untuk Covid-19 yakni didasarkan pada
DNA atau mRNA dikarenakan fleksibilitas yang tinggi dalam manipulasi
antigen dan kecepatan yang baik. Moderna memulai uji klinis dengan vaksin
berdasarkan mRNA-1273 hanya selama dua bulan sejak identifikasi untai RNA
yang menunjukkan keberadaan virus Covid-19. Vaksin yang didasarkan pada
vektor virus menunjukkan tingkat ekspresi protein meningkatkan kecepatan
pengembangan dan pembuatannya. Nantinya, berbagai platform yang tinggi,
kestabilan yang baik, dan kemampuan menginduksi respon imun yang tinggi.
Saat ini telah dikembangkan berbagai macam platform teknologi untuk
mengembangkan virus, namun permasalahannya adalah ketersediaan informasi
mengenai antigen Covid-19 yang masih terbatas. Sebagian besar, informasi
yang telah tersedia digunakan untuk menginduksi antibodi agar dapat meredam
protein spike pada virus. Namun, masih diteliti hubungan antar antibodi ini
dengan reseptor manusia ACE2 (Angiotensin-converting Enzyme) pada
penyakit ini. Pada kasus beberapa tahun belakangan dengan virus SARS
menunjukkan potensi untuk dieksplor lebih dalam dan dikembangkan dalam

41
pengujian in-vivo dikarenakan virus Covid-19 dapat dikatakan sebagai mutase
dari virus SARS yang sebelumnya telah ada.

Gambar 5. Platform Vaksin Covid-19

7. Sasaran Vaksinasi Covid-19

Gambar 6. Sasaran Vaksinasi Covid-19

42
8. Update Vaksin Covid – 19

Gambar 7. Update Vaksin Covid - 19

9. Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19

Gambar 8. Alur Pelayanan Vaksinasi Covid-19

43
10. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
 Dewasa sehat usia 18-59 tahun.
 Peserta menerima penjelasan dan menandatangani Surat Persetujuan
setelah Penjelasan (Informed Consent).
 Peserta menyetujui mengikuti aturan dan jadwal imunisasi.
b. Kriteria Eksklusi
 Adanya kelainan atau penyakit kronis (penyakit gangguan jantung
yang berat, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, diabetes,
penyakit ginjal dan hati, tumor, dll) yang menurut petugas medis bisa
mengganggu imunisasi.
 Subjek yang memiliki riwayat penyakit gangguan sistem imun seperti
respon imun rendah (atau yang pada 4 minggu terakhir sudah
menerima terapi yang dapat mengganggu respon imun (misalnya
Immunoglogin IV, produk yang berasal dari darah, atau terapi obat
kortikosteroid jangka panjang (>2 minggu)).
 Memiliki riwayat penyakit epilepsi atau penyakit gangguan saraf
(penurunan fungsi sistem saraf) lainnya.
 Mendapat imunisasi apapun dalam waktu 1bulan kebelakang atau akan
menerima vaksin lain dalam waktu 1 bulan ke depan.
 Berencana pindah dari wilayah domisili sebelum jadwal imunisasi
selesai.
 Pernah terkonfirmasi dan terdiagnosis COVID-19.
 Mengalami penyakit ringan, sedang, atau berta, terutama penyakit
infeksi dan/atau demam (suhu >=37,5 C dengan menggunakan
infrared thermometer/thermal gun).
 Peserta wanita yang hamil, menyusui atau berencana hamil selama
periode imunisasi (berdasarkan wawancara dan hasil tes urin
kehamilan).

44
 Memiliki riwayat alergi berat terhadap vaksin atau komposisi dalam
vaksin dan reaksi alergi terhadap vaksin yang parah seperti kemerahan,
sesak napas dan bengkak.
 Riwayat penyakit pembekuan darah yang tidak terkontrol atau kelainan
darah yang menjadi kontraindikasi injeksi intramuskular.

11. Dosis, Cara Pemberian dan Kartu Vaksin Covid-19

Gambar 9. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Covid-19

Gambar 10. Cara Pemberian Vaksin Covid-19 (Intramuscular)

45
Gambar 9. Kartu Vaksinasi Covid-19

12. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


a. Definisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 12/2017, Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI) adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi,
menjadi perhatian dan diduga berhubungan dengan imunisasi.
b. Klasifikasi dan Jenis KIPI
Ada beberapa klasifikasi KIPI yang dapat kita ketahui setelah
dilakukannya vaksinasi oleh masyarkat, yaitu:
• Klasifikasi Lapangan (WHO)
• Reaksi vaksin
• Kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi
• Reaksi suntikan
• Kebetulan
• Tidak diketahui
• Klasifikasi Kausalitas KIPI (IOM)
• Tidak terdapat bukti hubungan kausal
• Bukti tidak cukup untuk menerima/menolak hubungan kausal
• Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal
• Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal
• Bukti memastikan hubungan kausal

