Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANOREKSIA GERIATRI


DI RUANG FLAMBOYAN RSUD BANYUMAS

Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Ivo Fridina
16/406334/KU/19340

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
I. KONSEP ANOREKSIA GERIATRI
A. Pengertian Anoreksi Geriatri
Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak tertarik
untuk menelan makanan. Pada istilah klinik, anoreksia adalah hilangnya
rasa lapar yang diakibatkan proses patologis. Anoreksia biasanya berkaitan
dengan banyak proses penyakit yang secara langsung menghambat atau menekan
aktivitas pusat lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang (Donini, et al., 2013).
Anoreksia geriatri didefinisikan sebagai kehilangan nafsu makan dan/atau asupan
makanan berkurang yang terjadi pada sejumlah besar lansia (Martone, et al., 2013).
B. Klasifikasi Anoreksia Geriatri
Anoreksia geriatri dapat dikelompokkan menjadi anoreksi fisiologis dan
patologis (Donini, et al., 2013).
1. Anoreksia Fisiologis
Anoreksia Fisiologis berkaitan dengan perubahan usia yang
mempengaruhi sistem gastrointestinal (gangguan kemampuan mengunyah,
penurunan fungsi kelenjar ludah, gangguan motilitas esofagus, penurunan
sekresi lambung, penurunan absorbsi di dinding usus), penurunan relaksasi
adaptif fundus gaster dan peningkatan efektivitas cholecystokinin
(CCK), penurunan penghantaran di pusat makan (mendasari sinyal sistem
opioid dan sinyal neuropeptida Y) dan penurunan indera pengecap dan
penciuman (karena hilangnya sensitivitas, penurunan jumlah papila gustative,
serta higienitas mulut yang buruk).
2. Anoreksia Patologis.
Anoreksia patologis merupakan konsekuensi dari penyakit yang bersifat
kronis dan kambuhan seperti kanker (sitokin yang berasal dari jaringan tumor
dapat bertindak sebagai agen anorexing penting), penyakit paru obstruktif kronis
(respirasi sulit selama konsumsi makan), iskemik pada jaringan serebral
(kesulitan menelan), angina perut (nyeri hebat pada perut setelah makan),
sembelit kronis (menyebabkan perasaan kenyang), demensia (ketidakpedulian
terhadap makanan) dan depresi (anoreksia mungkin terkait dengan
meningkatnya hypothalamus corticotropin releasing factor).
C. Tanda dan Gejala Anoreksia Geriatri
Tanda dan gejala anoreksia geriatri terlepas dari gejala umum berupa penurunan
berat badan yang ekstrim tanpa penyebab yang jelas (Lenton, 2015). Gejala lain
yang mungkin terlihat adalah nyeri epigastrium yang disebabkan oleh kembung atau
akibat dari kebiasaan makan yang tidak teratur, penipisan tulang (osteopenia atau
osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan,
perkembangan rambut halus dikeseluruhan tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan,
kelemahan dan kehilangan otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, pusing dan
terkadang disertai dengan episode pingsan, pernafasan yang melemah, penurunan
suhu tubuh internal; menyebabkan orang tersebut sering merasa dingin, dan
kelesuan. Kebanyakan pasien dengan anoreksia nervosa juga akan mempunyai
masalah psikiatri dan macam-macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas,
perilaku terasuk (obsessive), penyalahgunaan zat, dan perkembangan fisik yang
terhambat (Anonim, 2014).
D. Penyebab Anoreksia Geriatri
Faktor penyebab anoreksia geriatri (Anonym, 2014;Donini, et al., 2003), antara
lain:
1. Faktor Biologis.
Diperkirakan bahwa lebih dari 75% dari lansia yang berusia 89 dan lebih
tua telah secara signifikan mengalami gangguan indera gustatory, indera
penciuman dan indera perasa. Selain itu, produksi air liur biasanya menurun
pada lansia yang menyebabkan mulut kering, sekresi kental, dan kebersihan
mulut dan gigi yang buruk pada akhirnya menyebabkan asupan makanan
berkurang. Karies, gigi palsu dengan posisi yang kurang pas, dan gigi absen
dapat mengganggu lansia mengunyah. Disfagia dan gangguan menelan lainnya
juga dapat terjadi. Berbagai masalah saluran pencernaan lainnya juga terjadi
pada 50% sampai 75% dari lansia, menyebabkan berkurangnya pilihan makanan
dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang dapat dimakan lansia,
gangguan pencernaan, refluks, dan pada akhirnya mempengaruhi rendahnya
asupan makanan dan cairan.
2. Faktor Psikologis
Depresi dan stress adalah masalah psikologis yang umum pada orang tua
dan penyebab signifikan dari kehilangan nafsu makan. Selain itu adanya
anggapan bahwa lansia memiliki aktivitas fisik yang kurang sehingga tidak
perlu mendapat asupan makanan yang adekuat merupakan anggapan yang salah
yang menyebabkan nafsu makan lansia berkurang.
3. Faktor Sosial
Kesepian dan isolasi sosial merupakan faktor sosial dominanyang
berkontribusi terhadap penurunan asupan makanan pada lansia. Faktor
ekonomi dan faktor lingkungan (akses makanan, tingkat otonomi,tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, dukungan keluarga) juga dapat berpengaruh
terhadap ketersedian jumlah makanan yang dapat diperoleh lansia.
4. Faktor fisik/kondisi kesehatan.
Kondisi medis umum pada lansia, seperti penyakit pencernaan, fungsi organ
penyerapan makanan yang menurun, infeksi akut dan kronis, dan
hipermetabolisme sering dapat menyebabkan anoreksia, defisiensi mikronutrien,
dan kurang energi protein. Selain itu, kebanyakan dari lansia merupakan
pengguna utama dari obat resep, sejumlah obat tertentu dapat menyebabkan
malabsorbsi nutrisi, gejala gastrointestinal, dan kehilangan nafsu makan.
E. Patofisiologi Anoreksi Geriatri

