Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN ANOREKSIA DI RUANGAN PERAWATAN INTERNA UMUM


DI RSUD LAMADDUKELLENG SENGKANG

DISUSUN OLEH :

LIA ADRIANI BAKMA, S. Kep


NIM : 202103016

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

INSTITUT TEKNOLOGI KESAHATAN DAN SAINS


MUHAMMADIYAH SIDRAP
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Anoreksia merupakan penurunan napsu makan yang merupakan
gejala umum pada banyak penyakit dan dapat disebabakan oleh makanan,
obat, emosi, ketakutan, masalah psikologi dan infeksi (Ariyanto, 2016).
Anoreksia adalah sebuah gangguan makan yang di tandai dengan
kelaparan secara sukarela dan stress dari melakukan latihan. Anoreksia
merupakan sebuah penyakit komplek yang melibatkan komponen
psikologikal, sosialogikal, dan fisiologikal pada penderita di temukan
peningkatan rasio enzim hati ALT dan GGT, hingga di fungsi akut tingkat
lanjut. Anoreksia di artikan sebagai suatu gangguan makan. Jadi,
Anoreksia adalah gangguan makan yang mengancam jiwa yang ditandai
dengan penolakan makanan (Widiantari, 2019).
Anoreksia jangka panjang dapat menyebabkan ketidak seimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan dysritmia jatung. Makan merupakan
salah satu cara dalam menaikan berat badan akan tetapi pemberian
makanan melalui selang atau infuse dapat menjadikan sebuah pilihan.
Tanyakan kepada pasien apa oenyebab merekan kehilangan napsu makan
dan apa yang dapat meningkatkan napsu makan tersebut (Ariyanto, 2016).
B. ETIOLOGI
Etiologi gangguan tetap tidak jelas. Terdapat komponen psikologis
yang jelas, dan diagnosis pertama di jelaskan, dan diagnosis terutama di
dasarkan pada kriteria psikologis dan prilaku. Namun demikian,
manifestasi fisik anoreksia dapat mengarah pada kemungkinan faktor-
faktor organik pada etiologi (Widiantari, 2019).
Menurut (Widiantari, 2019), penyebab terjadinya anoreksia,
sebagai berikut :
1. Biologis
Diyakini ada hubungan keluarga dengan gangguan makan.
Keturunan pertama wanita pada orang yang mengalami gangguan
makan yang berisiko tinggi dari pada populasi umum. Model biologis
etiologi gangguan makan di fukuskan kepada pusat pengatur nafsu
makan di hipotalamus, yang mengendaliakan mekanisme neurokimia
khusus untuk makan yang kenyang. Serotonin dianggap terlibat dalam
patofisiologi gangguan makan walaupun dalam model biologis ini
masih dalam tahap perkembangan.
2. Lingkungan
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk
mengalami gangguan makan. Riwayat terdahulu klien mengalami
gangguan makan sering di persulit oleh penyakit dalam dan bedah,
kematian keluarga dan lingkungan keluarga dengan konflik.
3. Psikologis
Kebanyakan klien yang mengalami gangguan mkan menunjukkan
sekelompok gejala psikologis seperti ridigitas, ritual risme, kehati-
hatian, perfectsinisme serta control infuse yang buruk.
4. Sosiokultural
Pada budaya yang menerima dan menghargai kemontikkan, jarang
terjadi gangguan makan, jaringan sosiokultural pada remaja dan
wanita muda di Amerika Serikat juga sangat menekankan
kelangsingan dan pengendalian terhadap tubuh seseorang menjadi
idicator untuk evaluasi diri. Di Amerika Serikat kelebihan berat badan
di anggap sebagai tnda kemalasan, kurang control diri atau
mendapatkan tubuh yang sempurna disamakan dengan cantik.
C. PATOFISIOLOGI
Faktor adalah suatu faktor predisposisi untuk terjadinya anoreksia.
Faktor keturunan dan genetik menjadi peranan yang penting. Pada faktor
genetik ini lah hasilnya sirotinin yang mempengaruhi nafsu makan menjadi
menurun, dan jika kadar sirotinin seseorang menurun maka nafsu makan
menurun, dan jika sirotinin seseorang meningkat atau tinggi makan
meningkat nafsu makan. Pada khasus anoreksia seseorang mengalami
penurunan kadar sirotinin yang mengakibatkan penurunan nafsu makan.
Pada faktor perkembangan sendiri pada umumnya usia remaja sering
beranggapan kurus adalah sempurna, cantik telah menjadi trent dikalang
remaja sehingga pada umumnya memaksakan diri untuk membatasi
makannya agar tidak menjadi gemuk. Yang akan menimbulkan anoreksia
faktor lingkungan dapat menyebabkan anoreksia jika salah satunya
mengalami konflik. Faktor psikologis erat hubunganya dengan faktor
perkembangan dimana merasa takut gemuk. Untuk faktor sosiokultural /
budaya dimana budaya di dunia membatasi makanan yang akan
dikosumsinya.
PATHWAY

(Widiantari, 2019)
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Widiantari, 2019), gejala anoreksia, sebagai berikut :
1. Gangguan pola tidur timbul pada beberapa penderita anoreksia dan
terdapat gerakan mata yang cepat, seperti yang sering terdapat pada
penderita depresi. Masalah pada gangguan suhu, khusus nya pada
hipotermia
2. Tidak mau makan dengan sengaja karena ketakutan berlebihan akan
kenaikan berat badan
3. Pengidap memiliki body mass index kurang dari 18,5
4. Terganggunya siklus menstruasi
5. Cendrung tidak mengakui bahwa ia mengidap penyakit anoreksia
karena ia merasa dapat mengontrol keadaan dengan kemampuanya
mengatakan tidak adaa makanan
6. Gangguan pada hipotalamik-pituitary-ovarian axis dimanifestasikan
dengan amenorea yang berkaitan dengan pola tidak matang dari sekresi
hormon luteinizing
7. Adanya disfungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis dibuktikan
dengan antara lain dengan mengingkatnya kortisol. hilangnya variasi
diurnal pada sekresi kortisol, dan kegagalan deksametason untuk
menekannya
8. Peningkatan area nitrogen pada darah dapat timbul pada akibat
dehidrasi pda penurunan kecepatan penyaringan glomerulus, namun
kadar yang normal dapat ditemukan pada keadaan serupa karena
rendahnya pemasukkan protein pada penderita dehidrasi
9. Konstipasi merupakan komplikasi masalah mobilitas yang sangat sering
terjadi pada penderita anoreksia
10. Penderita anoreksia tampaknya sangat resisten terhadap inspeksi
11. Kulit penderita anoreksia kerimng
12. Pada fase pemberian makan kembali sering kerontokan rambut
E. KOMPLIKASI
Komplikasi medis gangguan makan atau anoreksia adalah
terganggunya gastro intestinas (penundaan pengosongan lambung,
kembung, kontipasi, nyeri abdomen, gas dan diare) pada dermatologi
timbul kulit pecah-pecah karena dehidrasi, lanugo dan akrosianotis yaitu
tangan dan kaki biru (Widiantari, 2019).
1. Berat badan jauh dibawah normal
2. Anggapan selalu buruk tentang bentuk badan nya sendiri
3. Detak janjtung tidak teratur
4. Gangguan fungsi hati, sistem cardiovaskular
5. Terjadinya kelemahan otot dan disfungsi sistem imun
6. Ketidakseimbangan hormon
7. Osteoporosis
8. Kematian
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik yang di perlukan untuk pendrita gangguan
makan meliputi pemeriksaan tanda vital, mengukur tinggi dan berat badan
penderita dan pemeriksaan status pubertas. Kelainan yang dapat pada
pemeriksaan fisik berupa kehilangan berat badan yang nyata, bradikardi,
hipotensi postural, hipotermi, penipisan email akibat tumpah asam
lambung, luka pada anus akibat penggunaan pencahar yang berlebihan,
kulit dan bibir kering akibat dehidrasi (Widiantari, 2019).
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antar lain darah
rutin,kadar elektrolit, kadar kalsium dan fosfat serum, pemeriksaan fungsi
hati dan tiroid terdapat normal, Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan
bila ada gangguan fungsi jantung atau mendapat pengobatan anti depresan.
Foto rongen dapat membantu menentukan densitas tulang dan keadaan
dari jantung dan paruparu, juga bisa menetukan kelainan saluran
pencernaan yang disebabkan oleh malnutrisi (Widiantari, 2019).
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan diberikan dengan rawat jalan, kecuali muncul masalah
medis yang berat, pengobatan rawat jalan ini mencakup
1) Pemantauan medis
2) Rencana diet untuk memulihkan status nutrisi
3) Psikoterapi jangka panjang untuk mengatasi penyebab dasarnya
4) Pengobatan psikofarmaka untuk mengatasi masalh depresi
kegelisaan dan perilaku kompulsif-obsersif.
b. Obat-obatan yang digunakan
1) Anti depresan, juga dipakai SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors), terutama bila salah satu komponen penyakitnya
adalah latihan yang di paksakan (Impramin, Desipramin,
Fluoksetin,Sertalin.
2) Pergantian estrogen untuk amenore.
c. Cara mengatur status gizi
1) Mengukur tinggi badan dan berat badan,lalu
membandingkannya dengan tabel standar
2) Menghitung indeks masa tubuh (BMI, Body Mass Index), yaiutu
berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan
(dalam meter). Index masa tubuh antara 20-50 dianggap normal
untuk pria dan wanita
3) Mengukur ketebalan kelipatan kulit. Kelipatan kulit di lengan
atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan,
sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat di ukur,
biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper)
Lemak dibawah kulitnya banyaknya adalah 50% dari lemak
tubuh. Lipatan lemak normal adalah sekitar 1,25 cm pada
lakilaki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
4) Status gizi juga bisa diperoleh dengan mengukur lingkaran
lengan atas untuk memperkirakan jumlah otot rangkah dalam
tubuh.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses yang sistematis
dalam pengumpulan dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan
mengitifikasi stres kesehatan klien (Widiantari, 2019).
Pengkajian meliputi :
1. Identitas klien : teridiri dari nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan identitas penanggung
jawab.
2. Alasan masuk : Biasanya alasan masuk klien dibawah kerumah sakit
dengan alsan klien sakit perut karena tidak ada makan,berat badan
menurun dan badan terasa lemah.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekranag : Biasanya klien mengeluh sakit perut
karena tidak makan, sulit untuk bicara dan badan terasa lemah.
b. Riwayat kesehatan terdahulu : Apakah klien pernah mengalami
penyakit yang sama dengan sebelumnya dan ada juga ditemukan
dalam kematian dalam keluarga , lingkungan keluarga dan konflik.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Ada kemungkinan ditemukan genetik
dalam keluarga apakah ada anggota keluarga yanng mengalami
penyakit infeksi, keturunan atau penyakit yang sama diderita klien
saat ini.
4. Pemeriksaan fisik
a. Sirkulasi, Tanda : hipertensi, kelemahan/nadi perifer melemah,
pengisian kapiler lembut/sianosis
b. Aktivitas dan istirahat, Adanya gangguan pola tidur
c. Eliminasi : BAB dan BAK kurang lancar
d. Makanan /cairan, Tanda : anemia, mual/muntah,nyeri ulu hati,
sendawa asam, tidak toleran terhadap makanan
e. Keamanan, Tanda: peningkatan suhu tubuh, Gejalah : alergi
terhadap obat
f. Penyuluhan /pembelajaran, Tanda : ada penguatan obat resep atau
di jual bebas yang mengandung steroid
g. Pemeriksaan penunjang, Adanya gangguan elektrolit yang
diakibatkan oleh suhu tubuh.
B. DIAGNOSA
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan tidak adekuat pemasukan,
menginduksi muntah, penggunaan pencahan kronis.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan malnutrisi dibuktikan
dengan rentang gerak menurun.
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
C. INTERVENSI
1. Defisit nutrisi berhubungan dnegan tidak adekuat pemasukan,
menginduksi muntah, penggunaan pencahan kronis.
Hasil yang diinginkan: nutrisi terpenuhi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Monitoring berat badan pasien
c. Monitoring tanda vital dan laboratorium
d. Monitor asupan makanan
e. Tingkatkan kepercayaan pasien
f. Berikan makan sedikit tapi sering
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
fisik
Hasil yang dinginkan : keutuhan kulit membaik
a. Identifikasi penyebab integritas kulit
b. Ubah posisi tiap 2 jam, jika tirah baring
c. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
d. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
e. Anjurkan air minum yang cukup
f. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
g. Berikan perawatan luka
h. Berikan salep yang sesuai dengan luka
i. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan malnutrisi dibuktikan
dengan rentang gerak menurun.
Hasil yang diinginkan : kemampuan gerakan fisik (ekstremitas)
meningkat
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
d. Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
e. Fasilitas melakukan pergerakan
f. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
Hasil yang diinginkan : suhu tubuh menurun
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Identifikasi penyebab hipertermi
c. Anjurkan keluarga pasien untuk kompres air dingin
d. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
f. Kolaborasi pemberian obat antipiretik, jika perlu
D. IMPLEMENTASI
Melakukan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu pada klien
dan catat apa tindakan yang telah dilakukan pada klien, tindakan ini
merupakan aplikasi kongrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan klien yang telah dilakukan oleh perawat
(Widiantari, 2019).
E. EVALUASI
Langkah akhir drai proses keperawatan, di mana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus yangdilibatkan klien,
perawata dan anggota tim kesehatan lainnya yang terdiri dari S.O.A.P
(Widiantari, 2019).

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, F. (2016). Laporan Pendahuluan Stase Keperawatan Gerontik
Hipertensi Pada Lansia Di Wisma Anggrek Pstw Yogyakarta Unit Budi
Luhur (Vol. 11, Issue 9) [sekolah tinggi ilmu kesehatan jenderal achmad yani
yogyakarta].

Widiantari, R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. D Dengan Sindrom


Geriatri + Anoreksia Diruang Inap Interne Ambun Suri Lantai 3 Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi.

Anda mungkin juga menyukai