Anda di halaman 1dari 37

FISIOLOGI TERAPAN SENSASI NYERI y Proses sistem somatosensorik terdiri dari empat modalitas sensoris yang secara umum

berbeda: taktil, propioseptif, sensasi suhu, dan nyeri. y Empat proses yang berbeda dapat diidentifikasi sebagai pengiriman rangsangan yang dapat membahayakan dan pengalaman nyeri yang subjektif: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. y Terdapat dua jenis serabut aferen utama yangg terlibat dalam sensasi nyeri: serabut-A dan C. Dua fungsi pokok neuron-neuron aferen utama adalah transduksi rangsangan dan transmisi informasi rangsangan yang dikodekan menuju sistem saraf pusat (SSP). y Dalam pemberian sinyal sensasi nyeri pada kornu dorsalis, tiga kategori utama sel-sel neuronal dapat diidentifikasi: neuron-neuron proyeksi, dan interneuron-interneuron inhibitorik dan eksitatorik yang memanfaatkan berbagai macam neurotransmiter. y Input sensasi nyeri menuju kornu dorsalis disampaikan ke pusat yang lebih tinggi di otak melalui beberapa jalur yang ascenderen. Traktus

spinotalamikus secara sederhana dianggap sebagai jalur nyeri utama. y Multipel area kortikal diaktifkan dengan rangsangan yang menyakitkan termasuk: korteks-korteks somatosensorik primer dan sekunder, insula, korteks cingulata anterior, dan korteks prefrontal. y Modulasi dari pesan-pesan sensasi nyeri pada neuron-neuron korda spinalis bergantung pada keseimbangan input dari nosiseptor aferen primer, neuronneuron korda spinalis intrinsik, dan sistem desenden yang memproyeksikan dari daerah supraspinal.

PENDAHULUAN Proses sistem somatosensorik terdiri dari empat modalitas sensoris yang secara umum berbeda: taktil, propioseptif, sensasi suhu, dan nyeri. Berdasarkan pada teori spesifisitas, masing-masing modalitas sensorik dimediasi oleh kelas reseptor yang terpisah dan jalur neuroanatomis yang berbeda. Bagaimanapun, klasifikasi ini tidak sekaku yang pertama kali dipikirkan, Hal tersebut kebanyakan dipengaruhi kondisi fisiologis. Sherington mengajukan bahwa reseptor-reseptor kutaneus merespon secara selektif terhadap rangsangan kerusakan jaringan (membahayakan) pada nosiseptor yang ditunjuk. Ketika rangsangan termal atau mekanis yang membahayakan diterapkan pada kulit, rantai kejadian diatur dalam gerakan yang biasanya menghasilkan persepsi sensasi nyeri. Selingan antara pengiriman rangsangan yang membahayakan dan perasaan subjektif nyeri adalah rangkaian kejadian elektrik dan kimia yang kompleks dimana empat proses yang berbeda dapat diidentifikasi: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi atau aktivasi reseptor, adalah proses dimana energi yang membahayakan dari eksternal dikonversi menjadi aktifitas elektrofisiologis pada neuron-neuron aferen primer nosiseptif. Transmisi merujuk pada proses pengkodean dan pengiriman ke struktur-struktur SSP yang berkaitan dengan nyeri. Tingkatan pertama transmisi adalah konduksi impuls-impuls pada neuron-neuron aferen primer menuju kornu dorsalis korda spinalis, tempat dimana jaringan neuron-neuron naik pada korda spinalis menuju batang otak dan thalamus. Terakhir, hubungan resiprokal dibuat antara thalamus dan banyak daerah otak yang lebih tinggi yang mengurusi masalah respon-respon perseptif dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Bagaimanapun, aktifitas nosiseptif tidak selalu menghasilkan persepsi nyeri (dengan cara yang sama, nyeri mungkin dirasakan ketika tidak adanya sensasi nyeri). Oleh karena itu, proses modulasi sinyal harus dimasukkan kedalam sistem yang mempunyai kemampuan mengganggu dalam jalur ini; tempat modulatorik yang paling banyak diketahui adalah kornu dorsalis dari korda spinalis. Proses terakhir
2

adalah persepsi, yaitu pesan nyeri tersebut diteruskan ke otak, menghasilkan sebuah pengalaman sensorik yang tidak mengenakkan, yang mempunyai komponen afektif, defensif, dan perseptif.

ASPEK-ASPEK TAMBAHAN SENSASI NYERI Tabel 1a.1. klasifikasi neuron-neuron jenis Velositas konduksi Diameter neuron (m) A A 60-120 50-70 12-22 4-12 Otot skelet (M) Sentuhan, ringan (M) A A B C 35-70 5-30 3-30 <3 4-12 1-5 1,5-4 <1,5 Propioseptif intrafusal (M) Aferen nosiseptif primer (M) Preganglionik otonom(M) Aferen nosiseptif primer (unM) Preganglionik otonom(unM) M, serabut bermielin; unM, serabut tidak bermielin. Neuron-neuron pada saraf-saraf perifer dapat diklasifikasikan berdasarkan getaran, tekanan Karakteristik

karakteristik morfologis, elektrofisiologis, dan biokimia (tabel 1a.1 dan gambar 1a.1). terdapat dua jenis serabut aferen primer yang terlibat dalam sensasi nyeri: serabutserabut A dan serabut C (tabel 1a.2). Dua prinsip utama neuron-neuron aferen primer adalah transduksi rangsangan dan transmisi informasi stimulus yang dikodekan menuju SSP. Badan sel dari neuron semacam itu berlokasi di ganglion radix dorsalis dari nervus spinalis (atau ganglion trigeminal untuk nervus trigeminalis) dan badan sel dengan diameter lebih kecil dihubungkan dengan sensasi nyeri. Masing-masing akson memiliki dua cabang, satu berproyeksi ke perifer (proses

periferal), dimana terminalnya sensitif terhadap rangsangan yang membahayakan, dan satunya berproyeksi ke SSP (proses sentral), dimana cabang ini bersinaps dengan neuron-neuron SSP. Delapan puluh persen aferen primer nosiseptor adalah serabutserabut C tidak bermielin.

Gambar 1a.1 (a) banyak nosiseptor aferen primer sensitif terhadap efek-efek Capsaicin, yang mengeluarkan efeknya melalui interaksi dengan transient receptor potential vanilloid 1 (TRPV1), namun dapat dibagi lagi berdasarkan kebergantungan

mereka pada berbagai macam faktor-faktor pertumbuhan dan komposisi neurokimia. Hal ini dapat dipastikan dengan penelitian imunohistokimia dari badan-badan sel nosiseptor aferen primer pada ganglion akar dorsalis (DRG) dan kornu dorsalis dari korda spinalis. Pada kehidupan janin, 75% sel-sel DRG bergantung pada neurotropin nerve growth factor (NGF) untuk bertahan hidup dan mengekspresikan reseptor dengan afinitas tinggi untuk NGF, TrKA(tirosin kinase A). Bagaimanapun, selama kehidupan pascanatal awal, kebergantungan faktor pertumbuhan ini berubah, sehingga pada kehidupan dewasa hanya 45% sel-sel DRG yang mengekspresikan TrKA. Oleh karena itu, hingga sekarang, dua kelas utama nosiseptor-nosiseptor aferen primer tak bermielin telah diidentifikasi. Populasi peptidergik yang menjadi tambahan terhadap kebergantungan NGF-nya juga mengekspresikan neuropeptidaneuropeptida/substansi P (SP) dan kalsitonin peptida terkait-gen/calcitonin genrelated peptide(CGRP) dan kadar rendah neurotropin lain faktor neurotrofik yang diturunkan dari otak/brain-derived neurotrophic factor (BDNF). Mereka