Gambar 1. Regulasi Nafsu Makan . MCH = melanin concentrating hormone; NPY =


neuropeptide Y; CRF = corticotropin-releasing factor; AGRP = agoute-related peptide;
CART = cocaine-amphetamine-regulated transcript; CCK = cholecystokinin; GLP-1 =
glucagon-like peptide-1; GRP = gastric-related peptide; PYY = peptide YY; TNF = tumor
necrosis factor; IL = interleukin; NO = nitric oxide.
Perkembangan anoreksia fisiologis akibat penuaan tampaknya didominasi
karena sinyal lambung yang memiliki kejenuhan awal terhadap rasa kenyang.
Dengan penuaan terdapat penurunan kemampuan fundus untuk mengakomodasi
volume makanan yang besar. Hal ini tampaknya disebabkan oleh kegagalan
makanan di fundus untuk merangsang pelepasan senyawa oksida nitrat, yang
mengakibatkan kegagalan relaksasi otot polos lambung. Hal ini menyebabkan
pengisian antral menjadi lebih cepat, sehingga timbullah sinyal kenyang yang
dihasilkan dengan meningkatnya diameter antral. Selain itu, cholecystokinin yang
merupakan senyawa peptida gastrointestinal yang berfungsi menurunkan rasa lapar
beredar di tingkat yang lebih tinggi pada lansia dibandingkan dengan orang-orang
muda dan merupakan agen anorektik yang lebih kuat pada lansia (Morley, 2003).
F. Komplikasi Anoreksia Geriatri
Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang melibatkan aksis
hipotalamus-pituitari-gonad juga timbul, seperti lelah dan intoleransi terhadap
kedinginan. Selain itu, resiko untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan
pasien dengan anoreksia karena ukuran tulang yang berkurang dan densitas mineral
tulang. Kadar serum leptin pada penderita anoreksia nervosa yang tidak dirawat
adalah rendah. Pada penderita anoreksia nervosa juga dijumpai peningkatan kadar
kortisol dan kegagalan deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-
stimulating hormone (TSH) adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan triiodotironin
adalah rendah. Growth hormone meningkat, tetapi insulin-like growth factor 1 (IGF-
1) yang diproduksi oleh hati, menurun. Pada pasien dengan tipe anoreksia tertentu,
sering dilihat kadar serotonin total, yang menyokong hipotesis bahwa kadar
serotonin otak yang tinggi dapat menyebabkan perbuatan kompulsif. Komplikasi
lain yang dapat muncul akibat anoreksia di antaranya adalah gangguan
kardiovaskular (bradikardi, tachikardi, aritmia, hipotensi, gagal jantung), gangguan
gastrointestinal (esofagitis, ulcus peptikum, hepatomegali), gangguan ginjal
(ketidakseimbangan cairan elektrolit, abnormalitas urea serum) (Berry & Marcus,
2000).
G. Pemeriksaan Diagnostik Anoreksia Geriatri
Pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi adanya anoreksia geriatri (Donini, et
al., 2013), antara lain:
1. Status Gizi
Status gizi dinilai dengan mempertimbangkan parameter berikut:
a. Mini Nutritional Assessment score.
b. Parameter antropometrik: indeks massa tubuh (BMI: berat dalam kilogram
dibagi dengan tinggi dalam meter kuadrat), ketebalan trisep, lingkar lengan
, lingkar otot lengan.
c. Parameter laboratorium: prealbumin, albumin, transferin, C- reactive
protein (CRP), dan kolesterol total.
d. Diet: Asupan harian dan frekuensi konsumsi makanan dibandingkan dengan
asupan harian yang direkomendasikan (Recomended daily Allowance).
Berbagai diet diukur dengan mempertimbangkan kelompok makanan (susu
dan produk susu, daging, ikan, dan telur; sereal dan turunannya; buah dan
sayuran).
2. Status Kesehatan: status klinis, komorbiditas dan tingkat keparahan dinilai
menggunakan Cumulative Illness Rating Scale (CIRS).Skala ini
mengklasifikasikan komorbiditas dengan mengevaluasi 13 sistem organpada
manusia. Nilai yang diberikan untuk setiap kondisi dari rentang 0-4 dimana nilai
0 apabila keadaan sesuai dengan sistem organ yang sehat dan 4 diberikan
