Anda di halaman 1dari 6

NYERI NOSISEPTIF

PENDAHULUAN

Nyeri dikatakan sebagai salah satu tanda alami dari suatu penyakit yang paling
pertama muncul dan menjadi gejala yang paling dominan diantara pengalaman sensorik lain
yang dinilai oleh manusia pada suatu penyakit. Nyeri sendiri dapat diartikan sebagai suatu
pengalaman sensorik yang tidak mengenakkan yang berhubungan dengan suatu kerusakan
jaringan atau hanya berupa potensi kerusakan jaringan. (1)

Walaupun ketidaknyamanan dari suatu nyeri, nyeri dapat diterima oleh seorang penderitanya
sebagai suatu mekanisme untuk menghindari keadaan yang berbahaya, mencegah kerusakan
lebih jauh, dan untuk mendorong proses suatu penyembuhan. Nyeri membuat kita
menjauhkan diri dari hal berbahaya yang dapat menyebabkan stimulus noksius yaitu akar dari
suatu nyeri. (2)

Nyeri sendiri menurut patofisiologinya dapat dibagi atas 4, yaitu

a. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya
stimulus mekanis terhadap nosiseptor

b. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system
saraf.

c. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologik tidak dapat ditemukan

d. Nyeri psikologik, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari (3)

Walaupun perbedaan antara nyeri secara umum dan nosisepsi telah diketahui orang
yang mendalami ilmu nyeri, penulis penelitian terkadang masih menganggap nyeri sebagai
sinonim dari nosisepsi. Nosisepsi mengandung pengertian deteksi dari kerusakan jaringan
oleh aktivasi nosiseptor dan transmisi sinyalnya ke dalam sistem saraf, sedangkan nyeri
secara umum merupakan suatu fenomena yang kompleks berupa pengalaman tidak nyaman
yang berhubungan dengan trauma jaringan. Nosisepsi terjadi tanpa disadari begitu terpapar
oleh stimulus sedangkan timbulnya nyeri tidak pernah lepas dari kesadaran yang mempunyai
manifestasi sensorik, emosional, dan kognitif. (3)

Dalam refarat ini akan lebih dijelaskan tentang mekanisme dari nyeri nosiseptif dan
bagaimana memberikan penatalaksanaan yang tepat untuk meringankan atau
menghilangkannya

DEFINISI 
Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan pada
nosiseptor. Nosiseptor ini merupakan suatu ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk
mendeteksi suatu nyeri kulit. Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk
mendeteksi nyeri somatik dan pada organ tubuh untuk mendeteksi nyeri visceral. Reseptor
nyeri ini sangat banyak pada kulit, sehingga suatu stimulus yang menyebabkan nyeri sangat
mudah dideteksi dan dilokalisasi tempat rangsangan tersebut terjadi pada kulit. Input noksius
ditransmisikan ke korda spinalis dari berbagai ujung saraf bebas pada kulit, otot, sendi, dura,
dan viscera. (3,4,5,6)

KOMPONEN NYERI NOSISEPTIF

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri nosiseptif, meskipun tidak ada
satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri tersebut ditransmisikan atau diserap. Untuk
memudahkan memahami fisiologinya, maka nyeri nosiseptif dibagi atas 4 tahapan yaitu :

Transduksi : Stimulus noksius yang kemudian ditransformasikan menjadi impuls


berupa suatu aktifitas elektrik pada ujung bebas saraf sensorik.

Transmisi : Propagasi atau perambatan dari impuls tersebut pada sistem saraf
sensorik

Modulasi : Proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri


yang masuk di kornu posterior medula spinalis

Persepsi: Adanya interaksi antara transduksi, transmisi, dan modulasi yang


kemudian membentuk suatu pengalaman emosional yang subjektif. (7)

TRANSDUKSI

Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu
stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau
kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron
nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat
depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.

Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga
nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. (7)

Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-δ dan serabut C yang menerima
langsung suatu stimulus noksius. (3)

Serabut A-δ merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang
tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A-δ adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya,
serabut A-δ merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar
ganglion dorsal. (4)

Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin.
Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan
konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s. (4)

Serabut A-δ dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan transmisinya namun
mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi suatu stimulus. Serabut A-δ
mentransimsisikan nyeri tajam dan tusukan. dan serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran,
suhu, dan tekanan halus. Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang
sama dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini biasanya disebut dengan ”jalur
nyeri”. (8, 9)

Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang
merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini
ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor
dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator.
Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan
neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer
secara langsung sinyal saraf melalui synaps (4)

TRANSMISI

 Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke
neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino
decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-
sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi,
dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.

Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu
melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat – spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri
lambat”. (9)

Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-δ dan kemudian berujung pada
kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui
bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui
commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian
berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks
somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam,
tusuk, dan gores. (9)

Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari cornu
dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir
pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur
cepat, menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke aras melalui jalur anterolateral.
Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak, dengansepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang
lainnya pada medulla, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon. (9)

 Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan,
dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur :
spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic. (9)

Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada
tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang
berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian
spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus
spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti
spinothalamik membawa sinyal ke thalamus. (3)

MODULASI

Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi
nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari
suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal
gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla
spinalis

Analgesik endogen meliputi :

- Opiat endogen

- Serotonergik
- Noradrenergik (Norepinephric)

Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu


posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior
diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan
input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status
emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema
dibawah ini

PERSEPSI

Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan
adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan
mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi . (8)

Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus,
sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini
mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu
nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi. (7, 9)
 

Gambar 1. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif

PENANGANAN

Seperti yang kita ketahui bahwa nyeri klinis umumnya terdiri atas nyeri inflamasi dan
nyeri neuropatik. Keduanya menunjukkan simtom yang sama tetapi berbeda dalam strategi
pengobatan yang disebabkan perbedaan dalam patofisiologi. (9)

Nyeri nosiseptif timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral
atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri
yang sedang berlangsung atau destruksi. Oleh karena itu penting untuk mencari dan
mengobati jaringan yang rusak atau yang mengalami inflamasi sebagai penyebab nyeri.
Sebagai contoh, pasien datang dengan nyeri nosiseptif akibat polymyalgia rheumatic maka
diberikan kortikosteroid sistemik. Akan tetapi, sementara mencari penyebab nyeri, tidak ada
pendapat yang melarang pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri. 10,11

Nyeri nosisepsi ini sendiri dapat berupa akut maupun kronik. Beberapa literatur
mengemukakan bahwa nyeri nosisepsi yang akut itu berupa kerusakan soft tissue, atau
inflamasi. Hal ini lebih mudah ditangani, yaitu dapat dengan menghilangkan penyebab nyeri
itu sendiri misalnya seperti yang dikemukakan diatas, yaitu dengan pemberian opioid
misalnya morfin, sedangkan yang non-opioid dapat berupa aspirin yang mekanisme kerjanya
menginhibisi sintesis prostaglandin dan AINS, parasetamol. Selain itu dapat juga diberikan
analgesia regional baik secara sederhana yaitu dengan blok saraf dan anestesi lokal, maupun
dengan teknologi tinggi berupa epidural infussion dan anastetik opioid lokal.

Untuk nyeri nosisepsi kronik, penanganannya berupa terapi farmaka, blok transmisi saraf,
dan alternatif. 12

Terapi farmaka terdiri dari

 Terapi analgesik seperti NSAID/ Paracetamol-opiod


 Terapi analgesik ajuvan, seperti antidepresan, antikonvulsan

Terapi blok transmisi

 Irreversibel, yaitu operasi dan destruksi saraf.

 Reversibel, yaitu injeksi anestesi lokal

Terapi alternatif

 Stimulator

 Akupuntur

 Hipnosis

 Psikologi

Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar-


besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil.

Anda mungkin juga menyukai