ERYSIPELAS
Oleh:
Novia Desi Deria
K1B1 23 007
Pembimbing:
dr. Siti Andayani, M.Kes., Sp.KK
pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
A. PENDAHULUAN
Erysipelas adalah infeksi pada kulit superfisial nonnekrotik yang
disertai dengan limfangitis. Infeksi ini akan menyebabkan gambaran klinis
berupa plak eritema berbatas tegas. Kebanyakan kasus Erysipelas disebabkan
oleh bakteri, paling sering adalah flora normal kulit seperti bakteri
Streptococcus tetapi Erysipelas juga dapat disebabkan oleh S. aureus dan
Streptococcus grup C atau G.1
Erysipelas dapat terjadi pada semua umur. Erysipelas berhubungan erat
dengan kondisi fisik dan status imunitas seluler pasien yang mendasari atau
mempermudah terjadinya infeksi antara lain penyakit sistemik kronis yang
diderita oleh pasien tersebut, seperti diabetes melitus, keadaan
imunokompromais.1 Ekstremitas bawah menjadi predileksi erysipelas paling
banyak terjadi. Pasien erysipelas sebagian besar datang berobat dengan
keluhan utama berupa bengkak, bercak kemerahan, dan nyeri yang diderita
oleh pasien disertai dengan keluhan-keluhan lainnya seperti rasa panas dan
gatal yang merupakan faktor-faktor predisposisi terjadinya infeksi tersebut.2
Penegakkan diagnosis penyakit erysipelas berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan erysipelas
adalah pemberian antibiotik dan perawatan luka.3
B. DEFINISI
Erysipelas adalah infeksi pada kulit yang melibatkan lapisan dermis
kulit, namun bisa juga meluas ke saluran limfatik. Hal ini ditandai dengan area
eritema yang berbatas tegas, menonjol, dan sering mengenai ekstremitas
bawah, dan wajah merupakan tempat kedua yang paling sering
terkena. Kebanyakan kasus erysipelas disebabkan oleh bakteri, yang paling
sering adalah flora normal kulit seperti bakteri Streptococcus.1
Pada penderita erysipelas akan mengeluhkan kemerahan dan nyeri di
tempat yang terkena, demam dan menggigil. Gambaran lesi Erysipelas adalah
plak eritema berbatas tegas, terasa nyeri, dan panas.2 Diagnosis umumnya
mudah dilakukan secara klinis, tetapi pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium, pewarnaan Gram, kultur, serta pencitraan dapat
dilakukan.3
Pada kasus Erysipelas kebanyakan disebabkan oleh Streptococcus,
sehingga terapi antibiotik merupakan pengobatan utama. Penicillin V
merupakan terapi lini pertama, dapat diberikan secara oral atau intramuskular
selama 5 hari. Pada pasien yang alergi penicillin, sefalosporin generasi pertama
merupakan alternatif yang dapat digunakan.3
C. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, erysipelas merupakan infeksi kulit yang sering
terjadi di dunia, terutama pada anak-anak, bayi, dan dewasa tua. Akan tetapi,
jumlah yang pasti sulit diketahui karena belum ada cukup studi yang
melaporkan insidensi dari erysipelas dengan baik.4 Insidensi erysipelas
diperkirakan 10-100 kasus per 100.000 pasien pertahun. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa Erysipelas paling sering terjadi di ekstremitas bawah, dan
disertai dengan faktor lokal seperti dermatofitosis, ulkus, serta varises pada
tungkai.2
Sebagian besar studi epidemiologi tentang erysipelas telah dilakukan di
berbagai tempat rawat inap, di berbagai negara. Erysipelas dapat menyerang
orang-orang dari semua kelompok umur, ras, dan jenis kelamin. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Erysipelas lebih sering terjadi pada wanita.
Insiden Erysipelas telah menurun sejak dikembangkannya antibiotik dan
perbaikan sanitasi. Erysipelas dapat menyerang semua kelompok umur namun
paling sering terjadi pada usia tua.1
D. ETIOLOGI
Etiologi tersering dari Erysipelas adalah bakteri, terutama flora normal
kulit seperti Streptococcus pyogenes. Secara umum, faktor risiko Erysipelas
dibagi menjadi 3, yaitu gangguan barrier kulit, gangguan aliran limfatik, dan
faktor pejamu.5
Erysipelas terutama disebabkan oleh infeksi
bakteri Streptococcus. Streptococcus grup A (S. pyogenes) telah dilaporkan
ditemukan pada sekitar 58–67% kasus. Bakteri lain yang juga telah dilaporkan
terlibat adalah Streptococcus grup B (S. agalactiae), Streptococcus grup C dan
G.5
E. PATOFISIOLOGI
Pada awalnya, Erysipelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah
trauma pada kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus,
peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa
menjadi port of the entry penyakit ini. Bakteri ini menghasilkan toksin sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak
berwarna merah cerah, plak edematous dan bulla. Nasofaring mungkin menjadi
port of the entry Erysipelas pada wajah bila disertai dengan riwayat
streptokokal faringitis.6
Kapsul dari Streptococcus Group A yang tersusun atas hyaluronic acid
yang secara kimiawi menyerupai jaringan kulit penderita. Ini akan membuat
bakteri tidak terdeteksi oleh antigen dari penderita. Hyaluronic acid juga dapat
mencegah dari opsonisai fagositosis oleh neutrophil maupun makrofag. Bakteri
ini juga mempunyai toxin berupa streptolisin, streptolisin 0 dan protease serta
erythrogenic toxin, dimana protease ini mempunyai kemampuan untuk
mendestruksi jaringan kulit. Erythrogenic toxin yang diproduksi oleh bakteri
ini mempunyai kemampuan invasive untuk mendestruksi jaringan, biasa
disebut flash eating bacteria dan skin-eating streptococci. Enzyme cysteine
protease yang merupakan salah satu dari bagian erythrogenic toxin juga dapat
menyebabkan destruksi dari jaringan.7
Perlekatan Streptococcus Group A terhadap sel sepitel dari dermis
merupakan tahap yang paling penting. Pada Streptococcus Group A, struktur
permukaannya terdapat protein M dan protein F yang berperan dalam proses
perlekatan pada epidermis. Dalam proses perlekatan ini mengikat CD46 dan
kemungkinan reseptor lainnya yang ada dipermukaan keratinosit.7
Aktivasi protein M dan F dari Streptococcus Group A diatur oleh
konsentrasi O2 dan CO2 dari lingkungan sekitar. Berdasarkan penelitian, kadar
O2 yang tinggi dari lingkungan sekitar mengaktivasi protein F dan melakukan
perlekatan terhadap sel Langerhans. Sedangkan pada kadar CO2 yang tinggi,
akan mengaktivasi protein M untuk melekat pada keratinosit. Setelah tahap
perlekatan dan invasi, aktivitas yang terjadi secara bersama-sama oleh protein
M dan F, immunoglobulin binding protein dan C5a-peptidase memungkinkan
infeksi Streptococcus terus berlanjut. Aktivitas antifagositosis dari protein M
berhubungan dengan kemampuannya yang dapat mengikat fibrinogen dan
faktor H. Mekanisme antifagosit yang kedua adalah C5a-peptidase
menonaktifkan C5a dan memblok kemotaksis dari PMNs dan fagosit lainnya
menuju lokasi infeksi.7
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis6
Keluhan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah dan atau kaki
disertai rasa nyeri.
Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral lama-
kelamaan menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem di tungkai
bawah yang sebelumnya dirasakan nyeri di area lipatan paha. Disertai
gejala-gejala konstritusi seperti demam, malaise, flu, menggigil, sakit
kepala, muntah dan nyeri sendi.