46
Sedangkan Jenis KIPI menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia terdapat dua jenis, diantaranya:

 Serius
KIPI serius adalah setiap kejadian medic setelah imunisasi
yang menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian, serta
yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Oleh karena itu,
perlu dilaporkan segera setiap kejadian secara berjenjang yang
selanjtnya diinvestigasi oleh petugas kesehatan yang
menyelenggarakan imunisasi untuk dilakukan kajian serta
rekomendai oleh Komda dan atau Komnas PP KIPI, yang terdiri
dari para ahli epidemiologi dan profesi.
 Non Serius
KIPI non seirus adalah kejadian medic yang terjadi setelah
imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan
si penerima. Dilaporkan rutin setiap bulan bersamaan dengan hasil
cakupan imunisasi.
c. KIPI pada Vaksin Covid-19
Vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi COVID-19 ini
masih termasuk vaksin baru sehingga untuk menilai keamanannya perlu
dilakukan surveilan baik aktif maupun pasif yang dirancang khusus yaitu
kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK). KIPI yang tidak terkait
dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Penapisan status
kesehatan sasaran yang akan divaksinasi harus dilakukan seoptimal
mungkin. Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinnasi COVID-19
hampir sama dengan vaksin yang lain, yaitu:
• Beberapa gejala tersebut antara lain:
• Reaksi lokal, seperti
• Nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan, reaksi lokal
lain yang berat, misalnya selulitis.
• Reaksi sistemik, seperti:
• Demam,
• Nyeri otot seluruh tubuh (myalgia),

47
• Nyeri sendri (atralgia),
• Badan lemah,
• Sakit kepala
• Reaksi lain, seperti:
• Reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem,
• Reaksi anafilaksis, syncope (pingsan)

Efek samping vaksin inaktif adalah salah satu yang terendah


dibandingkan platform lain. Brazil: efek samping sinovac yang terendah.
Turki dan Bandung menunjukkan angka yang juga terendah. Bandingkan
dengan Pfizer dan Moderna yang bisa minimal 70%. Efek samping lain
vaksin mRna: alergi berat, anafilaksis, pembengkakan di lokasi filler
bedah plastik di wajah. Kasus yang sempat dilaporkan pada uji klinik
mRna dan Oxford: Bell’s palsy, transverse myelitis.

Gambar 10. Alur Penanganan Syok Anafilaktik

48
Gambar 11. Isi dari KIT Anafilaktik

d. Alur Pelaporan KIPI Vaksin Covid-19

Gambar 12. Alur Pelaporan dan Kajian KIPI

Gambar 13. Mekanisme Pelaporan dan Pelacakan KIPI

49
e. Update Vaksin Covid – 19

Gambar 14. Update Vaksin Covid – 19

f. Rencana Pengadaan Vaksin

Gambar 15. Rencana Pengadaan Vaksin

50
g. Aspek Legal Pelaksanaan Vaksinasi Covid – 19
Keputusan Dirjen P2P Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi
COVID-19

Gambar 16. Aspek Legal

51
Daftar Pustaka

1. World Health Organization. (2020, Oktober 6). Dipetik Januari 2021, dari
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/risk-comms-
updates/update37-vaccine-development.pdf?sfvrsn=2581e994_6

2. Kementrian Kesehatan RI. (2021, 1 4). Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19). Jakarta, DKI Jakarta.

3. KPCPEN. (2020, November). Dipetik Januari 2021, dari Kemkes:


https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-
terkini/buku%20saku%20infovaksin%20v3.pdf

4. Marlina, A. (2020, Desember). Pelatihan Tata Laksana Pelaksanaan


Imunisasi Bagi Vaksinator Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dipetik Januari
2021, dari
https://docs.google.com/presentation/d/1FJqqzma7qpbRhTomqp9G5q0A
QHZFgZ0D/edit#slide=id.p2

5. Ambarwati, D. (2020, Desember). Kebijakan Pelaksanaan Vaksinasi


COVID-19. Dipetik Januari 2021, dari
https://docs.google.com/presentation/d/1s-
dAVrTVw6MGUPPwY57Yb9esAihFCMy5/edit#slide=id.p1

6. Komite Nasional PP-KIPI. (2020, Deesember). Surveilans KIPI dan


Komunikasi Resiko. Dipetik Januari 2021, dari
https://docs.google.com/presentation/d/1h1RF9cCNd0gFwZL0kM24Hwkl
FwuXN3BR/edit#slide=id.p1

7. Jin, Y., Yang, H., Wu, W., Chen, S., Zhang, W., & Duan, G. (2020, Maret
27). Virology, Epidemiology, Pathogenesis, and Control of Covid-19.
MDPI, 12(372), 1-17.

8. Utama, D. L. (t.thn.). Imunisasi dan KIPI. Dipetik Januari 2021, dari


Simdos Unud:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/8f39bebf23435e7e
38e0ba7aab19a2b4.pdf

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi. Jakarta. 2017;1−162.

52
10. Olarn P AT, Usa T. Principle of vaccination in general aspect of
vaccination. Dalam: 8th Asian Congress of Pediatric Infectious Diseases
2018. Vaccine. 2018.

11. Koesnoe, S. (2021, Januari). Teknis Pelaksanaan Vaksin Covid dan


Antisipasi KIPI. Diambil kembali dari PAPDI:
https://www.papdi.or.id/pdfs/1001/Dr%20Sukamto%20-
%20Ws%20Vaksin%20Covid%20KIPI.pdf

12. Roestan, M. R. (2020, November 23). Pengembangan Vaksin Covid-19 di


Indonesia. Dipetik Januari 2021, dari Farmalkes Kemkes:
http://farmalkes.kemkes.go.id/unduh/pengembangan-vaksin-covid-19-di-
indonesia/

53
E. UPDATE SEPUTAR PELAKSANAAN VAKSIN COVID-19

(dr. Ngudiarto, Sp.PD)

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus
yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi
rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,
dan bahkan kematian

Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke


berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020, WHO
melaporkan 11.84.226 kasus konfirmasi dengan 545.481 kematian di seluruh
dunia (Case Fatality Rate/CFR 4,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada
tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh
wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan
melaporkan 70.736 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal
(CFR 4,8%).

Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau


seluruh wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan/atau jumlah
kematian semakin meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19). Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19
sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(KKM) dan menetapkan KKM COVID-19 di Indonesia yang wajib dilakukan

54
upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggulangan KKM dilakukan melalui penyelenggaraan kekarantinaan
kesehatan baik di pintu masuk maupun di wilayah. Indonesia mengambil
kebijakan untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
pada prinsipnya dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID-19 semakin
meluas, didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman,
efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional


masih dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam
proses, dunia dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup
berdampingan dengan COVID-19.

IV. Definisi Status Klinis Pasien COVID-19

Definisi status klinis pasien COVID-19, dibagi menjadi 3 kriteria yaitu:

A. Pasien Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
- Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yaitu
demam (≥ 38 ℃) atau riwayat demam; disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit
tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi
local (negara/wilayah yang melaporkan adanya kasus konfirmasi
yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan
kasus tersebut)
- Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi/probable COVID-19.

55
- Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.

B. Pasien Probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan
gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR
C. Pasien Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus
konfirmasi dibagi menjadi 2:
 Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
 Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

V. Penyebaran Covid-19

Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa


COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang
lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air
dengan diameter >5-10 μm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada
pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala
pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai
mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi
melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang
terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan
permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer).

Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat dimungkinkan


dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif yang
menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka,

56
pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah
pasien ke posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif
non-invasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.

VI. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul
secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum
adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit.
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal
pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan
mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan
mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis.
Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada
kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi-organ, termasuk gagal ginjal
atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan.

57
Tabel Kriteria Gejala Klinis Dan Manifestasi Klinis Yang Berhubungan
Dengan Infeksi COVID-19

Kriteria Manifestasi Penjelasan


Gejala
Klinis

Tanpa Gejala Tidak ada Pasien tidak menunjukkan gejala apapun.


(asimptomatik) gejala klinis

Sakit ringan Sakit ringan Pasien dengan gejala non-spesifik seperti


tanpa demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung
komplikasi tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Perlu waspada pada usia lanjut dan
imunocompromised karena gejala dan tanda
tidak khas.

Sakit Sedang Pneumonia Pasien Remaja atau Dewasa dengan tanda


ringan klinis pneumonia (demam, batuk, dyspnea,
napas cepat) dan tidak ada tanda pneumonia
berat.
Anak dengan pneumonia ringan mengalami
batuk atau kesulitan bernapas + napas
cepat: frekuensi napas: <2 bulan,
≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5
tahun, ≥40x/menit dan tidak ada tanda
pneumonia berat.

Sakit Berat Pneumonia Pasien remaja atau dewasa dengan


berat / ISPA demam atau dalam pengawasan infeksi
berat saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi
napas >30 x/menit, distress pernapasan
berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90%
pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan

58
bernapas, ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
- sianosis sentral atau SpO2 <90%;
- distres pernapasan berat (seperti
mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
- tanda pneumonia berat: ketidakmampuan
menyusui atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.

Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan


dinding dada, takipnea :
<2 bulan, ≥60x/menit;
2–11 bulan, ≥50x/menit;
1–5 tahun, ≥40x/menit;
>5 tahun, ≥30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan
dada dapat membantu penegakan diagnosis
dan dapat menyingkirkan komplikasi.

Sakit Kritis Acute Onset: baru terjadi atau perburukan dalam


Respiratory waktu satu minggu.
Distress Pencitraan dada (CT scan toraks, atau
Syndrome ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi
(ARDS) pluera yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus
atau nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.
Perlu pemeriksaan objektif (seperti
ekokardiografi) untuk menyingkirkan
bahwa penyebab edema bukan akibat

59
hidrostatik jika tidak ditemukan faktor
risiko.
KRITERIA ARDS PADA DEWASA:
• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤
300 mmHg (dengan PEEP atau continuous
positive airway pressure (CPAP) ≥5
cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
• ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2
≤200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau
yang tidak diventilasi)
• ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg
dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi)

Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2


≤315 mengindikasikan ARDS (termasuk
pasien yang tidak diventilasi)

KRITERIA ARDS PADA ANAK :


 Usia: Eksklusi pasien dengan penyakit
paru perinatal
 Waktu: Dalam 7 hari sejak onset
penyakit
 Penyebab edema: Gagal napas yang
tidak dapat dijelaskan oleh gagal
jantung atau kelebihan cairan (fluid
overload)
 Radiologis: Infiltrat baru konsisten
dengan penyakit paru akut
 Oksigenasi
Ventilasi mekanis non Ventilasi
invasive mekanis

60
invasive
PARDS Ringan Sedang Berat
Masker full 4 ≤ OI 8 ≤ OI OI ≥
face ventilasi ≤8 ≤ 16 16
bi-level atau
CPAP ≥

VII. Manajemen Covid-19

1. Manajemen Kasus Suspek


Apabila menemukan kasus Suspek maka dilakukan manajemen kesmas
meliputi:
a. Isolasi
Isolasi dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kasus suspek.
Isolasi dapat dihentikan apabila telah memenuhi kriteria discarded.
b. Pengambilan spesimen untuk penegakan diagnosis
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes
atau lokasi pemantauan.
c. Pemantauan sejak mulai munculnya gejala
Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama menunggu
hasil pemeriksaan laboratorium. Pemantauan dapat melalui telepon
atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada
formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir. Pemantauan
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pada suspek yang melakukan isolasi mandiri di rumah,
pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi dengan
dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat dihentikan apabila hasil
pemeriksaan RT-PCR selama 2 hari berturut-turut dengan selang
waktu >24 jam menunjukkan hasil negatif. Kasus suspek yang sudah
selesai isolasi dan pemantauan, dapat diberikan surat pernyataan
selesai masa pemantauan.

61
d. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi perburukan, dan
lain-lain. Suspek yang melakukan isolasi mandiri harus melakukan
kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.
e. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan sejak seseorang dinyatakan
sebagai suspek, termasuk dalam mengidentifikasi kontak erat.

2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable


Apabila menemukan kasus probable maka dilakukan manajemen kesmas
meliputi:
a. Isolasi
Isolasi pada kasus probable dilakukan selama belum dinyatakan
selesai isolasi
b. Pemantauan terhadap kasus probable dilakukan berkala selama
belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional
selesai isolasi. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKRTL. Jika
sudah selesai isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat
pernyataan.

c. Apabila kasus probable meninggal, tatalaksana pemulasaraan


jenazah sesuai protokol pemulasaraan jenazah kasus konfirmasi
COVID-19.

d. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan terutama untuk
mengidentifikasi kontak erat.
e. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko kepada kontak erat
kasus berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, pemantauan perkembangan gejala, dan lain-lain.

62
3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi
Apabila menemukan kasus konfirmasi maka dilakukan manajemen kesmas
meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
b. Isolasi pada kasus konfirmasi dilakukan selama belum dinyatakan
selesai isolasi.
c. Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk
follow up pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit. Pada kasus
tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan
follow up pemeriksaan RT-PCR. Pengambilan spesimen dilakukan
oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.
d. Pemantauan terhadap kasus konfirmasi dilakukan berkala selama
belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional
selesai isolasi. Pada kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri
di rumah, pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP/FKRTL
berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat
melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan
dicatat pada formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir.
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan
skrining gejala harian. Jika sudah selesai isolasi/pemantauan maka
dapat diberikan surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
Pasien tersebut secara konsisten juga harus menerapkan protokol
kesehatan.
e. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus termasuk
kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi perburukan, dan lain-lain.
Kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri harus melakukan
kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.

63
f. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi pada kasus konfirmasi juga termasuk dalam
mengidentifikasi kontak erat.

4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat


Apabila menemukan kontak erat maka dilakukan manajemen kesmas
meliputi:
a. Dilakukan karantina sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir
Karantina dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat
selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan dengan kasus probable
atau konfirmasi COVID-19. Karantina dapat dihentikan apabila selama
masa karantina tidak menunjukkan gejala (discarded).
b. Pemantauan dilakukan selama masa karantina. Pemantauan terhadap
telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat
pada formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir. Pemantauan
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat.
c. Kontak erat yang sudah selesai karantina/pemantauan, dapat diberikan
surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
d. Bagi petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat yang tidak
menggunakan APD sesuai standar, direkomendasikan untuk segera
dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus
probable atau konfirmasi.
e. Apabila hasil positif, petugas kesehatan tersebut melakukan isolasi
mandiri selama 10 hari. Apabila kontak erat dilakukan berkala untuk
memantau perkembangan gejala. Apabila selama masa pemantauan
muncul gejala yang memenuhi kriteria suspek maka dilakukan
tatalaksana sesuai kriteria. Pemantauan dapat melalui
1) Selama masa isolasi, muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai
kriteria kasus konfirmasi simptomatik.

64
2) Apabila hasil negatif, petugas kesehatan tersebut tetap
melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Apabila selama
masa karantina, muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai
kriteria kasus suspek.
f. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kontak erat
berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan penularan,
tatalaksana lanjut jika muncul gejala, dan lain-lain.
g. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan ketika kontak erat mengalami
perkembangan gejala sesuai kriteria kasus suspek/konfirmasi.

5. Manajemen Kesmas pada Pelaku Perjalanan


Dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri, diharuskan untuk mengikuti ketentuan
sesuai protokol kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Bagi pelaku perjalanan yang akan berangkat ke
luar negeri harus mengikuti protokol yang sudah ditetapkan negara tujuan.
Protokol kesehatan dilakukan sesuai dengan penerapan kehidupan
masyarakat produktif dan aman terhadap COVID-19.
Seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan
perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip
pencegahan dan pengendalian COVID-19 seperti menggunakan masker,
sering mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer,
menjaga jarak satu sama lain (physical distancing), menggunakan
pelindung mata/wajah, serta menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Selain menerapkan prinsip-prinsip tersebut, penumpang dan
awak alat angkut harus memiliki persyaratan sesuai dengan peraturan
kekarantinaan yang berlaku.
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandar udara atau
pelabuhan keberangkatan/kedatangan melakukan kegiatan pemeriksaan
suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat angkut, pemeriksaan lain

65
yang dibutuhkan serta melakukan verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan
atau Health Alert Card (HAC) secara elektronik maupun non elektronik.
Untuk, peningkatan kewaspadaan, dinas kesehatan daerah
provinsi/kabupaten/kota dapat mengakses informasi kedatangan pelaku
perjalanan yang melalui bandara atau pelabuhan ke wilayahnya melalui
aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC).
Penemuan kasus di pintu masuk dapat menggunakan formulir
notifikasi penemuan kasus pada pelaku perjalanan sebagaimana terlampir.
Penekanan pengawasan pelaku perjalanan dari luar negeri dilakukan untuk
melihat potensi risiko terjadinya kasus importasi sehingga perlu adanya
koordinasi antara KKP dengan dinas kesehatan.