memproyeksikan ke lamina I kornu dorsalis dan bagian luar lamina II, dimana ditemukan reseptor neurokinin 1 (NK1) (agonis, susbtansi P). Populasi nonpeptidergik terdiri dari 30% sel-sel DRG yang kehilangan trkA dan dapat diidentifikasi oleh ekspresi Lektin mereka IB4 dan enzim FRAP. Mereka menjadi sensitif terhadap faktor neurotrofik dari garis keturunan sel Glia (GDNF) dan mengekspresikan reseptor afinitas tinggi untuk GDNF. Mereka juga mengekspresikan reseptor purin P2X3. Sebuah subset dari sel-sel ini mengandung somatostatin neuromodulator (SNM). Neuron-neuron ini diterminasi pada bagian dalam lamina II kornu dorsalis, sebuah area yang dikarakterisasi dengan ekspresi spesifiknya yaitu protein kinase C- (PKC- ). Perbedaan fundamental dalam pola terminasi aferen primer baru-baru ini diperhitungkan untuk dua jalur nyeri yang meningkat secara paralel pada sistem saraf pusat. Gambaran ini dipublikasikan oleh Snider WD, McMahon SB. Tackling pain pada sumbernya: ide-ide baru mengenai nosiseptor. Neuron 1998; 20:629-32. Hak cipta Elsevier. (b) menggunakan pelacakan genetik dari sirkuit-sirkuit nosiseptif yang naik, populasi neuron non-peptidergik (yang
5

mengekspresikan kanal sodium) memproyeksikan pada bebrapa daerah limbik dan striata, termasuk globus palidus. Sebagai yang terakhir terlibat dalam regulasi fungsi motorik, target nyeri yang paling baru ini dapat menjelaskan mengapa stimuli yang membahayakan selalu mnginduksi perubahan dalam prilaku motorik. Sebaliknya, populasi peptinergik dengan berat memproyeksikan ke batang otak dan thalamus. Dua populasi neuron dapat berkumpul pada tingkat supraspinal di hipotalamus dan amigdala. Tabel 1a.2 nosiseptor Jenis reseptor Polimodal (mekanis, panas, kimia) Termal dan mekanotermal kelompok serabut C A kualitas lambat, nyeri terbakar tajam, nyeri menusuk

Nosiseptor-nosiseptor polimodal C memberi respon terhadap energi yang merusak jaringan dalam jangkauan yang luas (kimia, termal, dan mekanis). Pada saraf perifer, mereka digabungkan kepada serabut-serabut C tak bermielin yang mengkonduksi secara lambat. Percobaan mikroneurografi pada manusia telah menunjukkan bahwa lalu lintas neuronal aferen primer yang berhubungan dengan aktifitas nosiseptor polimodal C mempunyai kaitan dengan persepsi nyeri terbakar yang memanjang. Reseptor mechanoheat A membentuk sebuah kelompok yang lebih heterogen,

secara umum memberikan respon tehadap stimuli mekanis dan termal yang membahayakan. Mereka digabungkan ke akson-akson A bermielin tebal yang

mengkonduksi lebih cepat. Mikroneurografi menunjukkan bahwa aktifitas pada akson-akson ini mempunyai hubungan dengan persepsi tajam.

Klasifikasi nosiseptor somatik Nosiseptor aferen primer baru-baru ini telah dikelaskan berdasarkan karakteristik neurokimia dan koneksi spinalnya. Meskipun implikasi yang tepat dari temuan-temuan untuk fungsi fisiologis ini pada saat ini masih belum jelas (gambar 1a.) menggunakan sebuah analisis pelacakan transneuronal genetic. Hal tersebut barubaru ini dinyatakan bahwa sirkuit yang paralel dan sangat independen diikat oleh dua populasi nosiseptor aferen primer utama (peptidergik dan non-peptidergik). Lagi pula, target motorik dan juga limbik hampir mendominasi sirkuit yang berasal dari populasi non-peptida (gambar 1a.1b). Reseptor-reseptor kutaneus yang rumit terhubung dengan neuron-neuron bermielin besar, tidak mempunyai imbangan yang dapat diidentifikasi pada domain nosiseptif. Nosiseptor-nosiseptor pada kulit dan jaringan-jaringan somatik lainnya secara morfologis merupakan ujung saraf bebas atau struktur-struktur reseptor yang sangat sederhana dan tersebar luas pada lapisan-lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan-jaringan somatik tertentu yang lebih dalam (misalnya periosteum dan permukaan sendi). Nosiseptor-nosiseptor polimodal C adalah nosiseptor somatik yang paling banyak dan memberikan respon terhadap berbagai macam rangsangan mekanis, termal, dan kimia khas seperti cabai, merica, begitu juga berbagai macam molekul yang dihubungkan dengan cedera jaringan dan inflamasi (tabel 1a3.). Semakin cepat konduksi (5-30 m/s) nosiseptor-nosiseptor A membentuk kelompok yang lebih

heterogen dan secara umum memberikan respon terhadap rangsangan termal dan/atau mekanis.

Tabel 1a.3. beberapa molekul endogen yang mengaktifkan nosiseptor Substansi Sumber Enzim yang terlibat dalam sintesis potasium proton serotonin bradikinin histamin sel-sel rusak sel-sel hipoksik platelet plasma kinogen sel Mast Triptofan hidroksilase Kallikrein Efek pada serabutserabut aferen aktivasi aktivasi aktivasi aktivasi aktivasi sensitisasi sensitisasi sensitisasi

prostaglandin sel-sel AA yang rusak Siklooksigenasi leukotrin substansi P sel-sel AA yang rusak S-lipoksigenasi aferen-aferen primer

AA: asam arkhidonat

RESEPTOR-RESEPTOR AFEREN PRIMER Stimulus yang membahayakan mangaktifkan nosiseptor dengan mendistorsi dan mendepolarisasi membran dari ujung saraf sensorik. Mekanisme seluler yang sebenarnya dengan berbagai macam stimuli mendepolarisasikan ujung sensoris bebas dan memicu sebuah potensial aksi yang tidak diketahui, Namun dinyatakan bahwa mekanisme transduksi untuk masing-masing jenis rangsangan yang membahayakan adalah berbeda. Sejumlah kanal ion yang telah dikhususkan telah diidentifikasi sebagai transduksi yang mendasari. Dalam hal ini termasuk termoreseptor, kemoreseptor, dan mekanoreseptor. Secara elektrofisiologis, mekanoreseptor tersebut

dapat dibagi kedalam dua kelompok utama: (1) mekanoreseptor ambang batas rendah yang semuanya secara sehat memberikan respon terhadap fase stimulus yang melandai dan (2) nosiseptif (mekanonosiseptor) yang respon utamanya terhadap fase statik rangsangan. Mekanonosiseptor dapat membentuk ujung saraf bebas pada dermis atau epidermis dan secara khusus membentuk sinapsis pada kornu dorsalis superfisial. Mekanisme molekuler dimana neuron-neuron sensorik mendeteksi rangsangan mekanis tidak sepenuhnya dipahami, namun mungkin melibatkan subtipe Na1, K1, transient receptor potensial (TRP), atau acid-sensing ion channels. acidsensing ion channels (ASIC) hampir terdapat pada semua sistem saraf mamalia, terutama pada bagian perifer yang terlibat dalam sensasi mekanis dan sensasi nyeri. Pada waktu kapanpun, kita dapat merasakan kisaran temperatur yang lebar, ketika rangsangan termal mengeksitasi neuron-neuron sensorik aferen primer. Ketika sudah teraktivasi, sel-sel ini meneruskan sinyal-sinyal, melalui potensial aksi, dari jaringan-jaringan perifer menuju korda spinalis dan otak, dimana mereka diintegrasikan dan diinterpretasikan untuk memicu respon-respon refleksif dan kognitif yang tepat. Secara psikopsikis, kami merasa, panas dapat membuat tidak nyaman atau menghasilkan nyeri (membahayakan) ketika temperatur melebihi sekitar 430C , sedangkan ambang untuk suhu dingin yang membahayakan adalah sekitar 150C. protein yang memungkinkan neuron-neuron sensorik untuk membawa informasi temperatur adalah terutama dengan kanal ion yang diaktivasi oleh perubahan-perubahan spesifik pada temperatur dan termasuk kedalam keluarga TRP (gambar 1a.2). Beberapa kanal TRP sensitif terhadap temperatur, ketika diaktivasi, mendepolarisasi terminal-terminal nosiseptor. Kanal TRVP1, aslinya bernama the vanilloid receptor 1 (VR1), adalah kanal ion yang permeabel terhadap kalsium, yang dijaga secara langsung oleh panas pada temperatur sekitar 430C, namun juga diaktivasi oleh Capsaicin dan proton-proton.

Gambar 1a.2. Capcaicin, bahan yang tajam/pedas dari cabai merica, ion-ion hidrogen dan panas yang membahayakan dapat mengaktivasi reseptor TRPV1, keterlibatan TRPV1 dalam sensasi nyeri panas telah ditunjukkan dalam berbagai macam metode, termasuk analisis kekurangan TRPV1 pada mencit. TRPV2, TRPM8, dan TRPA1 nampaknya juga sangat mungkin terlibat dalam sensasi nyeri termal, karena ambang batas aktivasi mereka berada dalam kisaran temperatur yang membahayakan. Sebagai tambahan terhadap salah satu keluarga TRP kanal K+, protein membran lainya seperti Na+, K+, ATPase, keluarga dari degenerin/kanal sodium epitelial (DEG/ENaC), dan reseptor-reseptor P2X, dilaporkan memiliki sifat termosensitif. Bagaimanapun, keterlibatan protein-protein itu dalam termonosisepsi masih perlu untuk ditegakkan.

Banyak nosiseptor mengekspresikan reseptor-reseptor ionotrofik (P2X) dan GProtein-coupled (P2Y) yang responsif terhadap adenosin trifosfat (ATP). Semua sel dalam tubuh mengandung konsentrasi ATP milimolar, yang dilepaskan jika sel-sel dilisiskan selama cedera lalu kemudian dapat mengaktifkan nosiseptor. Reseptor-

10

reseptor P2X3 yang secara selektif mengekspresikan predomninansinya pada neuronneuron sensorik nosiseptif dengan diameter kecil. Serotonin (5-hydroxytryptamine (5HT)) yang dilepaskan dari sel-sel platelet dan sel mast setelah cendera jaringan. Reseptor-reseptor subtipe 5-HT3 17 dan 5-HT2A terdapat pada serabut-serabut C, bekerja bersama dengan mediator-mediator radang lainnya untuk mengeksitasi dan mensensitasi serabut-serabut saraf aferen (lihat bab 1b, mekanisme hiperalgesia inflamatorik).

Sensasi nyeri: somatik versus viseral Untuk alasan yang jelas, fisiologi sensasi nyeri secara tradisionl telah diuraikan oleh pemeriksaan respon-respon terhadap stimuli yang berlangsung singkat yang dihantarkan ke kulit. Meskipun demikian, nyeri yang berasal dari viseral merupakan sebuah masalah klinis yang penting, dan sensasi nyeri viseral dan somatik berbeda dalam beberapa hal yang fundamental (tabel 1a.4). Hal ini tidak mengejutkan ketika fungsi biologis dari inervasi sensorik kulit dan viseral dipertimbangkan: sistem somatik memperingatkan adanya ancaman eksternal, sedangkan sistem viseral menyiagakan organisme terhadap bahaya penyakit internal. Perbedaan fungsional ini paling nyata ketika stimuli yang efektif untuk mengeksitasi nosiseptor somatik dan viseral dimasukkan kedalam pertimbangan. Stimuli termal dan mekanis yang merujuk sebagai pengeksitasi nosiseptor somatik secara umum tidak efektif dalam membangkitkan nyeri ketika dihantarkan ke organ-organ dalam. Tentu saja, stimuli sensorik yang diterapkan kepada organ-organ internal parenkimatosa tertentu, sepeti paru-paru, hati, dan ginjal yang sehat nampaknya tidak menghasilkan persepsi sensasi apapun. Distensi atau kontraksi yang patologis dari dinding otot polos viseral yang berongga dan kapsula organ-organ parenkimatosa dapat membangkitkan nyeri, Sebagai contoh nyeri kolik ureter atau persalinan, seperti juga iskemik dan inflamasi. Lokalisasi yang tepat dari sumber cedera secara biologis penting untuk cedera

11

kutaneus, namun tidak untuk viseral, dan aktifitas pasien mengenai hal ini mencerminkan hal tersebut.

Tabel 1a.4. sebuah perbandingan gambaran nyeri viseral dan somatik.


Visera Stimuli efektif Kutaneus

Trauma langsung tidak efektif Trauma langsung efektif Distensi dan iskemik efektif

Lokalisasi tempat cedera Hiperalgesia primer Hiperalgesia sekunder Gejala-gejala otonom terkait

Buruk Ya Ya,pada tempat rujukan Biasa

Tepat Ya Ya,sekitar tempat kerusakan Tidak biasa

Mekanisme transduksi untuk nyeri yang berasal dari viseral berbeda dengan yang berasal sistem kutaneus, mencerminkan peranan biologis inervasi kutaneus dan viseral yang berbeda. Fungsi sistem viseral adalah untuk memperingatkan penyakit internal daripada ancaman eksternal. Dengan demikian stimuli termal dan mekanis dengan intensitas tinggi secara umum tidak akan berpengaruh, sedangkan distensi, inflamasi, atau iskemi dan kontraksi otot polos viseral membangkitkan persepsi nyeri.

Aferen-aferen viseral memproyeksikan ke korda spinalis mewakili kurang dari 10% dari semua input aferen spinal. Masing-masing viskus diinervasi oleh dua saraf yang berbeda, khususnya saraf vagus dan sebuah saraf spinal (splanchnic). Neuron-neuron spinal second-order atas nama terminasi aferen-aferen viseral juga dari visera lain. Nosiseptor viseral telah teridentifikasi pada kebanyakan organ

12

internal dan biasanya diklasifikasikan berdasarkan pada sifat

mekanisnya.

Bagaimanapun, nampaknya bahwa sensitifitas kimia oleh agen-agen yang bekerja secara lokal memainkan sebuah peranan yang lebih penting dalam memberikan sinyal dari keadaan nyeri yang relevan secara klinis daripada mekanosensitifitasnya. Terdapat juga peningkatan bukti untuk peranan pokok beberapa elemen non-neural dalam pemberian sinyal dan transduksi kejadian-kejadian nosiseptif viseral: sebagai contoh, telah ditunjukkan bahwa ATP dan nitrit oksida (NO) yang dilepaskan dari sel-sel urotelial memodifikasi aktifitas dari aferen-aferen sensorik kandung kemih. Substrat molekuler yang mendasari sensitifitas dari viseral yang berbeda termasuk acid-sensing ion channel (ASIC), reseptor-reseptor TRPV1 dan purinergik (P2X), voltage-gated Na+ channels(kanal-kanal Na+ yang membuka menutup dengan voltase) (Nav 1,8) dan neuropeptida-neuropeptida dari family tackhynin. Terakhir, bukti yang muncul menyatakan bahwa satu badan sel sensorik viseral ganglion radix dorsalis dapat membangkitkan akson-akson yang menginervasi organ-organ yang berbeda, dan bahwa nosiseptor viseral yang tersembunyi nampaknya mewakili sebuah proporsi yang lebih besar dari inervasi viseral daripada yang pernah dilaporkan pada kulit.

KORDA SPINALIS Proses sentral dari hampir keseluruhan neuron-neuron aferen primer memasuki korda spinalis melalui radix dorsalis, bagian yang berhubungan dengan persepsi nyeri terdapat pada bagian ventrolateral dari radix. Sementara kebanyakan neuron-neuron nosiseptif dengan segera memasuki kornu dorsalis pada tingkat segmental yang sama, Sebuah rangkaian ukuran yang signifikan kearah kaudal atau rostral untuk beberapa segmen pada traktus Lissauers. neuron-neuron aferen primer bersinaps dengan neuron-neuron SSP (second order) pada kornu dorsalis (gambar 1a.3a). sebagai

13

tambahan, akson-akson yang turun dari batang otak bersinapsis pada kornu dorsalis dan memodulasi transmisi nosiseptif.

Gambar 1a.3. anatomi dari korda spinalis (a) pengorganisasian kolumner dari substansia alba dari korda spinalis ditunjukkan oleh gambar. (b) skema Rexeds untuk laminasi substansia grisea spinalis.

Anatomi: Laminae Rexed Kornu dorsalis dari korda spiunalis adalah titik penyampaian pertama untuk informasi sensoris yang disampaikan ke otak dari perifer. Substansia grisea spinalis mengandung badan sel saraf neuron-neuron medula spinalis dan substansia alba mengandung akson-akson yang naik atau turun dari otak. Pada tahun 1952, berdasarkan pada sitoarsitektur neuronal, Rexed membagi lagi substansea grisea kedalam 10 laminae (gambar 1a.3b). laminase I-VI berhubungan dengan kornu

14

dorsalis

dan

mengandung

interneuron

dan

neuron-neuron

proyeksi

yang

menyampaikan informasi sensorik yang datang menuju otak. Serabut-serabut nosiseptif berakhir terutama di kornu dorsalis superfisial, yang terdiri dari zona marginal (laminaI) dan subsatnsia gelatinosa (lamina II). Beberapa serabut-serabut A juga memproyeksikan jauh lebih dalam dan berakhir pada lamina V. pada kornu dorsalis, aferen-aferen nosiseptif membentuk hubungan dengan neuron-neuron proyeksi atau interneuron-interneuron eksitatorik lokal (glutamatergik) atau inhibitorik (GABAergik dan/atau glisinergik) untuk meregulasi aliran informasi nosiseptif menuju pusat yang lebih tinggi. Neuron-neuron ini juga berlokasi di laminae V dan VI (gambar 1a.4). dibawah kondisi fisiologi normal, aferen-aferen taktil (sentuhan ringan) bersinaps pada lapisan III dan IV. Neuronneuron aferen taktil dan nosiseptif juga mempunyai sebuah input yang konvergen menuju neuron-neuron lamina V, baik secara langsung atau melalui interneuroninterneuron.

Gambar 1a.4. berakhirnya neuron-neuron aferen primer di kornu dorsalis dari korda spinalis. Neuron-neuron proyeksi pada lamina I menerima input langsung dari nosiseptor-nosiseptor A bermielin dan input tidak langsung dari nosiseptor-

15

nosiseptor C tidak bermielin melalui interneuron-interneuron sel batang yang berakhir pada lamina II. Neuron-neuron lamina V hampir secara keseluruhan adalah tipe dengan kisaran dinamik yang luas. Mereka menerima input ambang rendah dari mekanoreseptor-mekanoreseptor serabut-serabut A bermielin dengan diameter

besar, begitu juga input langsung maupun tidak langsung dari aferen-aferen nosiseptif A dan C.

Tiga kategori utama sel-sel neuronal dapat diidentifikasi pada kornu dorsalis: neuron-neuron proyeksi, interneuron-interneuron inhibitorik dan eksitatorik. Neuronneuron proyeksi bertanggung jawab untuk menyampaikan lalu lintas aferen ke pusat yang lebih tinggi, dan tiga tipe neuronal yang berbeda secara fisiologis dapat diidentifikasi: 1. Sel-sel spesifik terhadap nosiseptif (NS) memiliki respon secara eksklusif terhadap stimuli yang membahayakan, mempunyai lapangan penerimaan yang kecil dan menonjol pada lamina I, namun juga ditemukan pada lamina II dan V. 2. Neuron-neuron ambang batas rendah (LT) memberikan respon semata-mata pada stimuli yang tidak membahayakan dan menonjol pada lamina III dan IV. 3. Neuron-neuron dengan kisaran dinamik yang lebar (WDR) yang memberikan respon terhadap suatu kisaran stimuli sensorik. Neuron-neuron WDR menerima input yang memusat dari sejumlah besar neuron-neuron aferen primer dengan kisaran yang bermacam-macam dari modalitas sensorik yang berlainan dan sebagai akibat memiliki lapangan reseptif yang besar. Neuronneuron WDR sebagian besar ada pada lamina V. Dibandingkan dengan serabut-serabut somatik, nosiseptor-nosiseptor viseral lebih sedikit jumlahnya, terdistribusi lebih luas, secara seimbang mengaktifkan sejumalh besar neuron-neuron spinal, dan tidak sama terorganisir dengan baik secara
16

somatotropik. Aferen-aferen viseral berakhir terutamanya pada lamina V dan agak kurang pada lamina I. kedua lamina ini mewakili konvergensi sentral antara input somatik dan viseral, sebuah ciri penting untuk fisiologi referred pain/nyeri alih yang berhubungan dengan cedera viseral (lihat mekanisme referred pain).

Neurotransmiter-neurotransmiter pada kornu dorsalis Berbagai macam neurotransmiter terlibat dalam pengiriman sinyal nosiseptif pada kornu dorsalis (tabel 1a.5). Sedangkan asam amino dan neuropeptida tertentu memainkan sebuah peranan yang utama, tidak ada bukti yang meyakinkan untuk eksistensi sebuah neurotransmiter nyeri yang tunggal. Kenyataannya, identifikasi dari sebuah peptida spesifik dengan sebuah kelas fisiologis reseptor sensorik yang spesifik yang tidak mungkin mengingat bahwa koeksistensi, dalam berbagai kombinasi, hingga empat peptida pada neuron-neuron ganglia radix dorsalis tunggal. Lagi pula, distribusi neuropeptida dalam berbagai macam jaringan dapat sangat berbeda. Sebagai contoh, pada umumnya, neuron-neuron ganglia radix dorsalis yang menginervasi target-target viseral kaya akan substansi P (SP) dan calcitonin generated peptide (CGRP) dibandingkan dengan yanng menginervasi kulit. Konsentrasi peptida pada neuron-neuron ganglia radix dorsalis berubah setelah cedera jaringan dan perubahan ini membuat bertahan lebih lama nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan nyeri. Hal ini mengindikasikan bahwa cedera jaringan dapat merubah fenotip biokimia dari neuron aferen primer.

17

Tabel

1a.5.

Neurotransmiter-neurotransmiter

pada

kornu

dorsalis

yang

memediasi/memodulasi nyeri. Neutrotransmiter Nonpeptida Monoamin Norepinefrin 5-HT Asam amino Inhibitorik GABA Glisin Eksitatorik Glutamat Aspartat NO Asetilkolin Peptida Opioid Enkefalin -endorfin Nosiseptin (DOR), (DOR), (KOR), (MOR) (KOR), (MOR) inhibitorik inhibitorik Eksitatorik/ Inhibitorik Non-opioid NMDA, AMPA, kainat, mGIuR NMDA, AMPA, kainat, mGIuR cGMP muskarinik Eksitatorik Eksitatorik Eksitatorik inhibitorik GABAA, GABAB inhibitorik inhibitorik
2

reseptor

efek pada sensasi nyeri

inhibitorik inhibitorik

5-HT1, (5-HT2),( 5-HT3)

nosiseptin/orfanin F/Q NOP (OP4)

18

Substansi P CGRP CCK Galanin Somatostatin Neuropeptida Y Neurotensin Bradikinin Lain-lain Adenosin Purin Sitokin Capsaicin Cannabioid
a

NK1 CGRP CCKB GAL sst Y1, (Y2) NTS, B2, B1

Eksitatorik Eksitatorik Antagonisa Inhibitorik Inhibitorik Inhibitorik Inhibitorik Eksitatorik

A1 P2X3

Inhibitorik Eksitatorik Eksitatorik

TRPV1 CB1, CB2

Eksitatorik Inhibitorik

antagonis fungsional analgesia yang diinduksi opioid

norepinefrin (noradrenalin), 5-HT, 5-hidroksitriptamin, AMPA, -amino-3-hidroksi5-metil-4-isaxazole asam propionat; CCK, kolesistokinin; cGMP, siklik guanosin monofosfat; CGRP, calcitonin gene-related peptide; DOR, delta opioid receptor; GABA, gamma-aminobutyric acid; KOR, Kappa opioid rceptor; mGIuR, metabotrophic glutamate receptor; MOR, mu opioid receptor; NK, neuokinin; NMDA, N-methyl-D-aspartate; NO, nitrit oksida.

Sebagai tambahan terhadap interaksi diantara peptida-peptida, terdapat juga interaksi antara peptida-peptida dengan transmiter-transmiter asam amino eksitatorik pada neuron-neuron kornu dorsalis. Stimulasi yang membahayakan menimbulkan

19

pelepasan glutamat dan asam amino yang lainnya yang terjadi bersamaan dengan peptida-peptida pada ujung aferen primer. Asam amino glutamat dan aspartat adalah partisipan utama dalam transmisi eksitatorik pada tingkat spinal. Substansi-substansi ini disimpan dalam terminal nosiseptor-nosiseptor aferen primer dan dilepaskan sebagai respon terhadap aktifitas nosiseptif. Aplikasi eksogen dari asam amino-asam amino ini mereplikasi sensasi nyeri spinal dan antagonin memiliki kualitas analgesik. Potensial pascasinaptik eksitatorik cepat yang dibangkitkan oleh glutamat pada subtipe -amino-3-hydroxi-5-methyl-4-isaxazole propionic acid (AMPA) dari

reseptor glutamat secara prinsip terlibat dalam transmisi kedepan dari informasi nosiseptif dibawah kondisi fisiologis. Kondisi yang diperlukan untuk aktivasi reseptor N-methyl-Daspartate (NMDA) yang diinduksi glutamat merupakan reaksi yang komplek dan nampaknya hanya dapat diperoleh setelah aktifitas yang terjaga dalam neuron-neruon aferen primer serabut C. neuropeptida semacam SP dan CGRP disimpan bersamaan dalam neuron-neuron glutamanergik dan juga dilepaskan dari terminal-terminal nosispetor spinal sebagai respon terhadap aktifitas aferen. Neuropeptida-neuropeptida ini kemungkinan memainkan sebuah peranan fasilitatorik (neuromodulator) terhadap asam amino eksitatorik. Sebagai tambahan terhadap efek-efek interneuron-interneuron GABA dan atau glisinergik, terdapat sejumlah neurotransmiter inhibitorik lainnya yang memodulasi sensasi nyeri pada tingklat segmental kornu dorsalis. Somastatin memainkan sebuah peranan penting dalam modulasi nyeri baik pada pusat maupun perifer. Penelitian-penelitian telah menunjukkan aktivasi reseptor somatostatin perifer pada aferen-aferen primer mencegah sensitisasi periferal, memodulasi reseptorreseptor TRPV1, memberikan kontrol inhibitorik tonik pada nosiseptor, dan berperan terhadap analgesia akibat counterirritation. Satu peran dari opioid endogen pada tingkat spinal adalah untuk menghiperpolarisasi neuron-neuron aferen primer dan dengan demikian mengatenuasi pelepasan neurotransmiter sebagai respon terhadap stimulus nosiseptif. Sejumlah molekul-molekul lain memainkan peran dalam

20

modulasi spinal pada sensasi nyeri, misalnya adenosin, adrenergik

2,

taurin, dan

cannabinoid endogen (lihat tabel 1a.5 dan dibawah pada modulasi pesan nosiseptif). Faktor-faktor neurotrofik yang mendukung kemampuan bertahan dan pertumbuhan neuronal selama perkembangan sistem saraf, telah menunjukkan dapat memainkan peranan yang signifikandalam transmisi nyeri yang fisiologis dan patologis. Brainderived neurotrophic factor (BDNF), disintesa pada neuron-neuron sensorik primer, secara anterograde ditranspor menuju terminal sentral dari aferen-aferen primer pada kornu dorsalis medula spinalis, dimana hal itu terlibat dalam modulasi stimuli yang menyakitkan. Milkroglia, oligodendrosit, dan astrosit membentuk sekelompok besar sel-sel glial SSP. Hal ini tidak diaktivasi dibawah kondisi basal dan nampaknya tidak mempengaruhi sensitifitas nyeri. Namun, mikroglia diaktivasi oleh kejadian-kejadian seperti cedera SSP, invasi mikroba, dan beberapa keadaan nyeri, yang membawa kepada peningkatan produksi berbagai macam sitokin peradangan, dan substansisubstansi lainnya yang secara potensial menghasilkan nyeri (lihat bab 1b, mekanisme hiperlagesia inflamatorik).

Mekanisme referred pain Karakteristik klinis dari nyeri yang menemani cedera viseral adalah bahwa hal itu seringkali dirasakan oleh penderita seperti timbul dari struktur somatik yang berbeda. Contoh klasik adalah nyeri yang terjadi segera setelah iskemik imokard yang seringkali dirasakan seperti tersebar sepanjang lengan kiri. nyeri alih semacam itu cenderung dirasakan seperti timbul dari struktur somatik yang berbagi asal segmental medula spinalis umum yang sama secara embriologis dengan viskus yang cedera. Meskipun mekanisme fisiologis dari nyeri alih masih tak jelas, bobot bukti menyatakan bahwa hal tersebut merupakan fenomena yang dimediasi melalui medula spinalis. Terdapat tiga teori utama nyeri alih: (1) konvergensi akson (atau refleks
21

akson), (2) teori proyeksi, (3) dan teori talamik. Tak satupun dari ini semua yang terpisah satu sama lain. (gambar 1a.5).

Gambar 1a.5.

Berbagai macam mekanisme teoretis nyeri alih. (a) konvergensi

akson/teori refleks. Neuron-neuron sensorik primer memiliki akson-akson yang bercabang yang menginervasi target-target somatik dan viseral. SSP tidak mampu untuk membedakan antara input semacam itu dengan input nosiseptif viseral yang disalah artikan sebagai berasal dari somatik. Sementara terdapat beberapa bukti eksperimental untuk mendukung hipotesis ini. Hal tersebut tidak secara umum diterima sebagai penjelasan nyeri alih. (b,c) teori-teori konvergensi. Terdapat dua varian dari teori ini, proyeksi (b) dan fasilitasi (c). keduanya membutuhkan konvergensi sinyal aferen somatik dan viseral pada neuron-neuron kornu dorsalis tunggal. Secara umum, proporsi yang lebih besar dari neuron-neuron aferen adalah berasal dari somatik dan, oleh karena itu informasi aferen viseral dirasakan seperti

22

berasal dari somatik. Sungguh, mungkin terdapat kekurangan yang menetap dari kemampuan persepsi nyeri viseral ketika tidak terdapat input somatik. (b) teori konvergensi-proyeksi. Neuron-neuron aferen viseral berpusat pada neuron-neuron proyeksi nyeri medula spinalis yang sama sebagai neuron-neuron aferen nosiseptif dari struktur somatik dimana nyeri dirasakan. Otak tidak mampu untuk membedakan antara input viseral dan somatik dan secara sembarangan memproyeksikan sensasi tersebut ke struktur somatik. (c) teori konvergensi-fasilitasi. Aktifitas yang terjaga pada serabut-serabut aferen viseral merubah keadaan eksitabilitas dari neuron-neuron kornu dorsalis dengan input aferen viseral dan somatik yang konvergen. Hal ini menciptakan sebuah irritable focus yang memfasilitasi proses kedepan dari lalu

lintas subliminal yang berasal dari somatik secara normal, sehingga input somatik secara segmental lainya yang tepat sekarang dapat menghasilkan sensasi nyeri alih yang abnormal tentu saja. Sementara kedua teori ini (b) dan (c) menjelaskan aturan segmental, teori konvergensi-fasilitasi mempunyai kelebihan dalam menjelaskan fenomena referred hiperalgesia dan konsep sensitisasi pusat, yang memberikan bobot pada tingkat kepercayaannya. (d) teori talamik. Interaksi pada tingkat supraspinal (talamus) membawa kepada fenomena nyeri alih. Meskipun teori talamik diangap tidak mungkin, adanya jalur asending spinal yang berbeda untuk nosiseptor viseral memberi dukungan untuk hipotesis ini. Bagaimanapun, referred hiperalgesia dan sifat alami nyeri alih sulit untuk diperhitungkan dengan teori talamik semata.