apabila ditemui kondisi yang parah atau mengancam hidup. Indeks komorbiditas
adalah nilai rata-rata dari skor keparahan dari 13 sistem organ. Gejala
gastrointestinal berpotensi mempengaruhi asupan makanan yang terdaftar
sebagai berikut: konstipasi (frekuensi mingguan buang air besar), diare
(ya/tidak) dan keluhan nyeri epigastrium (ya / tidak). Pengobatan yang
digunakan pasien juga diperiksa dampaknya terhadap anoreksia dan malnutrisi
yang dialami lansia.
3. Depresi dievaluasi menggunakan skala subjektif berupa Geriatric Depression
Scale dan skala obyektif berupa Skala Cornell untuk Depresi.
4. Gangguan fungsional dan kognitif dinilai menggunakan tes Activity Daily
Living (ADL) [30], Instrumental Activities of Daily Living (IADL), dan Mini
Mental State Examination (MMSE).
5. Rasa, fungsi menelan dan mengunyah
a. Menghitung jumlah gigi alami.
b. Rasa: pasien ditanya apakah mereka memiliki persepsi yang berbeda dari
rasa makanan jika dibandingkan dengan rasa biasa.
c. Fungsi menelan ditentukan melalui water-swallowing test. Tes ini
dilakukan dengan pasien duduk di kursi. Pasien diminta untuk membuka
mulut, dan pasien diberikan 5 ml air di lidah menggunakan jarum suntik
disposable ukuran 20 mL. Pasien diminta untuk tetap menahan air di dalam
mulut dan kemudian baru dianjurkan untuk menutup mulut mereka dan
menelan air setelah diberikan instruksi. Selanjutnya saturasi oksigen perifer
(SpO2) diukur dengan menggunakan pulse oksimetri sebelum dan dua
menit setelah pasien menelan
d. Fungsi pengunyahan: pasien diminta untuk mengunyah permen karet dan
dievaluasi perubahan warna yang terjadi. Skala warna dikembangkan,
sesuai dengan nilai numerik mulai dari 1 sampai 8 untuk mengevaluasi
tingkat pencampuran warna. Hal ini sama dengan metode yang diusulkan
oleh Hayakawa et al.
6. Hormon dan sitokin terlibat dalam mengendalikan rasa lapar: level ghrelin,
leptin dan interleukin- (IL-6) diukur. Pengukuran kuantitatif kadar leptin serum
dilakukan dengan menggunakan leptin ELISA kit konsentrasi plasma ghrelin
dinilai dengan ghrelin ELISA kit.
H. Penatalaksanaan Anoreksia Geriatri
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Untuk pasien yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala anoreksia, dokter
dapat mempertimbangkan meninjau ulang resep mereka, pemberian resep obat-
obatan yang meningkatkan nafsu makan atau untuk mengatasi depresi dapat
diberikan. Pengobatan harus dimulai sesegera setelah gangguan makan
diidentifikasi, terutama jika terdapat kehilangan 5% sampai 10 % dari berat
badan dalam satu sebelumnya untuk 12 bulan mungkin menunjukkan masalah
serius pada pasien lansia (Dudrick, 2013).
Penatalaksanaan farmakologi untuk menangani Anoreksia Geriatri (Morley,
2003), antara lain:
a. Agen Orexigenic
Terdapat peningkatan penggunaan agen orexigenic dalam pengobatan
anoreksia dan penurunan berat badan pada lansia. Megestrol asetat dapat
meningkatkan berat badan pada lansia dengan cara mengurangi produksi
sitokin. Namun, efek samping dari obat ini dikaitkan dengan penurunan
kadar testosteron yang mengakibatkan penurunan massa massa lemak
tubuh.
b. Dronabinol
Dronabinol merupakan turunan ganja yang tersedia dan telah terbukti
meningkatkan nafsu makan dan suasana hati pada pasien dengan stadium
akhir demensia, kanker, dan AIDS. Agen ini juga dapat menghambat
muntah dan mengurangi rasa sakit, sehingga agen yang sangat baik untuk
digunakan dalam perawatan paliatif. Obat ini menghasilkan efek melalui
endogen reseptor CB1 cannabinol.
c. Agen antiserotonergic.
Salah satu jenis dari agen antiserotonergic adalah thalidomide.
Thalidomide bekerja dengan menghambat pelepasan sitokin dan mungkin
terbukti menjadi agen yang sangat baik untuk pengobatan cachexia
syndrom.
Sebuah pendekatan farmakologi untuk menangani anoreksia pada
lansia secara lebih jelas pada Gambar 2.

Gambar 2. Pendekatan Farmakologi untuk Pengobatan Anoreksia dan Penurunan


Berat Badan pada Lansia. NPY = neuropeptide Y; CRF = corticotropin-releasing
factor; NSAIDS = nonsteroidal anti-inflammatory drugs; CCK = cholecystokinin;
PYY = peptide YY.
2. Penatalaksanaan Non-farmakologi
Penatalaksanaan non-farmakologi untuk menangani Anoreksia Geriatri
(Dudrick, 2013), meliputi:
a. Mengelola Kondisi Psikologis
Solusi untuk mengobati lansia dengan gangguan makan sama halnya
seperti menangani orang muda muda dengan anoreksia nervosa. Fokus
pengobatan anoreksia harus berputar di sekitar psikoterapi. Intervensi yang
dilakukan untuk mengatasi atau menavigasi masalah psikologis mereka
telah terbukti lebih efektif daripada hanya fokus dengan permasalahan
penurunan berat badan atau hanya pemilihan makanan. Pemberian
konseling atau terapi suportif dapat membantu lansia mengatasi kehilangan
yang dirasakan, kemarahan, kurangnya motivasi hidup, konflik keluarga,
dan harga diri yang rendah.
Tenaga kesehatan juga perlu memberikan pemahaman kepada keluarga
dan teman-teman pasien untuk mendukung dan memahami bahwa
anoreksia pada lansia bukan hanya manifestasi dari sikap keras kepala
seseorang dan penolakan untuk makan tetapi merupakan gangguan mental
serius yang dapat berpotensi mengancam nyawa. Tindakan yang dilakukan
untuk memaksa lansia makan justru dapat memperburuk kondisi anoreksia.
b. Manejemen Nutrisi
Makanan atau suplemen gizi mungkin diperlukan untuk memperbaiki
kekurangan gizi dan sebaiknya diberikan dalam bentuk cair dan diberikan
di antara waktu makan. Pada pasien dengan gizi buruk, makanan parenteral
mungkin diperlukan untuk membangun kembali status gizi normal.
Di fasilitas perawatan jangka panjang, ahli gizi atau keluarga dapat
mempertimbangkanpemberian makanan yang inovatif untuk memfasilitasi
asupan makanan. Intervensi awal dapat terdiri dari menghapus keterbatasan
makanan seperti pembatasan asupan garam dan / atau makanan yang
mengandung kolesterol tinggi atau jenuh.
Pasien juga dapat dianjurkan untuk makan dengan porsi sedikit tapi
sering dengan menu makanan yang mereka sukai daripada bagian-bagian
yang lebih besar atau makanan yang dapat membanjiri mereka dan benar-
benar mencegah asupan. Penggunaan zat aditif alami dapat digunakan
untuk meningkatkan penampilan, aroma, dan rasa makanan dapat sangat
membantu untuk pasien dengan gangguan indera penciuman dan perasa.
Pada beberapa pasien dengan disfagia atau kesulitan menelan lainnya,
makanan berupa sup kental dan asupan cairan yang banyak mungkin
berguna untuk meningkatkan asupan gizi.
c. Manajemen Aktivitas
Mendorong lansia untuk berpartisipasi dalam program rehabilitasi fisik
dapat bermanfaat untumk meningkatkan daya tahan tubuh, mobilitas,
kekuatan, dan keseimbangan otot. Lansia yang dapat beraktivitas akan
merasa hidupnya lebih sejahtera dan meningkatkan kemandirian lansia.
d. Pertimbangan
Tenaga kesehatan yang bekerja menangani lansia yang memiliki
gangguan makan harus memperhatikan hal-hal dibawah ini:
• Bekerjasama dengan seorang psikolog klinis yang telah terlatih dalam
menangani masalah gangguan makan pada lansia.
• Kolaborasi dengan tim perawatan yang mencakup seorang terapis yang
spesialis dan ahli dalam gangguan makan.
• Memiliki target, penilaian klinis yang baik, dan keterampilan konseling
yang baik.
• Kenali gejala kekurangan gizi (fisik, perilaku, dan emosi), tingkat
dehidrasi, dan refeeding pada lansia.
• Mengidentifikasi efek pencahar dan penyalahgunaan diuretik.
• Memahami tingkat metabolisme dan segala sesuatu yang
mempengaruhi hal itu.
• Menyadari mitos makanan dan informasi yang salah mengenai
makanan.
• Pelajari tentang aktivitas, latihan dan rehabilitasi fisik.
• Mampu menyesuaikan rencana perawatan berdasarkan usia pasien,
stadium penyakit, dan keparahan gejala.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus anoreksia geriatri adalah:
1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
2. Nyeri Akut
3. Nausea
4. Ansietas
5. Fatigue
6. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

III. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Ketidakseimbangan Nutritional Status Nutritional Management
Nutrisi: Kurang dari Domain. Physiologic Domain. Physiological: Basic
Kebutuhan Tubuh Health (II) Class: Nutrition Support
Domain 2. Nutrisi Class-Digestion & Definisi: Menyediakan dan
Kelas 1 Makan Nutrition (K) meningkatkan intake nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi Definisi: Tingkat yang seimbang.
tidak cukup untuk ketersediaan zat gizi Aktivitas:
memenuhi kebutuhan untuk memnuhi - Kaji kemungkinan alergi
metabolik. kebutuhan metabolik. makanan
Setelah dilakukan - Kaji makanan kesukaan
tindakan keperawatan klien
6x24 jam diharapkan: - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Intake nutrisi dalam menentukan jumlah
meningkat kalori, zat besi, protein dan
- Intake cairan vit.c
meningkat - Tawarkan makanan ringan
- Energi meningkat bila perlu
- Rasio berat - Berikan diet tinggi serat
badan/tinggi badan untuk mencegah
meningkat konstipasi.
- Tonus otot membaik - Berikan informasi tentang
- Status hidrasi kebutuhan nutrisi klien
membaik - Pastikan kemampuan klien
untuk memenuhi
kebutuhan gizinya
Nutritional Monitoring
Domain. Physiological: Basic
Class: Nutritiomn Support
Definisi: Pengumpulan dan
analisis data pasien yang
berkaitan dengan asupan
nutrisi.
Aktivitas:
- Timbang BB pasien pada
interval waktu tertentu
- Monitor kehilangan BB
klien
- Monitor turgor kulit,
rambut rontok dan kulit
kering
- Monitor mual muntah
- Monitor nilai albumin,
total protein, Hemoglobin,
dan Hematokrit.
- Monitor tingkat energi,
malaise, kelemahan dan
pucat.
2. Nyeri akut Pain Level Pain Management
Domain 12. Kenyamanan Domain Perceived Domain Physiological: Basic
Kelas 1 Kenyamanan Fisik Health (V) Class. Physical Comfort
Definisi: Sensori yang Class. Symptom Status Promotion
tidak menyenangkan dan Definisi: Keparahan Definisi: Meringankan atau
pengalaman emosional nyeri yang dapat diamati mengurangi nyeri sampai pada
yang muncul secara aktual atau dilaporkan klien tingkat kenyamanan yang
atau potensial kerusakan tenang, klien dapat diterima oleh klien.
jaringan atau istirahat dengan tenang. Aktivitas:
menggambarkan adanya Setelah dilakukan - Mengkaji tingkat nyeri,
kerusakan (Asosiasi Studi tindakan keperawatan meliputi: lokasi,
Nyeri Internasional): selama 3x24 jam, karakteristik, dan onset,
serangan mendadak atau diharapakan: durasi, frekuensi, kualitas,
pelan intensitasnya dari - Klien melaporkan intensitas/beratnya nyeri,
ringan sampai berat yang skala nyeri berkurang faktor-faktor presipitasi
dapat diantisipasi dengan - Klien melaporkan - Mengontrol faktor-faktor
akhir yang dapat episode nyeri lingkungan yang dapat
diprediksi. berkurang mempengaruhi respon
- Tanda-tanda vital pasien terhadap
klien dalam batas ketidaknyamanan
normal - Memberikan informasi
Pain Control tentang nyeri
Domain Health - Mengajarkan pasien untuk
Knowledge & Behavior melakukan terknik non-
(IV) farmakologi untuk
Class. Health Behavior mengurangi rasa nyeri
Definisi: Tindakan (distraksi, relaksasi,
individu untuk hipnosis, guided imagery,
mengendalikan nyeri. terapi musik, dan massage)
Setelah dilakukan - Meningkatkan
tindakan keperawatan tidur/istirahat yang cukup
selama 3x24 jam, - Menurunkan dan
diharapakan: menghilangkan faktor yang
- Klien dapat dapat meningkatkan nyeri
mengetahui onset Analgetik Administration
nyeri Domain Physiological:
- Klien dapat Complex
mendeskripsikan Class. Drug Management
penyebab nyeri Definisi: Menggunakan agen-
- Klien dapat mengenal agen farmakologi untuk
reaksi serangan nyeri mengurangi atau
- Klien mampu menghilangkan nyeri.
menggunakan tehnik Aktivitas:
nonfarmakologi - Menentukan lokasi,
untuk mengurangi karakteristik, kualitas, dan
nyeri derajat nyeri sebelum
- Klien dapat pemberian obat
melaporkan gejala - Memonitor vital sign
yang dirasakan sebelum dan sesudah
kepada tenaga pemberian analgetik
kesehatan - Memberikan analgetik
- Klien melaporkan yang tepat sesuai dengan
nyeri terkontrol resep
- Mencatat reaksi analgetik
dan efek buruk yang
ditimbulkan
- Mengecek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis,dan frekuensi

