Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB ini Dalam BAB ini, dibahas mengenai perilaku kekerasan. Perilaku

kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain

disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati, 2010).

Pada kasus Tn. R terjadi resiko kekerasan. Dalam kasus ini ada beberapa yang

perlu dibahas, antara lain :

A. pengkajian Keperawatan

Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) menyatakan pengkajian merupakan

pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk

menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas.

Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk,

faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan

pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan,

pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis

menggunakan metode wawancara dengan Tn. R, observasi secara langsung

terhadap kemampuan dan perilaku Tn. R serta dari status Tn. R. Selain itu

keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam

memberikan asuhan keperawatan pada Tn. R. Namun, disaat pengkajian


tidak ada ada anggota keluarga Tn. R yang menjenguknya sehingga, penulis

tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga.

Sebelumnya Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan yaitu

memukuli saudaranya dan merusak barang-barang di rumahnya, seperti TV,

lemari dan membanting pintu. Klien mengatakan dia mengamuk karena merasa

tidak dihargai oleh saudaranya. Klien juga mengatakan saat di rumah klien selalu

berjalan mondar mandir tanpa arah tujuan yang jelas. Klien juga sering merasa

pusing dan pikiran melayang-layang. Klien juga mengatakan saat dirumah lebih

memilih untuk tinggal di rumah dibandingkan berkumpul dengan tetangga atau

keluarganya karena merasa malu.

Perubahan perilaku klien dimulai sejak ±2 tahun yang lalu sebelum klien masuk

RS. Awalnya klien sering marah-marah tidak jelas dan suka membanting pintu.

Kemudian klien juga sering bertengkar dengan saudaranya. Klien suka

mengurung diri di kamar. Klien susah makan dan susah tidur.

Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui observasi atau wawancara

tentang perilaku kekerasan menurut Keliat (2012) adalah sebagai berikut : Muka

marah dan tegang, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan kuat,

Mengepalkan tangan, Jalan mondar-mandir, Bicara kasar, Suara tinggi, menjerit

atau berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik, Melempar/memukukul benda

atau orang lain, Merusak benda atau barang. gejala gejala tersebut dialami Tn. R
seperti, Tn. R muka marah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang

dengan kut, Tn. R tampak mengepalkan, jalan mondar-mandir, bicara kasar, suara

tinggi, menjerit atau berteriak, dan Tn. R mengancam secara verbal atau fisik,

melempar/memukul benda atau orang lain, dan merusak benda atau orang

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai

dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk

mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif

rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat

digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi

meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti

agitasi (Eko Prabowo, 2014).

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka

pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan

dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak

harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,

main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan

kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan

itu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh

petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program

kegiatannya (Eko Prabowo, 2014).


B. Diagnosa Keperawatan

Videbeck (2010) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari

diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon

klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi

fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa

keperawatan. Menurut Kusumawati & Yudi (2010) pada pohon masalah

dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial: menarik diri merupakan etiologi,

gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan masalah utama (core

problem) sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan akibat. Namun,

pada kasus Tn. R, pada analisa data penulis lebih memprioritaskan diagnosa

keperawatan resiko perilaku kekerasan.

NANDA (2012-2014) menyatakan pada diagnosa resiko perilaku kekerasan

memiliki batasan karakteristik : perubahan dalam berprilaku, perubahan

dalam manajemen coping, disorientasi, konsetrasi buruk, gelisa, muka marah

dan tegang, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan kuat,

Mengepalkan tangan, Jalan mondar-mandir, Bicara kasar, Suara tinggi,

menjerit atau berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik,

Melempar/memukukul benda atau orang lain, Merusak benda atau barang.

Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa resiko perilaku

kekerasan: yaitu data subyektif yang diperoleh yaitu: Tn. R mengatakan

selalu merasa ingin marah tanpa sebab, Tn. R mengatakan pernah melakukan
tindak kekerasan sebelumnya, Tn. R mengatakan pernah memukul saudaranya

dan merusak barang-barang di rumahnya, Tn. R mengatakan lebih memilih

tinggal di rumah daripada berkumpul dengan tetangga ataupun keluarganya,

Tn. R suka menyendiri di kamar, Tn. R mengatakan risih karena kakinya

penuh luka bekas garukan, Tn. R mengeluhkan rasa gatal di kakinya, Tn. R

mengatakan jarang mencuci rambut, Tn. R mengatakan jarang menyikat gigi,

Tn. R mengatakan tidak ganti baju selama 3 hari, Tn. R mengatakan semenjak

ayahnya meninggal, klien tidak pernah lagi melakukan sholat di rumah

dengan alasan tidak ada yang menemani, Tn. R mengatakan selama di rawat

di RSJ klien mengatakan tidak pernah sholat, Tn. R mengatakan ada masalah

tidur, yaitu insomnia, Tn. R mengatakan tidak merasa segar setelah bangun

tidur, Tn. R mengatakan sulit tidur karena lingkungan yang panas dan bising.

C. Intervensi Keperawatan

Ali (2013) menyatakan rencana tindakan keperawatan merupakan

serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan

keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian

rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian

agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana

keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori, karena

rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP

(Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan. Dalam kasus


penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional dari setiap tindakan

keperawatan.

Rizky Fitryasari PK (2104) Tujuan umum resiko perilaku kekerasan yaitu agar klien

dapat mengontrol perilaku kekerasan yang dialaminya. Ada beberapa intervensi

untuk resiko perilaku kekerasan, antara lain:

1. Bina hubungan saling percaya: Mengucapkan salam terapeutik, Berjabat

tangan, Menjelaskan tujuan interaksi, Membuat kontrak topik, waktu, dan

tempat setiap kali bertemu pasien, Diskusikan bersama pasien penyebab

perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu, Diskusikan perasaan pasien jika

terjadi penyebab perilaku kekerasan.

2. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.

3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.

4. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.

5. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.

6. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.

7. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat

marah secara: Verbal, terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap

lingkungan.

8. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

9. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam, obat,
sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya, spiritual,

misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.

10. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan

napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual,

dan patuh minum obat.

11. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

mengontrol perilaku kekerasan.

D. Implementasi Keperawatan

Effendy (2011) menyatakan implementasi adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada

tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari

tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi

(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).

Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan

mandiri.

Implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada tanggal 22 Juni 2018


E. Evaluasi Keperawatan
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pada pengkajian keperawatan didapatkan data dari hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan observasi.

2. Penetapan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah keperawatan yang

didapatkan meliputi : resiko perilaku kekerasan.

3. Penyusunan intervensi keperawatan berdasarkan konsep standar asuhan

keperawatan jiwa. Perawat merencanakan intervensi keperawatan sebagai

berikut: membina hubungan saling percaya, diskusikan bersama pasien

penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu, diskusikan perasaan

pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan, diskusikan bersama pasien

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah, diskusikan

bersama pasien akibat perilakunya, diskusikan bersama pasien cara

mengontrol perilaku kekerasan, latih pasien mengontrol perilaku kekerasan

secara fisik, yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara

sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat, ikut sertakan pasien

dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku

kekerasan.

mendiskusikan bersama klien tentang cara mengenal halusinasi, mengontrol

halusinasi dan cara minum obat dengan baik dan benar.


4. Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan respon klien. Dari awal

interaksi sampai dengan akhir dari terapi yang dijalankan klien menunjukkan

hasil yang tidak terlalu signifikan. Hal ini di tunjukkan dengan kemajuan

klien selama proses interaksi yaitu klien pelan-pelan mulai membuka diri

akan tetapi dalam pelaksanaan intevensi yang telah direncanakan klien hanya

bisa melakukan sampai strategi pelaksanaan 1.

B. SARAN

1. Bagi mahasiswa dapat memahami tentang resiko perilaku kekerasan dan

dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien resiko

perilaku kekerasan.

2. Bagi pemberi pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan skill dan

pengetahuan tentang perawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan.

3. Bagi masyarakat dapat membantu keluarga dalam mengontrol resiko

perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai