Anda di halaman 1dari 3

KARBAMAZEPIN

Karbamazepin adalah senyawa trisiklik yang efektif untuk pengobatan depresi biopolar.
Karbamazepin awalanya di pasarkan untuk pengobatan neuralgia trigeminal tetapi telah
terbukti juga bermanfaat untuk epilepsi. Karbamazepin merupakan antikonvulsan kuat yang
berkhasiat sebagai antiepileptik, psikotropik dan analgesik spesifik. Senyawa ini bekerja
dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari
fokus epilepsi. Selain mengurangi kejang, karbamazepin juga memberikan efek nyata
terhadap perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan. Disamping itu senyawa
ini juga menunjukkan efek analgesik selektif, misalnya pada tabes dorsalis dan neuropati
lainnya yang sukar diatasl oleh analgesik biasa.

Kimiawi Karbamazepin

Meskipun tidak terlihat jelas dari struktur 2 dimensinya, karbamazepin memiliki banyak
kesamaan dengan fenitoin. Gugus ureida (-N-CO-NH2) yang dijumpai dalam cincin
heterosiklik sebagian besar obat antikeajang juga terdapat dalam karbamazepin. Penelitian
pada struktur 3 dimensi menunjukan bahwa konformasi spasial karbamazepin sama dengan
fenitoin.

 Mekanisme kerja
Mekanisme kerja karbamazepin tampaknya serupa dengan fenitoin. Seperti fenitoin,
karbamazepin menunjukan aktivitas terhadap kejang elektrosyok maksimal.
Karbamazepin, seperti fenitoin, memblokade saluran natrium pada konsentrasi terapeutik
dan menghambat cetusan berulang berfrekuensi-tinggi pada kultur neuron.
Karbamazepin juga bekerja secara prasinaptik untuk menurunkan transmisi sinaptik.
Efek ini mungkin berperan kerja kerbamazepin sebagai antikonvulsan. Penelitian
mengenai ikatan menunjukkan bahwa karbamazepin mengadakan interaksi dengan
reseptor adenosin, tetapi arti fungsional pengamatan ini belum jelas.

 Penggunaan Klinis
walaupun karabamazepin telah lama dianggap sebagai obat pilihan untuk kejang parsial
dan kejang umum tonik-klonik, beberapa obat antikejang terbaru mulai menggantikan
peran karbamazepin. Pada rentang terpeutik normal, karbamazepin tidak bersifat sedatif.
Karbamazepin juga efektifpada beberapa pasien neuralgia trigeminal, walaupun pasien-
pasien yang usianya yang usianya lebih tua memiliki toleransi yang buruk terhadap dosis
karabamazepin yang lebih tinggi, ditandai dengan ataksia dan gangguan keseimbangan.
Karabamazepin juga berguna pada beberapa pasien mania (gangguan biopolar).
 Farmakokinetik
Laju absorpsi karbamazepin berbeda-beda antar pasien, meskipun umunya absorpsi
bersifat hampir sempurna pada semua pasien. Kadar puncak biasanya tercapai 6-8 jam
setelah pemberian obat. Perlambatan absorpsi melalui pemberian obat setelah makan
membantu pasien menoleransi dosis harian total yang lebih besar.
Distribusi karabamazepin berlangsung lambat, dan volume distribusinya sekitar 1 L/kg.
Obat ini hanya terikat 70% dengan protein plasma; menurut pengamatan, tidak terjadi
penggusuran obat lain dari ikatan protein.
Karbamazepin mempunyai bersihan sistemik yang sangat rendah, sekitar 1L/ kg/ hari
pada awal terapi. Obat ini mampu memicu enzim-enzim mikrosomal. Secara khas, waktu
paruh 36 jam yang diamati pada subjek yang diberi dosis awal tunggal menurun menjadi
sekitar 8-12 jam pada pasien yang mendapat terapi kontinu. Maka, perlu dilakukan
penyesuaian dosis pada minggu pertama terapi. Kabarbamazepin juga mengubah
bersihan obat lain.
Pada manusia, karbamazepin dimetabolisasi smpurna menjadi beberapa turunan. Salah
satu di antarnya, carbamazepine-10,11-epoxide, terbukti memiliki aktivitas
antikonvulsan. Kontribusi metabolit ini dan metabolit lainya terhadap aktivitas klinis
karbamazepin belum diketahui.

 Kadar Terapeutik & Dosis


Karbamazepin hanya tersedia dalam bentk oral. Obat ini efektif untuk anak, dengan dosis
yang sesuai yaitu 15-25 mg/kg/hari. Dosis harian dewasa 1 g atau bahkan 2 g dapat
ditoleransi. Dosis yang lebih tinggi dicapai melalui pemberian dosis harian terbagi yang
multipel. Preparat lepas-berkepanjangan (extended release) memungkinkan diberikanya
dosis dua kali sehari pada sebagian besar pasien. Pada pasien yang darahnya diambil
sesaat sebelum dosis pagi diberikan (tingkat palung, trough level), kadar terapeutik
biasanya 4-8 mcg/mL. Meskipun banyak pasien mengeluhkan diplopia pada kadar obat
diatas 7 mcg/mL, pasien lain dapat menoleransi kadar obat diatas 10 mcg/mL, terutama
pada monoterapi.

 Interaksi Obat
Interaksi obat yang melibatakan karbamazepin hampir semuanya terkait dengan sifat
enzim obat tersebut dalam memicu enzim. Seperti telah dituliskan sebelumnya,
peningkatan kapasitas metabolik enzim hati dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
keadaan stabil karbamazepin dan peningkatan laju metabolisme obat lain, seperti
primidion, fenitoin, etosuksimid, asam valporat, dan klonazepam. Obat-obat lain seperti
propoksifen, troleandomisin, dan asam valporat dapat menghambat bersihan
karbamazepin dan meningkatkan kadar karbamazepin dalam daraah yang stabil. Namun
antikonvulsan lain, seperti fenitoin dan fenobarbital, dapat menurunkan konsentrasi
karbamazepin dalam darah yang stabil melalui induksi enzimatik. Dilaporkan bahwa
tidak ada interaksi ikatan protein yang memiliki arti klinis.
 Indikasi
 Epilepsi, epilepsi umum primer atau sekunder dari kejang dengan komponen tonik-
klonik
 Neuralgia trigeminal
 Neuralgia glosofaringeal.

 Kontra Indikasi
 Hipersensitif terhadap Karbamazepin, blok AV.
 Riwayat depresi sumsum tulang atau porfiria akut dan berkala.
 Penggunaan kombinasi dengan penghambat mono amin oksidase (MAO).

 Efek Samping
Efek samping karabamazepin yang paling sering dijumpai adalah diplopia dan ataksia.
Diplopia sering terjadi pertama kali dan berlangsung kurang dari 1 jam selama waktu-
waktu tertentu pada hari tersebut. Pengaturan ulang dosis harian yang terbagi sering
dapat meredakan keluhan-keluhan tersebut. Keluhan lain yang terkait dosis termasuk
rasa tidak nyaman pada pencernan yang ringan, gangguan keseimbangan, dan pada dosis
yang lebih tinggi mengantuk. Hiponatremia dan intoksikasi air kadang dapat terjadi dan
mungkin bergantung pada dosis yang diberikan.
Timbul perhatian mengenai terjadinya idiosinkrasi diskrasia darah akibat karbamazepin,
termasuk kasus fatal anemia aplastik dan agranulositosis. Sebagian besar diskrasia
tersebut terjadi pada pasien lajut usia penderita neuralgia trigeminal, dan kebanyakan
terjadi dalam 4 bulan pertama terapi. Leukopenia ringan dan persisten yang terdapat pada
beberapa pasien bukan merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan tetapi
memerlukan monitiring ketat. Reaksi idiosinkrasi yang paling umum terjadi adalah ruam
kulit eritematosa, respons lain seperti disfungsi hati tidak biasa terjadi.

Anda mungkin juga menyukai