Nyeri alih dari viseral sebagian akibat sensitisasi sentral neuron-neuron konvergen viserosomatik (dipicu oleh serangan viseral aferen yang masif), namun juga kemungkinan hasil dari aktivasi lengkung refleks (input viseral memicu kontraksi otot refleks yang sebagai gantinya bertanggung jawab untuk sensitisasi nosiseptor-nosiseptor otot), bagaimanapun, nyeri alih dari struktur somatik yang lebih dalam tidak dijelaskan oleh mekanisme sensitisasi sentral neuron-neuron konvergen dalam bentuk aslinya, karena terdapat sedikit konvergensi dari jaringan yang dalam
23

pada neuron-neuron kornu dorsalis. Telah diajukan bahwa koneksi ini, tidak muncul dari permulaan, dibuka oleh input nosiseptif dari otot skelet, dan peralihan ke miotom (sekelompok otot yang dipersarafi oleh segmen spinalis tunggal) diluar dari lesi hasil dari penyebaran sensitisasi sentral pada segmen spinal tambahan. DARI KORDA SPINALIS KE OTAK Input nosiseptif menuju kornu dorsalis diteruskan ke pusat yang lebih tinggi di otak melalui beberapa jalur asending; traktus spinotalamikus, secara klasik dianggap sebagai jalur nyeri yang utama; proyeksi secara spinomedular dan spinobulbar ke daerah medula dan batang otak yang penting untuk kontrol homeostatik; dan traktus spinotalamikus ke hipotalamikus dan otak depan bagian ventral. Proyeksi spinal ke tempat-tempat lain, seperti serebelum atau nukleus retikuler lateralis, lebih terlibat dalam integrasi sensorimotorik dibandingkan transmisi nosiseptif secara langsung. Bukti yang ada memberi kesan bahwa mungkin terdapat jalur lain, misalnya jalur spinopontoamigdalaoid dan sebuah jalur tambahan untuk nyeri viseral asending pada funikulus posterior. Jalur spinotalamikus Traktus spinotalamikus/ the spinothalamic track (STT) berasal ari neuron-neuron pada laminae I dan V-VII, dan berisi akson-akson dari neuron-neuron spesifik nosiseptif dan kisaran dinamik yang lebar. Mayoritas (85%) akson-akson traktus spinotalamikus menyilang dan naik secara kontralateral. Sel-sel lamina I membentuk STT lateral dan berproyeksi ke talamus (khususnya bagian posterior dari nukleus medialis ventralis (Vmpo), lalu ke korteks insular dan memediasi pesepsi nyeri emosional otonomik dan tidak menyenangkan. Neuron-neuron laminae yang lebih dalam membentuk STT anterior dan berproyeksi pada nukleus posterolateralis ventralis dari talamus dan membawa aspek pembeda dari nyeri (misalnya loksi, intensitas, dan durasi). Beberapa serabut spinotalamikus juga berproyeksi ke substansea grisea periaquaduktal (menciptakan hubungan dengan jalur desenden),
24

sistem pangaktif retikuler, dan hipotalamus (kemungkinan berperan terhadap timbulnya respon terhadap nyeri). Jalur spinobulber Jalur spinobulber asenden berproyeksi pada beberapa tempat didalam batang otak, yang mengikutsertakan nukleus parabrankial, periaqueductal gray (PAG), kelompok sel katekolamin (A1-A7), dan formasi retikuler batang otak. Jalur spinoparabrankial sebagian besar berasal dari neuron-neuron lamina I yang mengekspresikan reseptor NK1, dan area parabrankial adalah tempat utama untuk integrasi nosiseptif dan homeostatik pada batang otak. Jalur ini memberi sinyal intensitas stimuli yang membahayakan, mempunyai lapangan penerimaan yang besar dan memberikan input pada bagian otak yang terlibat dalam komponen emosional atau afektif dari nyeri. Dari area parabrankial, neuron-neuron berproyeksi ke hipotalamus dan komponenkomponen amigdala dari sistem limbik. (gambar 1a.1b). Proyeksi ke kelompok sel katekolamin, seperti lokus koeruleus atau A7, terlibat dalam integrasi fungsi kardiorespiratorik dan otonomik, dan berhubungan dengan mekanisme modulatorik desenden. PAG juga menerima input spinal (sebagian besar sel-sel lamina I, namun juga lamina VII), terlibat dalam kontrol homeostatik, dan terintegrasi dengan jalur modulatorik desenden, khususnya melalui proyeksi ke medula rostroventromedial (RVM).

DI OTAK Dengan mengikuti jalur proyeksi yang berasal di daerah nosiseptif dari kornu dorsalis medula spinalis (lamina I dan V), memungkinkan untuk mengasosiasikan daerah otak dengan fungsi nosiseptif. Dengan demikian telah diidentifikasi beberapa inti dari talamus lateralis (nekleus lateralis ventral posterior, nukleus medialis

25

ventral posterior, nukleus inferior ventral posterior,

bagian posterior nukleus

ventromedialis) dan talamus medialis (talamus sentrolaterlis, nukleus medio dorsalis bagian ventro kaudal, nukleus parafsicular) yang mengubah proyeksi ke area korteks. Area kortikal yang berperan pada fungsi nosiseptif meliputi: korteks somatosensori primer (S1), korteks somatosensori sekunder (S2), dan sekitarnya dalam operkulum parietal, insula, korteks singulata anterior, dan korteks prefrontal. Dengan demikian , beberapa daerah kortikal diaktifkan oleh rangsangan nyeri (Gambar 1a.6). Nyeri adalah pengalaman multidimensi termasuk komponen komponen sensorik diskriminatif dan afektif. Baru-baru ini Sebuah kemajuan besar baru-baru dalam memahami mekanisme pusat pengolahan nyeri telah berkembang dari aplikasi pencitraan otak dengan positron emission tomography (PET) dan functional magnetic resonance imaging (fMRI). Hasil penelitian dari beberapa kelompok kerja yang melakukan eksperimen induksi nyeri pada sukarelawan yang sehat telah menunjukkan penurunan aliran darah secara global, serta peningkatan aliran darah serebral regional di daerah otak yang berperan dalam fungsi nosiseptif (lihat juga Gambar 1a.6). Suatu aspek baru yang penting dalam hubungan pencitraan PET dengan penilaian psikologis adalah kemungkinan menghubungkan pengolahan dimensi nyeri spesifik dengan suatu substrat anatomi sirkuit nyeri di otak: (1) fungsi gating yang dicerminkan oleh ambang nyeri tampaknya berhubungan dengan korteks singulata anterior, korteks frontal inferior, dan thalamus; (2) pengkodean intensitas nyeri pada periventrikular grey dan korteks singulata posterior (3) pengkode perasaan nyeri yang tidak nyamanan pada sektor posterior dari korteks singulata anterior. (1) fungsi gating yang dicerminkan oleh ambang nyeri tampaknya berhubungan dengan korteks singulata anterior, korteks frontal inferior, dan thalamus; (2) pengkodean intensitas nyeri pada periventrikular grey dan korteks

26

singulata posterior (3) pengkodean perasaan nyeri yang tidak nyamanan pada sektor posterior dari korteks singulata anterior. Selanjutnya, peneliti

mempertimbangkan dampak dari sifat-sifat individu dan konteks dari pengalaman nyeri (misalnya perhatian atau gangguan) pada aktivitas otak depan yang ditimbulkan oleh stimuli noxious.

27

Gambar 1a.6 (a) Jalur aferen dan interkonektivitas regio kortikal dan subkortikal otak yang terlibat dalam persepsi nyeri. (b) Gambaran resonansi magnetik potongan koronal dan sagital yang menunjukkan bidang yang sesuai dengan yang ditampilkan pada bagian (a). ACC, anterior cingulate cortex; Amyg, amygdala; BG, basal ganglia; HT, hypothalamus; M1, primary motor cortex; PAG, periaqueductal gray; PB, parabrachial nuclei; PCC, posterior cingulate cortex; PPC, posterior parietal cortex; PF, prefrontal cortex; S1 and S2, primary and secondary somatosensory cortices; SMA, supplementary motor cortex. Gambar ini diterbitkan pada Apkarian AV, Bushnell MC, Treede RD, Zubieta JK. Human brain mechanisms of pain perception and regulation in health and disease. European Journal of Pain. 2005; 9: 463 84, Hak Cipta Elsevier.

Yang terakhir, baru-baru ini diketahui bahwa aktivitas kortikal sangat tergantung pada interaksi timbal balik dengan thalamic relay karena ada hampir sepuluh kali lebih banyak serat yang memproyeksikan kembali dari S1 ke thalamus ventrobasal karena terdapat direksi maju dari talamus ke korteks. Dengan demikian, peningktan aktivitas dalam neuron S1 kortikofugal dapat menciptakan zona peningkatan aktivitas dalam lengkung talamokortikal yang memediasi diskriminasi antara sensasi taktil dan menyakitkan.

MODULASI TERHADAP PESAN NOSISEPTIF Adalah suatu hal yang dapat diamati secara umum bahwa dalam keadaan tertentu persepsi nyeri tidak selalu merupakan konsekuensi dari cedera jaringan dan nosisepsi. Untuk menjelaskan hal ini, perlu untuk berhipotesis bahwa "jalur nyeri" memiliki peran yang lebih kompleks daripada sekedar menyampaikan informasi
28

sensorik dari nosiseptor ke otak, tetapi juga dapat mengatur jalur informasi aktivitas nosiseptif. Ada sejumlah tempat di mana modulasi mungkin terjadi, tetapi kebanyakan yang diketahui terletak antara sistem saraf perifer dan pusat di kornu dorsalis medula spinalis. Eksitabilitas neuron saraf medula spinalis tergantung pada keseimbangan input dari nosiseptor aferen primer, neuron saraf medula spinalis intrinsik, dan sistem proyeksi desenden dari supraspinal. Kontrol modulasi segmental(medulas spinalis) Modulasi kontrol segmental medula spinalis terhadap aktivitas nosiseptif melibatkan sistem opioid endogen, inhibisi segmental, keseimbangan aktivitas antara nosiseptif dan input aferen lainnya, dan mekanisme kontrol operatif desenden.

29

Gambar

1a.7

Diagram

skematik

yang

menggambarkan

pelepasan

neurotransmitter dan neuropeptida dari serabut C serta efek selanjutnya dan interaksi antara sistem eksitasi dan inhibisi yang berbeda pada neuron kornu dorsalis. Neuron aferen primer melepaskan berbagai neuropeptida dan eksitatorik asam amino dalam menanggapi stimuli noxious. Aktivitas ini terjadi pada beberapa reseptor pasca sinaptik. Selain itu peptida opioid bekerja pada reseptor opioid pradan pasca sinaptik (aksi presinaptik yang dominan) untuk memodulasi pelepasan transmiter dan aktifitas firing of second-order nosiseptor. (Dicetak ulang dengan izin dari Elsevier (The Lancet 1999;. 353, 1610-1615)). Reseptor opioid di medula spinalis merupakan penentu produksi analgesia. Ada empat kelas reseptor opioid: delta, d (Dor); kappa, k (KOR); mu, m (MOR), dan nociceptin / orphanin F / Q, NOP (sebelumnya dikenal sebagai ORL1 atau OP4). Banyak peptida opioid endogen berasal dari salah satu gen yang menyandikan prekursor glikoprotein besar terhadap peptida yang aktif secara fisiologis. Anggota keluarga peptida masing-masing terletak di lokasi yang terkait dengan pengolahan atau modulasi nosisepsi, khususnya dalam lamina I dan II dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada tingkat ini, mekanisme utama analgesik opioid adalah dengan penghambatan pelepasan neurotransmiter presinaptik dari neuron aferen primer nosiseptif yang dicetuskan oleh cedera (lebih dari 70 persen dari sejumlah reseptor m medula spinalis terletak di terminal aferen primer). Opioid endogen juga tampaknya menyebabkan beberapa penghambatan pasca sinaptik langsung terhadap neuron nosiresponsif kornu dorsalis, termasuk sel-sel proyeksi. Singkatnya, masing-masing dari empat kelas utama reseptor opioid dapat menyebabkan modulasi yang diinduki opoid dari transmisi informasi nosiseptif pada kornu dorsalis. Transmisi input nosiseptif di medula spinalis dapat dihambat oleh aktivitas segmental di medula itu sendiri, serta aktivitas saraf desenden dari pusat

30

supraspinal (lihat di supraspinal/descending control). Inhibisi GABA dan glisin interneuron memainkan peran penting dalam penghambatan nyeri segmental di medula spinalis. GABA ditujukan untuk memodulasi transmisi aferen dari informasi nosiseptif melalui mekanisme prasinaptik dan pasca sinaptik. Konsentrasi GABA yang tertinggi terdapat di kornu dorsalis medula spinalis, yang merupakan inhibitor transmiter utama. Studi nosisepsi akut menunjukkan bahwa transmisi aferen terhadap informasi nosiseptif di medula spinalis merupakan subjek modulasi oleh aktivitas pelepasan GABA secara endogen yang bekerja di reseptor baik pada GABAA atau GABAB. GABA dan glisin terdapat di tempat yang sama pada banyak neuron di kornu dorsalis, dan pada kenyataannya hampir setiap neuron glisin-immunoreactive dalam lamina I-III juga mengandung GABA. Mekanisme yang memodulasi transmisi aferen glisin di kornu dorsalis adalah salah satu dari penghambatan pasca sinaptik; reseptor glisin mendominasi reseptor pasca sinaptik di kornu dorsalis. Pemahaman kita tentang aktivitas ganja dimulai dengan isolasi dan sintesis D9tetrahydrocannabinol, yang merupakan konstituen utama zat psikoaktif nya. Dua subtipe dari reseptor kanabinoid telah diidentifikasi dan diklon, yaitu CB1 dan CB2. kanabinoid sintetik telah dideskripsikan dan sistem endokanabinoid telah diidentifikasi (anandamide dan 2-arachidonyl gliserol). Potensi aksi antinosiseptif dari kanabinoid, saat ini telah ditunjukkan dalam studi hewan dan dalam beberapa uji klinis. Diperlukan studi lebih banyak untuk menetapkan potensi analgesik kanabinoid pada manusia. Mekanisme aksi untuk antinosisepsi kanabinoid mencakup baik aksi pada medula spinalis maupun supraspinal, serta mekanisme perifer terbaru diakui. Reseptor CB1 kanabinoid telah diidentifikasi di medula spinalis dan pada neuron aferen primer, di mana mereka terletak dengan ideal untuk memodulasi aktivitas neuron kornu dorsalis. Bukti menunjukkan bahwa kanabinoid dan endokanabinoid dapat bekerja pada interneuron medula spinalis

31

untuk memodulasi pelepasan neurotransmiter serta transmisi nyeri. Dan yang terakhir, reseptor CB2 kanabinoid ditemukan dalam sistem imun dan berperan dalam efek anti-inflamasi dan antinosiseptif dari kanabinoid. Modulator lain dalam fungsi nosisepsi - satu gas (oksida nitrat) dan dua peptida (cholecystokinin dan galanin) - juga telah dipelajari secara luas. Oksida nitrat (NO=nitric oxide) telah diakui memiliki peran penting dalam sistem saraf, baik sebagai massenger kedua intraseluler dan sebagai bentuk neurotransmitter pra sinaptik. NO mengambil bagian dalam banyak aspek dari proses persepsi nyeri (radang, transmisi saraf). Oleh karena itu, NO telah terbukti memiliki peran pronosiseptif atau antinosiseptif dalam persepsi nyeri. NO memainkan peran sebagai fasilitator dalam proses transmisi nyeri saraf terutama di medula spinalis. Ini telah dikonfirmasikan oleh fakta bahwa inhibitor NOS (nitric oxides) dapat mengurangi perilaku nyeri pada berberbagai bentuk nyeri. Namun, jalur NO/cGMP terlibat dalam mekanisme aksi dari beberapa obat analgesik dan donor NO (nitrogliserin, L-arginin) yang telah terbukti memiliki sifat antinosiseptif, terutama di perifer.

32

Gambar 1a.8 kornu dorsalis tidak hanya merupakan jalur untuk transmisi informasi nosiseptif, tetapi juga tempat modulasi sinyal yang cukup baik. Pada tahun 1965, dalam upaya untuk menjelaskan pengamatan klinis terhadap kerusakan jaringan dan aktivasi nosiseptor perifer yang tidak selalu menghasilkan persepsi nyeri, Melzack dan Wall merumuskan teori gate control nyeri. Mereka mengemukakan bahwa di dalam medula spinalis, terdapat sebuah "gerbang" fisiologis, dan tergantung pada derajat pembukaan gerbang ini, informasi nosiseptif diizinkan atau dicegah untuk naik ke otak. Sistem kontrol desenden menampilkan tempat aksi opioid yang dipostulatkan pada transmisi nyeri. Masing-masing lokasi berisi neuron yang berpotensi mampu modulasi "penembakan" neuron proyeksi nosiseptif. 5-HT, 5-hidroksitriptamin. Cholecystokinin (CCK) merupakan keluarga gastrin peptida dan didistribusikan secara luas dalam sistem saraf, di mana telah ditunjukkan sebagai neurotransmitter yang memediasi banyak fungsi penting. CCK tampaknya memiliki keterlibatan yang penting tapi kompleks dalam transmisi dan modulasi nosiseptif. Peran yang paling jelas dan tampaknya fisiologis untuk CCK adalah bahwa ia merupakan antagonis fungsional analgesia yang diinduksi oleh opioid.

33

Gambar 1a.9 (a) Tinjauan tentang banyaknya mekanisme yang terlibat dalam modulasi aktivitas jalur mediasi descending inhibiton (DI) dibandingkan dengan descending facilitation (DF). Yang bekerja secara langsung dan tidak langsung melalui intervensi neuron. Untuk mekanisme modulasi DI, pada banyak keadaan, saat aktifitas sel "OFF" di medula rostroventromedial neuron serotonergik dan dan
34

noradrenergik yang terlibat, namun tentu juga mekanisme tambahan. Untuk mekanisme modulasi DF, saat aktifitas sel''ON" di medula rostroventromedial dan jalur desenden melepaskan transmiter cenderung terlibat tetapi mereka tetap kurang didefinisikan. Pada tingkat kornu dorsalis, perhatikan bahwa jalur mediasi DI dan DF memberikan pola kebalikan dari pengaruh primary afferent fiber (PAF) terminals, projection neurones (PNs), excitatory interneurones (EXINs) and inhibitory interneurones (ININs). ACh, acetylcholine; b-EP, b-endorphin; CB, cannabinoid; CCK, cholecystokinin; DRG, dorsal root ganglion; DYN, dynorphin; EM, endomorphin; ENK, enkephalin; GABA, gamma-hydroxy-butyric acid; GLU, glutamate; Hist, histamine; musc, muscarinic; NA, noradrenaline; NE, norepinephrine; nic, nicotinic; NMDA, Nmethyl-D-aspartate; NO, nitric oxide; NPVF, neuropeptide VF; NT, neurotensin; OFQ, orphanin FQ (nociceptin); SP, substance P. (Gambar ini dipublikasikan di Millan MJ. Descending control of pain. Progress in Neurobiology. 2002; 66: 355 474, Hak cipta Elsevier) (b)

Tempat interaksi antara CCK dan opioid ada banyak, tapi medula spinalis adalah tempat yang penting. Ini menunjukkan bahwa CCK tidak mengubah ambang awal nyeri tetapi mengurangi afinitas pengikatan ligan MOR (m reseptor opioid) dan juga membalikkan peristiwa intraseluler setelah aktivasi reseptor opioid. Jadi, antagonis CCK adalah potensi target yang menarik untuk meningkatkan analgesia opioid. Galanin adalah neuropeptida yang didistribusikan secara luas dalam sistem saraf dan terdapat dalam populasi kecil di neuron sensorik primer dan juga di medula spinalis interneurons. bukti yang mendukung peran antinosiseptif untuk galanin telah diperoleh dari studi-studi elektrofisiologi di mana galanin

35

menghiperpolarisasikan mayoritas neuron kornu dorsalis. Dalam kondisi normal, galanin dilepaskan pada stimulasi serabut C dan memainkan peran penghambatan dalam mediasi rangsangan medula spinalis. Studi tentang interaksi antara galanin dan morfin mendukung peran antinosiseptif dari galanin: disarankan bahwa efek medula spinalis dari morfin diperantarai sebagian oleh aksi penghambatan terhadap galanin. Proteinase, seperti trombin, tripsin, dan tryptase dilepaskan selama trauma dan inflamasi, memberikan efeknya dengan mengaktifkan proteinase-activated receptors (PAR). Proteinase-activated receptor-2 (PAR2) diekspresikan oleh neuron aferen primer medula spinalis, dan PAR2 agonis (seperti tripsin atau tryptase) yang merangsang pelepasan substansi P dan CGRP pada jaringan perifer. Bukti terbaru menunjukkan bahwa agonis dari PAR2 memberikan sinyal neuron aferen primer menyebabkan hiperalgesia dan berkelanjutan. Agonis ini menginduksi sensitisasi neuron kornu dorsalis dan pelepasan prostaglandin. Oleh karena itu, disebutkan bahwa proteinase, bekerja sebagian melalui PAR2, memiliki peran dalam transmisi nyeri. Purin, seperti adenosin dan ATP adalah ligan endogen yang terlibat dalam modulasi transmisi nyeri dengan bekerja pada purinoseptor P1 dan P2 baik di jaringan perifer dan walaupun SSP. Yang jelas diketahui bahwa sebagian besar reseptor P2 adalah subtipe P2X3, yang ditemukan dalam neuron sensorik primer (hanya dalam neuron nonpeptidergik). Beberapa subtipe purinoseptor adalah target molekul potensial untuk pengobatan nyeri. Singkatnya, modulasi segmental nosisepsi telah dipelajari secara ekstensif dan banyak neurotransmiter dan reseptor (Tabel 1a.5) yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis telah diidentifikasi, tetapi peran dari beberapa zat ini tetap tidak

36

jelas, sedangkan peran yang lainnya dalam proses nyeri telah relatif ditetapkan. Hal ini lebih rumit oleh fakta bahwa beberapa peptida yang terlibat tidak hanya terlokalisasi dalam neuron aferen primer terminal, tetapi juga di neuron intrinsik dan serabut desenden. Akhirnya, kompleksitas tambahan disebabkan oleh koeksistensi beberapa peptida dan neurotransmiter klasik di neuron yang sama.

Kontrol supraspinal/desenden Aktivitas neuron di medula spinalis yang menerima input dari serat nosiseptif dapat diubah oleh input dari neuron aferen nonnosiseptif lain. Konsep ini mendasari Melzack dan Wall pada tahun 1965 untuk teori gate control (Gambar 1a.8). Menurut model ini, aktivitas di aferen Ab menghambat neuron kornu dorsalis untuk menanggapi input dari serabut Ad dan C. Dengan demikian, nyeri dapat dihilangkan dengan stimulasi dari serat aferen bermielin. Penggunaan stimulasi listrik saraf transkutan untuk menghilangkan nyeri dalam praktek klinis adalah sebagian didasarkan pada teori ini (untuk rincian lebih lanjut, lihat bab 14 ranscutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dan akupuntur untuk nyeri akut). Sebuah jaringan proyeksi jalur desenden dari struktur otak ke kornu dorsalis memainkan peran yang kompleks dan penting. Penelitian awal menetapkan bahwa pengaruh jalur desenden adalah mengaktifkan terutama fungsi inhibisi. Namun, kita sekarang tahu bahwa jalur sentrifugal tertentu baik menekan (hambatan desenden) atau mempotensiasi (fasilitasi desenden) pesan nosiseptif ke otak (Gambar 1a.9) Bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa pengaruh fasilitasi desenden dapat berkontribusi untuk pengembangan dan pemeliharaan nyeri kronis.

37

Anda mungkin juga menyukai