Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI


AKIBAT PATOLOGI SISTEM SISTEM PENCERNAAN/KETIDAK SEIMBANGAN NUTRISI
(DEFISIT NUTRISI)

DOSEN PEMBIMBING :

GUSTOP AMATIRIA, S.Kp., M.Kes

DISUSUN OLEH:

RIRIS NOVRIYANI

1814401068

TINGKAT II/REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1
PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI


AKIBAT PATOLOGI SISTEM PENCERNAAN/KETIDAK SEIMBANGAN NUTRISI

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaaan dimana individu yang mengalami
kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic (Wilkinson & Lennox).
A.2. PENYEBAB
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4. Peningkatan kebutuhan mekanisme
5. Faktor ekonomis (mis.finasial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis.stress,keengganan untuk makan)
A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR
Subjektif : -
Objektif : Berat badan menurun minimal 10%di bawah rentang ideal
A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR
Subjektif : Cepat kenyang setelah makan
Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan menurun
Objektif : Bising usus hiperaktif
Otot mengunyah lemah
Otot menelan lemah
Membran mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok berlebihan
Diare

A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait, boleh
ditambahkan barisnya)
1. STROKE
Terjadinya deficit nutrisi pada stroke non hemoragik diawali sel neuron
mengalami nekrosis atau kematian jaringan, sehingga mengalami gangguan
fungsi.Gangguan fungsi yang terjadi tergantung dari besarnya lesi dan lokasi lesi.
Gangguan fungsi tersebut salah satunya yaitu gangguan fungsi saraf glosofaringeus.
Saraf Glosofaringeus berfungsi mengatur motoric reflek gangguan faringeal atau
menelan. Gangguan menelan dapat terjadi pada pasien stroke non hemoragik, yang
diakibatkan oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran atau diaschisis dan biasanya
bersifat reversible. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus.
Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang berperan dalam
proses menelan. Lesi di pusat menelan (batang otak), kelainan saraf otak N.V, VII, IX,
X, XII,kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat
menyebabkan disfagia. Munculnya disfagia atau ketidakmampuan menelan makan
mengakibatkan penderita stroke non hemoragik mengalami deficit nutrisi, sehingga
proses pembentukan thrombus dan embolisasi menjadi terganggu yang berakibat pada
keterlambatan proses penyembuhan. Deficit nutrisi pada stroke non hemoragik
menimbulkan dampak berat badan kurang, gangguan pola tidur, keletihan, dan
konstipasi. Hipoksia serebral dan luasnya cedera pada stroke non hemoragik adalah
faktor utama pencetus terhambatnya suplai oksigen dan nutrisi ke otak.
2. PARKINSON
Gejala parkinson derajat yang lebih ringan atau yang lebih berat, menyertai
beberapa keadaan lain yang secara structural merusak jalur negro striatalnatau dan
mengganggu kerja dopamine dalam ganglia basalis. Parkinsonisme pasca ensefalik
adalah gejala sisa ensefalitis (penyakit von economo), penelitian mengindikasikan bahwa
virus influenza A yang bertanggungjawab terhadap penyakit parkinsonisme akibat obat
dapat merupakan efek samping obat-obatan psikotik tertentu seperti fenotiazin dan
butirofenon (penyekat reseptor dopamine pasca asinaptik). Penyekat reseptor dopamine
jenis lainnya itu meto klopramid (berguna untuk gangguan gastroentestinal) dapat juga
menyebabkan parkinsonisme. Reserpin (suatu obat anti hipertensi) mengurangi
dopamine prasinaptik yang kadang-kadang membangkitkan parkinsonisme.
Parkinsonisme akibat obat biasanya reversible bila obat-obat tersebut dihentikan,
walaupun beberapa pasien tetap merasakan gejala untuk beberapa minggu atau tahun.
Penggunaan obat terlarang seperti 1-metil-4fenil-1,2,3,6-tetrahidropin (MPTP),
menyebabkan parkinsonisme dengan merusak neuron dopaminergic substansi nigra
secara selektif. Parkinsonisme juga berkaitan keracunan logam berat (timah, mangan,
merkuri) dan karbon monoksida.

Salah satu neurotransmiter mayor di daerah otak ini dan bagian-bagian lain pada
system persarafan pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam
menghambat gerakan pada pusat control gerakan. Walaupun dopamine normalnya ada
dalam konsentrasi tinggi di bagian-bagian otak tertentu, pada penyakit parkinson
dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum. Penipisan kadar
dopamine dalam basal ganglia berhubungan dengan adanya bradikinesia, kekakuan dan
tremor. Aliran darah serebral regional menurun pada klien dengan penyakit Parkinson,
dan ada kejadian demensia yang tinggi. Data patologik dan biokimia menunjukkan
bahwa klien demensia dengan penyakit Parkinson mengalami penyakit penyerta
Alzheimer.
Perubahan patologis mayor pada penyakit parkinson adalah hilangnya neuron
berisi dopamine dalam substansi nigra dan nucleus berpigmen lainnya. Banyak sisa
neuron lain yang berisi badan lewy (termasuk sitoplasmik eosinofilik). Hilangnya neuron
berisi dopamine dalam substansi nigra menyebabkan sangat menurunnya dopamine
dalam saraf terminal traktusnogrostriatal. Penurunan dopamine dalam korpus striatum
mengacaukan keseimbangan normal antara neurotransmitter dopamine (penghambat)
dan asetilkolin (pembangkit) dan mendasari sebagian besar penyakit parkinson.
3. CEREBRAL PLASY
Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya
fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi kontraksi otak yang
terus menerus dimana disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada
lengkung reflex. Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat
menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara.
Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan.
Gangguan proses sensorik primer terjadi di sereblum yang mengakibatkan terjadinya
ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada
proses sensorik
4. LUKA BAKAR
Permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat, sebagai akibatnya air,
elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah masuk ke dalam jarigan
interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak mengalami luka.
Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka
dan dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2
pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta
beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasm dan laju
filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon
antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan
pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta
beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma dan
laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon
antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan
pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
5. KANKER
Kanker dapat menyebabkan efek merugikan yang berat bagi status gizi. Tidak
hanya sel kanker yang mengambil zat gizi dari tubuh pasien, tapi pengobatan dan akibat
fisiologis dari kanker dapat mengganggu dalam mempertahankan kecukupan gizi.
Beberapa efek potensial dari kanker terhadap gizi (Mary Courtney Moore, 1997: 151)
meliputi: Kehilangan berat badan akibat: Berkurangnya makanan yang masuk, mungkin
diinduksi oleh perubahan kadar neotransmiter (serotin) pada susunan saraf pusat;
peningkatan kadar asam laktat yang diproduksi oleh metabolisme anaerob, metode
metabolisme yang disenangi oleh tumor; stres psikologis, disguesia (perubahan dalam
pengecapan); dan tidak suka terhadap makanan tertentu. Sekitar 70% dari individu
dengan kanker mengalami keengganan atau tidak suka pada makanan tertentu, rupanya
karena perubahan ambang pengecapan terhadap beberapa komponen bau dan rasa.
Meningkatnya kecepatan metabolisme basal.
Meningkatnya glukoneogenesis (produksi glukosa dengan pecahan glikogen,
lemak, dan protein tubuh) yang disebabkan oleh ketergantungan tumor pada metabolism
anaerob. Penurunan sintesis protein tubuh “Kakeksia kanker” adalah bentuk malnutrisi
berat yang ditandai dengan anoreksia, cepat kenyang, penurunan berat badan, anemia,
lemah, kehilangan otot. Walaupun dukungan gizi yang adekuat dapat membantu
mencegah kehilangan otot dan berat badan, hanya terapi kanker yang sukses yang dapat
memperbaiki/mengembalikan sindrom kakeksia kanker ini.
6. AIDS
Perjalanan klinis ODHA dari tahap terinfesi HIV sampai tahap AIDS, sejalan
dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas sekunder dan
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti
dengan adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta
penyakit keganasan(Nursalam & Kurniati, 2009). Semua orang yang terinfesi HIV
sebagian besar berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS
sesudah sepuluh tahun dan hampir 100% ODHA menunjukkan gejala AIDS
setelah 13 tahun(Rendi & Margareth, ).
Pasien HIV/AIDS pada umumnya mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini
bisa disebabkan karena pengaruh obat ARV dan kesulitan menelan akibat infeksi jamur
kandida pada mulut. Penderita HIV/AIDS juga menderita diare yang menyebabkan
dehidrasi, absorbs makanan yang buruk sehingga terjadi penurunan berat badan secara
signifikan. Saat diare juga terjadi hilangnya zat gizi dalam tubuh seperti vitamin dan
mineral sehingga harus diberikan asupan zat gizi yang tepat. Terjadinya demam yang
lama sehingga menyebabkan kehilangan kalori dan cairan (Nursalam & Kurniati,)
7. AMVATROPIC LATERAL SCLEROSIS
patologis ALS adalah degenerasi dan hilangnya neuron motorik dengan gliosis
astrositik dan adanya inklusi intraneuronal dalam degenerasi neuron dan glia.Patologi
UMN pada ALS ditandai dengan depopulasi sel Betz di korteks motorik (area
Brodmann 4), gliosis astrositik yang mempengaruhi substansia grisea dan subtansia alba
sub korteks disertai hilangnya akson pada descending pyramidal motor pathway akibat
gliosis dan rusaknya myelin traktus kortikospinali (Wijesekera dan Nigel, 2009). Jumlah
sel dapat berkurang hingga 50% pada otopsi pada pasien ALS.
8. CROHN’S
Infeksi Pathogen Persisten

Dua mikroba utama yang diduga berkaitan dengan perkembangan Crohn’s disease
adalah Mycobacterium avium dan enteroadherent E.coli. Infeksi pathogen yang
persisten dapat menyebabkan kerusakan jaringan, infiltrasi makrofag dan sel imun lain
pada mukosa intestinal, inflamasi transmural, dan penyempitan lumen.

Disbiosis

Perubahan keseimbangan antara flora normal dan pathogen gastrointestinal dapat


memicu lingkungan intralumen proinflamasi sehingga mendorong peradangan kronis
pada host yang rentan. Perubahan keseimbangan ini dapat dipengaruhi oleh komponen
diet, misalnya inulin dan fruktosa yang mampu memperbanyak pertumbuhan
Bifidobacterium dan Lactobacillus, atau zat besi yang diduga mampu menstimulasi
pertumbuhan bakteri intraseluler dan meningkatkan virulensi.

Defek Fungsi Barier Mukosa

Kerusakan pada integritas barier mukosa dapat meningkatkan penyerapan antigen


luminal sehingga membuat kewalahan sistem imun mukosa. Beberapa gen yang diduga
berhubungan dengan Crohn’s disease memiliki pengaruh terhadap fungsi epitel,
misalnya gen CARD 15 dan OCTN1-2.

Defek Klirens Mikroba

Gen CARD 15 diekspresikan pada sel Paneth intestinal dan menstimulasi defensin dan
kriptidin yang diduga memediasi eradikasi bakteri intrasel di saluran pencernaan. Defek
pada gen ini akan menyebabkan gangguan klirens mikroba, dan ditemukan berhubungan
dengan kejadian Crohn’s disease.
9. MOBIUS SYNDROME
Moebius syndrome adalah gangguan sejak seseorang dilahirkan. Pada saat
dilahirkan,orang tersebut rupanya mengalami  kerusakan pada saraf kranial VI dan VII-
nya1. Saraf kranial sendiri merupakan saraf pengatur sensasi pergerakan otot kepala
sampai berbagai respon parasimpatetik ke organ. Seseorang yang dilahirkan dengan
kerusakan saraf kranial tersebut akan mengalami ‘kekakuan’ ekspresi wajah. Sebab,
otot-otot di wajahnya tidak dapat berfungsi semestinya. Otot-otot tersebut sangat lemah
sehingga untuk sekadar menggerakkan bibir dan berkedip pun sangat sulit, bahkan tidak
bisa. Orang yang mengalami moebius syndrome memiliki bentuk mulut yang kecil.
Biasanya, ia pun mengalami kesukaran untuk melakukan  aktivitas-aktivitas oralnya
seperti berbicara, makan, dan minum. Selain itu, penderita pun memiliki gangguan pada
matanya. Gangguan tersebut lebih mengarah pada aktivitas mata yang hampir selalu
terbuka. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, otot-otot di sekitar mata penderita
moebius syndrome lemah fungsinya.
10. CLEFT LIP DAN CLEFT PALATE

Pada Morfogenesis wajah, sel neural crest bermigrasi ke daerah wajah dimana mereka
akan membentuk jaringan tulang, jaringan ikat, se rta seluruh jaringan pada gigi kecuali
enamel. Bibir atas merupakan turunan dari prosesus medial nasal dan maxillary. Kegagalan
penggabungan prosesus medial nasal dan maksila pada minggu kelima kehamilan, baik pada
satu atau kedua sisinya, Berakibat cleft lip. Cleft lip biasanya terjadi pada pertemuan antara
bagian sentraldan lateral dari bibir atas. Cleftdapat memengaruhi bibir atas saja atau bisa juga
melebar Lebih jauh ke maksila dan palatum primer. Jika terjadi kegagalan pengabungan palatal
shelves juga, terjadi cleft lip dengan cleft palatum, yang membentuk kelainan Cleft Lip and
Palate. Normalnya, perkembangan palatum sekunder dimulai dari prosesus palatal kanan dan
kiri. Fusi palatal shelve dimulai pada Minggu ke 8 kehamilan dan Berlanjut sampai m inggu ke
-12 kehamilan. Cleft palate terjadi Karena kegagalan fusi total atau sebagian dari palatal
shelve. Hal Ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu ada kelainan pada gen yang mengatur
diferensiasi sel, pertumbuhan, apoptosis, adhesi antar sel, dan pensinyalan sel, serta adanya
gangguan pada fungsi sel yang disebabkan lingkungan yang teratogenik, atau gabungan
keduanya. Faktor Lingukungan dan genetic saling memengaruhi dan berperan penting dalam
pathogenesis dari Cleft Lip And Palate (CLP) Ibu Yang merokok selama kehamilan berisiko
melahirkan anak yang mengalami CLP Karena bisa terjadi mutasi gen TGF α. Merokok Saat
kehamilan juga memengaruhi pertumbuhan embrionik dengan menghasilkan hipoksia jaringan
yang mengganggu pertumbuhan jaringan, kh ususnya pertumbuhan palatum. Selain Itu juga,
serum folat juga dapat menurun pada ibu hamil tersebut yang dapat terbentuknya celah atau
cleft yang sering diasosiasikan dengan defisiensi folat. Konsumsi Alcohol pada kehamilan sering
dikaitkan dengan pola abnormalitas pada keturunannya yang disebut Fetal Alcohol Syndrome
(FAS). Hal Ini dikarenakan konsumsi alcohol oleh ibu hamil dapat memberikan efek teratogenik
seperti retardasi mental, gangguan kardiovaskuler, dan terkadang juga terjadi lefting atau ter
bentuknya celah pada ronggal mulut bayinya. BeberapaObat dapat menginduksi terjadinya
CLP. Obat Obatan kemoterapi seperti aminopterin, methotrexate, cyclophospamide,
procarbazine, dan turunan asam hydroxamic mengganggu sintesis DNA Yang menghasilkan mal
formasi pada fetus. Penggunaan Obat Obatan anti kejang, contohnya phenytoin, dapat
menghambat pertumbuhan embrio secara keseluruhan, termasuk facial prominences, yang
ditandai dengan menurunnya laju proliferasi sel mesenkimal pada facial prominences sekita
r50%

11. FIBROSIS KISTIK


Patofisiologi cystic fibrosis (fibrosis kistik) disebabkan oleh mutasi pada gen
penghasil protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR). Protein
CFTR berfungsi mengatur pergerakan ion klorida dan natrium melintasi membran sel
epitel. Ketika mutasi terjadi pada salinan gen, transpor ion rusak dan menghasilkan
penumpukan lendir kental di seluruh tubuh, menyebabkan insufisiensi pernapasan
disertai banyak penghalang dan kelainan sistemik lainnya. Kombinasi dari penurunan
clearance mukosiliar dan transportasi ion yang berubah tersebut memungkinkan terjadi
kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan, umumnya bakteri Pseudomonas, Haemophilus
influenza, dan Staphylococcus aureus. Patogen ini menyebabkan respon peradangan yang luar
biasa. Pada akhirnya, infeksi kronis dan respons inflamasi berulang ini dapat menyebabkan
kerusakan saluran napas. Kehadiran protein CFTR yang sama di saluran pankreas dan kelenjar
keringat di kulit juga menyebabkan gejala pada sistem ini
12. ENTEROKOLITIS
Berbagai penelitian menunjukan patogenesis necrotizing enterocolitis (NEC) 
bersifat multifaktorial. Hasil pemeriksaan histologi pada usus yang direseksi terlihat usus
pada NEC mengalami inflamasi dan kerusakan mukosa yang kemudian berkembang
menjadi nekrosis transmural atau gangrene. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
perforasi usus dan peritonitis. Inflamasi dan nekrosis dapat terjadi pada semua bagian
usus, tetapi yang paling sering adalah bagian distal ileum dan proksimal kolon. [1-4]
NEC lebih sering dialami bayi prematur, terutama usia gestasi <35 minggu. Dinding
usus pada bayi prematur memiliki barrier yang belum matang dengan junction sel epitel
meningkat, lapisan mukus yang mucin,  faktor trefoil berkurang, dan jumlah sel Paneth
menurun. Perkembangan usus bayi yang belum sempurna, diikuti faktor risiko yang
terjadi saat atau setelah kelahiran, mengakibatkan akuisisi mikrobioma usus bayi. [1-4]
Mikrobioma usus ikut berperan meregulasi perkembangan dan fungsi enteric nervous
system (ENS). Mikrobioma pada perkembangan usus awal pasca kelahiran
mempengaruhi kepadatan serat saraf myenteric, jumlah neuron nitrergik, dan motilitas
usus. Sistem imun dan mikrobioma usus bayi yang belum berkembang menyebabkan
adaptasi usus bayi tidak sempurna saat pemberian asupan enteral, sehingga terjadi NEC.
13. INFEKS
Inflammatory bowel disease atau radang usus adalah peradangan pada saluran
pencernaan yang ditandai dengan adanya iritasi hingga luka. Radang usus dapat
menimbulkan gejala berupa diare, nyeri perut, dan berat badan turun.   Radang usus
dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering ditemukan pada usia 15-30 tahun.
Penyebab pasti radang usus belum diketahui, namun diduga terkait dengan gangguan
sistem kekebalan tubuh. Radang usus atau penyakit inflamasi usus terdiri dari 2 jenis
penyakit, yaitu kolitis ulseratif dan Crohn’s disease. Kolitis ulseratif adalah peradangan
kronis pada lapisan terdalam usus besar atau kolon, sedangkan Crohn’s disease
merupakan peradangan yang bisa terjadi di seluruh sistem pencernaan, mulai dari mulut
hingga ke dubur.

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS ( penatalaksanaan kondisi klinis terkait)


1. Survei Konsumsi Makanan
- Pengukuran faktor ekologi
- Statistic vital
- Periksa Antropometric measurement (A)
- Pemeriksaan Biochemical Data (B)
- Diet Seimbang
2.  Program Fisioterapi
- Memberikan edukasi, penunjang (suportif), latihan fisik, dan nutrisi. Pemberian
medikamentosa mulai diberikan saat pasien merasa terganggu dengan gejala yang ada.
- Memberikan makanan porsi sedikit namum sering
3. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.
- Terapi okupasi
- Hindari trapi yang tidak menyenangkan
- Menstimulasi nafsu makan
4. Tindakan yang diberikan antara lain adalah terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien
dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topical.
5. Menurunkan masukan makanan berlemak tiap hari baik lemak jenuh maupun lemak tak
jenuh sampai 30% dari total kalori,

- Meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran,

- Menurunkan atau menghilangkan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

6. Terapi AZT (Azidotimidin)

Terapi Antiviral Baru

Diet

7 . Diet, strategi menelan, kemungkinan dipasang selang makanan langsung ke lambung


(gastrostomy tube placement), dan suplementasi berupa vitamin dan mineral (Braun dkk,)

B. RENCANA KEPERAWATAN (lihat SLKI dan SIKI)

Diagnosa Keperawatan : DEFISIT NUTRISI

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam secara komprehensif
diharapkan status gizi pasien dalam rentang normal

Kriteria Hasil : Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat,Nafsu makan meningkat bebas dari
tanda malnutrisi.
Intervensi :

1. Indentifikasi / tentukan status nutrisi


Rasional : Untuk mengetahui kekurangan nutris
2. Identifikasi adanya alergi dan intoleransi makanan yang dimiliki klien
Rasional : Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan atau obat-
obatan pada klien.
3. Identifikasi makanan yang disukai
Rasional : Untuk meningkatkan selera makan
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein-protein
khususnya apabila bb kurang dari normal.
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Rasional : Untuk mempertahankan kebutuhan nutris
6. Monitor berat badan
Rasional : Untuk menjaga keseimbangan nutrisi
7. Lakukan/Bantu klien dalam pral hygiene sebelum makan(jika perlu)
Rasional : Menyarankan kebiasaan untuk menjaga kebersihan mulut sebelum
dan sesudah makan.
8. Monitor asupan makanan
Rasional : Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam riwayat makanan
dengan tepat .
9. Anjurkan posisi duduk (jika mampu)
Rasional : Memberi kenyamanan
10. Ajarkan diet yang di programkan
Rasional : Membantu menyeimbangkan nutrisi
11. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
Rasional : Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

1. Ackley,B.J.,Ladwing.G.B.,& Makic,M.B.F.(2017).Nursing Diagnosis Handbook,An


Evidence-bassed guide to planning care.11th Ed.St.louis:Elseviere.
2. Berman,A.Anyder,S.& Fredsen,G.(2016).Kozier& Erb’s fundamentals of nursing
(10th .ed).USA Pearson Education
3. Alimul (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Salemba Medika.
Andra. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nusa Medika.
Auryn. (2009). Mengenal dan Memahami Strok. Jakarata : EGC
4. Achmad Djaeni Sediaoetama,2000.
Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I Jakarta: Dian Rakyat. Andry Hartono,
Nutr. D.A, Dr. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit Diagnosis, Konseling, &
Preskripsi.Jakarta: EGC.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan.Jakarta: EGC.
5. Dapertemen kesehatan RI. 2007 . Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada
orang dewasa dan Remaja Edisi Kedua, Jakarta
Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di Sumatra
Barat Sampai dengan 2016.
6. Andersen, P.M. et al. 2005. Task force on management of amyotrophic lateral
sclerosis: guidelines for diagno sing and clinical care of patients and relatives. An
evidencebased review with good practice points. Eur J Neurol; 12(12):921–38
7. Longmore M, Wilkinson IB, Turmezei T, Cheung CK. Oxford Handbook of Clinical
Medicine. 7th ed. New York: Oxford United Press Inc; 2007: p.264-267.
Hanauer SB, Sandborn W. Management of Crohn’s disease in Adults. Am J
Gastroenterol 2001; 96:635-643.

Anda mungkin juga menyukai