6. Kriteria pasien konfirmasi yang dinyatakan selesai isolasi


Kriteria pasien konfirmasi yang dinyatakan selesai isolasi sebagai berikut:
a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
Pasien konfirmasi asimptomatik tidak dilakukan pemeriksaan
follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah
menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi.
b. Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang
Pasien konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai
isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
c. Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di
rumah sakit
- Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di
rumah sakit dinyatakan selesai isolasi apabila telah
mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali
negatif ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.

66
- Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat
dilakukan, maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala
berat/kritis yang dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani
isolasi selama 10 hari sejak onset dengan ditambah minimal 3
hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan
pernapasan, dinyatakan selesai isolasi, dan dapat dialihrawat
non isolasi atau dipulangkan.

Gambar 1. Alur Manajemen Covid - 19

Gambar 2. Alur Manajemen Covid – 19 Kasus Probabel

67
Gambar 3. Alur Manajemen Covid – 19 Kasus Konfirmasi

68
Daftar Pustaka

1. Shereen et al., Covid-19 infection: Origin, transmission, and characteristics


of human coronaviruses, Journal of Advanced Research, 2020, 24:91-98

2. Protokol Tatalaksana COVID-19 Edisi 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi
Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Jakarta; 2020.

3. CDC COVID-19 [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention


[cited 10 November 2020]. Available
from:https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/more/scientific-brief-
sars-cov-2.html

4. Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019


(COVID-19). WHO. 2020. who-china-joint-mission-on-covid-19---final-
report-1100hr-28feb2020-11mar-update.pdf. (Accessed 6 June 2020)

5. Velthuijsen EL, Zwakhalen SMG, et.al. Detection and management of


hyperactive and hypoactive delirium in older patients during
hospitalization: a retrospective cohort study evaluating daily practice. Int J
Geriatr Psychiatry 2018; 33: 1521-9.

6. Kennedy M. Delirium in Older Patients With COVID-19 Presenting to the


Emergency Department. JAMA Network Open. 2020;3(11):e2029540.
doi: 10.1001/jamanetworkopen.2020.29540 Ticinesi A, et al. Delirium in
COVID-19: epidemiology and clinical correlations in a large group of
patients admitted to an academic hospital. Aging Clinical and
Experimental Research. 2020;32:2159-66
7. WHO. Antigen-detection in the diagnosis of SARS-CoV-2 Infection Using
Rapid Immunoassays Interim Guidance. 11 Sep 2020

69
8. Protokol Tatalaksana COVID-19 Edisi 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI),
9. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta; 2020.

70
F. PETA JALAN VAKSINASI COVID-19
(Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid)

A. Situasi COVID-19 di Indonesia


Update hingga 31 Januari pukul 16.00 WIB
10 provinsi tertinggi:
1. DKI Jakarta 6. Kalimantan Timur
2. Jawa Barat 7. Riau
3. Jawa Tengah 8. Sumatera Barat
4. Jawa Timur 9. Banten
5. Sulawesi Selatan 10. Bali

Gambar 1. Peta Sebaran Covid-19 di Indonesia

a. Jumlah kasus:
- Kasus konfirmasi : 1,078,314 (bertambah 12,001)
- Kasus sembuh : 873,221 (bertambah 10,719)
- Kasus meninggal: 29,998 (bertambah 270)
- Kasus aktif : 175,095

b. Jumlah kasus:
- Spesimen diperiksa : 9,238,689
- Orang diperiksa : 6,158,452
- Hasil negatif : 5,080,138
- Kasus suspek : 73,652

71
B. Positivity Rate dan Pencapaian Threshold Pemeriksaan Laboratorium
Update hingga 31 Januari 2021

Positivity rate masih diatas 10% (standar WHO <5%)


Pencapaian untuk threshold pemeriksaan laboratorium 1 orang per 1000
penduduk per minggu sudah mencapai angka target

C. Epidemiologi COVID-19
a. Manifestasi klinis COVID-19
- Sakit kepala - Nyeri tenggorokan
- Hilang pembau (anosmia) - Batuk
- Hilang perasa (ageusia) - Sesak
- Mual dan muntah - Berat: Penumonia, ARDS,
- Myalgia gagal ginjal
- Kelelahan - Kasus beraat dan kematian
- Diare meningkat pada orang dengan
- Demam kondisi penyerta
- Coryza

b. Cara Penularan
Masa inkubasi rata-rata 5 hingga 6 haari, dengan range antara 1 dan 14 hari
namun dapat mencapai 14 hari. Utamanya ditularkan dari orang yang
bergejala (simptomatik) melalui droplet saluran napas (batuk, bersin, bicara)

72
kontak dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi lalu menyentuh
mulut, hidung atau mata.
Transmisi airborne saat prosedur atau perawatan suportif yang menghasilkan
aerosol (bronkoskopi, intubasi dll). Kemungkinan transmisi airborne di setting
publik, terutama pada kondisi padat, tertutup, dan berventilasi
burukKombinasi dengan tranmisi droplet dan kontak.
Orang yang terinfeksi bisa sebagai sumber penularan terutama 2 hari sebelum
sakit (presimptomatis) hingga selama sakit. Asimptomatis berpotensi
menularkan.

c. Faktor Risiko
- Penyakit komorbid (hipertensi, diabetes militus, PPOK, dll)
- Riwayat perjalanan atau tinggal di daerah transmisi
- Kontak kasus konfirmasi / probable
- Merokok, obesitas
- Usia

d. Pencegahan & Pengobatan


Sampai saat ini belum ada terapi spesifik antiviral untuk Covid-19
Pengobatan ditujukan sebagai terapi suportif dan simptomatis
Virus terus bermutasi
Pemutusan rantai penularan
• Pencegahan perlu dilakukan di masyarakat
• Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
• Menemukan Kasus dan memberikan penanganan secara dini

e. Manifestasi Klinis
- Penyakit ringan : 40%
- Penyakit sedang : 40% (termasuk pneumonia)
- Penyakit parah : 15% (membutuhkan oksigen)
- Kritis : 5% (pelayanan intensif dan ventilasi)

73
Kasus berat dan kematian meningkat pada orang yang dengan kondisi
penyerta
Komorbid COVID-19 pada 24 Januari 2020 hingga 16 Maret 2020
- hipertensi 15.80%
- kardiovaskular and… 11.70%
- diabetes 9.40%
- co-existing infection (HIV and…) 1.50%
- malignancy 1.50%
- sistem respirasi (COPD and…) 1.40%
- kelainan ginjal 0.80%
- immunodeficiency state 0.01%

f. Strategi Penguatan Surveilans (Tes, Lacak, Isolasi)


- Tes
1. Meningkatkan akses & kapasitas pemeriksaan PCR di 514 Kab/Kota.
Didahului dengan mapping distribusi kapasitas PCR di Indonesia
2. Melengkapi seluruh puskesmas dengan rapid antigen dan suplai yang
dibutuhkan
3. Melakukan tes pada seluruh suspek dan kontak erat menggunakan PCR
atau minimal rapid antigen. Merevisi pedoman dan menerbitkan juknis
penggunaan rapid antigen sejalan dengan rekomendasi WHO dan bukti
ilmiah.
4. Menginisiasi jejaring survelans genomik dengan 12 pusat penelitian di
Indonesia

- Lacak
1. Meningkatkan jumlah tracers hingga 80.500 orang (rasio 30 tracers/
100.000 penduduk). Menggerakan 30.000 Babinsa, 60.000
Babinkamtibmas, dan para kader untuk tracing dan memantau karantina 14
hari.
2. Melakukan pelacakan dan karantina pada seluruh kontak erat < 72 jam
sejak kasus terkonfirmasi.

74
3. Memanfaatkan teknologi digital untuk tracing.

- Isolasi
1. Melakukan isolasi terpusat untuk kasus konfirmasi tidak bergejala &
bergejala ringan di kabupaten/kota.
2. Memberikan BLT & perlindungan terhadap PHK pada orang yang
menjalankan karantina/isolasi.
3. Memperbaiki SOP, memperketat pengawasan, memberlakukan denda
bagi pelanggar karantina/isolasi.

- Perubahan perilaku
1. PKK/BKKBN – Program Dasa Wisma PKK (Kemendagri) untuk aktif
mempromosikan Perubahan Perilaku dan Tracking & Isolasi
.
- Data
1. Integrasi berbagai sistem informasi surveilans yang ada di Kemenkes
maupun di daerah.
2. Mendorong seluruh lab & Faskes agar terdaftar di Pusdatin dan
melaporkan hasil tesnya ke dalam sistem <48 jam sejak tes dilakukan.

D. Penanganan Pandemi di Hilir


a. Peningkatan Kapasitas Perawatan (SE MENKES 11 JANUARI 2021)

- Berdasarkan SE Menkes No. HK 02.01/Menkes/11/2021 tentang


Peningkatan Kapasitas Perawatan Pasien Corona Virus Disease 2019 Pada
RS Penyelenggara Pelayanan Corona virus Disease 2019 (Covid 19).

- Seluruh rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Covid 19


meningkatkan kapasitas ruang rawat bagi pasien COVID-19 dengan
melakukan alih fungsi selama masa pandemi

1. Zona 1 (merah) : BOR Covid diatas 80%

75
Mengkonversi Minimal 40% dari TT Rawat Inap untuk pasien Covid 19
Mengkonversi Minimal 25% ICU dari Ruang Rawat Inap yang
dikoneversi untuk Ruang Rawat Inap Covid

2. Zona 2 (Kuning) : BOR Covid diatas 60 - 80%


Mengkonversi Minimal 30% dari TT Rawat Inap untuk pasien Covid 19
Mengkonversi Minimal 15% ICU dari Ruang Rawat Inap yang
dikoneversi untuk Ruang Rawat Inap Covid

3. Zona 3 (hijau) : BOR Covid dibawah 60%


Mengkonversi Minimal 20% dari TT Rawat Inap untuk pasien Covid 19
Mengkonversi Minimal 10% ICU dari Ruang Rawat Inap yang
dikoneversi untuk Ruang Rawat Inap Covid

b. Menambah Jumlah Tenaga Kesehatan


1. Merelaksasi regulasi STR di minggu pertama Januari
a. ~10,000 perawat bisa langsung bekerja di RS tanpa harus
menunggu keluarnya STR.
b. Beberapa RS seperti RSCM dan RS Fatmawati masih bisa
menambah ruangan, tetapi kekurangan perawat.
2. Menerjunkan 15.560 nakes relawan, nusantara sehat, dan internsip
a. 8022 dokter umum
b. 53 dokter spesialis
c. 2037 perawat
d. 5448 nakes lainnya
3. Membentuk “COVID-19 Board” untuk mengatasi kekurangan dokter
spesialis
a. Menunjuk dokter-dokter umum sebagai dokter penanggung jawab
pasien (DPJP) di bawah supervisi dokter spesialis. 1 dokter
spesialis mensupervisi 10 dokter umum sebagai DPJP

76
E. CLINICAL PATHWAY
UPDATE BUKU SAKU EDISI KE-2 PROTOKOL TATALAKSANA
COVID-19
Rumah sakit rujukan COVID-19 wajib memakai protocol yang sama untuk
menekan angka kematian.
Halaman baru:

Gambar 2. Perjalanan Penyakit dan Pendekatan Terapi Covid-19

F. Kebijakan Vaksinasi COVID-19


a. Instruksi Presiden untuk Program Vaksinasi COVID-19
1. Vaksin Covid-19 diberikan secara gratis dan masyarakat tidak dikenakan
biaya sama sekali.
2. Seluruh jajaran kabinet, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah
agar memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021
3. Memprioritaskan dan merelokasi anggaran lain terkait ketersediaan dan
vaksinasi secara gratis.

77
4. Presiden akan menjadi yang pertama mendapat vaksin Covid-19.
Tujuannya untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada
masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman.
5. meminta masyarakat untuk terus menjalankan disiplin 3M yaitu memakai
masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan

b. VAKSINASI
Imunitas alamiah / natural
→ aktif : antibody terjadi setelah infeksi
→ pasif : dari ibu ke janin melalui plasenta
Imunitas didapat
→ aktif : antibody terbentuk setelah pemberian vaksin
→ pasif : pemberian antibody
c. KERJA VAKSIN

Gambar 3. Kerja Vaksin

d. Pentingnya Vaksinasi

1. Proteksi Spesifik Individu yang divaksin

Setiap orang yang mendapatkan vaksinasi akan membentuk antibodi


spesifik terhadap penyakit tertentu

2. Membentuk Kekebalan Kelompok/ Community protection

78
Jumlah orang yang divaksinasi dalam masyarakat dalam jumlah yang
cukup (95%) dapat melindungi kelompok masyarakat yang rentan

3. Proteksi Lintas Kelompok/ Cross Protection

Pemberian vaksinasi pada kelompok usia tertentu dapat membatasi


penularan kepada kelompok lainnya

e. Prinsip Herd Immunity

Memperbanyak individu yang imun didalam suatu populasi individu


yang rentan dalam suatu populasi terlalus sedikit → pathogen tidak dapat
menyebar → pravalensinya akan menurun

Gambar 3. Prinsip Herd Immunity

f. Hasil Uji Klinis tahap 3 di Bandung

Efikasi SINOVAC 65,3%

79
a. orang yang mendapatkan vaksin SINOVAC, risiko terinfeksi COVID-19
berkurang 65,3% dibandingkan orang yang tidak tervaksinasi

b. orang yang tidak divaksinasi SINOVAC berisiko terinfeksi COVID-19


lebih tinggi daripada risiko yang divaksinasi

Gambar 4. Update Vaksin Covid - 19

g. Rencana Pengadaan Vaksin


Kontigensi melalui Option Agreement dan peningkatan kapasitas Biofarma
untuk mengantisipasi risiko pada salah satu produsen vaksin, termasuk
fleksibilitas atas suppy GAVI / COVAX

Gambar 5. Rencana Pengadaan Vaksin


h. Prinsip dan Rencana Skenario Supply Vaksin COVID-19

80
1. Data epidemiologi
• Community transmision
• Sporadic/cluster cases
• No. Case

2. Kajian ITAGI dan SAGE roadmap


3. Tahapan ketersediaan vaksin

Gambar 6. Tahapan Ketersediaan Vaksin


i. PENTAHAPAN KELOMPOK PRIORITAS PENERIMA
VAKSINASI
WAVE 1 : PERIODE VAKSINASI JANUARI SAMPAI APRIL 2021
1. Petugas Kesehatan 1,4 juta
Vaksinasi dilakukan untuk tenaga kesehatan dan tenaga penunjang di
fasyankes tersebar di 34 provinsi
2. Petugas Publik 17,4 juta
LANSIA 21,5 juta
WAVE 2 : PERIODE VAKSINASI APRIL 2021 SAMPAI MARET
2022

81
3. Masyarakat rentan 63,9 juta
Masyarakat di daerah dengan resiko penularan tinggi
4. Masyarakat lainnya 77,4 juta
Dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin

j. STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN VAKSIN COVID-19 DI


INDONESIA.
1. Melakukan pembelian vaksin dari luar negeri (memenuhi kriteria –
aman, mutu dan efikasi)
2. Melakukan kerjasama bilateral (transfer teknologi, capacity building):
Sinovac
3. Mengembangkan vaksin COVID-19 Merah Putih serta kerjasama
perusahaan pembuat vaksin dalam dan luar negeri
4. Mengandeng lembaga Internasional WHO, CEPI dan Gavi (COVAX)
untuk mendapatkan akses vaksin dalam kerangka kerja sama
multilateral
Kementian Kesehatan menetapkan 6 jenis vaksin COVID-19 yang dapat
digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia adalah yang
diproduksi:
1. PT Bio Farma
2. AstraZeneca
3. Sinopharm
4. Moderna
5. Pfizer Inc. and BioNTech
6. Sinovac Biotech Ltd.
Penggunaan vaksin hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin edar atau
persetujuan penggunaan pada masa darurat dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM)
*Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
HK.01.07/MENKES/9860/2020

82
k. Vaksin UNTUK PROGRAM
Pemilihan Vaksin COVID-19 Rekomendasi ITAGI
1. Keamanan (tidak ada efek samping berat)
2. Efikasi (ideal : 70% ; minimal 50%)
3. Lama perlindungan panjang (setidaknya 1 tahun)
4. Stabilitas penyimpanan (suhu 2 - 8⁰C)
5. Kemasan : Multi dose (optimalisasi kapasitas rantai dingin vaksin)
6. Platform yang sama untuk memudahkan evaluasi
7. Persetujuan pengunaan dari BPOM – mendapatkan Emergency Use
Authorization (EUA)

l. ASPEK LEGAL pelaksanaan vaksinasi covid-19

Gambar 7. Aspek Legal Pelaksanaan Vaksin Covid – 19


Keputusan Dirjen P2P Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19.

m. Registrasi dan Verifikasi Sasaran

83
Gambar 8. Registrasi dan Verifikasi Sasaran

Data sasaran beserta penjadwalan vaksinasi masing-masing sasaran dapat


diakses oleh petugas Puskesmas maupun Fasilitas Pelayanan Kesehatan
lainnya melalui aplikasi Pcare
Untuk memastikan tingginya Indeks Pemakaian (IP) vaksin, maka
puskesmas dan fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya dapat menghubungi
sasaran sebelum hari pelayanan untuk memastikan kembali kedatangannya.

n. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


 Waktu Pelaksanaan : Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan dalam beberapa
tahapan mempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan dan profil
keamanan vaksin
 Tempat : Pelayanan Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan baik Pemerintah maupun swasta, berupa:

1. Puskesmas, Puskesmas Pembantu;


2. klinik;
3. rumah sakit; dan/atau
4. klinik Kantor Kesehatan Pelabuhan

Dalam hal Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat memenuhi kebutuhan


dalam memberikan Vaksinasi bagi seluruh sasaran dan/atau tidak memenuhi
persyaratan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membuka pos Vaksinasi
COVID-19.

G. KESIAPAN PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19

84
Gambar 9. Kesiapan Pelaksaan Vaksinasi Covid-19

Pemberian vaksin Coronavac(Sinovac)


• Vaksinasi tidak diberikan penyintas Covid-19, wanita hamil, menyusui,
usia < 18 tahun dan beberapa kondisi morbid
• Penyakit auto imun, Sindrom hiper IgE, Pasien dgn infeksi akut, Penyakit
Gagal Ginjal, hipertensi, Gagal jantung, PJK, Penyakit GI (autoimun&
imunosupresan), Hipertiroid, Penyakit kanker, Pasien Hematologi
Onkologi
H. ALUR PELAYANAN VAKSINASI COVID-19
 Sasaran vaksinasi COVID-19 datang
 Meja 1 (Pendaftaran)
- Peserta menunjukkan e-ticket untuk verifikasi
- Verifikasi data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Pcare
 Meja 2 (Skrining)
- Petugas kesehatan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
sederhana untuk melihat kondisi kesehatan dan
mengidentifikasi kondisi penyerta (komorbid)
- Skrining dilakukan dengan menggunakan aplikasi Pcare
- Sasaran yang ditunda pemberian vaksinnya akan dijadwalkan
ulang oleh sistem
 Meja 3 (Vaksinasi)

85
- Petugas memberikan vaksinasi secara intra muskular sesuai
prinsip penyuntikan aman
- Petugas mencatat merek/jenis dan nomor batch vaksin yang
diberikan kepada sasaran
 Meja 4 (Pencatatan dan Observasi)
- Petugas mencatat hasil pelayanan vaksinasi ke dalam aplikasi
PCare.
- Sasaran diobservasi selama 30 menit untuk memonitor
kemungkinan KIPI
- Petugas memberikan penyuluhan tentang 3M dan vaksinasi
COVID-19
- Peserta mendapatkan kartu vaksinasi
I. Sertifikat Vaksinasi Covid-19

Gambar 10. Sertifikat Vaksinasi Covid-19

86
Gambar 11. Tanda Sudah Melakukan Vaksinasi Covid-19

J. RENCANA PERCEPATAN VAKSINASI


- Percepatan program vaksinasi terpusat, melalui kerja sama dengan
Pemda. Pilot project pertama di Yogyakarta
- Percepatan produksi vaksin Sinovac bulk, melalui BPOM.
- Kerja sama distribusi logistik vaksin COVID-19 antara Biofarma dengan
PBF swasta & Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.
- Bermitra dengan rumah sakit dan klinik swasta untuk mencapai target 1
tahun selesai vaksinasi.

K. STRATEGI PERCEPATAN VAKSINASI SDM KESEHATAN


 Memberi target bagi 514 kab/kota hingga akhir Februari untuk
menyelesaikan vaksinasi SDM Kesehatan
 Menggerakkan UPT vertikal Kemkes, RSUD, dan Dinkes melalui rapat
koordinasi harian oleh pembina wilayah.
- Identifikasi permasalahan di lapangan secara rutin &
memutuskan solusi dengan cepat.
- Sweeping SDM kesehatan yang belum dilakukan vaksinasi di
tahap 1 karena tertunda atau belum tercatat.

87
 Koordinasi dengan seluruh organisasi profesi SDM Kesehatan PERSI,
ARSI, ASKLIN, IDI, PDGI, IBI, PPNI, PATELKI, PAFI dan lainnya
untuk menggerakkan seluruh SDM Kesehatan vaksinasi pada bulan
Januari 2021.
 Perbaikan sistem informasi Satu Data Vaksin COVID-19 secara intensif
dan terus menerus untuk meningkatkan kelancaran customer journey
dalam menerima vaksin.

L. KOLABORASI PEMERINTAH-MASYARAKAT
 3T Pemerintah
- Test
- Treat
- Trace
 3M Masyarakat
- Memakai masker
- Mencuci tangan
- Menjaga jarak

88

Anda mungkin juga menyukai