Riwayat penyakit : faringitas, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat
penjepitan tali pusat yang tidak steril pada bayi
Riwayat pengobatan : pernah dioperasi
Faktor risiko : vena statis, obesitas, dan limfaedema
2. Pemeriksaan Fisik10
Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas garukan
dan abrasi, bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik femoral.
Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan
pinggirnya meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang berisi
cairan seropurulen.
A B
3. Pemeriksaan Penunjang11
Bakteri dapat di identifikasi melalui pemeriksaan biopsi kulit dan
kultur. Spesimen untuk kultur bisa diambil dari apusan tenggorokan, darah
dan cairan seropurulen pada lesi. Pada pemeriksaan darah rutin
menunjukkan adanya polimorfonuklear leukositosis, meningkatnya laju
endap darah (LED) dan juga meningkatnya C-reaktif protein. Dilakukan
pengecatan gram untuk mengetahui morfologi dari bakteri. Sedangkan
untuk pemeriksaan histologi ditandai dengan edema yang hebat, pelebaran
limfe dan vascular, serta gambaran infiltrasi streptococcus dan neutrofil.
CT-Scan dan MRI dilakukan untuk melihat kedalaman infeksi namun
jarang dilakukan.
G. PENATALAKSANAAN
Pada erysipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki
yang diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik.1
Penicilline merupakan obat antibiotik pilihan utama dan memberikan
respon sangat bagus untuk penyembuhan erysipelas6 :
• Procaine penicillin (penicillin G) 600,00 IU i.m 2x setiap hari, selama 10
hari
• Penicillin V 500 mg p.o 4x setiap hari, selama 10 hari
• Dicloxacillin 500 mg p.o 4x setiap hari juga efektif, selama 10 hari
• Bika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau
clindamycin 150-300 mg p.o
Individu yang mengalami infeksi yang intensif dengan permasalahan
yang mendasari seperti diabetes6 :
• Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit infeksi
• Penicillin G 10.000.000 IU i.v 4x setiap hari
• Bika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-1000 mg
i.v atau flucloxacillin 1 g i.v
• Jika pasien alergi penicillin, berikan vancomycin 1.0-1.5 g i.v setiap hari
• Cefaxolin 1 g i.v 3x setiap hari
Obat topikal2 :
• Kompres dengan Sodium Chloride 0,9%
• Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin,
Garamycin dan Gentamycin.
Pasien dengan Erysipelas sebaiknya bed rest dan mengelavasi area
yang terkena untuk mengurangi edema. Salin steril dan dingin dikompreskan
guna mengurangi nyeri lokal dan apabila terdapat bula.8
Jika terdapat bukti adanya abses atau gangren, debridemen bedah
diperlukan. Penerimaan biasanya diperlukan untuk bayi, orang lanjut usia dan
individu dengan sistem kekebalan yang lemah.1
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Selulitis
Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling
sering disebabkan oleh S. Pyogens dan S. Aureus. Selain itu, bakteri
Streptococcus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram
negative bisa menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea
pedis biasanya menjadi port of the entry infeksi pada penyakit ini. Selulitis
mempunyai gejala yang sama dengan ersipelas yaitu eritema dan nyeri,
tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi dilapisan
yang lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi.
Selulitis dapat berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga
mengakibatkan pengelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.6
hipersensitivitas type IV, terhadap lebih dari 3700 jenis zat kimia eksogen.
Gejalan klinis akan muncul segera setelah terekspos oleh alergen. Fase akut
3. Necrotizing Fasciitis
Necrotizing fasciitis adalah infeksi yang menyebar dengan cepat
Daerah yang paling sering terinfeksi adalah kaki dan perineum yang
mulanya seperti Erysipelas yang dalam beberapa jam dan hari menjadi
J. PROGNOSIS
Prognosis pasien Erysipelas adalah baik. Komplikasi dari infeksi tidak
menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan
terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien
yang memiliki faktor predisposisi.2
DAFTAR PUSTAKA