3. Nausea Nausea & Vomitting Nausea Management


Domain 12. Kenyamanan Severity Domain Physiological: Basic
Kelas 1 Kenyamanan Domain Perceived Class. Physical Comfort
Fisik Health (V) Promotion
Definisi: Perasaan Class. Symptom Status Definisi: Mencegah dan
subyektif yang tidak Definisi: Keparahan meredakan mual.
menyenangkan ditandai mual, rasa ingin muntah, Aktivitas:
dengan merasakan sensasi dan gejala muntah. - Kaji frekuensi, durasi,
gelombang di belakang Setelah dilakukan keparahan, dan faktor
tenggorok, epigastrium, tindakan keperawatan penyebab mual.
dan abdomen yang selama 3x24 jam - Evaluasi riwayat mual
menyebabkan atau tidak diharapkan: klien.
mebyebabkan dorongan - Frekuensi mual - Evaluasi dampak mual
atau keinginan untuk berkurang. terhadap kualitas hidup
muntah. - Intensitas mual klien.
berkurang. - Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
mual.
- Kendalikan faktor personal
yang dapat menimbulkan
atau meningkatkan keluhan
mual.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi keluhan mual.
- Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
antiemetik
- Anjurkan akan dengan
jumlah yang sedikit tapi
sering.
- Anjurkan makan dengan
kandungan karbohidrat
yang tinggi dan lemak
yang rendah.
- Promosikan untuk tidur
dan istirahat yang cukup.
4. Ansietas Anxiety Level Anxiety Reduction
Domain 9. Domain Physicosocial Domain Bahavioral
Koping/Toleransi Stres Health (III) Class. Psychological Comfort
Kelas 2. Respon Koping Class. Phycological Promotion
Definisi: Perasaan tidak Well-Being Aktivitas :
nyaman atau Definisi: Keparahan dari - Gunakan pendekatan yang
kekhawatiran yang smaar tanda-tanda ketakutan, tenang dan meyakinkan
disertai respon otonom ketegangan, atau - Jelaskan seluruh prosedur
(sumber seringkali tidak kegelisahan yang berasal termasuk sensasi yang
spesifik atau tidak dari sumber yang tidak dapat dialami selama
diketahui oleh individu); dapat diidentifikasi. prosedur
perasaan takut yang Setelah dilakukan - Dorong keluarga untuk
disebbakan oleh antisipasi tindakan perawatan menemani klien
terhadap bahaya. Hal ini minimal 3x24 jam - Dorong verbalisasi
merupakan isyarat diharapkan: perasaan, persepsi dan
ekwaspadaan yang - Wajah tegang ketakutan
memperingatkan individu berkurang - Identifikasi perubahan
akan adanya bahaya dan - Berkeringat tingkat cemas
memampukan individu berkurang - Bantu klien
untuk bertindak - Keluhan tidak dapat mengidentifikasi situasi
menghadapi ancaman. istirahat berkurang yang menjadi faktor
- Keluhan cemas presipitasi cemas
berkurang - Berikan usapan pada
bagian punggung dan leher
dengan cara yang tepat
- Dorong klien melakukan
aktivitas pengganti untuk
mengurangi kecemasan
- Instruksikan klien
menggunakan teknik
relaksasi
- Kaji tanda kecemsan
verbal dan non verbal
- Berikan reinforcement
pada perilaku klien yang
positif
5. Fatigue Fatigue Level Energy Management
Domain 4. Aktivitas/ Domain Functional Domain. Physiological Basic
Istirahat Health (I) Class. Activity & Exercise
Kelas 3. Keseimbangan Class. Energy Management.
Energi Maintenance Definisi: Pengaturan energi
Definisi: Keletihan terus- Definisi: Keparahan yangdigunakan untuk
menerus dan penurunan kelelahan secara umum menangani atau mencegah
kapasitas untuk kerja fisik berdasarkan pengamatan kelelahan dan mengopti,alkan
dan mental pada tingkat atau laporan. fungsi.
yang lazim. Setelah dilakukan Aktivitas:
tindakan keperawatan - Kaji status fisiologis pasien
selama 4x24 jam yang menyebabkan
diharapkan: kelelahann
- Kelelahan berkurang - Anjurkan pasien
- Kehilangan selera mengungkapkan secara
makan berkurang verbal mengenai
- Nyeri kepala keterbatasan yang dialami.
berfkurang - Tentukan persepsi
pasien/orang terdekat
tentang penyebab
kelelahan.
- Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan tubuh.
- Monitor asupan nutrisi
untuk rmngrtahui sumber
energi yang adekuat.
- Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai cara
meningkatkan asupan
energi dari makanan
- Monitir ytanda dan gejala
gangguan ppada sistem
kardioespirasi pasien
selama kegiatan
- Kurangi ketidaknyamanan
fisik yang dialami pasien.
- Ajarkan pasien mengenai
pengelolaan aktivitas dan
teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan
- Anjurkan periode istirahat
dan aktivitas secara
bergantian.
- Lakukakan ROM
aktif/pasif untuk
menghilangkan
ketegangan.
6. Risiko Electrolyte & Acid/Base Electrolyte Management
Ketidakseimbangan Balance Domain. Physiological:
Elektrolit Domain. Physiologic Complex
Domain 2. Nutrisi Health (II) Class. Electrolyte & Acid-
Kelas 5. Hidrasi Class.Fluid-Electrolytes Base Management
Definisi: Berisiko (G) Definisi: Meningkatkan
mengalami perubahan Definisi: Keseimbangan keseimbangan elektrolit dan
kadar elektrolit serum elektrolit dan non mencegah komplikasi akibat
yang dapat mengganggu elektrolit dalam dari kadar elektrolit serum
kesehatan. kompartemen intrasel yang tidak normal atau yang
Faktor Risiko: dan ekstrasel tubuh. tidak diharapkan.
- Defisiensi volume cairan Setelah dilakukan Aktivitas:
- Diare tindakan keperawatan - Monitor adanya elektrolit
- Muntah selama 4x24 jam serum yang abnormal
diharapkan: - Monitor tanda dan gejala
- Frekuensi nadi apikal ketidakseimbangan elektrolt
dalam rentang normal - Pertahankan kepatenan
- Irama nadi apikal akses iv
dalam rentang normal - Berikan cairan yang
- Frekuensi napas dalam diresepkan
rentang normal - Dokumentasikan intake dan
- Irama napas dalam output cairan
rentang normal - Berikian suplemen elektrolit
- Kadar elektrolit serum jika dibutuhkan
dalam rentang normal - Monitor kehilangan cairan
elektrolit
- Kolaborasi dengan ahli gizi
pemberian diet untuk
memperbaiki
ketidakseimabangan
elektrolit
- Ajarkan keluarga tentang
tipe, penyebab, dan terapi
untuk menangani
ketidakseimbangan elektrolit
- Monitor respon dan efek
samping pemberian terapi
elektrolit.
- Monitor status hemodinamik
- Sediakan tes laboratorium
untuk memonitor adanya
perubahan tingkat elektrolit

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2014. How to Prevent Elderly Anorexia. Diakses di


https://myageingparent.com/health/nutrition-health-2/how-to-prevent-elderly-
anorexia/ pada tanggal 13 Februari 2017.

Berry, E.M. & Marcus, E.L. 2000. Disorders of Eating in the Elderly. Journal of Adult
Development, 7(2); 87–99.

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing


Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.

Dudrick, S.J. 2013. Older Clients and Eating Disorders. Today’s Dietitian,15(11); 44-50.

Donini, L.M., Savina, C., &Cannella, C. 2003. Eating Habits and Appetite Control in the
Elderly: The Anorexia of Aging. Int Psychogeriatric, 15(1);73-87.

Donini, L.M., Poggiogalle, E., Piredda, M., Pinto, A., Barbagallo, M., Cucinotta, D., & Sergi,
G. 2013. Anorexia and Eating Patterns in the Elderly. Journal List,8(5); 1-8.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Lenton, R. 2014. How To Help Your Elderly Parent Avoid Anorexia. Diakses di
http://www.whentheygetolder.co.uk/how-to-help-your-elderly-parent-avoid-anorexia/
pada tanggal 13 Februari 2017.

Martone, A.M., Onder, G., Vetrano, D. L., Ortolani, E., Tosato, M., Marxetti, E., & Landi, F.
2013. Anorexia of Aging: A Modifiable Risk Factor for Frailty. Nutrients, 5(10); 4126–
4133.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.
Morley, J. E. 2003. Anorexia and Weight Loss in Older Persons. Journal of Gerontologic A
Biological Medical Science, 58(2);131-137.

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai