Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PERKEBUTUHAN


NYERI DAN KENYAMANAN

Oleh :
Nama : Srimurtini
Nim : 182432033

CI Lahan
CI Institusi

(………………..)
(………………..)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
LAPORAN PENDAHULUAN NYERI AKUT

I. Konsep Dasar Teori


A. Pengertian Nyeri
Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kuran dari
3 bulan.
B. Anatomi Jalur Nyeri
1. Neuron Aferen Primer
Sistem sensoris perifer diklasifikasikan kedalam 3 kelompok
neuron (A, B dan C) berdasarkan area cross-sectional. Serabut saraf A
bermyelin merupakan yang paling besar dalam ukuran dan paling
cepat dalam konduksi impuls saraf. Kelompok A tersubdivisi kedalam
serabut α, β, γ dan Ϫ (1-20 µm). Serabut saraf delta-A bermyelin
merupakan paling kecil dan terkahir dari serabut saraf A dan hanya
serabut saraf A yang mentransmisikan impuls nyeri, sebagai contoh,
ketajaman yang diketahui, lokalisasi yang mudah oleh orang yang
cedera. Serabut saraf beta-A, lebih besar dan banyak termyelin
daripada serabut saraf delta-A, tekanan transmisi, sentuhan dan getaran
tetapi bukan impuls nyeri, meskipun bisa memodulasi impuls nyeri
yang memasuki spinal cord. Serabut saraf C yang tidak bermyelin
dengan lambat mengkonduksi impuls nyeri, transmisi, lokalisasi yang
sedikit, dan perpanjangan nyeri setelah cedera. Meskipun neuron A-
alpha dan A-gamma adalah eferen, dan tidak mentransmisikan impuls
sensoris, mereka merupakan secara sekunder terlibat pada nyeri karena
jalur mereka dalam mengaktivasi serabut otot dan menyebabkan
spasme otot. Serabut saraf B terlibat pada nyeri dengan sarana sistem
saraf simpatis, yang mana didiskusikan kemudian.
2. Kornu Dorsalis
Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron
kedua pada kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada
neuron ketiga di otak. Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam
lapisan yang disebut lamina rex. Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu
dorsalis, 3 pada kornu ventralis, dan 1 pada kanal sentral dari spinal
cord. Serabut saraf beta-A, delta-A, dan C dierminasi pada lamina
campuran dari kornu dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi secara
primer pada lamina I dan V, serabut C secara primer pada lamina II,
dan serabut beta-A secara primer pada lamina III dan IV. Kornu
dorsalis kaya akan neurotransmiter dan melayani sebagai pintu menuju
seluruh impuls nyeri yang harus dilalui; juga memainkan peran
menonjol pada proses nyeri. Disfungsi kornu dorsalis dapat terlihat
pada nyeri kronis (Fig. 2-2).
3. Traktus Spinothalamus
Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal
cord dan naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus
spinothalamus (STT), yang mana naik spinal cord ke sinaps pada
nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi langsung antara kornu
dorsalis dan thalamus. STT terdivisi kedalam sistem medial dan lateral.
Sistem lateral dinamakan traktus neospinothalamus dan memiliki
konduksi cepat yang mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman
nyeri terlokalisasi pada cedera. Sistem medial dinamakan traktus
paleospinothalamus dan memiliki hubungan ke batang otak dan
struktur otak tengah, seperti formasi retikula, periaqueductal grey,
sistem limbus, dan hipothalamus sebelum mencapai nuklei thalamus.
Itu merupakan sistem konduksi lambat yang mentransmisikan
perpanjangan dan pengalaman nyeri terlokalisasi secara sedikit setelah
cedera. Sistem medial ini juga mengaktivasi batang otak dan struktur
midbrain yang membangkitkan organisme dan mengaktivasi respons
simpatik dan penderitaan (Fig. 2-3).

4. Proyeksi Thalamus
Nukleus posterolateralis ventralis (VPL) menerima masukan dari
traktus kolumna dorsalis (yang mana mengandung neuron pada lamina
II dan IV, tekanan transmisi, sentuhan, dan getaran) dan traktus
neospinothalamus. Proyeksi nukleus ini ke korteks sensoris dan
melayani sebagai fungsi diskriminasi sensoris persepsi nyeri. Nukleus
thalamus medial dan posterior menerima masukan dari traktus
paleospinothalamus dan proyeksi ke area asosisasi korteks. Sistem
inimelayani fungsi afektif pada persepsi nyeri dan regulasi emosional
atau aspek yang tidak nyaman dari nyeri. Traktus paleospinothalamus
juga mengaktivasi sistem limbus, yang mana bisa menjelaskan
mengapa respons individual yang beda pada stimulus nyeri yang sama
(Fig. 2-4).
5. Penurunan Modulasi Nyeri dan Jalur Supresi
Ada tiga bagian antara struktur midbrain dan kornu
dorsalis,yang mana berfungsi untuk memodulasi peningkatan impuls
nyeri dari sistem saraf perifer : jalur satu berasal dari nukleus magnus
raphe, jalur dua timbul dari nukleus lokus ceruleus dari pons, dan jalur
tiga dari nukleus Ediger-Westphal. Ketiga jalur tersebut menurun
untuk terminasi dan menghalangi nyeri-neuron responsif pada kornu
dorsalis. Ketika teraktivasi, jalur satu, dua, dan tiga mengeluarkan
serotonin, norefineprin, dan kolesistokinin, masing-masing.
Periaqueductal grey (PAG) membuat sambungan ke ketiga jalur
tersebut. PAG banyak pada reseptor opiate, dan ketika reseptor
tersebut teraktivasi, PAG mengaktifkan tiga jalur untuk impuls
modulasi nyeri memasuki kornu dorsalis. Reseptor opiate PAG
tersebut dapat diaktifkan dengan pengeluaran endogen dari endorphin
dan administrasi eksogen dari opioid. Pengeluaran endogen dari
endorphin dapat dipicu oleh nyeri dan stress. Kornu dorsalis dari spinal
cord juga banyak pada reseptor opiat, yang mana terlokalisasi di
lamina II dan, ketika terstimulasi, menghasilkan supresi bertenaga dari
pemasukan aktivitas serabut saraf C.
C. Etiologi Nyeri
Faktor yang berhubungan dengan nyeri akut menurut (SDKI) :
1) Agens cedera fisiologis (mis.,inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agens cedera fisik (mis., apses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, konsedur bedah, trauma, olaragah berlebihan)
3) Agens cedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan)

D. Fisiologi Nyeri
Menurut Tjay (2007; 312), rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang
adanya gangguan di jaringan misalnya seperti peradangan, infeksi jasad
renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis,
kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan mediator nyeri seperti
histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin.
Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor)
di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan
demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang.
Nociceptor juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di
SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan
lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum
belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari talamus impuls
kemudian diteruskna ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls
dirasakan sebagai nyeri.
Mediator penting adalah amin histamin yang bertanggung jawab
untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan
mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian
asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip
strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) di mana nyeri
dirasakan untuk pertama kalinya. Untuk setiap orang ambang nyerinya
adalah konstan.

E. Penilaian Klinis Nyeri


Penilaian klinis nyeri di perlukan untuk memahami pengalaman
nyeri klien dan mengidentifikasi kausa atau penyebab sehingga nyeri
dapat dihilangkan.
Karakteristik nyeri:
1. Lokasi Nyeri
2. Pola Penentuan Waktu, Frekuensi, Durasi
3. Faktor yang memperberat dan memperingan
4. Kualitas
5. Intensitas
6. Gejala Terkait
7. Efek Pada Gaya Hidup
8. Metode Untuk Mengurangi Nyeri
9. Tingkatan Skala Nyeri
Alat bantu yang paling sering di gunakan untuk menilai
intensitas atau keparahan nyeri pasien adalah bentuk Skala Analog
Visual (SAV) yang terdiri dari sebuah garis horisontal yang dibagi
secara rata menjadi 10 segmen dengan nomor 0 sampai 10.
a. Skala Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri Paling
ada nyeri Sedang Parah

Interpretasi :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-9 : Sangat nyeri, tetapi masih bisa dikontrol
10 : Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
b. Skala Wong Beker Faces Pain Rating scale
Digunakan pada anak dan orang dewasa yang mengalami
gangguan kognitif, yang menggantikan angka dengan kontinum
wajah tersenyum sampai menangis
1 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10
Tidak sakit lebih sakit jauh lebih sakit
sakit sedikit lebih sakit lagi sakit sekali

F. Pathway Proses penuaan

Perubahan komponen sendi,


termasuk metabolisme sendi

Penurunan jumlah cairan


sinovial pada sendi

Penurunan absorbsi kalsium

Osteoartritis

Pemecahan kondrosit

Pengeluaran enzim lisosom

Kerusakan matrik kartilago

Penebalan tulang sendi


menyebabkan penyempitan
rongga sendi

Inflamasi sendi

< 3 bulan Pelepasan mediator nyeri >3 bulan

Dx. Nyeri akut Dx. Nyeri kronis


G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. Ct Scan kepala untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di
otak pada cedera kepala.
H. Penatalaksanaan Nyeri
1. Tindakan Non Medikasi
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri :
1) Ketidakpercayaan, pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di
derita pasien dapat mengurangi nyeri. hal ini dapat dilakukan
melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian
mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien
bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih
memahami tentang nyerinya.
2) Kesalahpahaman, mengurangi kesalahpahaman pasien tentang
nyerinya akan mengurangi nyeri. hal ini dilakukan dengan
memberitahu paien bahwa nyeri yang dialami sangat individual
dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
3) Ketakutan, memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi
ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk
mengekspresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
4) Kelelahan, dapat memperberat nyeri. untuk mengatasinya,
kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang
cukup.
5) Kebosanan, dapat meningkatkan rasa nyeri. untuk megurangi
nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapiutik.
Beberapa tehnik pengalih perhatian adalah bernafas pelan dan
berirama, memijat secara perlahan, menyanyi berirama, aktif
mendengarkan musik, membayangkan hal- hal yang
menyenangkan, dsb.
b. Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik
menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama
seperti reseptor nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem
kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot.
c. Teori gate control telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi
serabut- serabut yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok
atau menurunkan transmisi impuls nyeri.
d. Terapi es (dingin) dan panas.
1) Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus
diletakkan pada tempat cedera segera setelah terjadi cedera,
(Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner, 1997).
2) Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan
nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun penggunaan
panas kering dengan lampu pemanas tidak seefektif penggunaan
es.
e. Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve
stimulation (TENS)
1) Transcutaneus elektrical stimulator ( TENS); digunakan untuk
mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa elektroda di luar.
2) Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan
alat stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang di
implant di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang
dimaksudkan ke dalam kulit pada daerah epidural dan columna
vertebrae.
3) Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus
alat penerima transiitor di cangkok melalui kantong kulit
intraclavicula atau abdomen, yaitu elektroda di tanam melalui
pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakang.
f. Distraksi
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari
keluarga dan teman-teman pasien. Melihat film layar lebar dengan
suarasur r ound. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui
distraksi. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih
sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
g. Tehnik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi
paru- paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,
melemaskan otot- otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta
mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga di
dapat rasa nyaman, tenang, dan rileksi.
h. Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana
efeknya hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan
metode yang berbeda.
i. Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan
nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya
hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantarai
oleh sistem endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner,
1997).
2. Terapi Farmakologi
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat
dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam
penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya
kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan
melakukan kesalahan dalam menggunakan analgetik narkotik, dan
pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yaitu:
 Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
 Analgesik narkotik atau opiate
 Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik

Analgesik dan indikasi terapi


Kategori Obat Indikasi
Analgesik non narkotik  Waktu lebih dari enam
 Asetamifolen (Tylenol) bulan
 Asam Asetilsalisilat (aspirin)  Daerah nyeri menyebar
 Nyeri terasa tumpul, seperti
NSAID linu, ngilu, dan lain-lain
 Reseptor saraf simpatis:  Reseptor saraf parasimpatis,
takikardia, peningkatan penurunan tekanan darah,
respirasi, peningkatan brakikardia, kulit kering,
tekanan darah, pucat, panas dan pupil konstriksi
lembab, berkeringat dan  Penampilan klien tampak
dilatasi pupil depresi dan menarik diri
 Penampilan klien tampak
cemas, gelisah, dan terjadi
ketegangan otot
2. Konsep Keperawatan
A. Tanda dan gejala
 SUBYEKTIF :
1. Mengeluh nyeri
 OBJEKTIF :
2. Tampak meringis
3. Bersikap protektif
4. Gelisah
5. Frekuensi nadi meningkat
6. Sulit tidur
B. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman (0074) barhubungan dengan gejala penyakit
b) Nyeri akut (0077) berhubungan dengan agens cedera fisik, biologis,
kimiawi
c) Nyeri kronis (0078) berhubungan dengan gangguan iskemik.
C. Intervensi Keperawatan
1. Manajemen Nyeri
a. Tindakan
1. Observasi :
- Identifikasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesita nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
- Berikan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, terapi pijat, aromaterapi,
tehnik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab,periode dan pemicu
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Time pokja SIKI DPP PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesi.
Jakarta

Time Pokja SIKI DPP PPNI 2018. Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai