KEPERAWATAN KRITIS
“PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN LUKA TEKAN,
MOBILISASI DINI PASCA SINDROM KORONER AKUT DAN
PENCEGAHAN PNEUMONIA AKIBAT VENTILASI MEKANIK ”
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 9
ANGGA WAHYU
KANSA RENEZA
RICSKY ALAN PRAMANDA
SHANTI ARMIATY
SISILIA NOVIANTI DEWI
Telah Disetujui,
Pontianak, ..... September 2022
i
VISI DAN MISI
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Mandiri, Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerjasama Baik Lokal maupun Regional
ii
KATA PENGANTAR
Semoga telaah jurnal ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama dalam
perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.
Kelompok 9
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. KESIMPULAN....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian luka tekan hampir seluruhnya terdapat di area perawatan.
Di area perawatan akut dari 0,4% - 38%, perawatan jangka panjang dari 2,2%
- 39,4 %, dan perawatan di rumah 0% - 17%. Kejadian luka tekan di seluruh
dunia di Intensive care unit (ICU) berkisar 1% - 56%. Selanjutnya, Laporan
mutu RSUD Poso Tahun 2017 menunjukkan rata-rata angka kejadian luka
tekan periode Januari – Desember 2017 sebesar 41 kasus (37,2%) pada pasien
yang imobilisasi (Rekam Medis RSUD Poso, 2017). Proses pemulihan pasien
akan terganggu dengan adanya luka tekan, selain itu bisa muncul komplikasi
nyeri dan infeksi yang dapat menambah Panjang masa pemulihan pasien.
Menurut Rahman et al (2014) luka tekan merupakan penanda buruknya
prognosis secara keseluruhan dan menjadi salah satu factor yang berkontribusi
terhadap mortalitas pasien terutama pada pasien dengan immobilisasi.
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit
jantung koroner menjadi salah satu masalah kesehatan dalam system
kardiovaskular yang jumlahnya meningkat cepat dengan angka kematian 6,7
juta kasus (WHO, 2017). Perhitungan WHO (World Health Organization)
yang memperkirakan pada tahun 2020 mendatang, penyakit kardiovaskuler
akan menyumbang sekitar 25% dari angka kematian dan mengalami
peningkatan khususnya di negara-negara berkembang, salah satu diantaranya
berada di Asia Tenggara. Angka kematian yang disebabkan oleh PJK
mencapai 1,8 juta kasus pada tahun 2014, yang artinya PJK menjadi penyakit
yang mematikan di kawasan Asia Tenggara salah satu negaranya adalah
Indonesia (WHO, 2017).
Prevalensi VAP sebelumnya dan studi kohort prospektif telah
menunjukan bahwa VAP dikaitkan dengan angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi berkepanjangan di ICU serta yang tinggal dirumah sakit, didunia
angka Media Keperawatan Indonesia, Vol 2 No 3, Oktober 2019/ page 113-
1
120 114 Siti Saodah / Knowledge of Guideline VAP Bundle Improves Nurse
Compliance Levels in Preventing Associated Pneumonia (VAP) Ventilation in
the Intensive Care Unit kejadian VAP pada tahun 2012 22,8 % yang
mendapatkan ventilasi mekanik (Kyngas, 2013). Angka kejadian VAP
dilaporkan terjadi 9-27 % dari semua pasien yang terintubasi (Mohamed,
2014). Tingkat keseluruhan insiden VAP adalah 13,6 per 1000 ventilator
sesuai dengan International Nosocomial Infection Control Consortium
(INICC) dan angka kejadian tersebut perlu dilakukan intervensi keperawatan
dan medis (INICC, 2009).
Edukasi pasien merupakan intervensi keperawatan yang
meningkatkan empower pasien. Tidak cukup jika perawat hanya menyediakan
informasi saja, tetapi lebih dari itu, informasi tersebut dapat meningkatkan
pengetahuan pasien serta keluarga tentang materi yang berkaitan dengan
penyakit dan membantu mereka untuk lebih aktif dalam perawatan diri.
Intervensi edukasi banyak didasarkan pada kebutuhan belajar pasien dan
metode pemberia informasi yang digunakan, yang penekananya adalah
keefektifan pasien terlibat dalam proses edukasi. (Johansson, 2004)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis
merumuskan masalah makalah mengenai “Pendidikan Kesehatan Pencegahan
Luka Tekan pressure ulcer , Mobilisasi Dini Pasca Sindrom Koroner Akut
Dan Pencegahan Pneumonia Akibat Ventilasi Mekanik”
C. Tujuan
1. Mengetahuai Pendidikan Kesehatan Pencegahan Luka Tekan pressure
ulcer
2. Mengetahui Pendidikan Kesehatan Mobilisasi Dini Pasca Sindrom
Koroner Akut
3. Menegtahui Pendidikan Kesehatan Pencegahan Pneumonia Akibat
Ventilasi Mekanik
2
BAB II
PEMBAHASAN
5
c. Mempertahan permukaan kulit tetap bersih dan kering Gunakan alas
tempat tidur yang dapat menyerap menyerap kelembapan.
d. Gunakan alas pada bokong saat posisi miring dan pada area yang
bersentuhan dengan ranjang (umumnya area bokong, tulang ekor,
tumit, dan betis).
e. Hindari menyeret pasien saat merubah posisi (misalnya dari tempat
tidur ke kursi roda) karena hal ini dapat menimbulkan luka pada
permukaan kulit, mengubah posisi setiap 1-2 jam untuk mengurangi
tekanan atau gesekan pada satu bagian saja.
f. Tetap kontrol ke dokter secara berkala untuk perawatan lebih lanjut.
6
Myocardial Infarct (STEMI), dan Non ST Elevation Myocardial Infarct
(NSTEMI). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu kelainan
pembuluh darah koroner yang disebabkan adanya sumbatan atau plak
akibat adanya aterosklerosis. Morfologi aterosklerosis terdiri atas lesi-lesi
fokal pada arteri-arteri otot dan jaringan elastis berukuran sedang dan
besar seperti aorta, arteri poplitea dan femoralis, arteri karotis, dan arteri
pada ginjal. Penyakit aterosklerosis yang mempengaruhi arteri koronaria
merupakan penyebab terpenting dari morbiditas dan mortalitas (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011).
7
Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan dengan menggunakan
metode seperti ceramah, diskusi kelompok, dan seminar yang
dikombinasikan dengan penggunaan media seperti slide powe point,
leaflet, video atau booklet (Nurmala et al., 2018; Induniasih & Ratna,
2015). Materi edukasi penyakit jantung coroner yaitu:
a. Gaya hidup sehat pasca serangan penyakit jantung coroner
b. Pencegahan Serangan berulangan jantung coroner
c. Pentingnya olah raga, istirahat dan rekreasi
d. Managemen stress, mengatasi perasaan cemas, takut, self esteem,
pikiran negative.
e. Pentingnya mempertahankan hubungan baik degan keluarga,
lingkungan, semangat hidup, kemandirian, dukungan social dan
aktivitas seksual.
f. Peningkatan pemberdayaan diri (self esteem, sel efficacy, confidence
responsibility, autonomy)
Program rehabilitative yang komprehensif diperlukan untuk
mengembalikan kemampuan fisik paska serangan serta mencegah
terjadinya serangan ulang. Program rehabilitasi tersebut meliputi
perubahan gaya hidup yang antara lain meliputi pengaturan pola makan,
manajemen stress, latihan fisik. Pada dasarnya,program rehabilitasi pada
penderita gangguan jantung bertujuan untuk :
a. Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh,
b. Memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah
perburukan dan
c. Membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti
sebelum mengalami gangguan jantung (Jolliffe et al., 2001).
9
c. Profilaksis thrombo-emboli vena (meminimalkan komplikasi dan lama
tinggal)
d. Perawatan mulut dengan klorheksidin (Critical Care Network in North
West London).
Di Indonesia, pelaksanaan bundles untuk pencegahan dan
pengendalian VAP tercantum dalam Permenkes RI Nomer 27, Tahun 2017
tentang pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi. Bundles
mencakup :
a. Membersihkan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien
yaitu dengan menggunakan lima momen kebersihan tangan,
b. Memposisikan tempat tidur antara 30o-45o bila tidak ada kontra
indikasi misalnya trauma kepala ataupun cedera tulang belakang.
c. Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan
menggunakan bahan dasar antiseptik clorhexidine 0,02% .
d. Dilakukan gosok gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque,
e. manajemen sekresi oroparingeal dan tracheal.
f. Melakukan pengkajian sedasi dan ekstubasi setiap hari.
g. Memberikan profilaksis peptic ulcer disease, dan memberikan
profilaksis Deep Vein Trombosis (DVT).
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Luka tekan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
masa perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit.
Upaya pencegahan dekubitus meliputi mobilisasi, perawatan kulit, pemenuhan
kebutuhan cairan dan nutrisi yang adekuat, penggunaan alat/ sarana dan
penataan lingkungan perawatan serta pendidikan kesehatan.
Penggunaan ventilator mekanik pada pasien kritis dapat menimbulkan
infeksi jaringan parenkim paru atau VAP yang merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di ICU serta meningkatkan biaya di rumah sakit.
Pencegahan kejadian VAP di rumah sakit menggunakan intervensi
multimodal, yang mana salah satunya berupa penerapan bundle pencegahan
VAP, dapat dengan efektif menurunkan kejadian VAP di rumah sakit.
Keluarga merupakan orang terdekat pasien yang diharapkan memiliki
pengetahuan tentang upaya pencegahan. Pengetahuan yang baik tentang
pencegahan dapat membantu memandirikan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami immobilisasi dan dapat meningkatkan pemulihan
serta meningkatkan kualitas hidup pasien (Sulidah & Susilowati, 2017)
11
DAFTAR PUSTAKA
12